Anda di halaman 1dari 5

STRATEGI WACANA DALAM PENULISAN WACANA BERITA

(Analisis Wacana Kritis)


Oleh : Bowo Hermaji
hermajibowo@yahoo.co,id

ABSTRAK
Penggunaan bahasa Indonesia dalam wacana berita perlu untuk dicermati, apalagi pada masa
perkembangan teknologi komunikasi yang kian pesat. Tulisan ini menyajikan penggunaan
bahasa Indonesia dalam wacana berita berdasarkan analisis wacana kritis. Untuk menemukan
jawaban atas bagaimanakah penggunaan bahasa Indonesia dipilih salah satu berita untuk
dianalisis. Analisis dilakukan pada judul dan isi berita berdasarkan ancangan analisis wacana
kritis. Berdasarkan analisis tersebut ditemukan bahwa strategi wacana yang digunakan dalam
penulisan berita baik judul maupun isi berita adalah strategi identifikasi. Strategi itu
digunakan oleh penulis berita untuk mengidentifikasi pelaku dan perbuatan yang dilakukan
melalui penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa dalam berita merujuk pada identifikasi
peristiwa dalam berita.
Kata kunci : penggunaan bahasa, media massa cetak.

Pendahuluan
Wacana menurut pandangan Foucault tidaklah dipahami sebagai serangkaian kata
atau proposisi dalam teks, tetapi merupakan sesuatu yang memproduksi yang lain (gagasan,
konsep, atau efek). Wacana dapat dideteksi karena secara sistematis suatu ide, opini, konsep,
dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara
berpikir dan bertindak tertentu.
Bagi Foucault, kekuasaan selalu terakulasikan lewat pengetahuan, dan pengetahuan
selalu punya efek kuasa. Penyelenggaraan kekuasaan, menurut Foucault, selalu memproduksi
pengetahuan sebagai basis kekuasaannya. Kuasa memprodusir pengetahuan dan bukan saja
karena pengetahuan berguna bagi kuasa. Tidak ada pengetahuan tanpa kuasa, dan sebaliknya
tidak ada kuasa tanpa pengetahuan. Konsep Foucault ini membawa konsekuensi, untuk
mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan yang
melandasi kekuasaan. Karena setiap kekuasaan disusun, dimapankan, dan diwujudkan lewat
pengetahuan dan wacana tertentu. Wacana tertentu menghasilkan kebenaran dan pengetahuan
tertentu yang menimbulkan efek kuasa.
Struktur diskursif ini, oleh Foucault, membuat objek atau peristiwa terlihat nyata oleh
kita. Struktur wacana dari realitas itu, tidaklah dilihat sebagai sistem yang abstrak dan
tertutup. Wacana membatasi bidang pandangan kita, mengeluarkan sesuatu yang berbeda
dalam batas-batas yang telah ditentukan. Ketika aturan dari wacana dibentuk, penyataan
kemudian disesuaikan dengan garis yang telah ditentukan. Di sini, pernyataan yang diterima
dimasukkan dan mengeluarkan pandangan yang tak diterima tentang suatu objek. Objek bisa
jadi tidak berubah, tetapi struktur diskursif yang dibuat membuat objek menjadi berubah.
Proses terpinggirkannya wacana dalam proses pmberitaan membawa beberapa
implikasi. Pertama, khalayak tidak diberi kesempatan untuk mendapatkan informasi yang
beragam dari berbagai sudut mengenai suatu peristiwa. Di sini tidak harus dikatakan bahwa
wacana yang terpinggirkan adalah wacana yang benar mengenai suatu peristiwa, tetapi
karena tidak banyak ragam perspektif dari suatu wacana maka dimensi peristiwa tidak
lengkap. Kedua, bisa jadi peminggiran wacana menunjukkan praktik ideologi. Sering kali
seseorang, suatu kelompok tertentu, suatu gagasan, tindakan, kegiatan terpinggirkan dan
menjadi marjinal lewat penciptaan wacana-wacana tertentu.

