Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERKEMBANGAN KOGNITIF KOGNITIF BAYI HINGGA REMAJA


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang dibimbing oleh
Ibu Dra. Tri Murti, S. Pd, M. Pd

Disusun oleh :
Kelompok 7 / Offering G9
Amar Tsani Ulin Nuha (190151602537)
Dedi Setiawan (190151602)
Ilfa Latifatuz Zuhriyah (190151602470)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRA SEKOLAH
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
MARET 2020
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang hingga
saat ini masih memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Perkembangan Kognitif Bayi hingga Remaja” dengan
tepat waktu.
Adapun makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan
Peserta Didik Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Malang. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
semampu kami. Atas izin dan kuasanya makalah sederhana ini dapat terselesaikan. Tak lupa
kami ucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Ibu Dra. Tri Murti, S. Pd, M.Pd
selaku dosen pengampu mata kuliah Perkembangann Peserta Didik dan pihak – pihak lain yang
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari atas keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Atas segala kekurangan tersebut, kami menerima segala kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini. Besar harapan kami, makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan serta membawa dampak – dampak positif dalam kehidupan.

Blitar, Maret 2020

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perkembangan Kognitif
Sama seperti aspek perkembangan lainnya, kemampuan kognitif juga mengalami
perkembangan tahap demi tahap menuju kesempurnaan. Secara sederhana kemampuan
kognitif merupakan kemampuan anak untuk berfikir lebih kompleks serta kemampuan
menalar dan memecahkan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif, akan
memudahkan anak untuk menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak
mampu menjalankan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan
lingkungan sehari-hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif anak
merupakan salah satu aspek yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu proses psikologi yang
berkaitan dengan bagaimana anak mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
2.2 Pengertian Teori Perkembangan Kognitif menurut Para Ahli
a. Teori perkembangan kognitif menurut Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan
tidak tidak dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak
dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan
pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara
belajar secara aktif di lingkungan sekolah.
b. Teori perkembangan kognitif menurut Vygotsky
Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan
interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu
pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu
pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah
dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di
masyarakat.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa kognitif adalah sebuah
istilah yang digunakan oleh psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang
berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang
memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah dan
merencanakan masa depan atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan
bagaimana individu memperlajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan,
memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
2.3 Proses Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, terdapat beberapa alternatif proses
perkembangan kognitif, diantaranya pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang
dikemukakan oleh Piaget, teori perkembangan kognitif Vygotsky, dan proses perkembangan
kognitif oleh para pakar psikologi pemrosesan informasi.
2.3.1 Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan,
sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal
balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh
yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan 4) ekuilibrasi, yaitu
adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mampu
mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
a. Kematangan
Kematangan sistem saraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh
manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka
kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi
secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan
yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar
sendiri.
b. Pengalaman
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi
kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan
kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
c. Interaksi Sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat
memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.
d. Ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri (ekuilibrasi), mengatur interaksi spesifik
dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan
perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara
terpadu dan tersusun baik.
Menurut Piaget, anak-anak secara aktif membangun dunia kognitif mereka dengan
menggunakan skema untuk menjelaskan hal-hal yang mereka alami. Skema adalah
struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap
lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Piaget mengatakan bahwa
ada dua proses yang bertanggung jawab atas seseorang menggunakan dan
mengadaptasi skema mereka, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan
proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini
bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau
informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada
sebelumnya. Sedangkan, akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan
pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai
dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema
yang baru. Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama
yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1. Periode Sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Periode sensorimotor merupakan periode pertama menurut Piaget, yang
berlangsung dari lahir sampai dengan umur dua tahun. Periode sensorimotor
dinamakan demikian adalah karena anak memahami lingkungannya dengan melalui
penginderaan (sensori) dan melalui gerakan-gerakan (motorik). Misalnya anak akan
mengerti/mengenal suatu benda denagn memahami bahwa tangannya dapat
digerakkan ke mulut untuk diisap. Anak-anak terus-menerus berlatih kemampuan
ini dan akhirnya menjadi kebiasaan.
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan
anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu
bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada
penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek
yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya.Objek mulai
terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur
kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan
objek fisik ke dalam simbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara
kendaraan, suara binatang, dll.
