Anda di halaman 1dari 10

Pengetahuan Kelautan: Tradisi Bahari dan Mitologi Laut

(Lanjutan Materi)
Dirgahayu Juliana siburian, Azizah Gustiani, Selamet, Sita Dewi Kumala, Gandista Dwi
Syamcayati, Aidil Fitra Pratama
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Ilmu Sejarah, Universitas Jambi

Abstrak

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi perairan
yang sangat luas membentang dari sabang sampai marauke. Indonesia sering di sebut sebagai
negara maritim dikarenakan memiliki hampir setengah wilayahnya merupakan perairan.
Banyaknya perairan yang dimiliki Indonesia membuat beranekaragam tradisi-tradisi bahari yang
dilakukan masyarakat sekitar bibir pantai dan juga mitologi-mitologi laut yang berkembang,
dalam kajian ini akan membahas tradisi bahari dan mitologi laut yang ada khususnya di wilayah
bibir pantai. Pada penulisan artikel ini menggunakan langkah-langkah penelitian sejarah yaitu
pertama pemilihan topik yang berjudul Kesultanan Jambi. Kedua mengumpulkan sumber-sumber
melalui buku, jurnal, dan beberapa situs internet. Ketiga melakukan kritik sumber atau
menyeleksi sumber-sumber yang bersifat valid dan sesuai apa yang dikaji. Keempat interpretasi
dan yang terakhir ialah penulisan kembali dari sumber-sumber yang di dapatkan.
Kata Kunci : Tradisi, Mitologi, Maritim

Abastract
Indonesia is the largest archipelagic country in the world which has a very wide water
potential stretching from Sabang to Marauke. Indonesia is often referred to as a maritime country
because almost half of its territory is water. The large number of waters owned by Indonesia
makes various marine traditions carried out by communities around the shoreline as well as
developing marine mythologies, in this study will discuss maritime traditions and marine
mythology that exist especially in the shoreline area. In writing this article using historical
research steps, namely the first selection of a topic entitled Jambi Sultanate. The second collects
sources through books, journals, and several internet sites. Third, do source criticism or select
sources that are valid and in accordance with what is being studied. The fourth interpretation and
the last one is rewriting the sources obtained.
Keywords: Tradition, Mythology, Maritime
Pendahuluan
Indonesia kaya kearifan lokal khas, yaitu suatu gagasan masyarakat setempat yang penuh
kearifan dan bernilai baik sehingga tetap tertanam dan diikuti oleh suatu kelompok masyarakat 1.
Meskipun sangat bermakna bagi masyarakat, tetapi banyak di antaranya yang terancam hilang.
Banyak acara ritual yang bernilai simbolis tinggi dilaksanakan dan dikembangkan menjadi
upacara besar semacam festival dengan aneka ragam kemeriahan dan pasar rakyat. Ekplorasi
kelautan kurang diperhatikan.

Pengertian kelautan mengacu pada konsep batas daratan dan laut 2. Konsep kelautan telah
ada aturan-aturan yang ditetapkan secara undang-undang untuk dikelola secara lestari guna
menjaga ekosistem yang berkelanjutan. Dengan demikian pemahaman kelautan adalah suatu
aktivitas untuk membantu perencanaan, pengambilan keputusan, pengawasan, dan keperluan lain
pada batas ruang lingkup wilayah kelautan mulai daratan (rata-rata pasang surut) sampai ke laut
lepas sesuai klaim negara.

Kebijakan pemerintah Indonesia dalam melakukan aktivitas kelautan, di mana hal itu
merupakan manifestasi dari konsep desentralisasi pemerintahan. Dampak pengelolaan kelautan
perlu memperhatikan kelestarian keanekaragaman hayati, sehingga pengelolaan tersebut
merupakan pembangunan yang berkelanjutan dalam bidang kelautan. Sebagai negara bahari,
Indonesia mempunyai aneka budaya yang berkaitan dengan eksistensi laut sebagai tempat hidup
dan matapencaharian para nelayan. Sebagai suatu bentuk budaya, sebagaimana disimpulkan dari
Daeng,4 kehidupan nelayan juga terdiri dari adat-istiadat, norma, sopan-santun, etika, pandangan
hidup dan ideologi pribadi yang akan menjadi way of life mereka, yang menentukan sistem
perilaku dan artefak yang dihasilkan. Keberadaannya berfungsi sebagai upaya manusia
menjawab tantangan yang dihadapnya. Tantangan ini dapat berasal dari alam atau lingkungan
sosialnya.

