Anda di halaman 1dari 15

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

TERAPI PUZZLE PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK A:
1. Astri Wahyuni 6. Rita Angraini
2. Afanny Septi Legy 7. Rauka Hilliah
3. Maulana Sidiq P 8. Pratiwi Gusti Khairani
4. Reza Sovia 9. Yumila Sazkri Monita
5. Oktaviani Tri L 10. Reva Eriza

Dosen Pembimbing:
Ns. Nurleny, M. Kep
Ns. Meria Kontesa, M. Kep
Ns. Yusriana, M. Kep., Sp.kep. Kom

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2020
SATUAN ACARA TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

Pokok Pembahasan: Terapi Puzzle


Sasaran : Lansia (umur 60 tahun keatas)
Hari/Tanggal : Sabtu, 14 November 2020
Waktu : 09.30 s/d 10.05 WIB
Tempat : Di rumah masing-masing pasien
Terapis : Mahasiswi Profesi Ners Kelompok A STIKes MERCUBAKTIJAYA
PADANG

A. Latar Belakang
Lansia dapat dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia.
Proses menjadi lansia merupakan proses alamiah yang dapat terjadi pada setiap orang. Lansia
merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas, mengalami penurunan daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh (Sarwono, 2015).
Bertambahnya usia manusia, terjadi proses penuaan secara degenerative yang akan
berdampak pada perubahan-perubahan pada tubuh manusia tersebut, tidak hanya mengalami
perubahan fisik, kognitif, perasaan, sosial tetapi juga mengalami perubahan pada seksual
(Azizah, 2011).
Lanjut usia yang mengalami penurunan pada fungsi kognitif akan berakibat terhadap
aktivitas sehari-hari dan ketergantungan terhadap orang lain. Solusi untuk mengatasi masalah
yang terjadi yaitu dengan meningkatkan fungsi kognitif pada lanjut usia. Terdapat beberapa
program yang dapat dilakukan yaitu dengan latihan meningkatkan daya ingat (memori),
terapi manajemen stres yang dialami lansia, terapi kemampuan sosial lansia, terapi
komunikasi antar lansia serta terapi perilaku (Murtiyani et al, 2017).
Salah satu perubahan fisik yang terjadi pada lansia adalah meningkatnya gangguan
kognitif yang terjadi pada lansia yaitu demensia. Demensia merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi kognitif pada seseorang yang bersifat
progresif dan biasanya dapat memngganggu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (Stanley
and Beare, 2007). Demensia ini bila tidak ditangani bisa menimbulkan dampak bagi
penderita diantaranya terjadi perubahan perilaku pada lansia tersebut seperti melupakan
dirinya sendiri, memusuhi orang-orang disekitarnya, dan sering berkeluyuran pada malam
hari sehingga mudah hilang (Brooker, 2009; Carpenito, 2009). Jumlah penderita demensia
meningkat seiring dengan beberapa faktor dan angka harapan hidup yang meningkat pula.
Berdasarkan data didapatkan bahwa demensia akan menjadi krisis kesehatan terbesar di
abad ini yang jumlah penderitanya terus bertambah. Jumlah orang yang hidup dengan
demensia di seluruh dunia saat ini diperkirakan mencapai 35.600.000. Jumlah ini akan
berlipat ganda pada tahun 2030 dan lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2050. Prevalensi
demensia di Indonesia dari 220 juta penduduk akan di temukan sekitar 2,2 juta penderita. Di
asia pasifik, penderita demensia meningkat dari 13,7 juta orang di tahun 2005 menjadi 64,6
juta orang ditahun 2050. Berdasarkan data Deklarasi Kyoto, tingkat prevalensi dan insidensi
demensia di Indonesia menempati urutan keempat setelah China, India, dan Jepang. Menurut
data-data diatas prevalensi dan insidensi demensia dapat diatasi dengan berbagai
penatalaksanaan yaitu dengan farmakologi dan non farmakologi
Penatalaksanaan demensia dengan obat-obatan yang digunakan untuk menangani
demensia antara lain rivastigmin digunakan untuk terapi demensia ringan hingga menengah,
donezepin dan galantamin (BPOM, 2015). Sedangkan untuk terapi yang bisa digunakan
untuk demensia adalah terapi music, terapi brain gym, dan terapi puzzle. Namun yang
direkomendasikan pada lansia yaitu lebih ke terapi nonfarmakologi seperti salah satunya
terapi Puzzle
Puzzle adalah suatu gambar yang dibagi menjadi potongan-potongan gambar yang
bertujuan untuk mengasah daya piker,melatih kesabarandan membiasakan kemampuan
berbagi. Selain itu puzzle juga dapat digunakan untuk permainan edukasi karena dapat
mengasah otak dan melatih kecepatan pikiran dan tangan (Misbach, 2010). Latihan kognitif
puzzle tersebut akan merangsang otak dengan cara menyediakan stimulasi yang memadai
untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi kognitif otak yang tersisa. Otak akan
bekerja saat mengambil, mengolah, dan menginterpretasikan gambar atau informasi yang
telah diserap, serta otak bekerja dalam mempertahankan pesan atau informasi yang didapat.
Terapi puzzle dapat digunakan sebagai terapi aktifitas kelompok. Terapi aktifitas
kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada kelompok
lansia yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi
dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika
interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat
lansia melatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku yang maladaptif.
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok subyek bersama-
sama berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau
petugas kesehatan jiwa yang terlatih (Yoseph, 2011).
Dari penjelasan diatas, kelompok tertarik untuk mengambil topic terapi aktivitas
kelompok (TAK) tentang terapi puzzle terhadap tingkat demensia lansia diwilayah panti
sosial tresna werdha sicincin.

