Anda di halaman 1dari 17

Angioneuritic Oedema (Anaphylactic Reaction)

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas DS 3

Disusun oleh:

Kelompok Tutorial 10

Firyal Nabilla (160110150093)


Raden Roro Audria P. (160110150094)
Rahmi Wastri (160110150096)
Nur Kiella Salena (160110150097)
Rika Ramadhanti (160110150098)
Raden Regita Azizah (160110150099)
Afina Miftakhurrahmah (160110150100)
Huzaifah Mahbubi (160110150101)
Nadiya Sudiyasari (160110150102)
Annisa Tamyra (160110150103)
Rissa Zharfany E. (160110150104)
Astari Ayu Putri (160110150105)
Bya Nabila Aulia (160110150106)

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
JATINANGOR
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Angioneuritic Oedema (Anaphylactic Reaction)” untuk memenuhi tugas Blok
Dental Science 3.

Penulis banyak mendapat uluran tangan dari berbagai pihak, baik moril
maupun materil dalam benuk motivasi, bimbingan, bahan referensi, dan fasilitas
lainnya dalam menyusun dan menyelesikan makalah ini.

Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan saran
dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi suatu
karya yang bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi yang
membacanya, serta bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran gigi.

Jatinangor, Mei 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
Overview Kasus...................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1 Tanda dan Gejala........................................................................................3
2.2 Faktor Resiko..............................................................................................3
2.3 Diagnosis Banding......................................................................................3
2.4 Penyakit Sistemik yang Mungkin Terlibat.................................................4
2.5 Komplikasi..................................................................................................5
2.6 Etiologi dan Predisposisi.............................................................................5
2.7 Patofisiologi................................................................................................6
2.8 Rencana Perawatan.....................................................................................7
2.9 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................7
2.10 Resep Obat................................................................................................8
2.11 Kerjasama Tim Medis...............................................................................8
2.12 Pertimbangan Tindakan dan Perawatan Dental........................................9
BAB III PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN..............................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I-1 Foto Pasien...........................................................................................1

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

Overview Kasus

Seorang wanita 17 tahun datang ke praktik klinik dokter gigi swasta dengan
keluhan bibir atas bawah yang bengkak. Pasien mengatakan sebelumnya
menggunkakan lipstick baru karena terpengaruh oleh teman-temannya. Riwayat
alergi terhadap logam dan seafood diakui dan biasanya menimbulkan kemerahan
pada kulitnya.

Pemerikasaan EO dan IO

Gambar I- 1 Foto Pasien

1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanda dan Gejala

Angioedema dapat ditandai dengan timbulnya pembengkakan edematous


berbatas difus pada jaringan lunak pada wajah seperti pada bibir, lidah, dan mata.
Selain wajah, pembengkakan dapat juga melibatkan lengan, kaki, alat kelamin,
bokong, maupun mukosa saluran gastrointestinal dan respiratori. Kulit diatas
pembengkakan bisa terlihat normal maupun erythematous. Mungkin juga terasa
gatal atau tidak gatal. Pada daerah tersebut juga mungkin terasa terbakar atau
terasa sedikit kebas pada awal pembengkakan. Jika pembengkakan melibatkan
organ lain seperti organ respiratori, maka dapat menyebabkan edema laring dan
asma. Saat melibatkan organ gastrointestinal dapat menyebabkan sakit perut,
muntah, dan diare, dan juga dapat menyebabkan hipotensi saat melibatkan organ
kardiovaskular. (Kaplan, 2008)

2.2 Faktor Resiko

Angioedema adalah kondisi medis yang umum, namun ada beberapa faktor
yang dianggap berisiko terhadap perkembangan penyakit ini. Faktor resiko
tersebut yaitu: mungkin menderita angioedema jika:

1. Memiliki reaksi alergi


Angioedema merupakan reaksi alergi yang melibatkan vasodilatasi antibodi
yg dimediasi oleh IgE dan permeabilitas pembuluh darah. Reaksi alergi ini
bisa berasal dari makanan maupun obat-obatan

