Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL DOPS (DIRECTLY OBSERVASIONAL PRACTICE SKILL)

PEMERIKSAAN EKG

Kelompok A

ASTRI WAHYUNI 20131104


SISTRI INDAH WULANDARI 20131090
YUMILA ZASKRIMONITA 20131071

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Mira Andika, M.Kep) (Ns., S.Kep)

PROFESI NERS
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dunia (global threat) dan
merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu di
seluruh dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, lebih dari 17 juta
orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Sedangkan
sebagai perbandingan, HIV / AIDS, malaria dan TBC secara keseluruhan membunuh 3
juta populasi dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018,
angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Setidaknya, 15 dari 1000 orang, atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia
menderita penyakit jantung.
Berdasarkan profil kesehatan Sumatera Barat prevalensi penyakit jantung koroner
Sumatera Barat pada tahun 2018 tinggi yaitu berada diangka 1,6 %. Sedangkan data di
RSUP Dr. M Djamil padang selama 2017 tercatat sebanyak 881 kasus Sindroma Koroner
Akut (SKA). Dari 881 kasus, 440 merupakan gejala Stemi, 170 Nstemi dan 271 gejala
Unstable Angina Pectoris (Jurnal Sumbar, 2018). Factor resiko penyakit jantung adalah
kebiasaan merokok, stress, kurang olahraga, kencing manis, atau diabetes, obesitas,
hipertensi serta hyperlipidemia atau kelebihan lemak dalam darah, keturunan, usia dan
jenis kelamin (dr. Dewi Andang Joesoef, Ketua yayasan jantung Indonesia, 2011)
Saat ini metode yang paling umum untuk mendeteksi penyakit atau kelainan pada
jantung adalah dengan menggunakan Elektrokardiogram (EKG). Elektrokardiogram
merupakan suatu alat yang digunakan untuk merekam aktivitas listrik pada jantung
dengan memanfaatkan elektroda yang ditempelkan pada bagian-bagian tubuh (Halomoan,
Junartho. 2013). Elektroda yang ditempelkan di titik tertentu pada tubuh pasien
dinamakan sebuah sadapan/lead. Jumlah lead yang digunakan dapat disesuaikan dengan
yang dibutuhkan, jika penggunaan jumlah 1 lead belum mampu mendeteksi sinyal dengan
baik maka jumlah sadapan/lead dapat ditambahkan sehingga hasil sinyal EKG yang
diperoleh cukup maksimal dan semakin akurat.
EKG dapat mencatat aktivitas listrik miokardium dari 12 posisi yang berbeda ; 3
posisi standar, 3 posisi unipolar, dan 6 posisi dada. Informasi ini sangat berguna dalam
mendiagnosa penyakit-penyakit kardiovaskuler seperti angina pectoris atau miokardial
infark (Berbari, 2016).
B. TujuanPenulisan
1. Untuk mengetahui anatomi dada
2. Untuk mengetahui pengertian electrocardiography
3. Untuk mengetahui Tujuan dan Indikasi pemasangan electrocardiography
4. Untuk mengetahui Gambaran Elektrokardiografi Normal
5. Untuk mengetahui Sandapan pada EKG (Bipolar dan Unipolar)
6. Untuk mengetahui Prosedur Pelaksanaan Pemeriksaan Pemasangan EKG dan Letak
Sandapan
7. Untuk mengetahui bagaimana interpretasi EKG

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa Profesi Keperawatan
Sebagai bahan pembelajaran mahasiswa dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan pada jantung dengan tindakan
keperawatan pemeriksaan electrocardiography. Mengetahui tata cara memberikan
tindakan keperawatan yang baik dan benar, mampu menganalis secara baik terkait
asuhan keperawatan yang diberikan sesuai teoritis, dan mendapatkan pengetahuan
baru mengenai keperawatan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil analisa sintesa ini diharapkan meningkatkan wawasan mahasiswa profesi
ners tentang informasi mengenai analisis dari tindakan keperawatan yang baik dan
benar serta pelaksanaan intervensi pada pasien dengan gangguan pada jantung dari
berbagai macam penyakit dan hasil analisis dapat dijadikan pedoman dan
pengetahuan yang baru bagi profesi ners.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Dada
Sebelum mempelajari keterampilan pemeriksaan fisik jantung, perlu diketahui
anatomi dinding dada bagian anterior dan posterior.

