Anda di halaman 1dari 16

Miokard Infard (STEMI) pada Dewasa

Putu Prayoga Tantra


102013278
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
putu.2013fk278@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Jantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia. Apabila
adanya gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, maka akan mengganggu kehidupan
manusia. gejala yang ditimbulkan juga tidak semuanya dapat terliha sehingga sulit untuk
mendiagnosis. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian
dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang merupakan suatu kegawat daruratan jantung
akibat fase akut dari iskemia miokard yang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada
perfusi miokardial. Sindrom koroner akut ini terdiri dari angina pektoris tidak stabil, IMA
tanpa levasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. Faktor-faktor resiko untuk terjadinya keadaan
ini adalah merokok, tekanan darah tinggi, peninggian kolesterol didarah, diabetes melitus,
riwayat keluarga yang untuk penyakit jantuung koroner. dengan bertambahnya umur penyakit
ini akan lebih sering ada. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kelainan
yang ditimbulkan dari penyakit sindrom koroner akut terutama infark miokard akut dengan
elevasi ST.

Anamnesis1
Dalam anamnesis hal yang pertama dilakukan adalah menanyakan identitas dari pasien
tersebut, kemudian dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama pasien, keluhan penyerta,
riwayat obat, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat
sosialnya. Nyeri dada akut adalah keluhan umum, terjadi pada 10% dari pasien yang mencari
pertolongan medis. Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis
secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai
nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner
atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta

1
faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stress
serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.
Terdapat beberapa faktor pencetus sebelum terjadinya STEMI pada hampir setengah kasus
seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. walaupun STEMI
dapat terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam
beberapa jam setelah bangun tidur. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal
pasien IMA, lokasi nyeri dada biasanya di substernal, retrosternal, dan prekordial. Sifat
nyerinya, rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar ditindih beban berat seperti ditusuk, rasa
diperas dan di pelintir. Penjalaran biasanya kelengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan. nyeri membaik atau
hilang dengan istirahat, atau obat nitrat. Faktor pencetusnya latihan fisik, stres emosi, udara
dingin, dan sesudah makan. Gejala yang menyertai yaitu mual, muntah, sulit bernapas,
keringat dingin, cemas dan lemas. Nyeri dada tidak selalu ditemukn pada STEMI. Infark
miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes
melitus dan usia lanjut. Dugaan diagnosis iskemia miokard bila nyeri dirasakan diretrostrenal,
terasa sesak dan terutama bila berat.2 Adanya penjalaran ke laher, atau kebawah, ke lengan
kiri, meningkatkan kemungkinan iskemia miokard. Nyeri yang berlangsung selama > 4
minggu, berkaitan erat dengan aktivitas. namun pada nyeri yang baru berlangsung < 2
minggu, seringkali (dan mengejutkan) sedikit/tidak ada hubungannya dengan aktivitas. Nyeri
persis sama dengan yang dirasakan pada episode sebelumnya yang telah dipastikan
merupakan iskemia miokard. Jika terdapat beberapa episode nyeri selama beberapa minggu
biasanya hanya berlangsung sebentar tiap episode (20-30 menit).2

