Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.

R
DENGAN HIPERTENSI

DISUSUN OLEH :

Astri Wahyuni
20131104

Dosen Pembimbing : Ns. Yusriana M.Kep, Sp.Kep. Kom

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2020/2021
I. KONSEP DASAR LANSIA
A. Pengertian lansia
Lansia merupakan proses ilmia yang terjadi secara berkesinambungan pada manusia,
dimana ketika menua seseorang akan mengalami beberapa perubahan yang ada pada
akhirnya akan mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan seluruh tubuh. Istilah
manusia usia lanjut belum ada yang mematenkan sebab setiap orang memiliki
penyebutannya masing – masing seperti manusia lanjut usia (Manula), manusia usia
lanjut (Lansia), usia lanjut (Usila) dan juga ada yang menyebutnya golongan lanjut
umur (Glamur) (Maryam, 2008).
Seseorang dikatakan lanjut usia jika telah mencapai usia usia 60 tahun ke atas.
Pada lansia telah terjadi berbagai perubahan dan kemunduran pada beberapa aspek
fisik, mental dan sosial (Nugroho, Abikusno, 2013).
Lansia merupakan salah satu kelompok umur yang telah memasuki tahapan
akhir dari kehidupan. Secara alamiah semua orang yang akan mengalami proses
menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang berakhir dari fase
kehidupannya yang ditandai dengan penurunan fungsi tubuh seperti terjadinya
penurunan fungsi fisik, psikologis dan sosial (Muhith, 2016).
Lansia atau disebut juga dengan Lanjut usia merupakan tahap akhir dari
perkembangan hidup manusia. Masa lansia ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup dan kepekaan secara individual [ CITATION Ind18 \l 1057 ].

B. Proses menua
Proses menua pada lansia dapat disebabkan oleh faktor biologi (Siti, 2018) :
Pada faktor biologi ini yang menyebabkan terjadinya penuaan yaitu terjadinya
pembelahan sedikit sel di dalam tubuh dan tidak mempunyai kemampuan untuk
memperbaiki diri untuk tumbuh, kemudian hal tersebut akan menyebabkan
kehilangan elastisitas pada jaringan kulit, kemudian menua juga disebabkan karena
turunnya sistem imun pada lansia dan terjadinya penurunan pengeluaran hormon yang
merangsang perfusi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.
Proses menua merupakan suatu proses yang berhgubungan dengan umur
seseorang. Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur
tersebut. Semakin bertambahnya umur maka semakin berkurang juga fungsi - fungsi
organ tubuh. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan struktur dan fungsi organ antara
manusia yang berumur 70 tahun dengan mereka yang berumur 30 tahun, yaitu berat
otak pada lansia 56%, aliran darah keotak 80%, cardiac output 70%, jumlah
glomerulus 56%, glomerular filtration rate 69%, vital capacity 56% asupan O2
selama olahraga 40%, jumlah dari axon pada saraf spinal 63%, kecepatan pengantar
impuls saraf 90% dan berat badan 88%.

C. Perubahan sistem organ tubuh akibat proses menua


Saat lansia terjadi perubahan berbagai organ akibat proses penuaan, dan akan
terjadi kemunduran dan gangguan pada fungsinya.
Berikut beberapa perubahan fisik yang terjadi pada lansia :
a. Sistem kardiovascular
1) Jantung
Keadaan jantung pada usia lanjut terjadi penurunan kekuatan otot
jantung, terjadinya penebalan pada katup dan menjadi lebih kaku serta sinus
sinoatrial yang bertanggung jawab terhadap kelistrikan jantung menjadi
berkurang, efektifitas dalam menjalankan tugasnya dan implus yang
dihasilkan melemah.
2) Pembuluh darah
Pada pembuluh darah terjadi penurunan elastisitas dinding arteri,
penebalan pada dinding kapiler menyebabkan melambatnya pertukaran
antara nutrisi dan zat sisa metabolisme antar sel dan darah, serta semakin
kakunya dinding pembuluh darah yang mana akan meningkatkan tekanan
darah.
3) Darah
Terjadinya penurunan volume darah dan cairan tubuh akibat proses
menua, aktivitas sumsum tulang mengalami penurunan sehingga terjadi
penurunan jumlah sel darah merah, kadar hematokrit dan kadar hemoglobin
serta kontraksi jantung melemah, volume darah yang dipompa menurun
b. Sistem Pernapasan
1) Cavum thorak
Biasanya cavum thorak terjadi kekaku, vertebrae thorakalis menjadi
pendek dan terjadi osteoporosis yang mana menyebabkan postur tubuh
menjadi bungkuk yang akanmenurunkan ekspansi paru-paru serta
membatasi pergerakan thorak.
2) Otot bantu pernapasan
Otot abdomen melemah yang menyebabkan terjadinya penurunan
usaha nafas
3) Perubahan intrapulmonal
Akibat pertambahan usia daya recoil paru semakin menurun, alveoli
menjadi kendor dan menjadi lebih tipis, walaupun jumlahnya tetap, jumlah
alveoli menurun secara keseluruhan, terjadi peningkatan ketebalan membran
alveoli kapiler, menurunkan area permukaan fungsional untuk terjadinya
pertukaran gas.
c. Sistem muskuloskletal
Sebagian lansia mengalami perubahan postur, penurunan rentang gerak
yang semakin melambat akibat proses menua.
1) Struktur Tulang
Terjadinya penurunan massatulang yang dapat menyebabkan tulang
menjadi rapuh, lemah, dan columna vertebralis mengalami kompresi
sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan tinggi badan dilihat dari
postur tubuh yang mengalami bungkuk.
2) Kekuatan otot
Lambatnya regenerasi jaringan otot dan massa otot berkurang,
mengecil dan bergelembir pada otot lengan dan betis, kehilangan
fleksibilitas dan ketahannya seiring dengan inaktivitas otot.
3) Sendi
Rentang gerak yang terbatas, sendi menjadi kaku, nyeri dan
mengalami inflamasi akibat dari kartilago yang menipis
d. Sistem Integumen
1) Kulit
Biasanya pada lansia terjadinya penurunan elastisitas kulit, kulit
berkerut dan kering, serta kulit menipis sehingga fungsi kulit sebagai
pelindung pembuluh darah berkurang, lemak subkutan menipis,
penumpukan melanosit menyebabkan terbentuknya pigmentasi pada kulit.
2) Rambut
Rambut menjadi menipis akibat dari aktivitas folikel rambut
menurun, terjadi perubahan warna pada rambut akibat dari penurunan
melanin.
3) Kuku
Terjadi penurunan aliran darah ke kuku yang menyebabkan bantalan
kuku menjadi tebal, keras dan rapuh.
4) Kelenjar Keringat
Terjadinya penurunan ukuran dan jumlah dari kelenjar keringat.
e. Sistem Gastrointestinal
1) Cavum Oris
Reabsorpsi tulang bagian rahang dapat menyebabkan gigi copot
sehingga menurunkan kemampuan mengunyah.
2) Esophagus
Terjadi peningkatan resiko aspirasi akibat dari reflex menelan yang
melemah.
3) Lambung
Terjadi penurunan pengeluaran zat asam lambung yang
menyebabkan gangguan penerapan besi, vitamin B12 dan protein dalam
tubuh.
4) Intestinum
Terjadi penurunan peristaltic usus dan pelemahan pada peristaltic
yang menyebabkan inkompetensi pengosongan bowel. Penurunan peristaltic
usus disertai dengan hilangnya tonus otot lambung menyebabkan
pengosongan lambung menurun sehingga lansia akan merasa kenyang
setelah makan meskipun dalam porsi yang sedikit serta penurunan sekresi
asam lambung dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan penurunan nafsu
makan.
f. Sistem genitounaria
1) Fungsi ginjal
Aliran darah ke ginjal terjadi penurunan karena penurunan cardiac
output dan laju filtrasi glomerulus menurun, kemampuan konsentrasi urine
terjadi gangguan
2) Kandung kemih
Menghilangnya tonus otot dan terjadi gangguan pada pengosongan
kandung kemih, serta kapasitas kandung kemih menjadi menurun.
3) Miksi
Terjadi peningkatan frekuensi miksi akibat dari pembesaran prostat
pada pria dan terjadinya peningkatan frekuensi miksi dapat terjadi akibat
dari melemahnya otot perineal pada wanita
4) Reproduksi
Pada rwanita terjadi atropi vulva, penurunan jumlah rambut pubis,
penurunan sekresi vagina, dan tipis dan kurang elastic dinding vagina.Dan
pada pria terjadi pengecilan ukuran testis, dan prostat membesar.
g. Perubahan sistem persyarafan
1) Neuron
Pada otak dan batang otak terjadi penurunan jumlah neuron, sintesa
dan metabolisme neuron berkurang, dan terjadi penurunan masa otot secara
progresif. Sejalan dengan penurunan efisiensi kerja neuron, reaction time
akan melambat.
2) Pergerakan
Terjadi ganggguan keseimbangan dan penurunan reaction time.
3) Tidur
Pada lansia biasanya dapat terjadi insomnia dan mudah bangun pada
malam hari.
h. Sistem Sensori
1) Penglihatan
Pada lansia biasanya terjadi penurunan dalam memfokuskan objek
yang dekat, terdapatnya akumulasi lemak di sekitar iris, produksi air mata
menjadi menurun, serta ukuran pupil mengecil dan sensivitas pada cahaya
berkurang.
2) Pendengaran
Pada lansia terjadi penurunan kemampuan mendengar, serumen
mengandung banyak keratin sehingga mudah mengeras.
3) Perasa
Terjdi Penurunan kemampuan untuk merasa seperti susah
membedakan pahit, asin dan asam
4) Peraba
Terjadi Penurunan kemampuan dalam merasakan nyeri baik ringan
dan perubahan suhu.

II. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian Hipertensi pada lansia
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg yang didapat dari dua kali
pengukuran atau lebih (Brunner & Suddarth, 2011).
Hipertensi pada lansia lebih didominasi oleh hipertensi sistolik karena dengan
bertambahnya usia maka terjadinya aterosklerosis yang menyebabkan terjadinya plak
sehingga terjadi penurunan pembuluh darah besar, hal ini menyebabkan elastisitas
dari aorta menurun, keadaan ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
darah sistolik dan tekanan nadi.
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka morbiditas maupun
mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang
sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah
yang kembali ke jantung (Triyanto,2014).
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko
tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti
penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin
besar resikonya (Sylvia A. Price, 2015).

Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal dengan sebutan hipertensi ini
merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam arteri atau tekanan systole >
140 mmhg dan tekanan diastole sedikitnya 90 mmHg. Secara umum, hipertensi
merupakan suatu keadaan tanpa gejala, di mana tekanan yang abnormal tinggi di
dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal
jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

B. Penyebab Hipertensi lansia


Riset membuktikan bahwa dengan bertambahnya usia maka pembuluh darah
menjadi kaku yang menyebabkan jantung harus bekerja ekstra dan akhirnya
mengakibatkan munculnya hipertensi pada lansia. Kondisi ini diperparah dengan
adanya faktor resiko seperti memiliki keturunan dengan hipertensi, menopause,
tingginya kolesterol.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kekmampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

C. Tanda dan gejala hipertensi


Hipertensi juga disebut silent killer karena hipertensi tidak memiliki gejala
dan tanda yang spesifik, baik pada berbagai usia sehingga sulit untuk mendeteksinya.
Gejala hipertensi cenderung menyerupai gejala kesehatan pada umumnya sehingga
sebagian orang tidak menyadari bahwa dirinya terkena hipertensi.

Gejala yang umum terjadi diantaranya yaitu sakit kepala disertai dengan rasa
berat pada tengkuk, penglihatan kabur, jantung berdebar, kadang disertai dengan
mual muntah, telinga berdenging, gelisah, rasa sakit didada, mudah lelah, muka
merah bahkan mimisan (Sari yanita nur indah, 2019 hal 5).

D. Patofisologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-
ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal menyekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi. Untuk pertimbangan gerontologi perubahan struktural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung ( volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
E. Patways keperawatan
F. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN/ Kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal.
c. Glukosa : Hiperglikemi (DM) adalah pencetus hipertensi dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal da nada
DM.
2) CT scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3) EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4) IVP : Mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : batu ginjal, perbaikan ginjal.
5) Photo dada : Menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.

G. Komplikasi
1) Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri
yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran
darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang
mengalami aterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala terkena stroke adalah sakit
kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung, limbung atau bertingkah laku
seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan
(misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara
jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.

2) Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arteroklerosis tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi
kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin
tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-
perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
distritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan
(Corwin, 2000).

3) Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya membrane
glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan
terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan
rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik.

4) Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih
berat untuk memompa darah yang menyebabkan pembesaran otot jantung kiri
sehingga jantung mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada otot jantung kiri
disebabkan kerja keras jantung untuk memompa darah.

5) Kerusakan pada Mata


Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah dan saraf pada mata.

H. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
a. Golongan Diuretik
Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal membuang garam dan air, yang
akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan
tekanan darah.
b. Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-
blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat
sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah istem saraf yang dengan
segera akan memberikan respon terhadap stress, dengan cara meningkatkan
tekanan darah.
c. ACE-inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan
penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
d. Angiotensin-II-bloker
Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu
mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.
e. Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang berbeda.
f. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
g. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang
menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat dan segera. Beberapa obat
bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan
secara intravena : diazoxide, nitroprusside, nitroglycerin, labetalol.

2) Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi sangat penting
untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan nonfarmakologis pada
penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan
cara memodifikasi faktor resiko yaitu :
a. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass Index
dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan rumus
membagi berat badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam
satuan meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet
rendah kolesterol kaya protein dan serat. Penurunan berat badan sebesar
2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg
(Dalimartha, 2008).
b. Mengurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet rendah
garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr
garam/hari), atau dengan mengurangi konsumsi garam sampai dengan
2300 mg setara dengan satu sendok teh setiap harinya. Penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 2,5
mmHg dapat dilakukan dengan cara mengurangi asupan garam menjadi ½
sendok teh/hari(Dalimartha, 2008).
c. Batasi konsumsi alkohol
Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau lebih
dari 1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah,
sehingga membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat
membantu dalam penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).
d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah
natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-buahan
setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat membuat asupan
potassium menjadi cukup. Cara mempertahankan asupan diet potasium
(>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi buah
dan sayur.
e. Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi
seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah
tembakau, didalam tembakau terdapat nikotin yang membuat jantung
bekerja lebih keras karena mempersempit pembuluh darah dan
meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah(Dalimartha,
2008).
f. Penurunan stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat dilakukan
dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang dapat
mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan tekanan darah yang tinggi
(Hartono, 2007).
g. Terapi relaksasi progresif
Di Indonesia Indonesia, penelitian relaksasi progresif sudah cukup
banyak dilakukan. Terapi relakasi progresif terbukti efektif dalam
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Erviana, 2009).
Teknik relaksasi menghasilkan respon fisiologis yang terintegrasi dan juga
menganggu bagian dari kesadaran yang dikenal sebagai “respon relaksasi
Benson”. Respon relaksasi diperkirakan menghambat sistem saraf otonom
dan sistem saraf pusat serta meningkatkan aktivitas parasimpatis yang
dikarekteristikan dengan menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan
mengganggu fungsi neuroendokrin. Agar memperoleh manfaat dari
respons relaksasi, ketika melakukan teknik ini diperlukan lingkungan yang
tenang, posisi yang nyaman.