B. Tujuan
a) Tujuan Umum
Setelah diberikan TAK terapi puzzle selama 35 menit, diharapkan lansia dapat
melatih dan meningkatkan sensorik, motorik dan kognitifnya dengan terapi kognitif
berupa terapi Puzzle.
b) Tujuan Khusus
Tujuan Khusus Setelah mengikuti kegiatan terapi puzzle lansia mampu :
a. Untuk mengasah kemampuan otak lansia.
b. Untuk membuat pikiran lebih jernih pada lansia
c. Untuk meningkatkan daya ingat
d. Untuk menjadikan lansia lebih bersemangat dan kreatif
e. Untuk mengurangi stress emosional lansia.

C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik : Terapi kognitif : Bermain Puzzle
2. Sasaran : Lansia
3. Metode : Ceramah dan bermain
4. Media & alat : Puzzle, Laptop
5. Waktu dan tempat : Hari / tanggal : Sabtu/ 14 November 2020
Waktu : 09.30-10.05 wib
Tempat : Di rumah masing-masing Lansia
6. Setting Tempat
Keterangan :
: Pembimbing

: Moderator

: Presentator

: Observer

: Audiens (lansia)

: Media (laptop)

D. Pengorganisasian Kelompok
Leader : Rita Angraini
Observer : Astri Wahyuni
Fasilitator : Afanny Septi Legy
Reva Eriza
Reza Sovia
Rauka Hilliah
Pratiwi Gusti Khairani
Oktaviani Tri Lestari
Yumila Sazkri Monita
Dokumentasi : Maulana Sidiq Pramono

E. Tugas Pelaksana
1. Leader
1) Memimpin jalannya kegiatan
2) Menyampaikan tujuan dan waktu kegiatan
3) Menjelaskan cara dan peraturan kegiatan
4) Memberi reinforcement positif pada klien
5) Sebagai role model
6) Menyimpulkan kegiatan (Lilik, 2011)
2. Observer
1) Mengobservasi jalannya acara
2) Mencatat jumlah klien yang hadir
3) Mencatat perilaku verbal dan nonverbal selama kegiatan berlangsung
4) Membuat laporan hasil kegiatan
3. Fasilitator
1) Membantu leader memfasilitasi anggota untuk berperan aktif dan memotivasi
anggota
2) Memfokuskan kegiatan pada kegiatan TAK

F. Mekanisme Kegiatan
No Waktu Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Peserta

1 8 menit Pembukaan
 Memberi salam Menjawab salam
 Perkenalan dengan mahasiswa Berkenalan

 Perkenalan dengan pembimbing Berkenalan

 Perkenalan antar sesama Klien Berkenalan


Memperhatikan
 Menjelaskan tujuan
Memperhatikan
 Menjelaskan kontrak waktu
2 20 menit Kegiatan inti
 Gali pengetahuan lansia tentang cara Menjawab
bermain Puzzle
 Memberi reinforcement positif
 Gali pengetahuan lansia tentang manfaat Menjawab
bermain Puzzle
 Memberi reinforcement positif
 Menjelaskan cara dan tata tertib bermain Bermain
Puzzle
 Peserta bermain terapi Puzzle
 Memberi reinforcement positif
3 7 menit Penutup
 Peserta menyebutkan manfaat dari Menjawab
bermain terapi Puzzle
 Peserta memerankan kembali cara Memerankan
bermain terapi Puzzle
 Memberi reinforcement atas tindakan Mendengarkan
peserta
 Menyudahi permainan Mendengarkan