Budaya Bahari yang mengatakan bahwa salah satu kekuatan laut adalah budaya
masyarakat pesisir. Jadi, kebudayaan masyarakat pesisir menjadi salah satu faktor penting bagi
keberadaan laut. Sebaliknya, kehidupan bersama laut mempengaruhi tipe budaya dan kekuatan

1
Sartini. 2009. RITUAL BAHARI DI INDONESIA: ANTARA KEARIFAN LOKAL DAN ASPEK KONSERVASINYA, volume 2,
no 1. 2009
2
Bambang Iriana Djajaatmadja, Harmonisasi Hukum Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Dalam Kerangka
Desentralisasi, Badan Hukum Nasional, Jakarta, 2005
karakter masyarakat nelayan. Sangat banyak ditemui berbagai corak budaya masyarakat pesisir
yang berkaitan dengan keberadan laut dan fungsinya. Hal ini menggambarkan betapa besar nilai
dan fungsi laut bagi mereka. Kajian ini bermaksud untuk memaparkan kekayaan ritual bahari di
Indonesia sebagai kekayaan kultural dan intelektual bangsa dengan melihat sisi nilai-nilai
simbolis yang disampaikan sebagai kearifan lokal masyarakat setempat dan sebagai upaya
konservasi.

Secara etimologi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mitologi berarti
ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan
dewa dan makhluk halus dalam suatu kebudayaan 3. Dalam perkembangannya di tengah
masyarakat, selain menceritakan kehidupan dewa dan makhluk halus, mitologi dapat berupa
cerita rakyat, asal-usul sesuatu, dan gejala-gejala alam yang dialami. Mitologi terkait dekat
dengan legenda maupun cerita rakyat. Mitologi dapat mencakup kisah penciptaan dunia sampai
asal mula suatu bangsa. Tidak seperti mitologi, pada cerita rakyat, waktu dan tempat tidak
spesifik dan ceritanya tidak dianggap sebagai kisah suci yang dipercaya kebenarannya.
Sedangkan pada legenda, pelaku-pelakunya adalah manusia dan meskipun kejadiannya dianggap
benar-benar terjadi, dapat mengandung kisah makhluk supranatural dan kejadian luar biasa
(kutukan, keajaiban, dsb.) seperti pada mitologi. Biasanya latar pada legenda adalah masa-masa
pada saat manusia sudah ada dan dikaitkan dengan sejarah dan asal mula suatu tempat. Adapun
ciri-ciri dari mitologi yaitu:disebarkan secara lisan dari mulut ke mulut, berkisah tentang dewa-
dewi atau makhluk gaib, berasal dari sebuah kebudayaan pada masa prasejarah, terdapat nilai
kehidupan dan pesan moral, sebuah cerita yang dianggap suci dan mistis.4

Pembahasan

1. Tradisi Bahari Indonesia

Tradisi bahari merupakan upayah melestarikan kekayaan laut yang berada dibibir pantai
maupun di dasar laut. Istilah "budaya bahari", Istilah tersebut dirasakan lebih tepat dibandingkan
istilah lain, yaitu "budaya maritim" atau "budaya marin". Istilah "budaya maritim" menurut
linguistik Eropa mengacu kepada kegiatan pelayaran, sedangkan istilah "budaya marin" merujuk
kepada aktivitas penangkapan ikan semata. Jika kedua istilah tersebut diaplikasikan secara
3
https://www.zenius.net/prologmateri/bahasa-indonesia/a/975/mitologi
4
Ibid’
konsisten, kedua wilayah studi itu akan menjadi eksklusif yang berarti bagian-bagian tertentu
dari kedua subjeknya tereduksi5. Konsep budaya bahari mampu meliputi semua fenomena baik
yang tercakup di dalam konsep budaya maritim maupun budaya marin. Penentuan ruang lingkup
studi dapat ditakukan dengan memfokuskan kajian pada fenomena sosial budaya bahari tertentu.