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Terdiri dari atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien.
Dengan penilaian keadaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan
distress akut yang memerlukan pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang relative
stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang lebih
lengkap.1
Inspeksi, secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus
diamati misalnya tampak lelah, kelelahan akibat cardiac output rendah, frekuensi nafas
meningkat sesak yang menunjukkan adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis
2
sentral dengan clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri.
Begitu juga dengan ada tidaknya edema. Khusus inspeksi jantung adalah dengan melihat
pulsasi area apeks,trikuspidal, pulmonal, aorta.3
Palpasi dengan mempergunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung rasa
sensitivitasnya, meraba area-area apeks, trikuspidal, septal, pulmonal, dan aorta. Hal yang
diperiksa adalah:3
 pulsasi
 Thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa. hal ini dapat teraba karena
adanya bising yang minimal derajat 3. Dibedakan thrill diastolic tergantung di fase
mana berada.
 Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan ditangan kita. Hal ini karena overload
ventrikel kiri, misalnya pada insufisiensi mitral.
 Lift yaitu rasa dorongan terhadap tangan pemeriksa. Hal ini karena adanya peningkatan
tekanan di ventrikel, misalnya pada stenosis mitral.
 Ictus cordis yaitu pulsasi di apeks. Diukur berapa cm diameter, dimana normalnya
adalah 2 cm dan ditentukan lokasinya yang biasanya terletak pada 2 jari medial dari
garis midclavicula kiri.
Perkusi, dilakukan dengan cara telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakkan di
dinding dada, dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak dan keempat jari
yang lain agak diangkat. Tujuannya adalah supaya tidak meredam suara ketukan. Sebagai jari
pengetuk adalah jaritengah tangan kanan. Pada waktu pengetukan hanya menggerakkan sendi
pergelangan tangan,dan tidak menggerakkan sendi siku. Dengan perkusi dapat di tentukan
batas-batas jantung dan contour jantung.3
Auskultasi, dengan auskultasi akan didengar bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising
jantung apabila ada kelainan jantung dengan menggunakan stetoskop. Untuk mendapatkan
hasil auskultasi yang baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut, didalam ruangan yang
tenang, perhatian terfokus untuk mendengarkan bunyi yang lemah, sinkronisasi nadi untuk
menentukan bunyi jantung I dan seterusnya menentukan fase sistolik dandiastolic dan
menentukan bunyi jantung dan bising secara teliti.3 Lokasi pemeriksaan auskultasi adalah:3
 Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
 Sela iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi
jantungyang berasal dari katup trikuspidal

3
 Sela iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila
adakelainan yaitu ASD atau VSD
 Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal
 Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup aorta
 Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan apabila ada penjalaran bising dari
katup aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri
Sebagian besar, pasien cemas dan tidak dapat beristirahat. seringkali ekstremitas pucat
disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai
manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis dan hampir setengahnya adalah sebaliknya. Tanda
fisis lain pada disfungsi ventrikuler adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung ke dua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik yang bersifat sementara karena disfungsi apartus katup mitral dan pericardial
friction rub. Peningkatan suhu samapai 380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca
STEMI.

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan EKG1
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam
10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan
landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran
elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi
reperfusi. Jika pemeriksaan awal tidak didiagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit
atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi
potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi
kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segman ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis miokard infark gelombang Q,
sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi
thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral,
biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina

4
pectoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST
berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Istilah
infark miokard transmural digunakan jika EKG hanya menunjukkan
gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural
jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang
T.