Periode seismotorik dibagi lagi menjadi enam fase. Setiap fase perkembangan itu
menampakkan kemampuan bertingkah yang berbeda. Berbagai kemampuan tingkah
laku yang dikuasai tiap anak pada setiap fase perkembangan tersebut adalah sebagai
berikut:
a.Umur satu bulan (fase pertama)
1) Kemampuan berpikir reflek
2) Kemampuan menggerak-gerakkan anggota badan walaupun belum
terkoordinasi.
3) Kemampuan untuk mengakomodasi dam mengasimilasikan berbagai kesan
yang diterimanya dari lingkungannya.
b. Umur 1-4 bulan (fase kedua)
Kemampuan memperluas skemata yang dimilikinya secara hereditas.
c. Umur 4-8 bulan (fase ketiga)
Dipahaminya hubungan antara perlakuannya terhadap benda dengan akibat yang
terjadi pada benda itu.
d. Umur 8-12 bulan (fase keempat)
1) Kemampuan memahami bahwa benda “tetap ada” walaupun utuk semantara
menghilang, dan pada waktu yang akan datang dapat muncul kembali.
2) Kemampuan melakukan berbagai macam percobaan (eksperimen).
3) Kemampuan menentuka tujuan kegiatan tanpa tergantung kepada orang tua.
e. Umur 12-18 bulan (fase kelima)
1) Kemampuan untuk meniru.
2) Kemampuan untuk melakukan berbagai eksperimen terhadap lingkunagn
lebih lancar.
f. Umur 18-24 bulan (fase keenam)
1) Kemampuan untuk mengingat dan berpikir.
2) Kemampuan untuk berpikir dengan mempergunakan simbol-simbol bahasa
sederhana.
3) Kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah sederhana, sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
4) Kemampuan memahami diri sendiri dengan individu mulai berkembang.
2. Periode Praoperasional (usia 2–7 tahun)
Periode perkembangan kognitif kedua menurut Piaget, disebut periode
praoperasional. Periode ini berlangsung antara umur dua sampai tujuh tahun.
Penggunaan istilah operasi di sini dimaksudkan sebagai gambaran bahwa anak telah
mempergunakan aktivitas mental dalam berpikir. Misalnya anak telah dapat
mengkombinasikan dan mentransformasikan berbagai informasi. Anak telah mampu
mengemukakan alasan-alasan dalam mengatakan ide-idenya, dan mengerti adanya
hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa konkret, walaupun logika hubungan
sebab akibat itu belum tepat. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak
berdasarkan pada pengalaman konkret daripada pemikiran logis, sehingga jika ia
melihat objek-objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda
pula. Ciri khas pada periode ini adalah cara berpikir anak yang egiosentris, artinya
anak menganggap benar apa yang dipikirkannya, walaupun apa yang dipikirkannya
itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Tingkah laku anak yang sedang dalam
berpikir egiosentris dapat dilihat dari tingkah laku-tigkah laku berikut, yaitu:
a. Berpikir imaginatif
Anak yang berpikir imaginatif menganggap bahwa khayalan-khayalan sebagai
suatu realita atau sesuatu yang benar-benar terjadi. Olah karena itu muncullah
“dusta khayal”. Orang tua hendaknya memberi kesempatan kepada anaknya untuk
mengembangkan khayalan anaknya itu, yaitu dengan cara mendengarkan cerita
anak tentang khayalan-khayalannya
b. Berbahasa egosentris
Anak yang sedang dalam berpikir egosentris hanya mampu berdialog dengan
dirinya sendiri karena pikirannya tertuju pada dirinya sendiri. Anak belum mampu
berdialog dengan orang lain. Berbahasa egosentris sering muncul pada anak umur
2-5 tahun. Anak-anak pada usia ini sering berbicara sendiri sewaktu bermain.
c. Memiliki “aku” yang tinggi
Anak hanya memahami pikiran, perasaaan dirinya sendiri. Anak mulai menyadari
dirinya lepas dari tinggi. Anak mulai menyadari dirinya lepas dari lingkungan,
yang sebelumnya anak merasa bahwa dirinya satu dengan lingkungannya. Anak
pada periode ini menuntut orang lain mengerti pikiranya., namun ia belum
mampu mengerti pikiran dan perasaan orang lain. Karena kesadarannya bahwa
dirinya adalah dirinya sendiri, maka anak sedang menguju keberadaan dirinya
dengan cara melakukan pertentangan dengan orang lain. Anak ini cenderung tidak
mau mengikuti aturan-aturan yang selama ini selalu dipatuhinya.
d. Menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi
Dorongan ingin tahu yang tinggi, dapat diperlihatkan anak dalam tingkah laku
bertanya yang banyak dan terus-menerus tentang suatu objek sampai ia merasa
puas. Anak-anah umur antara dua sampai empat tahun cenderung mengemukakan
pertanyaan dengan kaya “apa”. Pertanyaan ini menunjukkan keingina mereka
untuk memperkaya pengetahuan mereka tentang segala sesuatu yayng ada di
lingkungannya. Makin bertambah usia mereka, maka kualitas pertanyaan
berkembang. Mereka manmpu mengemukakan pertanyaan yang lebih kompleks
dangan menggunakan kata-kata “mengapa”, “bagaimana”’ dan “siapa”. Mereka
ingin tahu lebih banyak tentang sangkut paut antara beberapa objek dan berbagai
peristiwa yang meraka alami. Makin tinggi potensi intelektual dan makin
berkembang kepribadian anak makin tinggi pula dorongan anak untuk bertanya.
e. Perkembangan bahasa yang tepat
Anak pada periode ini telah menguasai kata-kata antara 200-2000 kata. Bahasa
yang banyak dan benar, sangat menunjang peningkatan perkembangan berpikir
anak. Menciptakan situasi yang memungkankan anak berbahasa dengan baik dan
benar, dapat membatu perkembangan bahasa anak.
3. Periode Operasional Konkret (usia 7–11 tahun)
Periode perkembangan yang ketiga berlangsung ketika anak berusia antara enam
atau tujuh tahun sampai dengan sebelas atau dua belas tahun. Periode ini terjadi pada
saat anak dalam usia Sekolah Dasar. Dikatakan periode berpikr konkret, karena pada
periode ini anak hanya mampu berpikir dengan logika jika untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan yang sifatnya konkret atau nyata saja, yaitu dengan cara
mengamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan persoalan-
persoalan itu. Demikian dalam memahami suatu konsep, anak sangat terikat pada
proses mengalami sendiri, artinya anak mudah memahami konsep kalau pengertian
konsep itu dapat diamati anak, atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kosep
itu. Oleh karena itu anak hanya mampu menyelesaikan masalah-masalah yang
divisualkan, dan sangat sulit bagi anak untuk memahami masalah-masalah yang
sifatnya verbal.
Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan
bantuan benda benda konkret. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep
kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang
suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini
sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik
yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkret). Namun, tanpa objek
fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar
dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
4. Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan
hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret
tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan
objek atau peristiwa berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah
mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan
generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-
operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami
konsep promosi.
2.3.2 Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
Sama seperti Piaget, Vygotsky menekankan bahwa anak-anak secara aktif menyusun
pengetahuan mereka. Akan tetapi menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental memiliki
koneksi-koneksi sosial. Vygotsky berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan
konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari percakapan
dengan seorang penolong yang ahli.
1. Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
Zona Perkembangan Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang
terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat dipelajari dengan bantuan dan
bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang terlatih. Menurut teori Vygotsky, Zona
Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial
development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa
bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan
arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Batas bawah dari ZPD
adalah tingkat keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri. Batas atas
adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan
bantuan seorang instruktur. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada
interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak.
2. Konsep Scaffolding
Scaffolding adalah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah istilah terkait
perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan
dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah
bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak. Dialog merupakan alat yang penting
dalam ZPD. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis,
acak, dan spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan
bimbingan yang sistematis, logis, dan rasional.
2.3.3 Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Kontemporer
Selama bertahun-tahun teori Piaget tentang perkembangan kognitif sangat disanjung
dan dikenal secara luas. Gagasan-gagasan Piaget sangat menarik bagi banyak orang,
sebab ia merupakan inti dari perkembangan. Beratus-ratus teori juga membuktikan
bahwa mayoritas bayi berperilaku sebagaimana digambarkan Piaget.