Dunia kebaharian ini telah menarik perhatian bagi para peneliti dan akademisi untuk
membahasnya meski berbeda fokus dan sudut pandang dalam penelitiannya. Beda
penelitianpenelitian sebelumnya dengan kajian pengembangan dalam tulisan ini yakni penelitian
sebelumnya lebih menitikberatkan kepada hubungan bahari dengan dampak modernisasi dan
globalisasi bagi masyarakat nelayan, dengan manajemen pengelolaan sumber laut,
pemberdayaan masyarakat pesisir. Kebaharian adalah orang-orang dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan laut, dan kelautan6. Orang yang bekerja di laut atau pelayaran, disebut
pelaut, dengan obyeknya adalah laut. Jadi dapat dikatakan bahari lebih kepada pelaku atau
orang-orang yang beraktifitas di laut atau kehidupan masyarakat yang memiliki profesi sebagai
pelaut dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan beraktifitas di laut di masa lalu. Bahari sendiri
berasal dari bahasa Arab/ Afrika yaitu “bahar” yang artinya manusia laut atau manusia yang
beraktifitas di laut7.

Di Indonesia sendiri memiliki banyak tradisi bahari(laut) yang beraneka ragam, diantara
lain ritual Mappedensasi di Sulawesi Tenggara, Buang Jong pada masyarakat suku sawang
Bangka Belitung, dan Sedekah Laut/Nyadran di Pekalongan. Ritual Mappedensasi berasal dari
bahasa Mandar, yakni dari kata “ma” yangberarti ‘me’,  “pande”  berarti ‘berimakan’ dan
“sasi”  berarti‘laut’8. Kata mappandasesasi bermakna ‘memberi makan laut’.
Kata mappandasesasi merupakan salah satu tradisi masyarakat nelayan etnik Mandar yang
bermukim didaerah Mandar dan diwariskan secara turun-temurun, serta masih tetap

5
E-journal, Yunandar, BUDAYA BAHARI DAM TRADISI NELAYAN DI INDONESIA, Fakuftas Peternakan Universitas
Lambung Mangkurat Banjarmasin
6
Ibid’
7
Ardiwidjaja, R. Pelestarian Warisan Budaya Bahari: Daya Tarik Kapal Tradisional sebagai Kapal Wisata. 2016.
Kalpataru, Majalah Arkeologi
8
Muhamad Alkausar, “Keterancaman Ritual Mappadensasi dalam Masyarakat Etnik Mandar Kelurahan Bungkutoko
Sulawesi Tenggara,” Tesis pada Program Studi Kajian Budaya Program Pascasarjana (Denpasar: Universitas
Udayana, 2011)
dipertahankan keberadaan walaupun bukan di kampung sendiri. Pelaksanaan ritual mappandesasi
dipimpin oleh seorang dukun(sandro) yang memang didatangkan dari tanah Mandar9.

Ritual mappedensasi bertujuan untuk meminta kepada penjaga laut yang biasa
disebut setassasi, agar nanti dalam melaksanakan aktivitas melaut para nelayan senantiasa
diberikan keselamatan dan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak. Masyarakat nelayan etnik
Mandar yang dulunya melakukan ritual mappandesasi selalu menggunakan binatang sebagai
sesembahannya, seperti sapi, kambing (beke), dan ayam (mannu). Tiga jenis binatang ini
merupakan harga mati dalam ritual mappandesasi10. Artinya, bahwa tiga jenis binatang
sesembahan ini merupakan syarat sahnya ritual mappandesasi. Bahan-bahan yang lain itu
hanyalah pelengkap dan bisa digantikan dengan jenis atau bahan-bahan lain. Apabila dalam
ritual mappandesasi, binatang sesembahan tidak lengkap atau dari tiga jenis itu ada yang kurang
salah satu maka sudah bisa dipastikan ritual mappandesasi tidak bisa dilaksanakan. Sapi,
kambing (beke), dan ayam (mannu) yang digunakan dalam ritual mappandesasi harus berjenis
kelamin jantan. Ayam jantan yang digunakan harus ayam jantan yang berwana hitam dan sedikit
memiliki bulu putih di bagian ketiaknya atau etnik Mandar menyebutnya buluh sirua. Apabila
dari tiga jenis binatang sesembahan jantan dan bulu sirua tidak ada, maka
ritual mappandesasi pun secara otomatis harus ditunda pelaksanaanya, menunggu sampai
binatang sesembahan tersebut lengkap.