2. Gangguan autoimun seperti, lupus, limfoma, atau beberapa penyakit tiroid.


3. Riwayat keluarga dengan angioedema atau angioedema herediter (keturunan).

2.3 Diagnosis Banding

1. Acute Urticaria
Angioedema hampir mempunyai tanda dan gejala yang mirip dengan
urtikaria. Perbedaannya adalah biasanya angioedema melipaskat lapisan kulit

3
4

dalam di bagian subkutan atau submukosa sementara itu, urtikaria


melibatkan lapisan kulit superfisial.
2. Anaphylaxis
Merupakan reaksi alergi berat yang bisa mengancam nyawa.
3. Cellulitis
4. Delayed Hipersensitivity Reactions
5. Drug Allergies
6. Food Allegies
7. Hymenopta Stings
Hymenopta merupakan serangga bersayap dua berkembang seperti tawon dan
lebah.
8. Immediate Hipersensitivity reactions
9. Latex Allergy
Latex adalah karet alam, biasanya petugas kesehatan rentan terkena alergi
latex karena sering memakai sarung tangan berbahan lateks seperti
handscoon.
10. Stinging Insect Hipersensitivity

2.4 Penyakit Sistemik yang Mungkin Terlibat

Sindroma yang menyerupai urtikaria dapatan dan angiodema dapat terjadi


karena ada hubungannya dengan tahap awal dari lupus eritematosus sistemik.
Pada pasien dengan kasus ini, mekanisme terjadinya cenderung karena adanya
gangguan sistem imun tubuh yang disebabkan oleh rusaknya complement
pathways. (Greaves and Lawlor, 1991)

Selain lupus eritematosus sistemik, beberapa kasus dengan angioedema dan


urtikaria terkait dengan peningkatan jumlah eosinofil perifer yang terlalu tinggi
dan infiltrasi dermis dengan eosinofil tergranulasi. Sehingga endapan protein
dasar proinflamasi di dermis menjadi sebab dari angioedema dalam kasus yang
seperti ini. (Greaves and Lawlor, 1991)
5

2.5 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi karena angioedema ini antra lain yaitu
gangguan pernapasan dan gangguan fungsi bicara. Bengkak yang ada pada leher
dapat menyebabkan terhambatnya jalan napas yang menyebabkan terjadinya
angioedema.

2.6 Etiologi dan Predisposisi

40% dari angioedema kronis merupakan kasus idiopatik. Trauma, prosedur


pembedahan dan stress adalah pemicu non spesifik yang paling sering
menimbulkan angioedema.

Etiologi dari angioedema dibagi menjadi etiologi yang dapat teridentifikasi


dan yang tidak dapat teridentifikasi.

Angioedema dengan etiologi yang dapat teridentifikasi biasanya disebabkan oleh :

1. Reaksi hipersensitifitas
Reaksi hipersensitivitas ini dapat terjadi akibat makanan, obat, kosmetik,
serangan serangga,dll). Reaksi ini diperantari oleh sel mast yang
menyebanlam terjadinya alergi.
2. Rangsangan/stimuli fisis
Agen fisik seperti tekanan, dingin, panas, getaran dan radiasi ultraviolet
dapat menginduksi terjadinya angioedema.
3. Infeksi/ penyakit autoimun
4. ACE Inhibitors
ACE Inhibitor dapat memicu serangan angioedema dengan mengganggu
proses degradasi bradikinin. Efek yang paling sering ditimbulkan akibat
etiologi ini berupa pemberngkakan pada daerah wajah, bibir, lidah dan
beberapa kasus melibatkan bagian abdominal.
5. NSAID
Timbulnya angioedema salah satunya disebabkan karena konsumsi aspirin
atau obat-obatan yang termasuk dalam golongan NSAID. Reaksi ini secara
6

khusus terjadi akibat agen yang menghambat terjadinya prose


siklooksigenasi 1 (COX-1)
6. Kekurangan C1-INH (berhubungan dengan angioedema herediter)

Angioedema dengan etiologi yang tidak dapat teridentifikasi termasuk


kedalam angioedema idiopatik (histaminergic atau non hoostaminergic)

2.7 Patofisiologi

Angioedema disebabkan oleh peningkatan permeabilitas secara cepat dari


kapiler submukosa atau subkutan. Histamin dan bradykinin menjadi salah satu
mediator vasoaktif paling berpengaruh pada proses terjadinya angioedema.

Histamin merupakan sumber utama dari sel mast dan basophil yang
menyebabkan angioedema-histamin mediated. Aktivasi sel mast dan basophil
dengan pelepasan histasmin berikutnya dapat dimediasi atau tidak oleh
immunoglobulin E (IgE). Jika aktivasi dari sel mast yang dimediasi oleh IgE dan
terjadi degranulasi akan menyebabkan reaksi alergi. Hal ini biasanya sering
bermanisfestasi sebagai urtikatia dan angioedema. Reaksi hipersensitivitas tipe I,
seperti alergi makanan atau obat-obatan, biasanya dimediasi oleh IgE. Aktivasi sel
mast yang tidak dimediasi oleh immunoglobulin E juga dapat menyebabkan
angioedema atau idiopathic angioedema. Mediator inflamasi, sitokin, dan
kemokin dapat mempengaruhi pengeluaran dan aktivasi sel mast dan basophil.

Angioedema bisa terjadi tanpa keberadaan dan keterlibatan histamin. Factor


plasma dan jaringan, seperti bradykinin, dan komponen lain pada system
fibrinolitik juga memegang peranan penting dalam pembentukan angioedema.
Bradykinin merupakan salah satu mediator utama penyebab angioedema, bisa
karena overproduksi atau penurunan bradykinin. Hereditary angioedema (HAE),
angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor–induced angioedema, dan
idiopathic angiodemas lainnya merupakan salah satu contoh dari bradykinin-
mediated angioedema.
7

2.8 Rencana Perawatan

2.9 Pemeriksaan Penunjang

Uji Kulit
Uji kulit Sel mast dengan IgE spesifik untuk alergen tertentu berlekatan
dengan reseptor yang berafinitas tinggi pada kulit pasien dengan alergi. Kontak
sejumlah kecil alergen pada kulit pasien yang alergi dengan alergen akan
menimbulkan hubungan silang antara alergen dengan sel mast permukaan kulit,
yang akhirnya mencetuskan aktivasi sel mast dan melepaskan berbagai preformed
dan newly generated mediator. Histamin merupakan mediator utama dalam
timbulnya reaksi wheal, gatal, dan kemerahan pada kulit (hasil uji kulit positif).
Reaksi kemerahan kulit ini terjadi segera, mencapai puncak dalam waktu 20 menit
dan mereda setelah 20-30 menit. Beberapa pasien menunjukkan edema yang lebih
lugas dengan batas yang tidak terlalu jelas dan dasar kemerahan selama 6-12 jam
dan berakhir setelah 24 jam (fase lambat).
Terdapat 3 cara untuk melakukan uji kulit, yaitu cara intradermal, uji
tusuk (skin prick test/SPT), dan uji gores (scratch test).

1. Uji kulit intradermal: 0,01-0,02 ml ekstrak alergen disuntikkan ke dalam


lapisan dermis sehingga timbul gelembung berdiameter 3 mm. Dimulai
dengan konsentrasi terendah yang menimbulkan reaksi, lalu ditingkatkan
berangsur dengan konsentrasi 10 kali lipat hingga berindurasi 5-15 mm.
uji kulit intradermal lebih sensitif dibanding skin prick test (SPT), namun
tidak direkomendasikan untuk alergen makanan karena dapat mencetuskan
reaksi anafilaksis.
2. Uji tusuk dapat dilakukan pada alergen hirup, alergen di tempat kerja, dan
alergen makanan. Lokasi terbaik adalah daerah volar lengan bawah dengan
jarak minimal 2 cm dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak
alergen dalam gliserin diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan
superfisial kulit ditusuk dan dicungkit ke atas dengan jarum khusus untuk
uji tusuk. Hasil positif bila wheal yang terbentuk >2 mm. Preparat
antihistamin, efedrin/epinefrin, kortikosteroid dan β-agonis dapat
8

mengurangi reaktivitas kulit, sehingga harus dihentikan sebelum uji kulit.


Uji kulit paling baik dilakukan setelah pasien berusia tiga tahun.
Sensitivitas SPT terhadap alergen makanan lebih rendah dibanding alergen
hirup. Dibanding uji intradermal, SPT memiliki sensitivitas yang lebih
rendah namun spesifisitasnya lebih tinggi dan memiliki korelasi yang lebih
baik dengan gejala yang timbul.
3. Uji gores (scratch test): sudah banyak ditinggalkan karena kurang akurat.
Dilakukan dengan cara menggores kulit tanpa melakukan perdarahan.
bahan-bahan yang akan dites ditaruh pada kertas saring, yang diletakkan
diatas lembaran impermeable. Kemudian ditempelkan pada kulit dengan
plester. Cara penilaian adalah sebagai berikut : negative, bila tidak ada
reaksi. Positive jika : timbul reaksi wheal, gatal, dan kemerahan pada kulit

2.10 Resep Obat

2.11 Kerjasama Tim Medis

Angioneurotic edema disebut juga sebagai Angio edema atau Quinke’s


edema,adalah pembengkakan yang mirip dengan urtikaria, tetapi mengenai
jaringan yang lebih dalam, bukan di permukaan. Biasanya pada gejala yang ringan
mungkin tidak memerlukan pengobatan. Sedang untuk gejala yang parah mungkin
perlu diobati oleh dokter spesialis kulit dan kelamin.

Pada kasus yang darurat seperti terdapat kesulitan bernafas atau terdapat
hipotensi akibat dari angioedema yang sedang sampai angioedema yang parah
seringkali pasien akan datang ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
darurat di unit gawat darurat (Emergency Departement) bersama-sama dengan
atau dikonsultasikan ke Spesialis THT.
9

2.12 Pertimbangan Tindakan dan Perawatan Dental

Pertimbangan tindakan dan perawatan dental dan oral bagi pasien dengan
angioneurotic edema adalah dengan pemberian medikal profilaksis yang
direkomendasikan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan perawatan gigi.
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya, pasien yang datang dengan


keluhan mengalami bengkak pada bibir atas dan bawah tersebut menderita
Angioneuritic Oedema dengan klasifikasi penyakit reaksi anafilaktik (reaksi
alergi). Hal tersebut diperkuat dengan adanya pernyataan dari pasien bahwa
pasien memiliki alergi terhadap logam dan makanan (seafood).

Beberapa tanda dan gejala klinis pada kelainan ini yaitu…

10
11
DAFTAR PUSTAKA

Burket, Lester William, et al. 2008. Burket’s Oral Medicine, 11th Edition.
Hamilton: BC Decker Inc. p. 388.

Greaves, M. and Lawlor, F. (1991) ‘Angioedema: Manifestations and


management’, Journal of the American Academy of Dermatology, 25(1), pp.
155–165. doi: 10.1016/0190-9622(91)70183-3.

Greenberg, Martin,dkk. 2008. Burket’s Oral Medicine 11th Ed. India: BC Decker
Inc.

Harsono, Ariyanto. 2013. Angioneurotic Edema. Surabaya: Dept Pediatric


Airlangga University.

Kaplan, A. P. (2008) ‘Angioedema.’, The World Allergy Organization journal,


1(6), pp. 103–13. doi: 10.1097/WOX.0b013e31817aecbe.

Li,Huamin H. 2018. Angioedema Treatment and Management.


https://emedicine.medscape.com/article/135208-treatment [diakses 7 Juni
2018].

Menteri Kesehatan RI. 2014. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014.
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Permenkes_5_2014.pdf
[diakses 7 Juni 2018].

Riza, Ahyar. 2009. Angioneurotic Edema. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Sumatera Utara.

Silverman S, Eversole LR, Truelove EL. Essential of oral medicine. London: Bc


Decker inc; 2001

12
13

Anda mungkin juga menyukai