b. Pemeriksaan laboratorium4
Enzim jantung. setelah kematian jaringan miokard, konstituen sitoplasma sel miokard
dilepaskan ke dalam sirkulasi. Kreatin fosfokinase (creatine phosphokinase/CPK) dapat
dideteksi 6-8 jam setelah infark miokard dan memuncak dalam 24 jam serta kembali
menjadi normal setelah 24 jam selanjutnya. Isoenzim (CPK-MB) spesifik untuk otot
jantung, namun juga dapat dilepaskan pada kardiomiositis, trauma jantung, dan setelah
syok yang melawan aliran darah langsung (direct current/DC). Aspartat amino transferase
(AAT), suatu enzim nonspesifik umumnya diperiksa sebagai bagian skrining biokimiawi,
dapat dideteksi dalam 12 jam, memuncak pada 36 jam, dan kembali ke normal setelah 4
hari. Kongesti hati, penyakit hati primer, dan emboli paru dapat menyebabkan peningkatan
AAT. Seperti CPK, AAT juga ditemukan pada otot skelet.
Peningkatan enzim nonspesifik laktat dehidrogenase (LDH) terjadi pada tahap lanjut
infark miokard, peningkatan kadar dapat dideteksi dalam 24 jam. memuncak dalam 3-6
hari dengan peningkatan yang tetap dapat dideteksi selama 2 minggu. Isoenzimnya LDH1
lebih spesifik namun penggunaan klinisnya telah dilampaui oleh pengukuran troponin.
Troponin (T&I) merupakan protein regulator yang terletak dalam aparatus kontraktil
miosit. Keduanya merupakan cedera sel miokard petanda spesifik dan dapat diukur dengan
alat tes disisi tempat tidur (bedside). Troponin tampaknya meningkat baik pada infark
miokard akut dan pada beberapa pasien resiko tinggi dengan angina tidak stabil bila kadar
CPK tetap normal.
Tes darah lain perubahan nonspesifik pada tes darah rutin meliputi peningkatan jumlah
sel darah putih setelah 48 jam, khasnya 10.000-15.000, terutama sel-sel polimorfik, dan
peningkatan LED serta CRP yang memuncak dalam 4 hari dengan puncak kedua sebagai
gambaran sindrom dressler. Hiperglikemia ringan sebagai akibat dari intoleransi
karbohidrat dapat berlangsung selama beberapa minggu. Pelepasan katekolamin, tirah
baring, dan perubahan diet mempengaruhi perkiraan kadar lipid, sehingga harus ditunda
selama 4-6 minggu.
5
Diagnosis kerja
Berdasarkan skenario dan hasil dari anamnesis serta pemeriksaan fisik yang dilakukan,
serat pemeriksaan penunjang (dari hasil EKG) terlihat bahwa gejala klinis yang ditemukan
mirip dengan gejala penyakit STEMI (ST elevasi miokard infark).
Struktur Anatomi Jantung
Lapisan Jantung, Pericardium, lapisan paling luar yang terdiri dari komponen fibrosa dan
serosa. Pericardium fibrosa adalah lapisan kuat yang menyelimuti jantung. Pasokan darah
pericardium dari cabang – cabang a. perikardiacophrenicus dan a. thoracalis. Pasokan darah
perikardium dari cabang-cabang perikardiacophrenicus dan a. thoracalis interna. Perikardium
fibrosa dan lapisan parietalis dari perikardium serosa dipersarafi oleh n. phrenicus. 5
Miokardium, lapisan tengah yang membentuk massa utama jantung. Terdiri dari otot jantung
yang ketebalannya beragam pada tempat yang berbeda. Otot jantung yang paling tipis
terdapat pada kedua atrium dan yang paling tebal pada ventrikel kiri.5 Lapisan ini diperdarahi
oleh arteri coronaria. Endokardium, terdiri dari selapis sel endotel, lapisan subendotel yang
mengandung serat kolagen halus. Lebih ke dalam terdapat lapisan yang lebih kuat yang
mengandung banyak seral elastin dan serat otot polos.5
Ruang-ruang Jantung, jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang: atrium
dextrum, atrium sinstrum, ventriculus dexter, dan ventriculus sinister. Atrium dextrum
terletak anterior terhadap atrium sinistrum dan ventriculus dexter anterior terhadap
ventriculus sinister.6 Dinding jantung tersusun atas otot jantung, myokardium, yang di luar
terbungkus oleh pericardium serosum, yang disebut epikardium dan di bagian dalam diliputi
oleh selapis endothel, disebut endokardium.6 Bagian atrium relatif mempunyai dinding yang
tipis dan dibagi dua oleh septum interatriale menjadi atrium dextrum dan atrium sinistrum.
Septum berjalan dari dinding anterior jantung menuju ke belakang dan kanan. Bagian
ventrikel jantung mempunyai dinding yang tebal dan dibagi dua oleh septum ventriculare
(interventriculare) menjadi ventriculus dexter dan ventriculus sinister. Septum terletak
miring, dengan satu permukaan menghadap ke depan dan kanan serta permukaan lainnya
menghadap ke belakang dan kiri. Posisinya diidentifikasi pada permukaan jantung sebagai
sulcus interventricularis anterior dan posterior. Bagian bawah septum tebal dan dibentuk oleh
otot. Bagian atas septum lebih kecil, tipis, membranosa, dan terikat pada rangka fibrosa.6
STEMI (ST elevasi miokard infark)
STEMI merupakan syndroma klinis yang terjadi karena oklusi akut arteri koroner akibat
thrombosis intrakoroner yang berkepanjangan sebagai akibat rupture plak arterosklerosis
pada dinding koroner epikardial. Kerusakan miokard tergatung pada :7
6
 Letak dan lama sumbatan aliran darah
 Ada atau tidak kolateral
 Luas wilayah miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat.
Diagnosis STEMI ditegakkan dengan dengan ditemukan 2 dari criteria diagnostic berupa
adanya nyeri dada yang khas, gambaran EKG (adanya elevasi ST minimal dalam 2 sadapan
prekordial), atau adanya kenaikan enzim yang bermakna. Riwayat nyeri dada/perasaan tidak
nyaman yang bersifat substernal, lamanya lebih dari 20 menit, tidak hilang dengan istirahat
atau pemberian nitrat, disertai penjalaran, mual, muntah, dan keringat dingin. Elevasi segmen
ST >1 mm pada 2 sadapan prekordial atau sektremitas yang berhubungan. Peningkatan enzim
jantung (CKMB, Troponin), namun hasil pemeriksaan enzim tersebut tidak perlu ditunggu
untuk memulai terapi reperfusi.7
Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima bermula berupa bercak
fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan
trombosis. Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh faktor
tunggal, akan tetapi diberati juga banyak faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok,
kadar gula darah yang abnormal.8
Ketika terapi hanya untuk angina adalah nitrogliserin dan keterbatasan aktivitas, pasien
dengan angina yang baru didiagnosa mengalami kejadian 40% dari MI dan tingkat kematian
17% dalam waktu 3 bulan. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat kematian 30
hari dari ACS telah menurun sebagai pengobatan telah meningkat, yang signifikan secara
statistik 47% penurunan angka kematian relatif dalam 30-hari antara ACS yang baru
didiagnosa 1.987-2.000.Penurunan tingkat kematian dikaitkan dengan aspirin, glikoprotein
(GP) IIb / IIIA blocker, dan revaskularisasi koroner melalui intervensi medis atau prosedur.
Insiden dari IMA tidak diketahui, namun sekitar 150.000 kematia akibat PJK terjadi di
Inggris tahun 1995. Insiden dan mortalitas IMA membaik seiring waktu sebagai hasil dari
usaha-usaha yang ditargetkan pada pencegahan primer dan pengurangan factor risiko,
kesadaran pasien, tenaga paramedic ambulans, unit perawatan koroner, terapi obat,
trombolisis, rehabiltasi, stratifikasi pasca infark dan revaskularisasi.

Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadaksetelah oklusi thrombus pada plak aterosklerosis
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat

7
biasanya tidak menimbulkan STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang
waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid.1
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture,
atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histologist menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyai fibrous
cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik
terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.1
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan meproduksi dan melepaskan tromboxan
A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan
konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setalah mengalami konversi fungsinya, reseptor
mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuan asam amino pada protein adhesi yang larut
(integrin) seperti factor von Willebrand (cWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelet dan agrerasi.1
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel emdotel yang rusak.
Factor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)
kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. 1
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai
penyakit inflamasi.1

Manifestasi klinik
Pada STEMI ditemukan gejala klinis berupa pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah
akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 38
C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark. Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada
sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat. Denyut
jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai

8
komplikasi dari infark. Peningkatan TD moderat merupakan akibat dari pelepasan
kotekolamin. Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat
dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok
kardiogenik. Pada pemeriksaan jantung, terdengar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur.
Bunyi gesekan perikard jarang terdengar hingga hari ke dua atau ketiga atau lebih lama lagi
(hingga 6 minggu) sebagai gambaran dari sindrom Dressler. Pada pemeriksaan, ronkhi akhir
pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat gambaran edema paru pada
radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas,
biasanya anterior. Gambaran EKG terlihat elevasi egmen ST > 0,1 mv pada 2 atau lebih
sadapan ekstremitas. Biasa ditemukan inverse dari gelombang T.

tabel 1. Gambaran spesifik pada rekaman EKG


Daerah infark Perubahan EKG

Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4,


perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II,
III, aVF
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF,
perubahan resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I,
aVL
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III,
aVF, terutama gelombang R pada V1 – V2.

Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan
implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi
antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.
a. Tatalaksana awal di ruang emergency (10 menit pertama saat kedatangan)7
 Tirah baring (bed rest total)
 Oksigenisasi
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri kurang
dari 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
 Aspirin 160 – 325mg (dikunyah)

9
 Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri
 Clopidogrel 300mg peroral (jika sebelumnya belum pernah diberi)
 Morfin IV bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat
 Tentukan pilihan revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner) dan reperfusi
miokard harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi < 12jam
b. Tatalaksana di ruang perawatan intensif (24jam pertama saat datang)7
 Monitor kontinu 24jam
 Nitrogliserin
Nitrat oral short acting SL tiap 5 menit untuk mrngatasi nyeri dada. Pemberian
intravena kotinu pada keadaan gagal jantung, hipertensi, atau tanda-tanda iskemi
menetap.
 Aspirin
Aspirin kunyah 162 – 325 mg diberi jika belum pernah diberikan, selanjutnya 75 –
162 mg sehari.
 Clopidogrel
Loading clopidogrel 300mg per oral dilanjutkan 75mg sehari. Pasien pasca PCI,
clopidogrel diberi berdasarkan jenis stent ; bare metal stent diberi minimum 1 bulan,
dan drug eluting stent diberi minimum 12 bulan.
 Beta Bloker
Diberi bila tidak ada kontraindikasi dan dilanjutkan hingga dosis optimal. Kontra
indikasi pemberian beta bloker berupa terdapatnya tanda-tanda gagal jantung akut,
hipotensi, meningkatnya resiko syok kardiogenik, serta kontra indikasi relatif lainnya
(PR interval > 0,24 detik, blok AV dua atau tiga, ataua asma bronkial aktif atau
kelainan saluran nafas reaktif)
 ACE inhibitor
Diberi pada pasien dengan infark anterior, kongesti paru, atau EF < 40% jika tidak
terdapat tanda-tanda hipotensi (TD sistolik < 100 mmHg atau < 30mg dari baseline)
atau terdapat kontraindikasi.

 Angiotensin Receptor Bloker (ARB)


ARB diberikan apabila pasien intoleran ACE inhibitor.
 Heparinisasi

10
Diberi pada keadan infark anterior luas, resiko tinggi trombosis, fungsi LV buruk,
fibrilasi atrial, dugaan trombus intrakardiak, onset STEMI > 12jam tanpa
revaskularisasi.
 Pengobatan nyeri
Morfin sulfat IV dapat diberikan dengan dosis 2 sampai 4mg dengan interval 5 – 15
menit. Penggunaan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) harus dihentikan dan
dihindari.
 Anti anxietas
Diberikan sesuai penilaian di ruang perawatan.
 Laboratorium
Pemeriksaan biomaker kardiak, darah lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin.

c. Invasif
PCI (Percutaneus Coronary Intervention). Intervensi koroner perkutan, biasanya
angioplasty dan/atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini
efektif dalam mengenmbalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam
pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka
arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan
jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika
terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), resiko perdarahan menigkat , atau
gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 – 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang
mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal
personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersediannya sarana, hanya di
beberapa rumah sakit.7
CABG (Coronary Artery Bypass Graft). Selama bertahun-tahun vena safena
merupakan donor tandur alih, tetapi angka patensi media arterial yang lebih baik
(misalnya arteri torakalis interna) menyebabkan banyak pasien menerima paling tidak
satu tandur alih arterial. Mortalitas perioperatif dini untuk CABG elektif sekitar 1-3%. 5
Setelah pembedahan yg sukses, 75 – 90% pasien bebas angina. Tandur alih vena
mengalami oklusi dengan laju 2- 5% per tahun, sementara patensi tandur alih arteri
torakalis interna kiri untuk LAD (Left Anterior Descending) > 95% dalam 10tahun. 5 Pada
kelompok pasien dengan anatomi koroner resiko tinggi, CABG memperbaiki prognosis.

11
Angioplasti/Stent Koroner. Awalnya PTCA digunakan untuk terapi lesi tunggal,
proximal, pendek, jelas, tidak terklasifikasi pada arteri besar (diameter > 3 mm). PTCA
dilakukan di RS dengan fasilitas bedah di tempat karena adanya resiko penutupan
pembuluh darah mendadak setelah dilatasi yang berhasil pada 5% pasien.5 PTCA efektif
dalam mengurangi atau menghilangkan serangan angina pada pasien tertentu dengan lesi
yang cocok untuk dilatasi balon.