Di Bangka Belitung juga memiliki tradisi bahari yaitu buang jong atau buang perahu 11.
Buang jong dilakukan oleh rakyat daerah Suku Laut dengan cara membuang perahu jung
--perahu layar tradisional-- ke laut. Kegiatan yang sudah dilakukan turun temurun ini dilakukan
dalam rangkaian pesta pantai untuk memberi penghormatan pada dewa laut. Jong dalam bahasa
setempat berarti perahu. Perahu yang akan dilepaskan dalam tradisi ini berukuran sekitar tiga kali
satu meter. Semalam sebelumnya, orang-orang akan menari dan berpesta mengelilingi perahu,
serta didendangkan syair-syair magis12. Kegiatan yang terdiri dari nyanyian, tari-tarian, dan
musik tradisional ini bernuansa magis serta religius karena erat kaitannya dengan kepercayaan-
kepercayaan tentang dewa-dewa, terutama dewa laut. Ada pun beberapa bagian dari ritual ini,
9
Abdullah,Irwan.2002.Simbol,Makna,danPandanganHidupJawa:AnalisisGununganPadaUpacara Garebeg.
Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah & NilaiTradisional.
10
Ibid’
11
Op.cit’ sartini
12
https://beritagar.id/artikel/piknik/buang-jong-tradisi-buang-perahu-di-belitung
seperti bediker, naik jitun, mancing, numbak, campak laut, hingga buang jong ke laut Pantai
Mudong.

Perlengkapan untuk ritual yang harus dipersiapkan, antara lain kapal jung dan empat
buah rumah-rumahan terbuat dari kayu, pelepah kelapa, dan dedaunan. Juga ada aneka sesajen
seperti dua sisir pisang, empat buah lepat, enam buah kelapa yang diikat jadi satu, dan sebatang
lilin. Perlengkapan lainnya adalah keranjang dari kelapa berbentuk segi empat, yang diisi beras
secukupnya. Keranjang diberi hiasan berupa bentuk manusia di bagian depan, bentuk senjata
panjang di bagian kanan, serta bentuk senjata pendek di kiri. Saat prosesi berlangsung, akan ada
beberapa buah perahu layar yang akan membawa seluruh peralatan tersebut ke tengah laut 13.
Kegiatan dalam buang jong lainnya adalah naik jitun, yang menampilkan seorang pemuda yang
kerasukan dan memanjat tiang pohon pinang. Juga ada sesi mancing, numbak duyong, main
ancak, dan tari sampan geleng, yang menggambarkan aktivitas melaut Suku Sawang.

Di Pekalongan juga terdapat tradisi bahari berupa sedekah laut atau masyarakat setempat
menyebutnya dengan Nyandran. Sedekah Laut atau Nyadran merupakan bentuk budaya
pelarungan sesaji yang dilakukan masyarakat pada tanggal 1 Suro (Muharam) 14. Pelaku kegiatan
pada umumnya para nelayan dan pemilik kapal.  Pada tradisi ini para nelayan bersama
masyarakat mengadakan ritual sadranan dengan menghias kapal-kapal nelayan yang berisi sesaji
antara lain Kepala Kerbau, aneka jajan pasar, wayang Dewi Sri dan Pandawa Lima, aneka
mainan anak-anak, serta setelah melalui beberapa prosesi dan do’a selamatan kemudian dibawa
ketengah laut untuk dilarung yang diawali pelarungan Kepala Kerbau oleh seorang Tokoh
Spiritual. Pelaksanaannya dilakukan di kongsi, tempat pelelangan ikan lama. Persyaratan ritual
pun sudah ditentukan jenis dan bentuknya. Di tengah laut, ubo rampe ini akan dibuang (dilarung)
dengan harapan keselamatan dan tangkapan ikan yang banyak bagi para nelayan dan juga
sebagai bukti rasa syukur atas rejeki yang berlimpah 15. Sudah terjadi perubahan misalnya tidak
semua makanan dilarung tetapi ada makanan yang disiapkan untuk dimakan bersama sebagai
bentuk sedekah (sodaqoh-bahasa Arab). Acara selamatan pada malam sebelumnya sudah diisi
pengajian. Masih tetap dilaksanakan wayang kulit dengan lakon Badeg Basu yang menceritakan
asal-usul binatang di alam termasuk ikan.
13
Ibid’
14
Sri Widati, “Tradisi Sedekah Laut di Wonokerto Kapupaten Pekalongan: Kajian Perubahan Bentuk dan Fungsi,”
dalam Jurnal PP Vol. 1 o. 2, Desember 2011, Tesis pada Sekolah Pascasarjana UNNES, Semarang.
15
Ibid’
2. Mitologi Laut Indonesia

Dalam berbagai mitologi Barat, laut lebih sering digambarkan sebagai sebuah medan yang
berbahaya, mengerikan, dan tidak selalu aman. Kisah-kisah para petualang tentang serangan
makhluk-makhluk mistis dengan kekuatan gaib banyak kita dengar. Sebut saja misalnya mitos
Flying Dutchman (Belanda), mitos Odysseus dan Serena (Yunani), legenda kapal Mary Celeste
(Amerika Serikat), misteri yang tak pernah terpecahkan tentang Segi Tiga Bermuda (Samudra
Atlantik), serta Sosok Leviathan sebagai monster laut yang digambarkan dalam Perjanjian Lama
dandalam kebudayaan populer Barat menunjukkan bahwa laut dihuni makhluk-makhluk
misterius yang mengerikan dan tentu saja menakutkan. Dalam kebudayaan Barat, hampir tidak
ada mitos tentang laut sebagai sebuah tempat yang penuh dengan pengharapan dan memberikan
kepastian hidup.

Fenomena yang berbeda terlihat pada bangsa Indonesia. Bangsa ini (pernah) dikenal sebagai
bangsa bahari. Berbagai cerita dan mitos tentang laut dan kehidupan di lautan serta dinamikanya
menggambarkan laut memiliki daya tarik tersendiri. Banyak mitologi laut atau mitos-mitos yang
berkembang di sini, seperti Mitos dan kepercayaan tentang Kanjeng Ratu Kidul bisa dikata
masih tertanam sangat kuat dalam masyarakat Jawa. Ini setidaknya terlihat dari masih kuatnya
institusi adat yaitu Kesultanan di Yogyakarta dan Kasunanan di Surakarta, mengakui
eksitensinya. Pengakuan ini terejawantah dalam ritus labuhan sedekah laut maupun pementasan
tari Bedhaya Ketawang, sebuah agenda resmi ritual tahunan dari institusi adat masyarakat Jawa.
Bukan hanya milik Jawa, mitos ini juga muncul dalam masyarakat Nusantara lainnya, mitos atau
legenda tentang Dewi Laut juga bisa ditemui di Lombok, Aceh, dan Sumatra Utara. Mari kita
simak.

Masyarakat etnis Sasak di Pulau Lombok hingga saat ini masih menyimpan sebuah legenda
yang bernilai sakral tinggi tentang Putri Mandalika, putri laut yang mengorbankan dirinya dan
menjadi santapan penduduk setempat. Dalam ritual Bau Nyale16, yaitu upacara menangkap
sejenis cacing laut, masyarakat Sasak mempercayai cacing laut aneka warna yang muncul ke
permukaan air laut tersebut ialah manifestasi Putri Mandalika.

Masyarakat Sumatra Utara dan Aceh juga mengenal sebuah legenda bahureksa lautan yang
perkasa. Dikenal sebagai legenda Putri Hijau17. Putri yang dikenal sangat rupawan ini menjadi
16
Yoseph Yapi Taum. BERBAGAI MITOS TENTANG LAUT: MENGUNGKAP KONSEP BAHARI BANGSA INDONESIA.
Kongres Internasional Folklore Asia III, Yogyakarta
17
https://indonesia.go.id/ragam/budaya/sosial/mitos-mitos-dewi-laut-di-nusantara
penghuni sebuah negeri di dasar laut. Konon lokasinya di sekitar Pulau Berhala. Barangkali
Taum lupa, di tanah Batak sekalipun di kawasan pegunungan dan nisbi jauh dari pesisir nyatanya
juga mengenal mitos ini. Si Boru Biding Laut, demikianlah nama putri itu diduga ialah sebagai
sinonim dengan Kanjeng Ratu Kidul di Jawa. Legenda ini tidak terlepas dari kisah Raja-raja
Batak sebagai nenek moyang etnis tersebut.

Di wilayah Indonesia Timur pun ditemui mitos yang berisi pemujaan terhadap ‘penguasa
laut’. Sebutlah etnis Buru di Pulau Buru, Kepulauan Maluku, misalnya. Di sana juga dikenal
keberadaan Ina Kabuki, ratu yang bertahta di dasar Teluk Kayeli. Masyarakat Lamalera di
Flores, tak kecuali. Mereka menyebut laut sebagai “Ina Fae Belé” yang artinya Ibunda yang
maharahim, “Ina Lefa” (Bunda Lautan), atau “Ina Soro Budi” (Ibu yang memberi hatinya
kepada anak-anaknya). Masyarakat Bali memiliki dua versi perihal ‘penguasa lautan’. Pertama,
versi Kejawen yang disebut Kanjeng Ratu Kidul. Kedua, versi lain dari komunitas tertentu di
Bali, yang memaknai Ratu Kidul sebagai istilah yang merujuk pada dewi pelindung dan penjaga
sumber mata air (tirtha)18.