Judul Wacana Berita

Dicekoki Miras, Gadis Belia Dicabuli Tiga Pemuda

Strategi wacana yang digunakan pada judul wacana berita Suara Merdeka adalah
strategi identifikasi. Hal tersebut tampak pada penjelas judul “dicekoki miras”. Penjelasan
tersebut merupakan identifikasi yang dilakukan oleh Suara Merdeka untuk menunjukkan
bahwa gadis belia itu mau dicabuli oleh tiga pemuda dalam keadaan mabuk. Penjelasan
tersebut diperkuat oleh teks yang terdapat dalam paragraf pertama dan ketiga.
“......Gadis belia itu menjadi korban pencabulan setelah dicekoki minuman keras oleh tiga
pemuda kecamatan Talun”.

“Setelah korban mabuk, dibawa ke sebuah gubug di tepi sungai lalu dicabuli secara
bergiliran”.

Pemarginalan terhadap aktor perempuan yang terdapat di dalam wacana berita


tersebut terletak pada penonjolan kalimat “...... bermula ketika pada Selasa (14/3) sekitar
pukul 17.30 ketiga pelaku mengajak korban pergi..... kemudian keempatnya minum minuman
keras bersama”. Kalimat tersebut menunjukkan kualitas pribadi atau pendidikan (korban)
yang rendah. Korban hanya dengan diajak pergi (jalan-jalan) dan kemudian diajak minum
minuman keras dapat dicabuli oleh tiga pemuda. Penunjukan waktu pukul 17.30 pada kutipan
berita tersebut juga menunjukkan bahwa kejadian itu dilakukan dalam keadaan suasana yang
mulai gelap dan sepi, karena pada jam tersebut masyarakat tersebut pada umumnya pergi ke
surau atau mushola untuk menunaikan ibadah sholat magrib.
Di samping itu, penggunaan struktur pasif “Dicekoki miras....” dalam wacana berita
itu menunjukkan adanya penekanan pada sasaran dari pelaku atau tindakan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa penulis berita ingin menyembunyikan pelaku. Penggunaan kata
“dicabuli” yang bermakna “dilecehkan” juga menunjukkan adanya pemarginalan korban
(perempuan) dalam wacana berita tersebut. Kata tersebut menandakan cibiran terhadap
kejadian yang dialami korban yang tidak menyangka dirinya (korban) akan dicabuli. Kosa
kata “dicabuli”berasal dari kata “cabul” yang berarti keji dan kotor, tidak senonoh. Artinya,
bahwa perbuatan pelaku mencabuli korban merupakan perbuatan yang keji dan kotor yang
menodai atau mencemari kehormatan korban dan melanggar kesusilaan atau kesantunan.

Isi Wacana Berita

“Aksi pencabulan terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di kota Santri. Kali ini
menimpa Bunga (15) bukan nama sebenarnya , warga kecamatan Doro, Kabupaten
Pekalongan. Gadis belia itu menjadi korban pencabulan setelah dicekoki minuman keras
oleh tiga pemuda warga kecamatan Talun, yakni Muntholib (23), S (17), dan Robihin (25)”.

“Setelah siuman, korban menyadari mendapat perlakukan tidak menyenangkan dan


langsung pulang ke rumah dan menceritakan apa yang dialaminya pada keluarga. Pihak
keluarga setelah mendapatkan informasi itu mengaku tidak terima dan melaporkan para
pelaku ke aparat penenegak hukum”.