Pencegahan7
Beberapa tindakan yang harus dilakukan adalah berhenti merokok, kontrol Tekanan Darah
targetnya yaitu <140/90 mmHg atau 130/80 mmHg (penderita DM aau gagal ginjal kronik).
Manajeman lipid, target LDL < 100 md/dl, TG , 150 mg/dl, HDL > 40 mg/dl. Aktivitas fisik,
target minimal 30 menit per hari, 3-4x per minggu. Manajemen berat badan, target IMT 18,5
– 22,9 kg/m2. Lingkar pinggang < 35 inci (wanita) dan < 40 inci (laki-laki). Manajemen
diabetes, target HbA1C < 7%. Antiplatelet/antikoagulan seperti aspirin 75 – 162 mg / hari
seumur hidup, Clopidogrel 75 mg/ hari selama 9 – 12 bulan terutama setelah pemasangan
drug eluting stent, serta sebagai alternative bila kontraindikasi aspirin, warfarin (INR 2,5 –
3,5) bila terdapat indikasi atau kontraindikasi terhadap aspirin maupun clopidogrel.
Penghambat sistem renin angiotensin aldosteron seperti Ace Inhibitor diberi seumur hidup
pada pasien infark enterior, riwayat infark sebelumnya, killip klas 2, EF < 40%, ARB : pasien
dengan gagal jantung yang intoleran terhadap ACE inhibitor, penghambat Aldosteron : pasien
tanpa gangguan fungsi ginjal yang signifikan dan hiperkalemia yang sudah mendapat ACE
inhibitor dengan dosis optimal, EF < 40%, dengan DM atau gagal jantung. Beta bloker, diberi
pada semua pasien bila tidak terdapat kontarindikasi, Pada pasien dengan gagal jantung
pilihannya carveilol, metoprolol, dan bisoprolol. Nitrat, nitrat kerja jangka pendek diberi pada
tiap pasien untuk digunakan bila terdapat nyeri dada. Obat anti iskemi yang diberi selama
perawatan di RS hendaknya tetap diberikan setelah pasien dipulangkan pada pasien-pasien :
- Tanpa tindakan revaskularisasi koroner
- Dengan tindakan revaskularisasi koroner yang tidak berhasil
- Dengan keluhan berulang meskipun telah menjalani revaskularisasi
Pemsangan ICD (Implantable Cardiac Defibrilators), Dipertimbangkan dipasang pada pasien
yang meskipun dengan terapi medika mentosa yang optimal, memiliki fungsi ventrikel kiri
yang buruk (EF < 30%).
komplikasi

12
Disfungsi Ventrikular, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran,
dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan
yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark
pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.1
Gangguan Hemodinamik, gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.1
Syok kardiogenik, ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama
perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.1 Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.1Aritmia paska STEMI, mekanisme aritmia terkait infark mencakup
ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan
konduksi di zona iskemi miokard. Komplikasi STEMI lebih sering terjadi pada pasien yang
tidak mendapat terapi reperfusi.

Prognosis
Terdapat beberapa system untuk menentukan prognosis pasca IMA:1
a. Klasifikasi KILLIP : berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana ; S3 gallop,
kongesti paru, dan syok kardiogenik.
tabel 2.1 Klasifikasi KILLIP

b. Klasifikasi FORRESTER : berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan


pulmonary capillary wedge pressure (PCWP).

13
tabel 2.2 Klasifikasi FORRESTER

c. TIMI risk score : adalah sistem prognostic paling akhir yang menggabungkan anamnesis
sederhana dan pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi
trombolitik.
tabel 2.3 TIMI risk score
Risk Score untuk IMA dengan elevasi ST (STEMI)
Faktor Resiko (Bobot) Skor Resiko / Mortalitas 30 hari (%)
Usia 65-74 th (2 poin) 0 (0,8)
Usia > 75 th (3 poin) 1 (1,8)
Diabetes mellitus / hipertensi atau angina (1poin) 2 (2,2)
Tekanan darah sistolik < 100mmHg (3 poin) 3 (4,4)
Frekuensi Jantung > 100mmHg (2 poin) 4 (7,3)
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12,4)
Berat < 67kg (1 poin) 6 (16,1)
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 7 (23,4)
Waktu k reperfusi > 4 jam (1 poin) 8 (26,8)
Skor risiko = total poin (0 – 14) >8 (35,9)