 Menanyakan perasaan lansi ketika selesai Mendengarkan


bermain
 Memberi salam Menjawab salam

G. Proses Evaluasi
1. Evaluasi Struktur :
 Peralatan atau media yang digunakan dalam terapi tersedia sesuai rencana
 100% anggota terapis hadir.
 Peran dan tugas berjalan sesuai rencana
2. Evaluasi Proses
 Kegiatan berlangsung tepat pada hari dan waktu yang telah ditentukan
 Diharapkan 90% klien aktif berpartisifasi dari awal hingga akhir kegiatan
 Diharapkan 90% klien konsentrasi Kelayan dalam bermain terapi Puzzle
3. Evaluasi hasil
 Diharapkan 80% klien yang dipilih, mau menghadiri atau mengikuti terapi aktivitas
bermain yang dilakukan.
 Diharapkan 80% klien dapat bermain terapi Puzzle
 Diharapkan 80% orang Klien mengikuti kegiatan sampai selesai.

H. Penutup
Proses penuaan menyebabkan kemunduran kemampuan otak, diantara kemampuan
yang menurun seiring proses penuaan adalah daya ingat. Salah satu terapi yang dapat
dilakukan untuk daya ingat lansia adalah terapi kognitif. Terapi kognitif berfokus pada
masalah, orientasi pada tujuan, kondisi dan waktu saat itu. Terapi ini memandang individu
sebagai pembuat keputusan. Terapi kognitif telah menunjukkan kefektifan penanganan
dalam masalah klinik misalnya cemas, schizophrenic, substance abuse, gangguan
kepribadian, gangguan mood. Dalam prakteknya, terapi ini dapat diaplikasikan dalam
pendidikan, tempat kerja dan setting lainnya. Istilah kognitif mulai populer setelah teori
Piaget banyak dibahas para ahli tahun 1960-an. Pengertian kognisi, meliputi aspek-
aspek struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu (Maryam, 2008). Salah
satu terapi yang cocok dengan usia lansia seperti terapi puzzle.
Latihan kognitif puzzle akan merangsang otak dengan cara menyediakan stimulasi yang
memadai untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi kognitif otak yang tersisa. Otak
akan bekerja saat mengambil, mengolah, dan menginterpretasikan gambar atau informasi
yang telah diserap, serta otak bekerja dalam mempertahankan pesan atau informasi yang
didapat.
Diharapkan melalui Terapi Puzzle dapat meningkatkan kemampuan kognitif lansia,
membuat pikiran lebih jernih pada lansia, meningkatkan daya ingat lansia dan menjadikan
lansia lebih bersemangat dan kreatif ketika di panti sosial tresna werda sabai nan aluih
sicincin. Sehingga lansia tidak merasa kesepian atau jenuh saat berada disini.
Ketua Kelompok

(Maulana Siddiq Pramono)

Disetujui Oleh :

Pembimbing Pembimbing Pembimbing

(Ns. Nurleny, M. Kep) (Ns. Meria Kontesa, M. Kep) (Ns. Yusriana, M. Kep, Sp. Kep. Kom)

Padang, 14 November 2020


LAMPIRAN MATERI TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

A. DEMENSIA
1. PENGERTIAN
Demensia merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsi kognitif pada seseorang yang bersifat progresif dan biasanya dapat
memngganggu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (Stanley and Beare, 2007).
Pikun atau demensia secara harafiah berarti de (kehilangan), mensia (jiwa) tetapi
lebih umum diartikan sebagai penurunan intelektual karena menurunnya fungsi bgaian
luar jaringan otak (cortex). Di samping itu, ada pula yang menyebutkan bahwa pikun
merupakan suatu penurunan kualitas intelektual yang disertai gangguan pengamatan
sampai menurunnya daya ingat yang sangat menganggu kemampuan dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan dalam
berkomunikasi dan berbahasa serta dalam pengendalian emosi (Yatim, 2009).
Demensia merupakan penyakit degeneratif yang sering menyerang pada orang yang
berusia diatas 60 tahun. Demensia terjadi akibat kerusakan sel-sel otak dimana sistem
saraf tidak lagi bisa membawa informasi ke dalam otak, sehingga membuat kemunduran
pada daya ingat, keterampilan secara progresif, gangguan emosi, dan perubahan
perilaku, penderita demensia sering menunjukkan gangguan perilaku harian (Pieter and
Janiwarti, 2011).
Demensia adalah sindrom penurunan kognitif dan fungsional, biasanya terjadi di
kemudian hari sebagai akibat neurodegenarif dan proses serebrosvaskuler (Killin,
2016).