Nama penyebutannya beragam, seperti: Dewi Danu, Dewi Gangga, Ratu Niyang Sakti, Ratu
Biyang Sakti, Ratu Ayu Mas Manik Tirta, Ratu Gede Sekaring Jagat, Ratu Ayu Mas Kentel
Gumi, hingga Ratu Ayu Manik Macorong Dane Gusti Blembong. Bahkan, Ratu Gede Dalem Ped
pun tak sesekali diistilahkan sebagai Ratu Kidul. Lanjut Kade Sri, beberapa artefak yang
menandai kepercayaan masyarakat Bali atas Dewi Laut ini bisa dijumpai di hutan Segara Rupek,
Pantai Pengambengan, Pantai Rambut Siwi, Pura Segara Watu Klotok, Pura Dalem Ped, dan
sejumlah tempat suci yang terletak di pesisir pantai. Di beberapa daerah ini juga lazim dijumpai
ritual-ritual permohonan keselamatan kepada penguasa lautan, seperti Upacara Labuhan, Ritual
Petik Laut, Larung Laut dan lainnya. Bahkan di Pulau Dewata, laiknya Inna Samudra Beach
Hotel di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, Inna Grand Bali Beach Hotel juga memiliki
“kamar suci” yang diperuntukkan khusus bagi Dewi Laut.

Kesimpulan

Tradisi Bahari merupakan ritual laut yang dilakukan orang sekelompok masyarakat
pesisir pantai yang bertujuan untuk mendapatkan keselamatan saat mereka ingin pergi melaut
dan juga bertujuan untuk mendapatkan keberkahan dari sang penunggu laut yang mereka
percayai. Tradisi-tradisi ini masih dilaksanakan oleh masyarakat nusantara di hari-hari tertentu
seperti malam 1 suro, sehari sebelum mereka melaut dan lain sebagainya. Nusantara tidak hanya

18
Ibid’
memiliki berbagai macam tradisi bahari yang beragam, tetapi juga memiliki mitologi laut serta
mitos-mitos laut yang beragam pula, tak sedikit dari masyarakat yang mempercayai bahkan
memuja mitologi laut tersebut. Tujuan mereka mempercayai dan memuja mitologi laut itu ialah
agar mereka senantiasa hidup damai dan diberikan keselamatan saat mereka (nelayan) pergi
melaut.

Daftar Pustaka

Sartini. 2009. RITUAL BAHARI DI INDONESIA: ANTARA KEARIFAN LOKAL


DAN ASPEK KONSERVASINYA, volume 2, no 1. 2009

Bambang Iriana Djajaatmadja, Harmonisasi Hukum Pengelolaan Sumber Daya Kelautan


Dalam Kerangka Desentralisasi, Badan Hukum Nasional, Jakarta, 2005

Yunandar, BUDAYA BAHARI DAM TRADISI NELAYAN DI INDONESIA, Fakuftas


Peternakan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Ardiwidjaja, R. Pelestarian Warisan Budaya Bahari: Daya Tarik Kapal Tradisional


sebagai Kapal Wisata. 2016. Kalpataru, Majalah Arkeologi

Muhamad Alkausar, “Keterancaman Ritual Mappadensasi dalam Masyarakat Etnik


Mandar Kelurahan Bungkutoko Sulawesi Tenggara,” Tesis pada Program Studi Kajian Budaya
Program Pascasarjana (Denpasar: Universitas Udayana, 2011)

Abdullah,Irwan.2002.Simbol,Makna,danPandanganHidupJawa:AnalisisGununganPada
Upacara Garebeg. Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah & NilaiTradisional.

Sri Widati, “Tradisi Sedekah Laut di Wonokerto Kapupaten Pekalongan: Kajian


Perubahan Bentuk dan Fungsi,” dalam Jurnal PP Vol. 1 o. 2, Desember 2011, Tesis pada
Sekolah Pascasarjana UNNES, Semarang.

Yoseph Yapi Taum. BERBAGAI MITOS TENTANG LAUT: MENGUNGKAP


KONSEP BAHARI BANGSA INDONESIA. Kongres Internasional Folklore Asia III,
Yogyakarta

https://indonesia.go.id/ragam/budaya/sosial/mitos-mitos-dewi-laut-di-nusantara
https://www.zenius.net/prologmateri/bahasa-indonesia/a/975/mitologi

https://beritagar.id/artikel/piknik/buang-jong-tradisi-buang-perahu-di-belitung

Anda mungkin juga menyukai