Manubrium sterni Suprasternal notch


Angulus sterni
Corpus sterni
Kosta II

Sela iga II

Kartilago kosta II
Processus xyphoideus

Cardiac notch paru kiri

Costochondral junction

Angulus kosta

Gambar 1. Anatomi Dinding Dada Bagian Anterior


1. Dinding dada bagian anterior (Gambar 1)
a. Mengidentifikasi urutan iga dan sela iga
Identifikasi urutan iga dan sela iga dimulai dengan menempatkan ujung jari di
suprasternal notch, kemudian jari digerakkan ke bawah  5 cm sampai Angulus
sterni yang merupakan tempat sambungan antara manubrium sterni dan korpus
sterni. Jari digerakkan ke lateral, iga/ kosta yang teraba adalah kosta II. Sela iga di
bawahnya adalah sela iga II. Sela iga (spatium intercostale) diberi nomor sesuai
nomor iga di atasnya. Selanjutnya menggunakan 2 jari ditelusuri ke bawah secara
oblik, berurutan adalah kosta III, sela iga III dst.
2. Dinding dada bagian posterior (Gambar 2)
Di bagian posterior terdapat 3 titik anatomi untuk mulai mengidentifikasi kosta
dan sela iga, yaitu :
a. Mulai dengan kosta XII yang paling bawah, kemudian jari digerakkan makin ke
atas. Secara berurutan diidentifikasi sela iga XI, kosta XI dst.
b. Kosta atau sela iga setinggi tepi bawah skapula (angulus inferior skapula),
biasanya adalah kosta VII atau sela iga VII.

Gambar 2. Dinding Dada Bagian Posterior


c. Bila leher difleksikan ke anterior, processus spinosus vertebra yang paling
menonjol biasanya adalah vertebra cervical VII. Bila terdapat 2 processus
spinosus yang menonjol biasanya adalah processus spinosusvertebra cervical VII
(VC7) danvertebra thorakal I (Vth1).
Untuk melokalisasi kelainan yang ditemukan dalam pemeriksaan dada,
digunakan beberapa linea (garis imajiner) di sekeliling dinding dada, yaitu :
a. Di dinding dada bagian anterior terdapat linea midsternalis, linea
midklavikularis dan linea aksilaris anterior (Gambar 3).

Linea Midsternalis

(dari suprasternal notch


ke arah bawah)l

Linea Midskapularis
Linea Midklavikularis
(dari tengah klavikula ke
arah bawah) Linea Vertebralis
(sepanjang prosesus
spinosus vertebra)
Linea Aksilaris Anterior (dari
lipatan aksila anterior ke arah
bawah)

Gambar 3. Linea di Dinding Dada Anterior


b. Didinding dada bagian samping terdapat linea midaksila (dari apeks aksila ke
bawah) dan linea aksilaris posterior (dari lipatan aksila posterior ke bawah)
c. Di dinding dada posterior terdapat linea midskapularis dan linea vertebralis
d. Vena Kava Superior Aorta
Arteria Pulmonalis
(gambar
Arteria 4
Pulmonalis Dekstra Arteria Pulmonalis
Sinistra

Atrium Dekstra Ventrikel Sinistra

Ventrikel Dekstra Iktus Kordis

Gambar 5. Proyeksi Jantung dan Pembuluh Darah Besar di Dinding Dada


Anterior

B. Elektrokardiogram
1. Pengertian
EKG adalah suatu gambaran grafis mengenai gambaran puncak aktifitas
elektris dari serabut otot jantung, berupa kurva tegangan fungsi waktu yang terdiri
dari berbagai puncak (Heru, 2008). Sebuah EKG dapat digunakan untuk mengukur
denyut jantung dan mendiagnosis adanya kelainan pada jantung.
Elektrokardiogram atau yang biasa kita sebut dengan EKG merupakan
rekaman aktifitas kelistrikan jantung yang ditimbulkan oleh sistem eksitasi dan
konduktif khusus jantung. Jantung normal memiliki impuls yang muncul dari simpul
SA kemudian dihantarkan ke simppul AV dan serabut purkinje. Perjalanan impuls
inilah yang akan direkam oleh EKG sebagai alat untuk menganalisa kelistrikan
jantung.
Dalam EKG perlu diketahui tentang sistem konduksi (listrik jantung), yang
terdiri dari:
a. SA Node ( Sino-Atrial Node )
Terletak dibatas atrium kanan (RA) dan vena cava superior (VCS).
Sel-sel dalam SA Node ini bereaksi secara otomatis dan teratur mengeluarkan
impuls (rangsangan listrik) dengan frekuensi 60 - 100 kali permenit kemudian
menjalar ke atrium, sehingga menyebabkan seluruh atrium terangsang.
b. AV Node (Atrio-Ventricular Node)
Terletak di septum internodal bagian sebelah kanan, diatas katup
trikuspid. Sel-sel dalam AV Node dapat juga mengeluar¬kan impuls dengan
frekuensi lebih rendah dan pada SA Node yaitu : 40 - 60 kali permenit. Oleh
karena AV Node mengeluarkan impuls lebih rendah, maka dikuasai oleh SA
Node yang mempunyai impuls lebih tinggi. Bila SA Node rusak, maka impuls
akan dikeluarkan oleh AV Node.
c. Berkas His
Terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu :
1) Cabang berkas kiri ( Left Bundle Branch)
2) Cabang berkas kanan ( Right Bundle Branch )
Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan diteruskan lagi ke
cabang-cabang yang lebih kecil yaitu serabut purkinye.
d. Serabut Purkinye
Serabut purkinye ini akan mengadakan kontak dengan sel-sel ventrikel.
Dari sel-sel ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga
seluruh sel akan dirangsang. Di ventrikel juga tersebar sel-sel pace maker
(impuls) yang secara otomatis engeluarkan impuls dengan frekuensi 20 - 40
kali permenit.