2. PENYEBAB
Pada lansia dengan demensia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak yaitu
terdapat kematian sel-sel di dalam otak dan kekurangan suplai darah di otak. Kerusakn
didalm otak tersebut yang dapt mengkibtkn gangguan pada lansia. Selain itu
penyebabnya, antara lain :
a. Penyakit alzeimer
Penyebab utama penyakit demensia adalah penyakit Alzheimer. Demensia 50%
disebabkan oleh penyakit Alzheimer, 20% disebabkan karena gangguan pembuluh
darah otak, dan sekitar 20% gabungan keduanya sekitar 10% disebabkan oleh faktor
lainnya. Penyebab Alzheimer tidak diketahui pasti penyebabnya, tetapi diduga
berhubungan dengan faktor generik.
b. Serangan stroke yang berturut-turut.
Penyebab kedua demensia adalah serangan stroke yang terjadi secara ulang.
Stroke ringan dapat menyebabkan kelemahan dans ecara bertahap dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan otak akibat tersumbatkan aliran darah
(infark). Demensia multiinfark berasal dari beberapa stroke ringan, sebagian besar
penderita stroke memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) yang menyebabkan
kerusakan pembuluh darah di otak.
c. Serangan lainnya
Serangan lainnya dari demensia adalah demensia yang terjadi akibat
pencederaan pada otak (cardiac arrest), penyakit Parkinson, AIDS, dan hidrocepalus.
d. Penyakit penuaan

3. TANDA DEMENSIA
Beberapa tanda dan gejala demensia hampir tidak kelihatan dan tidak jelas, namun
tanda gejala secara umum yaitu bingung, mulai lupa, kehilangan kemampuan
melakukan kegiatan sehari-hari dan sering menyendiri (Anonim, 2010).
Demensia ini bila tidak ditangani bisa menimbulkan dampak bagi penderita
diantaranya terjadi perubahan perilaku pada lansia tersebut seperti melupakan dirinya
sendiri, memusuhi orang-orang disekitarnya, dan sering berkeluyuran pada malam hari
sehingga mudah hilang (Brooker, 2009; Carpenito, 2009).
Menurut Asrori dan putri (2014), menyebutkan ada beberapa tanda dan gejala yang
dialami pada Demensia antara lain :
a. Kehilangan memori
Tanda awal yang dialami lansia yang menderita demensia adalah lupa tentang
informasi yang baru di dapat atau di pelajari, itu merupakan hal biasa yang diamali
lansia yang menderita demensia seperti lupa dengan pentujuk yang diberikan, nama
maupun nomer telepon, dan penderita demensia akan sering lupa dengan benda dan
tidak mengingatnya.
b. Kesulitan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
Lansia yang menderita Demensia akan sering kesulitan untuk menyelesaikan
rutinitas pekerjaan sehari-hari. Lansia yang mengadalami Demensia terutama
Alzheimer Disease mungkin tidak mengerti tentang langkahlangkah dari
mempersiapkan aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunkan
perlatan rumah tangga dan melakukan hobi.
c. Masalah dengan bahasa
Lansia yang mengalami Demensia akan kesulitam dalam mengelolah kata
yang tepat, mengeluarkan kat-kata yang tidak biasa dan sering kali membuat
kalimat yang sulit untuk di mengerti orang lain
d. Disorientasi waktu dan tempat
Mungkin hal biasa ketika orang yang tidak mempunyai penyakit Demensia
lupa dengan hari atau diaman dia berada, namun dengan lansia yang mengalami
Demensia akan lupa dengan jalan, lupa dengan dimana mereka berada dan baimana
mereka bisa sampai ditempat itu, serta tidak mengetahui bagaimana kebali
kerumah.
e. Tidak dapat mengambil keputusan
Lansia yang mengalami Demensia tidak dapat mengambil keputusan yang
sempurna dalam setiap waktu seperti memakai pakaian tanpa melihat cuaca atau
salah memakai pakaian, tidak dapat mengelolah keuangan.
f. Perubahan suasana hati dan kepribadian
Setiap orang dapat mengalami perubahan suasan hati menjadi sedih maupun
senang atau mengalami perubahan perasaann dari waktu ke waktu, tetapi dengan
lansia yang mengalami demensia dapat menunjukan perubahan perasaan dengan
sangat cepat, misalnya menangis dan marah tanpa alasan yang jelas. Kepribadian
seseorang akan berubah sesuai dengan usia, namun dengan yang dialami lansia
dengan demensia dapat mengalami banyak perubahan kepribadian, misalnya
ketakutan, curiga yang berlebihan, menjadi sangat bingung, dan ketergantungan
pada anggota keluarga.
4. PENCEGAHAN
Penatalaksanaan demensia dengan obat-obatan yang digunakan untuk menangani
demensia antara lain rivastigmin digunakan untuk terapi demensia ringan hingga
menengah, donezepin dan galantamin (BPOM, 2015). Sedangkan untuk terapi yang bisa
digunakan untuk demensia adalah terapi music, terapi brain gym, dan terapi puzzle.
Penelitian yang dilakukan oleh Sofia (2016) aktivitas yang dapat dilakukan untuk
mengurangi demensia adalah dengan merangsang kognitif seperti puzzle, olahraga atau
senam. Olahraga seperti senam otak dapat mengkoordinasikan fungsi otak melalui
keterampilan gerak, sedangkan terapi puzzle dapat mengasah otak, melatih kecepatan
pikir dan tangan. Terapi puzzle yang dilakukan selama 3x dalam seminggu menunjukkan
peningkatan fungsi kgnitif, membuat pikiran menjadi lebih jernih, lansia lebih
bersemangat dan kreatif serta mengurangi stress emosional lansia. Hal yang sama juga
disampikan pada penelitian yang dilakukan oleh Nawangsasi (2016) menunjukkan bahwa
terdapat kenaikan skor MMSE setelah diberikan terapi puzzle pada lansia.
Pencegahan dan perawatan demensia Hal yang dapat kita lakukan untuk
menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya
ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak,seperti (Harrisons, 2014).