h. Pengkajian fokus
1. Identitas
a. Umur
Kejadian hipertensi cenderung meningkat seiring dengan pertambahan
usia. Meskipun demikian, hipertensi tidak selalu terjadi pada proses penuaan.
Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan pada struktur pembuluh darah seperti
perubahan pada dinding pembuluh darah yang menjadi kaku serta
elastisitasnya berkurang sehingga meningkatkan tekanan darah.
b. Jenis kelamin
Pria dan wanita memiliki peluang yang sama untuk menderita
hipertensidalam kehidupannya. Namun, pria beresiko mengalami hipertensi
dibandingkan wanita saat berusia sebelum 45 tahun akibat gaya hidup yang
kurang sehat. Sebaliknya saat wanita menginjak usia 65 tahun ke atas, maka
mereka lebih beresiko mengalami hipertensi karena pada wanita
adanyapengaruh hormone dan pada saat wanita memasuki masa menopause
maka akan beresiko terjadinya obesitas yang akan meningkatkan resiko
hipertensi.

2. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluhkan nyeri kepala, pundak terasa berat, vertigo dan
perubahan pandangan menjadi tajam.

3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya berisi tentang faktor yang dapat mempengaruhi bagaimana sifat
terjadinya gejala (mendadak, perlahan – lahan, terus menerus ataupun berupa
serangan, hilang – timbul ataupun berhubungan dengan waktu), lokalisasi
gejalanya dimana dan sifatnya bagaimana (menjalar, menyebar, berpindah –
pindah ataupun menetap). Bagaimana berat atau ringannya keluhan berkurang,
lamanya keluhan berlangsung atau kapan mulainya serta upaya yang telah
dilakukan apa saja.
b. Riwat kesehatan dahulu
Biasanya berisi tentang riawat – riwayat terdahulu yang pernah diderita
pasien, riwayat pemakaian jenis obat, jumlah dosis dan pemakaiannya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya berisi tentang apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit
yang sama yaitu hipertensi.

4. Status sosial
Status sosial ekonomi atau mempengaruhi tingkat pendidikan, sedangkan
tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan pasien dan hal ini
akan berpengaruh pada pola hidup dan kebiasaan sehari – hari yang akan
mencerminkan tingkat kesehatan klien.

5. Penampilan umum
a) Tanda – tanda vital
Biasanya TD klien meningkat yaitu lebih dari 140/90 mmHg.
b) Tingkat kesadaran
Biasanya tingkat kesadaran pasien compos mentis, somnolen, koma.
c) Konsentrasi
Biasanya pasien mampu berkonsentrasi atau tidak.
d) Kemampuan bicara
Biasanya pasien mampu berbicara atau tidak.
e) Gaya jalan
Biasanya gaya jalan pasien seimbang atau tidak.
f) Koordinasi anggota gerak
Biasanya pasien mampu menggerakkan anggota tubuh atau tidak.
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Biasanya ada tanda dan gejala yang menyebabkan klien mencari pertolongan
kesehatan seperti, nyeri pada kepala, pundak terasa berat dan vertigo.
b. Pola eliminasi
Biasanya warna urin kuning pekat, ureum meningkat.
c. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien mengalami Kelelahan (fatique), kelemahan.
d. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami gelisah dan tidur sering terganggu karena nyeri di
bagian kepala.
e. Pola persepsi sensori dan kognitif
Biasanya pasien mengalami kurangnya pendengaran, perhatian berkurang,
kemampuan berfikir abstrak menurun, kehilangan perhatian untuk lingkungan,
sakit kepala.
f. Pola persepsi diri dan konsep diri
Biasanya pasien mengalami penurunan harga diri, perubahan konsep diri dan
body image, menurunnya tingkat kemandirian dan perawatan diri.

7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Biasanya meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi
wajah dan posisi pasien, kesadaran (GCS), yang meliputi penilaian secara
kualitas seperti composmentis, apatis, somnolen, sofor, koma, delirium.
b. Pemeriksaan tanda – tanda vital : Biasanya meliputi nadi, tekanan darah, pola
pernafasan dan suhu tubuh.
c. Pemeriksaan kulit : Biasanya meliputi warna (pigmentasi, sianosis, ikterik,
pucat, eritema), turgor, kelembaban kulit ada ata tidaknya edema.
d. Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala : Biasanya pada kepala dapat dilihat bentuk kepala, warna rambut,
bersih atau tidanya, apakah ada benjolan atau tidak.
b) Leher : Biasanya pada leher dapat dilihat adanya kaku kuduk atau tidak,
adanya pembesaran kelenjar getah bening atau kelenjar limfe.
e. Pemeriksaan dada : Biasa pada pemeriksaan ada dapat dilihat kesimetrisannya
atau tidak, apakah ada pergerakan dinding dada. Pada paru biasanya dapat
dinilai apakah ictus cordis teraba, pada bagian perkusi biasanya didapatkan
hipersonor atau timpani. Pada bagian jantung biasanya didapatkan bunyi
jantung.
f. Pemeriksaan abdomen : Biasanya pada abdomen didapat bentuk abdomen
simetris atau tidak, apakah ada nyeri tekan, apakah ada massa, ada atau
tidaknya bising usus, ada bekas luka atau tidak.
g. Pemeriksaan ekstremitas : Biasanya apakah ada edema atau tidak.
i. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d. peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia.
2. Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
3. Resiko Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokontrikai
hipertrofi/ rigriditas ventrikuler, iskemia miokard.
4. Ketidakefektifan koping.
5. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
6. Resiko cidera.
7. Defisiensi pengetahuan.

j. Intervensi keperawatan

No Dx Kep NOC NIC

1. Nyeri akut b.d 1) Kontrol Nyeri 1. Pemberian Analgesik


agen pencedera Indicator : Aktivitas-aktivitas :
fisiologis 1. Mengenali kapan nyeri  Tentukan lokasi, karakteristik,
terjadi (3-4) kualitas dan keparahan nyeri
2. Menggambarkan factor  Cek perintah pengobatan meliputi
penyebab nyeri (3-4) obat, dosis dan frekuensi obat
3. Menggunakan jurnal analgesic yang diresepkan
harian untuk  Cek adanya riwayat alergi obat
memonitor gejala dan  Tentukan pilihan obat analgesic
waktu ke waktu (3-4) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
4. Menggunakan tindakan  Tentukan analgesic sebelumnya, rute
pencegahan (3-4) pemberian dan dosis untuk mencapai
5. Menggunakan tindakan hasil pengurangan nyeri yang
pengurangan tanpa optimal
analgesic (3-4)  Monitor tanda vital sebelum dan
6. Mengenali apa yang setelah memberikan analgesic
terkait dengan gejala narkotik pada pemberian dosis
nyeri (3-4) pertama kali atau jika ditemukan
7. Melaporkan nyeri yang tanda- tanda yang tak biasanya
terkontrol (3-4)  Berikan kebutuhan kenyamanan dan
2) Tingkat nyeri aktivitas lain yang dapat membantu
Indikator : relaksasi untuk memfasilitasi
1. Nyeri yang dilaporkan penurunan nyeri
(2-3)  Berikan analgesic sesuai waktu
2. Panjangnya episode paruhnya terutama pada nyeri yang
nyeri (2-3) berat
3. Ekspresi nyeri wajah  Lakukan tindakan- tindakan untuk
(2-3) menurunkan efek samping analgesic
4. Mengerinyit (2-3)  Ajarkan tentang penggunaan
5. Ketengangan otot (2-3) analgesic, strategi untuk menurunkan
6. Frekuensi nafas (2-3) efek samping dan harapan terkait
7. Denyut jantung apical dengan keterlibatan dalam keputusan
(2-3) pengurangan nyeri
8. Denyut nadi radial (2-
3) 1. Manajemen nyeri
9. Tekanan darah (2-3) Aktivitas-aktivitas
 Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan factor pencetus
 Pastikan perawatan analgesic bagi
pasien dilakukan dengan pemantauan
yang ketat
 Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan
penerimaan pasien terhadap nyeri
 Gali pengetahuan dan kepercayaan
pasien mengenai nyeri
 Gali bersama pasien factor-faktor
yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri di masa
lalu yang meliputi riwayat kronik
individu atau keluarga atau nyeri
yang menyebabkan ketidakmampuan
dengan tepat
 Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lainnya, mengenai
efektifitas tindakan pengontrolan
nyeri yang pernah digunakan
sebelumnya
 Bantu keluarga dalam mencari dn
menyediakan dukungan
 Gunakan metode penilaian yang
sesuia dengan tahap perkembangan
yang memungkinkan untuk
memonitor perubahan nyeri dan akan
dapat membantu mengidentifikasi
factor pencetus actual dan potensial
 Tentukan kebutuhan frekuensi untuk
melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien dan
mengimplementasikan rencana
monitor
 Berikan informasi mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan dan antisipasi
dari ketidaknyamanan akibat
prosedur
 Kendalikan factor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyaman
 Kurangi atau eliminasi factor-faktor
yang dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri
 Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
nyeri
 Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri
ketika memilih strategi penurunan
nyeri
 Dorong pasien untuk memonitor
nyeri dan menangani nyerinya
dengan tepat
 Dorong pasien untuk menggunakan
obat-obatan penurunan nyeri yang
adekuat
 Berikan individu penurun nyeri yang
optimal dengan peresepan analgesic
 Gunakan tindakan pengontrol nyeri
sebelum nyeri bertambah berat
 Mulai dan modifikasi tindakan
pengontrol nyeri berdasarkan respon
pasien
 Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk membantu penurunan nyeri
 Berikan informasi yang akurat untuk
meningkatkan pengetahuan dan
respon keluarga terhadap
pengalaman nyeri
 Monitor kepuasan pasien terhadap
manajemen nyeri dalam interval
yang spesifik

2. Bantuan pasien untuk mengontrol


pemberian analgesik
Aktivitas-aktivitas
 Rekomendasikan pemberian aspirin
dan obat-obat anti inflamasi
nonsteroid sebagai pengganti
narkotik sesuai kebutuhan
 Hindari pengguanaan Demerol
 Pastikan bahwa pasien tidak alergi
terhadap analgesik yang diberikan
 Instruksikan pasien dan keluarga
untuk memonitor intensitas, kualitas
dan durasi nyeri
 Instruksikan pasien dan keluarga
untuk memonitor laju pernapasan
dan tekanan darah
 Validasi bahwa pasien dapat
menggunakan PCA
 Bantu pasien dan keluarga untuk
memberikan dosisanalgesik yang
tepat
 Instruksikan pasien bagaiamana
meningkatkan atau menurunkan
tirasi dosis sesuai dengan laju
pernapasan, intensitas dan kualitas
nyeri
 Instruksikan pasien dan keluarga
terkait reaksi dan efek samping dari
agen pengurang rasa nyeri
 Dokumentasikan nyeri pasien,
jumlah dan frekunsi dosis obat dan
respon terhadap pengobatan nyeri
dalam catatan perkembangan
 Monitor ketat ad tidaknya depresi
pernapasan pada pasien yang
beresiko
 Konsultasikan dengan ahli klinik
bagi pasien yang mengalami
kesulitan dalm mencapai
pengontrolan nyeri

3. Manajemen sedasi
Aktiivitas-aktivitas
 Review riwayat kesehatan klien dan
hasil pemeriksaan diagnostic untuk
mempertimbangkan apakah klien
memenuhi criteria untuk dialkukan
pembiusan parsial oleh perawat
yang telah terintegrasi
 Periksa alergi terhadap obat
 Pertimbangkan intake cairan dan
intake terakhir makan
 Instruksikan klien dan keluarga
mengenai efek pembiusan
 Evaluasi tingkat kesadaran klien dan
reflex protektif sebelum pembiusan
 Dapatkan tanda-tanda vital, saturasi
oksigen, EKG, tinggi dan berat
badan
 Inisiasi pemasangan infuse
 Berikan obat sesuai protocol yang
diresepkan dokter
 Monitor tingkat kesadaran dan tanda-
tanda vital klien, saturasi oksigen
dan EKG sesuai dengan panduuan
protocol
 Pastikan ketersediaan dan pemberian
antagonis sesuai dengan prosedur
protocol dan diresepkan dokter
dengan benar
 Pertimbangkan jika pasien
memenuhi persyaratan untuk
dipulangkan atau dipindahkan sesuia
dengan prosedur protocol
 Berikan instruksi kepulangan secara
tertulis sesuai prosedur
3 Resiko Penurunan 1) Penurunan curah jantung  Monitor TD, nadi, suhu dan RR.
curah jantung b.d indicator :  Catat adanya fluktuasi tekanan
peningkatan 1. Tanda vital dalam darah.
afterload, rentang normal  Monitor TD, nadi, suhu dan RR
vasokontrikai (tekanan darah, nadi, sebelum, sesudah aktifitas.
hipertrofi/ respirasi)  Monitor bunyi jantung.
rigriditas 2. Dapat mentoleransi  Monitor sianosis perifer.
ventrikuler, aktifitas, tidak ada
 Monitor adanya cushing triad
iskemia miokard. kelemahan
(tekanan nadi yang melebar,
3. Tidak ada edema paru,
bradikardi, peningkatan sistolik).
perifer, dan tidak ada
 Anjurkan menurunkan stress
asites.
 Ajarkan latihan nafas dalam.
4. Tidak ada penurunan  Anjurkan mengatur periode latihan
kesadaran untuk menghindari kelelahan.
 Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia.
3. Toleransi aktivitas 1) Toleransi aktivitas 1. Manajemen energy
Indicator : Aktivitas-aktivitas :
1. Meningkatkan energy  Tentukan keterbatasan klien
untuk melakukan terhadap aktifitas
aktifitas sehari-hari  Tentukan penyebab lain kelelahan
2. Menunjukkan  Observasi asupan nutrisi sebagai
penurunan gejala- sumber energy yang adekuat
gejala intoleransi  Observasi respons jantung terhadap
aktifitas aktivitas (mis. Takikardia,
disritmia, dyspnea, diaphoresis,
pucat, tekanan hemodinamik dan
frekuensi pernafasan)
 Dorong klien melakukan aktifitas
sebagai sumber energy
III. ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DI PANTI
A. PENGKAJIAN
Hari/ Tanggal : Senin, 9 November 2020
Jam : 13.00 WIB
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. R
b. Umur : 73 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pendidikan : SMP kelas 2
e. Agama : Islam
f. Suku : Tanjung
g. Status Perkawinan :-

2. Derajat Kesehatan
a. Keluhan sakit yang dirasakan
Ny.R mengatakan menyeluh sering sakit kepala, telinga berdengung, kaki terasa ngilu
sakitnya paling sering pada pagi harikadang kalau sudah sore badannya terasa panas
1) Penyebab : Tekanan darah tinggi
2) Kualitas : Sakit dirasakan seperti tertusuk-tusuk
3) Region : Kepala, tengkuk
4) Derajat :5
5) Waktu : Hilang timbul ± 10-15 menit
Untuk mengontrol hipertensi klien minum obat yang diberikan oleh dokter 1 x
1setiap pagi.
b. Riwayat penyakit dahulu :
Ny. R mengatakan dahulu menderita Hipertensi, minum obat hipertensi 1 kali sehari,
ada riwayat kolesterol tinggi
c. Pola kebiasan
1) Makan dan minum : Makan masih seperti biasa porsi sedikit, makan 3 x sehari
1 porsi nasi dan lauk pauk, minum air putih kira-kira 8 gelas sehari
2) Eliminasi
Pola eliminasi klien dalam sehari BAB 1 kali saja dan BAK 7-9 kali dalam sehari,
tidak ada kesulitan saat eliminasi.
3) Toileting :
a) Mandi : Mandi biasanya 1 kali sehari
b) Gosok gigi : 1 kali sehari
c) Mencucui rambut : 1 kali 2 hari
d) Memotong kuku : kadang 1 kali seminggu
e) Berapakaian dan berhias : ada
4) Istirahat tidur : sering terganggu pada malam hari, kalau sudah bangun
makan sulit untuk tidur lagi
5) Aktivitas
a) Kegiatan fisik : Biasanya melakukan kegiatan dirumah
seperti masak, nyapu
b) Mobilitas di tempat tidur : Bisa
c) Kemampuan berpindah : Bisa
d) Kemampuan ambulasi dan ROM : Bisa
e) Indeks Katz : A
f) Indeks Barthell : Mandiri : Skor 20
d. Psikososial
1) Hubungan sosial
Ny.R hidup bersama dengan anaknya, biasanya yang paling dekat dengannya
yaitu kakaknya, ia kadang suka menceritakan masalahnya pada kakaknya itu.
Biasanya yang mengambil keputusan dalam keluarga yaitu bersama yang
dimusyawarahkan terlebih dahulu.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri
Ny.R mengatakan tidak ada bagian tubuh yang paling disukai dan bagian
tubuh yang tidak disukai, ia mengatakan biasa-biasa saja
b) Identitas diri
Status Ny.R yaitu sebagai perempuan, ia adalah seorang nenek dari cucunya.
c) Peran diri
d) Ideal diri
Saat ditanya tentang ideal dirinya Ny.r mengatakan menyerahkan nasibnya
pada yang kuasa.
e) Harga diri
Ny.R mengatakan takut tidak mampu menjaga keluarganya karena kondisinya
yang semakin tua dan lemah serta suka sakit-sakitan.
3) Nilai dan Keyakinan Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Ny.R beragama islam dan selalu menjalankan ibadahnya, ia yakin sakitnya ini
merupakan sebuah cobaan dari tuhan dan yakin penyakitnya nanti dapat
sembuh.
b) Kegiatan ibadah
Ny.R mengatakan selalu menjalankan ibadah, ia selalu solat dan berzikir pada
tuhan untuk keselamatan dan kesehatan bagi dirinya.
4) Psikoseksual : Tidak ada
5) Masalah psikososial
a) Dukungan keluarga dan kelompok
Ny.R mengatakan tidak ada masalah dalam dukungan keluarga dan kelompok,
bahkan keluaga Ny. R selalu mendukung setiap keputusan Ny. R tersebut.
b) Hubungan dengan lingkungan
Ny.R mengatakan kalau ia memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan
sekitar tempat tinggal Ny. R namun jarang untuk ikut dalam acara-acara yang
ada di tempat tinggal Ny.R karena kurangnya penurunan pendengaran
padanya
c) Keadaan pekerjaan, perumahan, ekonomi
Ny. R dulunya bekerja sebagai seorang Petani tetapi saat ini Ny. R telah
menjadi seorang ibu rumah tangga. Ny. R mengatakan pada saat ini ia tinggal
di rumah miliknya dengan anak dan juga cucunya.
d) Pelayanan kesehatan dan harapan
Ny.R mengatakan biasanya ia berobat ke rumah sakit, ia sangat berharap
selalu diberikan kesehatan, penyakitnya dapat sembuh, selalu dilindungi dan
selalu diberi kesabaran oleh Allah SWT sehingga mampu melakukan
perannya sebagai ibu yang bijaksana buat anak-anaknya, serta sebagai nenek
yang baik bagi cucu-cucunya.
e) Mekanisme koping dan adaptasi stress
1) Koping adapatif
Ny.R jika ada masalah Ny.R selalu membicarakannya pada keluarganya
dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan nya, dengan berdoa dan
berusaha menerima apapun yang terjadi.
2) Koping maladaptif
Ny.R mengatakan kadang juga suka memikirkan kondisinya dan kalau
sudah malam tidak bisa tidur dan kadang suka menyendiri di rumah.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status mental
1) Penampilan
Ny.R penampilannya tampak kurang rapi namun bersih, tampak rambutnya tidak
diikat dengan baik, baju yang dipakai sesuai dengan yang seharusya.
2) Pembicaraan : Kadang kurang jelas
3) Motorik
Terdapat sedikit gangguan motoric karena Ny.R mengalami kekakuan pada kedua
lutut yang menyebabkan ia sedikit susah untuk berjalan dan ngilu pada kaki
terkadang menyebabkan ia merasakan nyeri pada lututnya saat berjalan. Namun
kegiatan sehari-hari masih dapat dilakukan secara mandiri.
4) Afek
Afeknya labil, terlihat bahwa Ny.R tampak sedih menceritakan tentang
penyakitnya
5) Tingkat kesadaran : Kompos mentis
6) Memori : Terganggu
b. TTV
1) TD : 150/90 mmHg
2) Nadi : 76 x/i
3) Pernafasan : 20 x/i
4) Suhu : 36.5
c. Status Gizi
1) TB : 150 cm
2) BB : 46 kg
d. Pemeriksaan Head to Toe
1) Kepala
a) Rambut
Saat inspeksi rambut pasien tampak bersih tidak ada lesi ataupun ketombe,
rambut berwarna putih
b) Mata
Klien mengatakan pandangannya kabur saat melihat, tidak menggunakan
kacamata, tidak mengalami nyeri ataupun bengkak pada mata
c) Hidung
Cukup bersih, tidak ada polip, gangguan penciuman Tidak ada
d) Telinga
Klien mengalami perubahan pendengaran, telinga tampak ada sedikit serumen
e) Leher
Klien mengalami nyeri dan kaku pada leher apabila tekanan darah naik.
2) Dada
a) Paru-paru
I : Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri, bersih, tidak ada luka/lesi
P : taktil premitus teraba
P : Sonor
A : Auskultasi Bersih diseluruh lapang dada, tidak ada nafas tambahan
b) Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak pada coste 4 & 5
P : Tidak ada nyeri tekan, Ictus cordis teraba pada coste 4 & 5
P : Pekak
A : BJ 1 & BJ 2 tunggal tidak ada suara tambahan, bunyi keras, regular
c) Perut
I : Bersih tidak ada luka atau pun benjolan, bentuk cekung
A : Peristaltic usus 5x/menit
P : Tidak ada nyeri tekan pada regio 1-9
P : terdengar suara timpani
3) Ekstremitas
Ny.R mengalami kekakuan pada kedua lutut yang menyebabkan ia sedikit susah
untuk berjalan dan ngilu pada kaki terkadang menyebabkan ia merasakan nyeri
pada lututnya saat berjalan, Ny.R juga pada saat berjalan tidak seimbang antara
kaki kiri dan kanan.
4) Pemeriksaan penunjang : Tidak ada
4. Status Kognitif / Afektif / Sosial
1. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Dari hasil pengkajian Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
didapatkan hasil 7 benar dan 3 salah, hal ini menunjukkan bahwa fungsi
intelektual Ny.R terjadi kerusakan ringan
2. Mini-Mental State Exam (MMSE)
Dari hasil pengkajian didapatkan hasil 21, hal ini menunjukkan bahwa Ny.R
mengalami gangguan kognitif sedang
3. Inventaris Depresi Beck
Dari hasil pengkajian didapatkan bahwa Ny.R dalam kategori Depresi sedang
dengan skor 11. Ny.R mengatakan kadang merasa sedih karena anaknya, ia tidak
pernah berkecil hati terhadap masa depan, ia merasa sedikit kurang senang tinggal
bersama anaknya, ia merasa tidak puas dengan keadaan sakinya sekarang, Saya
merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanen dalam penampilan saya
Ny.R mengatakan juga cepat lelah apabila melakukan aktivitas fisik yang
berlebihan. Nafsu makan menurun.
4. Resiko Jatuh (Keseimbangan)
Dari hasil didapatkan Skor Waktu 28 detik dimana Ny.R berisiko tinggi untuk
jatuh.
5. Indeks Katz
Ny.R termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa dilakukan
secaramandiri tanpa pengawasan , pengarahan atau bantuan dari orang lain di
antaranyayaitu makan, kontinensia (BAK,BAB), menggunakan pakaian, pergi ke
toilet, berpindah dan mandi, pasien tidak menggunakan alat bantu berjalan.
6. Indeks Barthel
Dari hasil pengkajian didapatkan hasil bahwa aktivitas sehari- hari Ny.R
didapatkan skor 20 yaitu aktivitasnya dilakukan secara mandiri .

B. ANALISA DATA

Masalah
No Data
Keperawatan
1 DS : Nyeri Kronis
 Ny.R mengatakan memiliki riwayat tekanan darah
tinggi
 Ny.R mengatakan sering terasa nyeri pada tengkuk
 P : tekanan darah tinggi
 Q : tertusuk-tusuk
 R : kepala dan leher
 T : hilang timbul ± 10-15 menit
 Untuk mengontrol hipertensi klien minum obat yang
diberikan oleh dokter 1 x 1setiap pagi.
DO :
 Keadaan umum : baik
 Kesadaran compsmentis
 Ny.R terlihat beberapa kali memijit tengkuknya
 Skala nyeri 6
 TD : 150/90 mmHg
2 DS : Gangguan Pola Tidur
 Ny.R mengatakan tidak bisa tidur karena nyeri pada
saat malam hari.
 Ny.R mengatakan tidur hanya sekitar 5 jam.
 Ny.Y mengatakan kalau bangun sulit untuk tidur lagi
 Ny.R mengatakan setiap tidur merasa tidak nyenyak
 Ibu E mengatakan mudah terbangun dipertengahan
jam tidurnya
DO :
 Klien tampak mengantuk.
 Kantung mata klien terlihat menghitam
 Wajah ibu E tampak tidak segar/terlihat lelah
 TD : 150/90 mmHg
 Nadi : 76 x/i
 Pernafasan : 20 x/i
3 Ds: Resiko Jatuh
 Ny.R mengatakan kadang sering pusing
 Mata rabun
Do:
 Pada saatNy.R berjalan tampak tidak seimbang antara
kaki kiri dan kanan
 Klien berjalan dengan berpegangan pada benda-benda
di sekitar
 Didapatkan skor resiko jatuh yaitu 28 detik dimana
Ny.R berisiko tinggi mengalami jatuh
4 DS: Kurang pengetahuan
 Ny.R mengatakan kurang mengerti tentang
penyakitnya
 Ny.R mengatakan mengetahui bahwa dirinya
menderita Hipertensi akan tetapi tidak mengetahui
cara perawatannya
 Ny.R mengatakan sulit untuk menjaga pola makannya
seperti mengurangi konsumsi garam
 Ny.R mengatakan masih sering memakan- makanan
yang asin yang akan memperparah kondisinya dan
dapat menyebabkan kekambuhan pada penyakitnya
DO :
 Ny.R bertanya tentang penyakitnya

C. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri Kronis b.d Ketidakseimbangan neurotransmitter
2. Gangguan pola tidur b.d penyakit
3. Resiko jatuh b.d kekuatan otot menurun
4. Kurang pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

D. PERENCANAN

Diagnosa
NO NOC NIC
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d 1. Kontrol Nyeri 1. Pemberian Analgesik
agen Indicator : Aktivitas-aktivitas :
pencedera  Mengenali kapan  Tentukan lokasi, karakteristik,
fisiologis nyeri terjadi (3-4) kualitas dan keparahan nyeri
 Menggambarkan  Cek perintah pengobatan
factor penyebab meliputi obat, dosis dan frekuensi
nyeri (3-4) obat analgesic yang diresepkan
 Menggunakan  Cek adanya riwayat alergi obat
jurnal harian untuk  Tentukan pilihan obat analgesic
memonitor gejala berdasarkan tipe dan keparahan
dan waktu ke waktu nyeri
(3-4)  Tentukan analgesic sebelumnya,
 Menggunakan rute pemberian dan dosis untuk
tindakan mencapai hasil pengurangan
pencegahan (3-4) nyeri yang optimal
 Menggunakan  Monitor tanda vital sebelum dan
tindakan setelah memberikan analgesic
pengurangan tanpa narkotik pada pemberian dosis
analgesic (3-4) pertama kali atau jika ditemukan
 Mengenali apa yang tanda- tanda yang tak biasanya
terkait dengan  Berikan kebutuhan kenyamanan
gejala nyeri (3-4) dan aktivitas lain yang dapat
 Melaporkan nyeri membantu relaksasi untuk
yang terkontrol (3- memfasilitasi penurunan nyeri
4)  Berikan analgesic sesuai waktu
paruhnya terutama pada nyeri
2. Tingkat nyeri yang berat
Indikator :  Lakukan tindakan- tindakan
 Nyeri yang untuk menurunkan efek samping
dilaporkan (2-3) analgesic
 Panjangnya episode  Ajarkan tentang penggunaan
nyeri (2-3) analgesic, strategi untuk
 Ekspresi nyeri menurunkan efek samping dan
wajah (2-3) harapan terkait dengan
 Mengerinyit (2-3) keterlibatan dalam keputusan
 Ketengangan otot pengurangan nyeri
(2-3)
 Frekuensi nafas (2- 2. Manajemen nyeri
3) Aktivitas-aktivitas

 Denyut jantung  Lakukan pengkajian nyeri

apical (2-3) komprehensif yang meliputi

 Denyut nadi radial lokasi, karakteristik, onset/durasi,

(2-3) frekuensi, kualitas, intensitas atau

 Tekanan darah (2-3) beratnya nyeri dan factor


pencetus
 Pastikan perawatan analgesic
bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
 Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan
penerimaan pasien terhadap nyeri
 Gali pengetahuan dan
kepercayaan pasien mengenai
nyeri
 Gali bersama pasien factor-faktor
yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri di
masa lalu yang meliputi riwayat
kronik individu atau keluarga
atau nyeri yang menyebabkan
ketidakmampuan dengan tepat
 Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lainnya, mengenai
efektifitas tindakan pengontrolan
nyeri yang pernah digunakan
sebelumnya
 Bantu keluarga dalam mencari dn
menyediakan dukungan
 Gunakan metode penilaian yang
sesuia dengan tahap
perkembangan yang
memungkinkan untuk memonitor
perubahan nyeri dan akan dapat
membantu mengidentifikasi
factor pencetus actual dan
potensial
 Tentukan kebutuhan frekuensi
untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien dan
mengimplementasikan rencana
monitor
 Berikan informasi mengenai
nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan dirasakan
dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur
 Kendalikan factor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyaman
 Kurangi atau eliminasi factor-
faktor yang dapat mencetuskan
atau meningkatkan nyeri
 Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
 Pertimbangkan tipe dan sumber
nyeri ketika memilih strategi
penurunan nyeri
 Dorong pasien untuk memonitor
nyeri dan menangani nyerinya
dengan tepat
 Dorong pasien untuk
menggunakan obat-obatan
penurunan nyeri yang adekuat
 Berikan individu penurun nyeri
yang optimal dengan peresepan
analgesic
 Gunakan tindakan pengontrol
nyeri sebelum nyeri bertambah
berat
 Mulai dan modifikasi tindakan
pengontrol nyeri berdasarkan
respon pasien
 Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
 Berikan informasi yang akurat
untuk meningkatkan pengetahuan
dan respon keluarga terhadap
pengalaman nyeri
 Monitor kepuasan pasien
terhadap manajemen nyeri dalam
interval yang spesifik

3. Bantuan pasien untuk mengontrol


pemberian analgesik
Aktivitas-aktivitas
 Rekomendasikan pemberian
aspirin dan obat-obat anti
inflamasi nonsteroid sebagai
pengganti narkotik sesuai
kebutuhan
 Hindari pengguanaan Demerol
 Pastikan bahwa pasien tidak
alergi terhadap analgesik yang
diberikan
 Instruksikan pasien dan keluarga
untuk memonitor intensitas,
kualitas dan durasi nyeri
 Instruksikan pasien dan keluarga
untuk memonitor laju pernapasan
dan tekanan darah
 Validasi bahwa pasien dapat
menggunakan PCA
 Bantu pasien dan keluarga untuk
memberikan dosisanalgesik yang
tepat
 Instruksikan pasien bagaiamana
meningkatkan atau menurunkan
tirasi dosis sesuai dengan laju
pernapasan, intensitas dan
kualitas nyeri
 Instruksikan pasien dan keluarga
terkait reaksi dan efek samping
dari agen pengurang rasa nyeri
 Dokumentasikan nyeri pasien,
jumlah dan frekunsi dosis obat
dan respon terhadap pengobatan
nyeri dalam catatan
perkembangan
 Monitor ketat ad tidaknya depresi
pernapasan pada pasien yang
beresiko
 Konsultasikan dengan ahli klinik
bagi pasien yang mengalami
kesulitan dalm mencapai
pengontrolan nyeri
2 Gangguan 1. Pola tidur 1. Peningkatan tidur
Pola Tidur  Keluhan sulit tidur Aktivitas-aktivitas
 Keluhan sering  Tentukan pola tidur/aktivitas
terjaga pada malam pasien
hari  perkirakan tidur/siklus bangun
 Keluhan istirahat pasien didalam perawatan
dan tidur perencanaan
 jelaskan pentingnya tidur yang
cukup selama sakit
 jelasakn efek dari obat yang
dikonsumsi pasien terhadap pola
 anjurkan pasien untuk memonitor
pola tidurnya dan jumlah jam
tidur
 bantu untuk menghilangkan
situasi stres sebelum tidur
 pantau makanan sebelum tidur
dan intake minuman yang dapat
mengganggu tidur
 anjurkan pasien untuk
menghindari tidur siang
 ajarkan pasien untuk melakukan
teknik relaksasi progresif untuk
memancing tidur
 anjurkan untuk meningkatkan
kenyamanan seperti pijat,
pengaturan posisi dan sentuhan
afektif
3 Resiko jatuh 1. Kejadian jatuh 1. Manajemen Lingkungan :
Indikator : keselamatan
 Jatuh saat berdiri Aktivitas-aktivitas :
(2-3)  Identifikasi kebutuhan keamanan
 Jatuh saat berjalan pasien berdasarkan fungsi fisik dan
(2-3) kognitif serta riwayat perilaku di
 Jatuh saat duduk (2- masa lalu
3)  Identifikasi hal-hal yang
 Jatuh saat membahayakan di lingkungan
dipindahkan (2-3) (misalnya, (bahaya) fisik, biologi,
 Jatuh saat ke kamar dan kimiawi).
mandi (2-3)  Singkirkan bahan berbahaya dari
lingkungan jika diperlukan
 Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahan berbahaya
dan beresiko
 Sediakan alat untuk beradaptasi
(misalnya, kursi untuk pijakan dan
pegangan tangan)
 Gunakan peralatan perlindungan
(misalnya, pengekangan, pegangan
pada sisi, kunci pintu, pagar, dan
gerbang) untuk membatasi
mobilitas fisik atau akses pada
situasi yang membahayakan]
 Beritahukan pada lembaga yang
berwenang untuk melakukan
perlindungan lingkungan (misalnya,
dinas kesehatan, pelayanan
kesehatan, pelayanan lingkungan,
badan lingkungan hidup dan polisi)
 Siapkan nomor telepon emergensi
untuk pasien (misalnya, nomor
polisi, dinas keehatan, lokal dan
pusat kontrol racun)
 Monitor lingkungan terhadap
terjadinya perubahan status
keselamatan
 Bantu pasien saat melakukan
perpindahan ke lingkungan yang
lebih aman (misalnya, rujukan
untuk mempunyai asisten rumah
tangga)
 Inisiasi dan atau lakukan program
skrining terhadap bahan yang
membahayakan lingkungan
(misalnya, logam berat dan radon)
 Edukasi individu dan kelompok
yang beresiko tinggi terhadap bahan
berbahaya yang ada di lingkungan
 Kolaborasikan dengan lembaga lain
untuk meningkatkan keselamatan
lingkungan (misalnya, dinas
kesehatan, polisi dan badan
perlindungan lingkungan)

2. Pencegahan jatuh
Aktivitas-aktivitas :
 Identifikasi kekurangan baik
kognitif atau fisik dari pasien yang
mungkin meningkatkan potensi
jatuh pada lingkungan tertentu
 Identifikasi perilaku dan faktor
yang mempengaruhi risiko jatuh
 Kaji ulang riwayat jatuh bersama
dengan pasien dan keluarga
 Identifikasi karakteristik dari
lingkungan yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh
(misalnya, lantai licin dan tangga
terbuka )
 Monitor gaya berjalan (terutama
kecepatan), keseimbangan dan
ditingkat kelelahan dengan
ambulasi
 Tanyakan pasien mengenai persepsi
keseimbangan, dengan tepat
 Berbagi dengan pasien terkait
(hasil) observasi pada gaya berjalan
(terutama kecepatan) dan
pergerakan
 Sarankan perubahan pada gaya
berjalan (terutama kecepatan) pada
pasien
 Ajarkan pasien untuk beradaptasi
terhadap modifikasi gaya berjalan
yang (telah) disarankan (terutama
kecepatan)
 Bantu ambulasi individu yang
memiliki ketidakseimbangan
 Letakkan benda-benda dalam
jangkauan yang mudah bagi pasien
 Ajarkan pasien bagaiman jika jatuh
untuk meminimalkan cedera
 Berikan tanda untuk mengingatkan
pasien agar meminta bantuan saat
keluar dari tempat tidur dengan
tepat
 Letakkan tempat tidur mekanik
pada posisi yang paling rendah
 Sediakan permukaan tidur yang
dekat dengan lantai, sesuai
kebutuhan
 Orientasikan pasien pada
lingkungan fisik
 Sarankan menggunakan alas kaki
yang aman
 Lakukan program latihan fisik rutin
yang meliputi berjalan
4. Kurang 1. Pengetahuan: proses 1. Pengetahuan proses penyakit
pengetahuan penyakit  Kaji tingkat pengetahuan pasien
2. Pengetahuan: perilaku dan keluarga
sehat  Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal
tersebut berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan
cara yang tepat
 Gambarkan tanda dan gejala
yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang tepat
 Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
 Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara yang
tepat
 Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara
yang tepat
 Sediakan informasi bagi keluarga
tentang kemajuan kondisi pasien,
dengan cara yang tepat
 Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat

E. PELAKSANAN DAN EVALUASI

CATATAN PERKEMBANGAN

No Diagnosa. Tanggal Implementasi Evaluasi TT


Kep /Jam
1 Nyeri Kamis/  Mengkaji keadaa umum klien Subjektif
11.00  Mengkaji lokasi, karakteristik,  Ny.R mengatakan nyeri
kualitas dan keparahan nyeri Kepala berkurang
 Memberikan kebutuhan sedikit.
kenyamanan dan aktivitas lain
yang dapat membantu relaksasi Objektif
untuk memfasilitasi penurunan  TD 140/80 mmHg, N :
nyeri 81 x/m, RR : 20 x/m, S :
 Melakukan pengkajian nyeri 36,1
komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, Analisa
onset/durasi, frekuensi, kualitas,  Masalah belum teratasi
intensitas atau beratnya nyeri
dan factor pencetus Perencanaan
 Mengali pengetahuan dan  Intervensi dilanjutkan
kepercayaan pasien mengenai
nyeri
 Memberikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan dan
antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
 Mengajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
 Memulai dan modifikasi
tindakan pengontrol nyeri
berdasarkan respon pasien
 Mendukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
2. Gangguan Kamis,  Menentukan pola tidur/aktivitas Subyektif :
pola tidur jam pasien  Ny.R mengatakan
11.15  Memperkirakan tidur/siklus bersedia mengikuti
bangun pasien didalam kegiatan yang akan
perawatan perencanaan direncanakan oleh
 menjelaskan pentingnya tidur perawat
yang cukup selama sakit
 menjelasakn efek dari obat yang Objektif
dikonsumsi pasien terhadap  Terdapat kontak mata
pola tidur selama proses diskusi
 menganjurkan pasien untuk
memonitor pola tidurnya dan Analisis
jumlah jam tidur  Masalah sedikit teratasi
 Membantu untuk dimana Ny.R bersedia
menghilangkan situasi stres mengikuti kegiatan
sebelum tidur yang akan dilakukan
 Memantau makanan sebelum oleh perawat
tidur dan intake minuman yang
dapat mengganggu tidur Perencanaan
 menganjurkan pasien untuk  Lanjutkan Intervensi
menghindari tidur siang
 menganjurkan untuk
meningkatkan kenyamanan
seperti pijat, pengaturan posisi
dan sentuhan afektif
3 Resiko Jum’at,  Mengidentifikasi hal-hal yang Subyektif :
jatuh 10.00 membahayakan di lingkungan  Ny.R mengatakan
WIB (misalnya, (bahaya) fisik, bersedia mengikuti
biologi, dan kimiawi). kegiatan yang akan
 Menyingkirkan bahan direncanakan oleh
berbahaya dari lingkungan jika perawat
diperlukan
 Menyediakan alat untuk Objektif
beradaptasi (misalnya, kursi  Terdapat kontak mata
untuk pijakan dan pegangan selama proses diskusi
tangan)
 Mengidentifikasi kekurangan Analisis
baik kognitif atau fisik dari  Masalah sedikit teratasi
pasien yang mungkin dimana Ny.R bersedia
meningkatkan potensi jatuh untuk mengikuti arahan
pada lingkungan tertentu dari perawat
 Mengidentifikasi karakteristik
dari lingkungan yang mungkin Perencanaan
meningkatkan potensi jatuh Lanjutkan Intervensi
(misalnya, lantai licin dan
tangga terbuka)
 Memonitor gaya berjalan
(terutama kecepatan),
keseimbangan dan ditingkat
kelelahan dengan ambulasi
 Meletakkan benda-benda dalam
jangkauan yang mudah bagi
pasien
 Menyeediakan permukaan tidur
yang dekat dengan lantai, sesuai
kebutuhan
 Orientasikan pasien pada
lingkungan fisik
 Sarankan menggunakan alas
kaki yang aman
 Lakukan program latihan fisik
rutin yang meliputi berjalan
4. Kurang Jum’at,  Mengkaji tingkat pengetahuan Subyektif :
pengetahua 11.10 pasien dan keluarga  Ny.R mengatakan
n WIB  Menjelaskan pengertian dari bersedia mengikuti
Hipertensi kegiatan penkes yang
 menggambarkan tanda dan akan direncanakan oleh
gejala yang biasa muncul pada perawat
penyakit, dengan cara yang
tepat Objektif
 menggambarkan proses  Terdapat kontak mata
penyakit, dengan cara yang selama proses diskusi
tepat
 Diskusikan pilihan terapi atau Analisis
penanganan  Masalah sedikit teratasi
dimana Ny.R sedikit
 Menjelaskan obat herbal mengetahui tentang
hipertensi penyakitnya

Perencanaan
Lanjutkan Intervensi

CATATAN PERKEMBANGAN
No Diagnosa. Tanggal Implementasi Evaluasi TT
Kep /Jam
1 Nyeri Sabtu  Mengkaji keadaa umum klien Subjektif
16.00  Memberikan kebutuhan  Ny.R mengatakan nyeri
kenyamanan dan aktivitas lain Kepala sedikit
yang dapat membantu relaksasi berkurang
untuk memfasilitasi penurunan
nyeri Objektif
 Mengajarkan prinsip-prinsip  TD 140/80 mmHg, N :
manajemen nyeri 81 x/m, RR : 20 x/m, S :
 Mendukung istirahat/tidur yang 36,1
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri Analisa
 Masalah sedikit teratasi

Perencanaan
 Intervensi dilanjutkan
2. Gangguan sabtu,  Menentukan pola tidur/aktivitas Subyektif :
pola tidur jam pasien  Ny.R mengatakan telah
16.00  menganjurkan pasien untuk mengikuti kegiatan yang
memonitor pola tidurnya dan akan direncanakan oleh
jumlah jam tidur perawat
 Membantu untuk
menghilangkan situasi stres Objektif
sebelum tidur  Terdapat kontak mata
 Memantau makanan sebelum selama proses diskusi
tidur dan intake minuman yang
dapat mengganggu tidur Analisis
 menganjurkan pasien untuk  Masalah sedikit teratasi
menghindari tidur siang dimana Ny.R sudah
 menganjurkan untuk bias untuk tidur namun
meningkatkan kenyamanan kmasih sering
seperti pijat, pengaturan posisi terbangun
dan sentuhan afektif
Perencanaan
 Lanjutkan Intervensi
DOKUMENTASI PADA Ny.R

Anda mungkin juga menyukai