2. Tujuan dan Indikasi


a. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung/disritmia
b. Kelainan-kelainan otot jantung
c. Pengaruh/efek obat-obat jantung
d. Ganguan -gangguan elektrolit
e. Perikarditis
f. Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel
g. Menilai fungsi pacu jantung.
Indikasi dari penggunaan EKG adalah elektrokardiogram tidak menilai
kontraktilitas jantung secara langsung. Namun, EKG dapat memberikan indikasi
menyeluruh atas naik-turunnya suatu kontraktilitas. Analisis sejumlah gelombang
dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi diagnostik
yang penting. Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung:
1) EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang dicurigai ada
infark otot jantung akut.
2) EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis. hiperkalemia dan
hipokalemia).
3) EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok cabang
berkas kanan dan kiri)
4) EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selama uji stres
jantung
5) EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan jantung
(mis. emboli paru atau hipotermia)

3. Gambaran Elektrokardiografi Normal


Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak 1
mm. Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm. Mengenai “waktu” diukur
sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40 milidetik, 5 mm = 0,2 detik.
“Voltage” listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam milimeter (10
mm = imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.

Keterangan :
1) Gelombang P: aktivasi atrium (depolarisasi atrium)
 Panjang/durasi< 0,12 detik
 Tinggi/amplitudo< 0,3 mV atau < 3 mm
 Selalu positif dilead II dan negatif di lead aVR
2) Interval PR: durasi konduksi AV
 Dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS
 Durasi normal 0,12–0,20 detik
3) Kompleks QRS: aktivasi ventrikel kanan dan kiri (depolarisasi ventrikel)
 Morfologi bervariasi di antara tiap lead (gambar ada di sub bab interpretasi
EKG)
 Gelombang Q defleksi negatif pertama
 Gelombang R defleksi positif pertama
 Gelombang S defleksi negatif setelah gelombang R
4) Durasi kompleks QRS: durasi depolarisasi otot ventrikel
 Lebar 0,06–0,12 detik
5) Interval PP: durasi siklus atrium
6) Interval RR: durasi siklus ventrikel
7) Interval QT:durasi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel
8) Segmen ST
 Dari akhir gelombang S hingga awal gelombang T
 Normal: isoelektrik
9) Gelombang T
 Positifdilead I, II, V3–V6 dan negatif di aVR

4. Sandapan pada EKG (Bipolar dan Unipolar)


Fungsi sadapan EKG adalah untuk menghasilkan sudut pandang yang jelas
terhadap jantung. Sadapan ini dibaratkan dengan banyaknya mata yang mengamati
jantung jantung dari berbagai arah. Semakin banyak sudut pandang, semakin
sempurna pengamatan terhadap kerusakan-kerusakan bagian-bagian jantung.
Sadapan pada mesin EKG secara garis besar terbagi menjadi dua:
a. Sadapan bipolar
Sadapan Bipolar (I, II, III). Sadapan ini dinamakan bipolar karena
merekam perbedaan potensial dari dua elektrode. Sadapan ini memandang
jantung secara arah vertikal (ke atas-bawah, dan ke samping). Sadapan ini
merekam dua kutub listrik yang berbeda, yaitu kutub dan kutub negatif. Masing-
masing elektrode dipasang di kedua tangan dan kaki.
Sadapan-sadapan bipolar dihasilkan dari gaya-gaya listrik yang diteruskan
dari jantung melalui empat kabel elektrode yang diletakkan di kedua tangan dan
kaki. Masing-masing LA (left arm), RA (right arm), LF (left foot), RF (right
foot). Dari empat kabel elektrode ini akan dihasilkan beberapa sudut atau
sadapan sebagai berikut.
1) Sadapan I.
Sadapan I dihasilkan dari perbedaan potensial lsitrik antara RA yang
dibuat bermuatan negatif dan LA yang dibuat bermuatan positif sehingga
arah listrik jantung bergerak ke sudut 0 derajat (sudutnya ke arah lateral kiri).
Dengan demikian, bagian lateral jantung dapat dilihat oleh sadapan I.
2) Sadapan II.
Sadapan II dihasilkan dari perbedaan antara RA yang dibuat bermuatan
negatif dan LF yang bermuatan positif sehingga arah listrik bergerak
sebesar positif 60 derajat (sudutnya ke arah inferior). Dengan demikian,
bagian inferior jantung dapat dilihat oleh sadapan II.
3) Sadapan III.
Sadapan III dihasilkan dari perbedaan antara LA yang dibuat
bermuatan negatif dan RF yang dibuat bermuatan positif sehingga listrik
bergerak sebesar positif 120 derajat (sudutnya ke arah inferior). Dengan
demikian, bagian inferior jantung dapat dilihat oleh sadapan III.