B. TERAPI PUZZLE
1. Pengertian
Puzzle adalah suatu gambar yang dibagi menjadi potongan-potongan gambar yang
bertujuan untuk mengasah daya piker, melatih kesabaran dan membiasakan kemampuan
berbagi. Selain itu puzzle juga dapat digunakan untuk permainan edukasi karena dapat
mengasah otak dan melatih kecepatan pikiran dan tangan (Misbach, 2010).

2. Manfaat Terapi Puzzle


a. Untuk mengasah kemampuan otak lansia.
b. Untuk membuat pikiran lebih jernih pada lansia
c. Untuk meningkatkan daya ingat
d. Untuk menjadikan lansia lebih bersemangat dan kreatif
e. Untuk mengurangi stress emosional lansia.

3. Waktu yang dibutuhkan dalam permainan Terapi Puzzle


Terapi dilakukan dengan terapi puzzle di salah satu rumah warga. Terapi ini
dilakukan dalam waktu 30 menit selam 3 minggu dengan 9x pertemuan.

4. Prosedur Terapi Puzzle


1. Sediakan puzzle yang akan digunakan untuk terapi bermain puzzle
2. Terlebih dahulu acak potongan-potongan puzzle
3. Mulai permainan dengan meminta lansia untuk menyusun potongan-potongan
gambar menjadi sebuah gambar yang utuh
4. Dampingi lansia selama bermain puzzle sampai selesai

5. Contoh Puzzle
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2015. Demensia

Dewi, S.R. Pengaruh Senam Otak Dan Bermain Puzzle Terhadap Fungsi Kognitif Lansia Di Pltu
Jember. Jurnal Kesehatan Primer, Vol.1, Ed.1, Mei 2016, Hal.64-69
Killin, L. O., starr, J. M., shiue, I. J., & Russ, C. T. (2016). Environmental risk factor for
dementia: A Sistematic Review. BMC geriatric, 16:175, 1-28

Misbach, Muzamil. 2010. Media Puzzle

Nawangsasi, D.N. Pengaruh Terapi Puzzle Terhadap Tingkat Demensia Di Wilayah Krapakan
Caturharjo Pandak Bantul. Jurnal Ilmu Keperawatan
Pieter, H.Z., Janiwarti, B. dan Saragih, NS.M. (2011). Pengantar Psikopatologi untuk
Keperawatan. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai