I. DEFINISI
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan tersebut
disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara (Samer Qarah, 2007).
Bronkitis akut adalah batuk dan kadang-kadang produksi dahak tidak lebih dari tiga minggu
(Samer Qarah, 2007).
Bronkitis kronis adalah batuk disertai sputum setiap hari selama setidaknya 3 bulan dalam setahun
selama paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3
bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak
terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).
Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada
penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru)
dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
Macam-macam Bronchitis
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut.
Bronchitis akut. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan sembuh hanya dalam waktu 2
hingga 3 minggu saja. Kebanyakan penderita bronchitis akut akan sembuh total tanpa masalah
yang lain.
Bronchitis kronis. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara berulang-ulang dalam jangka
waktu yang lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis kronis ini juga berarti menderita batuk
yang dengan disertai dahak dan diderita selama berbulan-bulan hingga tahunan.
II. ETIOLOGI
1. Merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting. Peningkatan resiko
mortalitas akibat bronkitis hampir berbanding lurus dengan jumlah rokok yang dihisap setiap
hari (Rubenstein, et al., 2007).
2. Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena
polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis. Zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan
bronkitis adalah O2, N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
3. Infeksi. Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah
Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie dan organisme lain seperti Mycoplasma
pneumonia.
4. Defisiensi alfa-1 antitripsin adalah gangguan resesif yang terjadi pada sekitar 5% pasien
emfisema (dan sekitar 20% dari kolestasis neonatorum) karena protein alfa-1 antitripsin ini
memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil elastase
(Rubenstein, et al., 2007).
5. Terdapat hubungan dengan kelas sosial yang lebih rendah dan lingkungan industri
banyak paparan debu, asap (asam kuat, amonia, klorin, hidrogen sufilda, sulfur dioksida dan
bromin), gas-gas kimiawi akibat kerja.
6. Riwayat infeksi saluran napas. Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada penderita
bronkitis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan
paru bertambah.
Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh,
yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun
miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronkhus melemahkan daya tahan sehingga
infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan cumber bakteri yang
dapat menyerang dinding bronkhus.
c. Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronkhus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.
III. PATOFISIOLOGI
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul
kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya, virus merupakan
awal dari serangan bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan
mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi
sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua
tahun berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non
infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya
respons inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan
bronkospasme. Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan
besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan
tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga
meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary
defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada
pasien dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami
kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus
akan menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah)
sehingga produksi mukus akan meningkat. infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial
meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan
mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan
kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi
bronkhus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas
terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan
ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi
juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi
dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum
yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi
pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak
ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan
CHF (Congestive Heart Failure).
IV. TANDA DAN GEJALA
Gejalanya berupa:
Batuk, mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin lama batuk makin berat, timbul
siang hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya.
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan
frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya
jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau
bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila
terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap.
Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat
berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum
jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah
menjadi 3 bagian
Lapisan teratas agak keruh, Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak
( celluler debris ).
Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopuruen
dan kental.
Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang – kadang disertai tanda –
tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan
beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan
seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat
infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang
menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat
adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi
kelainannya
sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
bengek
lelah
pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
pipi tampak kemerahan
sakit kepala
gangguan penglihatan.
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler, lelah,
menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. Batuk biasanya
merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari
kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan
bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang
terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu. Sesak
nafas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah
batuk. Bisa terjadi pneumonia.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar x dadaDapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi. Tes fungsi paruUntuk
menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat
disfungsi. TLC : Meningkat.
Volume residu : Meningkat. FEV1/FVC : Rasio volume meningkat. GDA : PaO2
dan PaCO2 menurun, pH Normal. BronchogramMenunjukkan di latasi silinder bronchus saat
inspirasi, pembesaran duktus mukosa. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya
infeksi, mengidentifikasi patogen. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P
pada lead II, III, AVF
VI. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang
biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi
pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya
pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada
bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri pulmonalis ) ,
cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe
hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan
oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan
lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal
jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da
luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan
jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran
hati dan limpa serta proteinurea.
VII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita dewasa bisa
diberikan aspirin atau acetaminophen; kepada anak-anak sebaiknya hanya diberikan
acetaminophen. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa
penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya
tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru. Kepada penderita
dewasa diberikan trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin. Erythromycin
diberikan walaupun dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae. Kepada
penderita anak-anak diberikan amoxicillin. Jika penyebabnya virus, tidak diberikan
antibiotik.
Jika gejalanya menetap atau berulang atau jika bronkitisnya sangat berat, maka
dilakukan pemeriksaan biakan dari dahak untuk membantu menentukan apakah perlu
dilakukan penggantian antibiotik.
a. Pengelolaan umum
a) Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah / menghentikan rokok
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b) Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai
berikut :
Melakukan drainase postural
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 – 20
menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha
mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat
dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan
dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan padapada punggung pasien dengan
punggung jari.
Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat
mukolitik dan sebagainya.Mengatur posisi tepat tidur pasien
Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah
penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar
infeksi tidak berkelanjutan.
b. Pengelolaan khusus.
Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA )
untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya
digunakan Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic
antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara
empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada
setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki
akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa
antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau
menjadi mukoid ( putih jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan
dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat
terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara. Drainase
secret dengan bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan
perawatan pasien. Keperluannya antara lain:
o Menentukan dari mana asal secret
o Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
o Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau mebahayakan
pasien.
Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV 1
< 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari
berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan
walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-lebih
kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat
antipiretik.
Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
o Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak
berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu
dipertimbangkan untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang atau haemaptoe
dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan
operasi.
o Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD, Pasien bronchitis berat, Pasien bronchitis dengan
koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
o Syarat-ayarat operasi.
- Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
- Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
- Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis
kronik.
o Cara operasi.
- Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra indikasi,
yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi.
Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
- Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat darurat
paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-
syarat dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.
o Persiapan operasi :
- Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan
broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
- Scanning dan USG
- Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien.
VIII. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari–
hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, Distensi
vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup, Warna kulit/membran mukosa
normal/cyanosis Pucat, dapat menunjukkan anemi.
Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, Nafsu makan buruk/anoreksia, Ketidakmampuan untuk
makan, Penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, Penurunan berat badan,
palpitasi abdomen.
Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut
– turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, Episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat, Penggunaan otot bantu pernafasan,
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal, Bunyi nafas ronchi, Perkusi hyperresonan pada
area paru, Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, Adanya/berulangnya infeksi.
Seksualitas
Gejala : Penurunan libido.
Interaksi sosial.
Gejala : Hubungan ketergantungan, Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang
dekat, Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan, Keterbatasan
mobilitas fisik, Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi,
spasme bronchus.
3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe,
anoreksia, mual muntah.
5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit
kronis.
6) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
dan perawatan dirumah.
X. RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA TUJUAN DAN CRITERIA
INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
Respiratory status : Ventilation Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk Respiratory status : Airway Pastikan kebutuhan oral / tracheal
membersihkan sekresi atau obstruksi patency suctioning
dari saluran pernafasan untuk Aspiration Control Auskultasi suara nafas sebelum dan
mempertahankan kebersihan jalan sesudah suctioning.
nafas. Kriteria Hasil : Informasikan pada klien dan keluarga
Mendemonstrasikan batuk tentang suctioning
Batasan Karakteristik : efektif dan suara nafas yang Minta klien nafas dalam sebelum
Dispneu, Penurunan suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan suction dilakukan.
Orthopneu dyspneu (mampu Berikan O2 dengan menggunakan
Cyanosis mengeluarkan sputum, mampu nasal untuk memfasilitasi suksion
Kelainan suara nafas (rales, bernafas dengan mudah, tidak nasotrakeal
wheezing) ada pursed lips) Gunakan alat yang steril sitiap
Kesulitan berbicara Menunjukkan jalan nafas yang melakukan tindakan
Batuk, tidak efekotif atau tidak ada paten (klien tidak merasa Anjurkan pasien untuk istirahat dan
Mata melebar tercekik, irama nafas, napas dalam setelah kateter
Produksi sputum frekuensi pernafasan dalam dikeluarkan dari nasotrakeal
Gelisah rentang normal, tidak ada Monitor status oksigen pasien
Perubahan frekuensi dan irama suara nafas abnormal) Ajarkan keluarga bagaimana cara
nafas Mampu mengidentifikasikan melakukan suksion
dan mencegah factor yang Hentikan suksion dan berikan oksigen
Faktor-faktor yang berhubungan: dapat menghambat jalan nafas apabila pasien menunjukkan
Lingkungan : merokok, menghirup bradikardi, peningkatan saturasi
asap rokok, perokok pasif-POK, O2, dll.
infeksi
Fisiologis : disfungsi Airway Management
neuromuskular, hiperplasia dinding Buka jalan nafas, guanakan teknik
bronkus, alergi jalan nafas, asma. chin lift atau jaw thrust bila perlu
Obstruksi jalan nafas : spasme jalan Posisikan pasien untuk
nafas, sekresi tertahan, banyaknya memaksimalkan ventilasi
mukus, adanya jalan nafas buatan, Identifikasi pasien perlunya
sekresi bronkus, adanya eksudat di pemasangan alat jalan nafas buatan
alveolus, adanya benda asing di jalan Pasang mayo bila perlu
nafas. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2