Strategi wacana yang digunakan di dalam memarginalkan Bunga sebagai korban


perbuatan pencabulan oleh tiga pemuda adalah strategi identifikasi. Identifikasi yang
diberikan oleh redaksi Suara Merdeka adalah penggunaan “dicekoki miras” yang bisa
menggiring khalayak pembaca pada pemaknaan sebagai “pemicu” terjadinya perbuatan
pencabulan. Gadis belia itu dicabuli karena tidak sadarkan diri akibat dicekoki minuman
keras. Perbuatan ketiga pemuda itu terjadi pada saat korban dalam keadaan mabuk.
Identifikasi itu juga diperjelas dengan penggunaan kata “setelah siuman, korban
menyadari” dipahami oleh pembaca bahwa pada awalnya korban tidak sadar kalau dirinya
(korban) telah diperlakukan tidak senonoh “pencabulan”. Hal itu menunjukkan bahwa
perbuatan pencabulan dilakukan oleh ketiga pemuda pada korban dalam keadaan mabuk atau
tidak sadar. Korban baru sadar kalau dirinya diberlakukan tidak senonoh setelah siuman
“habis pengaruh minuman kerasnya”.
Identifikasi yang lain juga terdapat di dalam kutipan teks berikut.
..... Kemudian keempatnya minum minuman keras secara bersama. Setelah korban mabuk,
dibawa ke sebuah gubug di tepi sungai lalu dikabuli secara bergiliran.
Bahasa yang digunakan di dalam teks tersebut dipahami oleh pembaca bahwa yang
menyebabkan terjadinya perbuatan pencabulan adalah minuman keras yang menyebabkan
mabuk, baik korban maupun pelaku. Di samping itu keberadaan gubug yang sepi di tepi
sungai juga memicu terjadinya perbuatan tidak senonoh “pencabulan”, sehingga
menempatkan korban pada posisi yang marginal, karena korban mau diajak minum minuman
keras.
Penggunaan kalimat “setelah mabuk korban di bawah ke sebuah gubug di tepi
sungai” dapat dipahami oleh pembaca bahwa perbuatan pencabulan itu telah direncanakan
oleh pelaku.Kalimat itu secara tersirat juga bermakna bahwa pelaku telah menyiapkan
minuman keras sebelumnya untuk menjebak korban. Rencana tersebut tidak disadari oleh
korban, sehingga terjadilah perbuatan pencabulan secara bergiliran. Kecuali itu kalimat
tersebut juga melukiskan pengetahuan dan pengalaman korban sebagai gadis desa yang
minim, miskin (kurang) terhadap minuman keras, sehingga lebih memarginalkan korban.
Teks dalam wacana berita ini juga tidak menggambarkan adanya pemaksaan pelaku kepada
korban untuk minum minuman keras.
Penggunaan kata “mengajak pergi ke Dusun Sisawah” mengidentifikasikan bahwa
ketiga pelaku telah mengenal korban secara baik. Penggunaan kata “bunga” untuk menyebut
korban pada teks seperti yang diidentifikasi oleh dewan redaksi memiliki makna bahwa
dewan redaksi ingin menyembunyikan korban untuk menjaga nama baik, karena sudah
dirusak atau dicemarkan oleh perbuatan pelaku. Identifikasi secara subjektif dilakukan oleh
redaksi Suara Merdeka pada “setelah siuman, korban menyadari mendapat perlakuan tidak
menyenangkan”. Artinya, bahwa pada mulanya korban tidak merasa telah diperlakukan tidak
senonoh oleh pelaku secara bergiliran.

Penutup
Di dalam wacana berita yang berjudul “Dicekoki Miras, Gadis Belia Dicabuli Tiga
Pemuda” menggunakan strategi identifikasi baik pada judul maupun isi berita.Strategi itu
digunakan untuk memarginalkan tokoh. Tokoh yang dimarginalkan dalam berita tersebut
adalah korban pencabulan (bunga : nama samparan). Penggunaan struktur pasif dalam
kalimat berita menunjukkan adanya penekanan korban atau sasaran atas tindakan atau
perbuatan pelaku. Isi pemberitaan dalam teks adalah peristiwa pencabulan yang dilakukan
oleh tiga pemuda di Desa Talun, Kecamatan Doro dengan modus pemberian minuman keras.
Daftar Pustaka
Badara, Aris. 2014. Analisis Wacana : Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana
Media. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Brown, Gillian dan George Yule. 1983. DiscourseAnalysis. New York :


CambridgeUniversity Press.

Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung : Yrama Widya.

Eriyanto, 2001. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKIS
Yogyakarta.

Fairclough, Nourman. 1997. CriticalDiscourseAnalysis : The Crutial Study of Language.


London-New York : Longman.

Anda mungkin juga menyukai