b. Sadapan unipolar
Sadapan ini merekam satu kutub positif dan lainnya dibuat indifferent.
Sadapan ini terbagi menjadi sadapan unipolar ekstremitas dan unipolar
prekordial.
Sadapan unipolar ekstremitas merekam besar potensial listrik pada
ekstremitas. Gabungan elektrode pada ekstremitas lain membentuk elektrode
indifferent (potensial 0). Sadapan ini diletakkan pada kedua lengan dan kaki
dengan menggunakan kabel seperti yang digunakan pada sadapan bipolar.
Vektor dari sadapan unipolar akan menghasilkan sudut pandang terhadap
jantung dalam arah vertikal.
1) Sadapan aVL. Sadapan aVL dihasilkan dari perbedaan antara muatan LA
yang dibuat bermuatan positif dengan RA dan LF yang dibuat indifferent
sehingga listrik bergerak ke arah -30 derajat (sudutnya ke arah lateral kiri).
Dengan demikian, bagian lateral jantung dapat dilihat juga oleh sadapan
aVL.
2) Sadapan aVF. Sadapan aVF dihasilkan dari perbedaan antara muatan LF
yang dibuat bermuatan positif dengan RA dan LA dibuat indifferent
sehingga listrik bergerak ke arah positif 90 derajat (tepat ke arah inferior).
Dengan demikian, bagian inferior jantung selain sadapan II dan III dapat
juga dilihat oleh sadapan aVF.
3) Sadapan aVR. Sadapan aVR dihasilkan dari perbedaan antara muatan RA
yang dibuat bermuatan positif dengan LA dan LF dibuat indifferent sehingga
listrik bergerak ke arah berlawanan dengan arah lsitrik jantung -150 derajat
(ke arah ekstrem).
Dari sadapan bipolar dan unipolar ekstremitas, garis atau sudut pandang
jantung dapat diringkas seperti yang digambarkan berikut.Akan tetapi, sadapan-
sadapan ini belum cukup sempurna untuk mengamati adanya kelainan di seluruh
permukaan jantung. Oleh karena itu, sudut pandang akan dilengkapi dengan
unipolar prekordial (sadapan dada).
Sadapan unipolar prekordial merekam besar potensial listrik dengan
elektrode eksplorasi diletakkan pada dinding dada. Elektrode indifferent
(potensial 0) diperoleh dari penggabungan ketiga elektrode esktremitas. Sadapan
ini memandang jantung secara horizontal (jantung bagian anterior, septal,
lateral, posterior dan ventrikel sebelah kanan). Penempatan dilakukan
berdasarkan pada urutan kabel-kabel yang terdapat pada mesin EKG yang
dimulai dari nomor C1-C6.
V1: Ruang interkostal IV garis sternal kanan
V2: Ruang interkostal IV garis sternal kiri
V3: Pertengahan antara V2 dan V4
V4: Ruang interkostal V garis midklavikula kiri
V5: Sejajar V4 garis aksila depan
V6: Sejajar V4 garis mid-aksila kiri
5. Prosedur Pelaksanaan Pemeriksaan Pemasangan EKG dan Letak Sandapan
a. Persiapan alat-alat EKG
1) Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3 kabel, sebagai berikut :
2) Satu kabel untuk listrik (power) dan satu kabel untuk bumi (ground)
3) Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan diberi tanda dan
warna.
4) Plat elektrode yaitu
5) 4 buah elektrode extremitas dan manset
6) 6 Buah elektrode dada dengan balon penghisap.
7) Jelly elektrode / kapas alkohol
8) Kertas EKG (telah siap pada alat EKG)
9) Kertas tissue
b. Persiapan Pasien
1) Pasien diberitahu tentang tujuan perekaman EKG
2) Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan terlentang dalam keadaan tenang
selama perekaman.
c. Cara Menempatkan Elektrode
Sebelum pemasangan elektrode, bersihkan kulit pasien di sekitar
pemasangan manset, beri jelly kemudian hubungkan kabel elektrode dengan
pasien.
1) Elektrode extremitas atas dipasang pada pergelangan tangan kanan dan kiri
searah dengan telapak tangan.
2) Pada extremitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan kiri sebelah dalam.
3) Posisi pada pengelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan dapatlah dipasang
sampai ke bahu kiri dan kanan dan pangkal paha kiri dan kanan.
4) Kemudian kabel-kabel dihubungkan :
Merah kananØ(RA / R) lengan
Kuning (LA/ L) lengan kiriØ
Hijau (LF / F ) tungkai kiriØ
(RF / N) tungkai kanan (sebagai ground)ØHitam
5) Hasil pemasangan tersebut terjadilah 2 sandapan (lead)
 Sandapan bipolar (sandapan standar) dan ditandai dengan angka romawi
I, II, III.
 Sandapan Unipolar Extremitas (Augmented axtremity lead) yang
ditandai dengan simbol aVR, aVL, aVF.
 Pemasangan elektroda dada (Sandapan Unipolar Prekordial), ini
ditandai dengan huruf V dan disertai angka di belakangnya yang
menunjukkan lokasi diatas prekordium, harus dipasang pada :
VI : sela iga ke 4 garis sternal kanan
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
V3 : terletak diantara V2 dan V4
V4 : ruang sela iga ke 5 pada mid klavikula kiri
V5 ; garis aksilla depan sejajar dengan V4
V6 ; garis aksila tengah sejajar dengan V4
 Sandapan tambahan
V7 : garis aksila belakang sejajar dengan V4
V8 : garis skapula belakang sejajar dengan V4
V9 : batas kin dan kolumna vetebra sejajar dengan V4
V3R - V9R posisinya sama dengan V3 - V9, tetapi pada sebelah kanan.
Jadi pada umumnya pada sebuah EKG dibuat 12 sandapan (lead) yaitu
I II III aVR aVL aVF
VI V2 V3 V4 V5 V6
 Sandapan yang lain dibuat bila perlu.
Lokasi permukaan otot jantung dapat dilihat pada EKG, seperti:
1. Anterior : V2, V3, V4
2. Septal : aVR, V1, V2
3. Lateral : I, aVL, V5, V6
4. Inferior : II, III, aVF
Aksis terletak antara : - 30 sampai + 110 (deviasi aksis normal)
Lebih dari – 30 : LAD (deviasi aksis kiri)
Lebih dari dari + 110 : RAD (deviadi aksis kanan)
d. Cara Merekam EKG
1) Hidupkan mesin EKG dan tunggu sebentar untuk pemanasan.
2) Periksa kembali standarisasi EKG antara lain
Kalibrasi 1 mv (10 mm)
Kecepatan 25 mm/detik
3) Setelah itu lakukan kalibrasi dengan menekan tombol run/start dan setelah
kertas bergerak, tombol kalibrasi ditekan2 -3 kali berturut-turut dan periksa
apakah 10 mm
4) Dengan memindahkan lead selector kemudian dibuat pencatatan EKG secara
berturut-turut yaitu sandapan (lead) I, II, III, aVR,aVL,aVF,VI, V2, V3, V4,
V5, V6. Setelah pencatatan, tutup kembali dengan kalibrasi seperti semula
sebanyak 2-3 kali, setelah itu matikan mesin EKG
5) Rapikan pasien dan alat-alat.
Catat di pinggir kiri atas kertas EKG
Nama pasien
Umur
Tanggal/Jam
Dokter yang merawat dan yang membuat perekaman pada kiri bawah
6) Dibawah tiap lead, diberi tanda lead berapa, perhatian

6. Interpretasi EKG
1) Irama
Dalam keadaan normal impuls untuk kontraksi jantung berasal dari nodus
SA dengan melewati serabut-serabut otot atrium impuls diteruskan ke nodus AV,
dan seterusnya melalui berkas His, cabang His kiri dan kanan, jaringan Purkinye
akhirnya ke serabut otot ventrikel. Disini nodus SA menjadi pacemaker utama dan
pacemaker lain yang terletak lebih rendah tidak berfungsi. Apabila nodus SA
terganggu maka fungsi sebagai pacemaker digantikan oleh pacemaker yang lain.

Irama jantung normal demikian dinamakan irama sinus ritmis yaitu


iramanya teratur, dan tiap gelombang P diikuti oleh kompleks QRS. Irama
sinus merupakan irama yang normal dari jantung dan nodus SA sebagai
pacemaker. Jika irama jantung ditimbulkan oleh impuls yang berasal dari
pacemaker yang terletak di luar nodus SA disebut irama ektopik.

Adanya perubahan-perubahan yang ringan dari panjang siklus masih


dianggap irama sinus yang normal. Akan tetapi apabila variasi antara siklus yang
paling panjang dan paling pendek melebihi 0,12 detik maka perubahan irama ini
dinamakan sinus aritmia.
a. Irama Sinus Ritmis
 Irama reguler dengan frekuensi 60-100 kali per menit dan R ke R reguler
 Morfologi gelombang P normal, tiap gelombang P diikuti satu kompleks
QRS
 Gelombang P defleksi positif di sadapan II
 Gelombang P dan kompleks QRS defleksi negatif di lead aVR

Gambar 2. Contoh hasil pemeriksaan EKG irama sinus ritmis

b. Sinus Aritmia
 Memenuhi kriteria irama sinus, tetapi sedikit ireguler
 Merupakan gambaran fisiologis normal, yang sering didapatkan pada
individu sehat usia muda
 Fenomena ini terjadi karena pengaruh respirasi

Gambar 3. Contoh hasil pemeriksaan EKG siinus aritmia

c. Atrial Fibrillation (AF)


 Ciri khas AF adalah tidak adanya gelombang P dan iramanya irregularly
irregular (betul-betul ireguler).
 Morfologi gelombang P berupa fibrilasi

Gambar 4. Contoh hasil pemeriksaan EKG : atrial fibrilation

d. Ventricular Tachycardia (VT)


 Terdapat >3 irama ventrikuler dengan frekuensi 100-250 kali per menit
(kebanyakan di atas 120 kali per menit)
 Kompleks QRS lebar (durasi QRS >0,12 detik)
 Kadang gelombang P nampak (tanda panah), tetapi tidak ada asosiasi
dengan kompleks QRS

Gambar 5. Contoh hasil pemeriksaan EKG : Ventricular Tachycardia

e. Ventricular Fibrillation (VF)


 Gelombang nampak ireguler dengan berbagai morfologi dan amplitudo
 Gelombang P, kompleks QRS, atau gelombang T tidak terlihat

Gambar 6. Contoh hasil pemeriksaan EKG : Ventricular Fibrillation

f. Supraventricular Tachycardia (SVT)


 Takikardi reguler (frekuensi 140-280 kali per menit)
 Kompleks QRS sempit (durasi kompleks QRS <0,12 detik)
 Gelombang P tidak jelas terlihat

Gambar 7. Contoh hasil pemeriksaan EKG : Supraventricular Tachycardia.

2) Frekuensi
Frekuensi jantung pada orang dewasa normal antara 60 sampai 100
kali/menit.Sinus takikardia ialah irama sinus dengan frekuensi jantung pada orang
dewasa lebih dari 100 kali/menit, pada anak-anak lebih dari 120 kali/menit dan
pada bayi lebih dari 150 kali/menit. Sinus bradikardia ialah irama sinus dengan
frekuensi jantung kurang dari 60 kali/menit.
a. Cara menghitung frekuensi jantung bila teratur/reguler
Bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
 1500 dibagi dengan jumlah kotak kecil antara R-R interval atau P-P
interval.
 300 dibagi jumlah kotak besar antara R-R interval atau P-P interval.

Gambar 8. Menghitung frekuensi jantung bila teratur

b. Cara menghitung frekuensi jantung bila tidak teratur/irreguler


Menghitung frekuensi jantung jika irama jantung tidak teratur yaitu dengan
cara mengitung jumlah kompleks QRS dalam 6 detik lalu dikalikan dengan
10.Contoh: dalam 6 detik (30 kotak kecil, pada gambar di bawah adalah antara
2 panah) didapatkan 13kompleks QRS lalu dikalikan 10 sehingga frekuensi
jantung adalah 130 kali/menit)

3) Aksis
Yang dimaksud dengan posisi jantung dalam elektrokardiografi adalah posisi
listrik dari jantung pada waktu berkontraksi dan bukan dalam arti posisi anatomis.
Axis pada manual ini yang akan dibahas adalah aksis frontal plane dan horizontal
plane.
a. Frontal plane
Pada pencatatan EKG kita akan mengetahui posisi jantung terhadap rongga
dada. Untuk menghitung aksis jantung bisa menggunakan resultan vektor
kompleks QRS di lead I dan lead aVF karena kedua lead tersebut memiliki
posisi yang saling tegak lurus.
A. B.

Gambar 10. A. Posisi lead ekstremitas terhadap frontal plane. B. Pembagian


kuadran berdasar posisilead ekstremitas pada front plane. Keterangan : LAD :
Left Axis Deviation ; RAD : Right Axis Deviation ; EAD : Extreme Axis
Deviation

b. Horizontal Plane
Pada beberapa kondisi dapat terjadi perputaran jantung pada aksis
longitudinal, yaitu:
 Jantung berputar ke kiri atau searah jarum jam (clock wise rotation=CWR)
Arah perputaran ini dilihat dari bawah diafragma ke arah kranial. Pada
keadaan ini ventrikel kanan terletak lebih ke depan, sedang ventrikel kiri
lebih ke belakang. Ini dapat dilihat pada lead prekordial dengan
memperhatikan transitional zone,dimana pada keadaan normal terletak
pada V3 dan V4(transitional zone = R/S = 1/1). Pada clock wise rotation
tampak transitional zone lebih ke kiri, yaitu pada V5 dan V6.
 Jantung berputar ke kanan atau berlawanan dengan arah jarum jam
(counter clock wise rotation=CCWR)
Pada keadaan ini ventrikel kiri terletak lebih ke depan, sedang ventrikel
kanan lebih ke belakang. Pada counter clock wise rotation tampak
transitional zone pindahkekanan, yaitu V1atau V2.

4) Gelombang P
a. Durasi dan amplitudo gelombang P normal
Gelombang P ialah suatu defleksi yang disebabkan oleh proses
depolarisasi atrium.Terjadinya gelombang P adalah akibat depolarisasi atrium
menyebar secara radial dari nodus SA ke nodus AV (atrium conduction time).
Gelombang P yang normal memenuhi kriteria sbb:
 Panjang atau durasi gelombang tidak lebih dari 0,12 detik
 Tinggi atau amplitudo tidak lebih dari 3mm atau 0,3 mV
 Biasanya defleksi ke atas (positif) pada lead-lead I, II, aVL dan V3-V6
 Biasanya defleksi ke bawah (negatif) pada aVR, sering pula pada V1 dan
kadang-kadang V2
b. Gelombang P mitral dan P pulmonal

Gambar 11.Gelombang P normal (kiri), P mitral (tengah) dan P Pulmonal


(kanan).

P mitral adalah gelombang P yang melebar (>0,12 detik) dengan notch


yang menandakan pembesaran atrium kiri. Pada kondisi ini juga bisa
ditemukan P bifasik di lead V1. P pulmonal adalah gelombang P yang tinggi
dengan amplitudo >3 kotak kecil yang menandakan pembesaran atrium kanan.
Bila ditemukan gelombang P yang inversi (defleksi negatif pada lead
yang seharusnya defleksi positif) menandakan depolarisasi atrium dengan arah
yang abnormal atau pacemaker bukan nodus SA, melainkan pada bagian lain
atrium atau dextrocardia.

5) Interval PR
Interval P-R atau lebih teliti disebut P-Q interval, diukur dari permulaan
timbulnya gelombang P sampai permulaan kompleksQRS. Ini menunjukkan
lamanya konduksi atrio ventrikuler dimana termasuk pula waktu yang diperlukan
untuk depolarisasi atrium dan bagian awal dan repolarisasi atrium. Repolarisasi
atrium bagian akhir terjadi bersamaan waktunya dengan depolarisasi ventrikuler.
Nilai interval P-R normal ialah: 0,12-0,20 detik.
a. Blok AV derajat 1
 Interval PR memanjang (>0,20 detik)
 Semua gelombang P diikuti kompleks QRS

Gambar 12. Blok AV derajat 1

b. Blok AV derajat 2 tipe 1


 Pemanjangan progresif interval PR
 Pemendekan interval PR pada beat setelah gelombang P yang tidak
dikonduksikan dibandingkan dengan interval PR sebelum gelombang P
yang tidak dikonduksikan.

Gambar 13. Blok AV derajat 2 tipe 1

c. Blok AV derajat 2 tipe 2


Blok AV derajat 2 tipe 2 merupakan bentuk blok AV derajat II yang lebih
berat. Karakteristiknya adalah kemunculan mendadak satu gelombang P sinus
yang tidak dikonduksikan tanpa dua karakteristik yang didapatkan pada blok
AV tipe II Mobitz tipe I.

Gambar 14. Blok AV derajat 2 tipe 2

d. Blok AV derajat 3 (Blok AV total)


 Tampak gelombang P (positif di sadapan II), dengan frekuensi irama
sinus yang relatif reguler, yang lebih cepat daripada irama ventrikel
 Kompleks QRS ada, dengan frekuensi ventrikuler yang lambat
(biasanya konstan)
 Gelombang P tidak mempunyai hubungan dengan kompleks QRS,
sehingga interval PR bervariasi.
Gambar 15. Blok AV derajat 3

6) Segmen PR
Segmen P-R adalah jarak antara akhir gelombang P sampai permulaan
kompleks QRS. Dalam keadaan normal segmen PR berada dalam garis isoelektrik
atau sedikit depresi dengan panjang tidak lebih dari 0,8 mm.Segmen P-R ini
menggambarkan delay of exitation pada nodus AV (atau kelambatan transmisi
impuls pada nodus AV).

7) Kompleks QRS
Yang perlu diperhatikan pada kompleks QRS adalah:
a. Durasi kompleks QRS
Menunjukkan waktu depolarisasi ventrikel (total ventricular
depolarization time), diukur dari permulaan gelombang Q (atau permulaan R
bila Q tak tampak), sampai akhir gelombang S. Nilai normal durasi kompleks
QRS adalah 0,08-0,10 detik. V.A.T atau disebut juga intrinsic deflection ialah
waktu yang diperlukan bagi impuls melintasi miokardium atau dari
endokardium sampai epikardium, diukur dari awal gelombang Q sampai
puncak gelombang R. V.A.T tidak boleh lebih dari 0,03 detik pada V1dan V2,
dan tidak boleh lebih dari 0,05 pada V5 dan V6.

b. Gelombang Q patologis
Gelombang Q patologis merupakan tanda suatu infark miokard lama.
Karakteristik gelombang Q patologis yaitu lebarnya melebihi 0,04 detik dan
dalamnya melebihi sepertiga dari tinggi gelombang R pada kompleks QRS
yang sama. Karena gelombang Q patologis menunjukkan letak infark miokard,
maka untuk mendiagnosis infark miokard lama harus melihat gelombang Q
patologis sekurang-kurangnya pada dua lead yang berhubungan. Contoh:
diagnosis infark miokard lama inferior dapat ditegakkan apabila ditemukan
gelombang Q patologis pada lead II, III, dan aVF (gambar 16).
Gambar 16. Infark miokard lama (Old Myocardial Infarction_OMI) dengan
gambaran gelombang Q patologis pada lead II, III, dan aVF.

c. Morfologi kompleks QRS


Morfologi kompleks QRS menunjukkan gambaran yang berbeda
tergantung lead/sadapan.Berikut ini variasi morfologi kompleks QRS normal
di berbagai lead.

Kelainan morfologi kompleks QRS yang paling sering adalah blok


berkas his. Blok berkas his dibedakan menjadi 2 macam, yaitu right bundle
brach block (RBBB) dan left bundle brach block (LBBB). Pada RBBB
ditemukan gambaran rSR di lead V1-V2, sedangkan pada LBBB ditemukan
gambaran RSr di lead V5-V6.

Gambar 17.Kelainan kompleks QRS berupa right bundle brach block (atas)
dan left bundle brach block (bawah).

d. Hipertrofi Ventrikel
i. Hipertrofi Ventrikel Kanan
Tanda hipertrofi ventrikel kanan adalah sebagai berikut.
 Deviasi aksis ke kanan
 Gelombang R lebih tinggi daripada gelombang S di V1, sedangkan
di V6, gelombang S lebih dalam daripada gelombang R.
ii. Hipertrofi ventrikel kiri

Gambar 18 . Gambaran EKG pada hipertrofi ventrikel

8) Segmen S-T
Segmen S-T disebut juga segmen Rs-T, ialah pengukuran waktu dari akhir
kompleks QRS sampai awal gelombang T. Ini menunjukkan waktu dimana kedua
ventrikel dalam keadaan aktif (excited state) sebelum dimulai repolarisasi. Titik
yang menunjukkan dimana kompleks QRS berakhir dan segmen S-T dimulai,
biasa disebut J point. Segmen S-T yang tidak isoelektrik (tidak sejajar dengan
segmen P-R atau garis dasar), naik atau turun sampai 2mm pada lead prekordial
(dr.R. Mohammad Saleh menyebutkan 1mm di atas atau di bawah garis) dianggap
tidak normal. Bila segmen ST naik disebut S-T elevasi dan bila turun disebut S-T
depresi, keduanya merupakan tanda penyakit jantung koroner. Panjang segmen S-
T normal antara 0,05-0,15 detik (interval ST).
a. Segmen ST Isoelektrik

Gambar 19.Penilaian segmen ST (atas) dan penentuan isoelektrik

b. ST elevasi
Gambar 22.Cara menilai ST elevasi (kiri) dan tipe-tipe ST elevasi (kanan)

c. ST depresi

Gambar 23.Tipe-tipe ST depresi: downsloping (kiri), upsloping (tengah) dan horizontal


(kanan).

9) Gelombang T
Gelombang T ialah suatu defleksi yang dihasilkan oleh proses repolarisasi
ventrikel jantung. Panjang gelombang T biasanya 0,10-0,25 detik. Pada EKG
yang normal maka gelombang T adalah sbb :
 positif (upward) di lead I dan II; dan mendatar, bifasik atau negatif di lead III
 negatif (inversi) di aVR; dan positif, negatif atau bifasik pada aVL atau aVF.
 negatif (inversi) di V1;dan positif di V2 sampai V6

Gambar 24.Tipe-tipe gelombang T: A. normal. B. Peaked T Wave. C. inversi


gelombang T karena iskemia transmural. D. Inversi simetris gelombang T, tetapi
tidak sedalam gambaran iskemia transmural. E. Inversi dangkal gelombang T. F.
gelombang T bifasik. G. gelombang T flat atau isoelektrik. Walaupun konfigurasi
gelombang T pada gambar B, C, dan D merupakan kecurigaan iskemia,
abnormalitas gelombang T tersebut mungkin disebabkan oleh penyebab lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bao, Z. (2003).Investigation of New ECG Amplifier Circuits and Heart Rate Detector.
Florida: Master Thesis, Medical Electronics and Physics, Dept. of Engineering
Berbari, E.J. (2016). Principles of Electrocardiography, The Biomedical Engineering
Handbook: Biomedical Engineering Fundamentals, 3th Edition. Florida: CRC Press
Dharma, S. (2009).SistematikaInterpretasi EKG: PedomanPraktis. Jakarta: EGC
Guyton, A.C., Hall, J.E.(2006). Textbook Of Medical Physiology, 11th Edition. Philadelphia:
Elsevier Inc
Herman, R.B. (2010). Buku Ajar FisiologiJantung. Jakarta: EGC
Hidayat, S.W. (2014)Prototipe 12 SadapanElektrokardiografBerbasisMikrokontroler
Atmega32U4. Yogyakarta: Tesis S-2, SekolahPascasarjana, UniversitasGadjahMada,
http://repository.litbang.kemkes.go.id/3906/1/LAPORAN%20RISKESDAS%20SUMATRA
%20BARAT%202018.pdf
https://skillslab.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2019/02/smt-4-Interpretasi-EKG.pdf
https://jurnalsumbar.com/2018/05/angka-prevalansi-penyakit-jantung-koroner-tinggi-ini-
imbauan-gubernur-sumbar/
Jardins, T. D. (2012). Cardiopulmonary Anatomy and Physiology, Essentials for Respiratory
Care 4th Edition. New York: Delmar Thomson Learnin

Anda mungkin juga menyukai