Diagnosis banding
Perikarditis adalah peradangan pericardium parietal, pericardium visceral, atau kedua-
duanya. Disebabkan oleh adanya infeksi virus, infeksi bakteri spesifik atau nonspesifik,
uremia, trauma, sindrom pascainfark miokard, sindrom pasca perikardiotomi, neoplasma, dan
idiopatik.9 Trias klasik nya adalah nyeri dada substernal atau parasternal yang kadang-kadang
menjalar ke bahu, pericardial friction rub, dan kelainan EKG yang khas. Dari pemeriksaan
fisik juga ditemukan pembesaran jantung, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, edema
kaki, dan mungkin tanda-tanda tamponade.9 Pada pemeriksaan EKG ditemukan elevasi
segmen ST, depresi segmen PR, dan sinus takikardi. Setelah beberapa waktu dapat ditemukan
inverse gelombang T. sebagai komplikasi dapat ditemukan aritmia supraventikular, termasuk
fibrilasi atrium. Foto thorax tampak normal bila efusi perikard hanya sedikit, tapi bila banyak
dapat terlihat bayangan jantung membesar seperti botol air. Adanya inflamasi dapat diketahui
dari peningkatan LED dan leukositosis. Pemeriksaan lain dilakukan atas dasar indikasi bila
terdapat kecurigaan mengenai etiologinya.9 Terapi bergantung dari penyebabnya. Misalnya

14
diberikan salisilat atau obat antiinflamasi nonsteroid apabila penyebabnya virus atau
idiopatik. Bila gejala tidak membaik, dapat diberikan kortikosteroid. Sebagian besar kasus
sembuh sendiri dalam beberapa minggu. Sebagian kambuh kembali, hanya sedikit yang
menjadi kronik, dan jarang yang menjadi perikarditis konstriktif bila berasal dari virus.9
Angina Pektoris Tak Stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi
ST ( non ST Elevation Myokardial Infarction = NSTEMI ) diketahui merupakan
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis, namun berbeda derajat
berat ringannya, sehingga pada prinsip penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Yang
terutama berbeda apakah iskemi yang terjadi cukup berat untuk mengakibatkan kerusakan
miokard dan petanda kerusakan otot yang dapat diperiksa secara kuantitatif; yang tersering
troponin I (Tn I), troponin T (Tn T), atau creatine kinase-MB (CK-MB). Jika sudah terbukti
tidak ada petanda biokmia nekrosis miokard yang dikeluarkan, maka pasien dikatakan
mengalami UA. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA
menunjukkan adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Pada keadaan
tersebut dapat terjadi perubahan pada segmen T atau gelombang T. Pada pasien UA, hal ini
bisa saja terjadi, namun biasanya tidak menetap. Petanda dari kerusakan miokard dapat
terdeteksi di dalam darah beberapa jam setelah kejadian nyeri iskemik, yang memberikan
petunjuk untuk membedakan UA dan NSTEMI.
Tabel 3. Perbedaan antara Angina tidak stabil,NSTEMI dan STEMI.

Kesimpulan
STEMI termasuk dalam sindrom miokard infark akut, yang mempunyai gejala nyeri dada
khas pada dada, dan ditandai dengan kelainan pada EKG (elevasi segmen ST) yang dapat
disebabkan oleh rupturnya plak aterosklerosis. Faktor resiko STEMI biasanya pada penderita

15
hipertensi, DM, seseorang yang mempunyai riwayat penyakit jantung koroner. Komplikasi
STEMI lebih sering terjadi pada pasien yang tidak mendapat terapi reperfusi.

Daftar pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid 2. Vol. 5. Jakarta: Interna publishing. 2009. h.1741-53.
2. Davey P. Medicine at a glance. Jakarta: Penerbit erlangga.2002.h.142-3.
3. Iskandar W, Corry S. Matondang, Sudigdo S. Pemeriksaan umum dalam buku diagnosis
fisis pada anak. Jakarta: Balai penerbit FKUI;1991.h.38.
4. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes kardiologi. Edisi ke-4.
Jakarta:2002;h.132-8.
5. Faiz O, Moffat D. At a glance series anatomi. Jakarta: Erlangga; 2004.h.14-5.
6. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2006.h.102-12.
7. Dr. Dharma S. Sistem Intepretasi EKG. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2010.
h. 7-9, 78-85.
8. Djohan B. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner. Jurnal. Sumatera
Utara. 2008.
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et all. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1999.h.457.

16

Anda mungkin juga menyukai