Akan tetapi belakangan ini muncul pemahaman baru tentang perkembangan kognitif
bayi. Dengan menggunakan teknik-teknik eksperimental yang sangat maju, telah lahir
sejumlah hasil penelitian baru tentang perkembangan kognitif bayi dan di antara hasil
penelitian baru tersebut merekomendasikan agar teori perkembangan sensoris-motorik
Piaget dimodifikasi secara mendasar.
Pandangan-pandangan kontemporer tentang perkembangan kognitif ini kemudian
juga mendapat sokongan yang penting dalam para psikologi pemrosesan informasi.
Kalau Piaget meyakini bahwa perkembangan kognitif bayi baru tercapai pada
pertengahan tahun kedua, maka para pakar psikologi pemrosesan informasi percaya
bahwa perkembangan kognitif, seperti kemampuan dalam memberikan perhatian,
menciptakan simbolisasi, meniru dan kemampuan konseptual, telah dimiliki bayi lebih
awal.
Dalam buku karangan Desmita (2009) karakteristik perkembangan kognitif peserta
didik dibagi dalam dua tahap yaitu tahap usia sekolah (SD) dan Remaja (SMP dan
SMA).
1. Usia Sekolah (Sekolah Dasar)
Berdasarkan pada teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar
masuk dalam tahap pemikiran kongkret-operasional, yaitu masa dimana aktivitas mental
anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah
dialaminya. Menurut pieget, operasi adalah hubungan-hubungan logis di antara konsep-
konsep atau skema-skema. Sedangkan operasi kongkret adalah aktifitas mental yang
difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau kongkret dapat di ukur.
Desmita (2009:104). Artinya anak usia sekolah dasar sudah memiliki kemampuan untuk
berpikir melalui urutan sebab akibat dan mulai mengenali berbagai cara pemecahan
permasalahan yang dihadapinya. Anak usia ini juga dapat mempertimbangkan secara
logis hasil dari sebuah kondisi atau situasi serta tahu beberapa aturan atau strategi
berpikir, seperti penjumlahan, pengurangan penggandaan, mengurutkan sesuatu secara
berseri dan mampu memahami operasi dalam sejumlah konsep, seperti 5 x 6 = 30 dan
30 : 6 = 5.
Dalam buku Psikologi Perkembangan Peserta Didik karangan Desmita (2009:104)
menurut Piaget, anak-anak pada masa kongkret operasional (masa sekolah SD) ini telah
mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan dengan
sejumlah aspek yang berbeda secara serempak. Hal ini adalah karena pada masa ini anak
telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi: negasi,
resiprokasi, dan identitas.
a. Negasi (negation)
Pada masa pra-opersional anak hanya melihat keadaan permulaan dan akhir dari
deretan benda, dengan kata lain mereka hanya mengetahui permulaan dan akhirnya saja
tetapi belum memahami alur tengahnya. Tetapi pada masa kongkret opersional, anak
memahami proses apa yang terjadi diantara kegiatan itu dan memahami hubungan-
hubungan antara keduanya.
b. Hubungan timbal balik (resiprokasi)
Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui
bahwa deretan benda-benda bertambah panjang, tetapi tidak rapat lagi dibandingkan
dengan deretan lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal balik antara panjang
dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang tetapi lebih rapat, maka anak tahu
pula bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan itu sama. Desmita
(2009:105). Sehingga dalam masa ini anak mulai mengerti tentang hubungan timbal
balik.
c. Identitas
Pada usia sekolah (SD) anak sudah mengetahui berbagai benda yang berada dalam
suatu deretan, bisa menghitung, sehingga meskipun susunan dalam deret di pindah,
anak tetap mengetahui jumlahnya sama. (Gunaris, 1990) dalam (Desmita,2009). Jadi,
anak pada usia sekolah (masa Konkrit operasional) dapat mengetahui identitas berbagai
benda dan mulai memahami akan susunan dan urutan tertentu.
2. Remaja (SMP dan SMA)
Kemampuan anak pada usia remaja sudah semakin berkembang hingga memasuki
tahap pemikiran operasional formal. Yaitu suatu tahap perkembangan kognitif yang
dimulai pada usia kira-kira 11 dan 12 tahun dan terus berlanjut sampai usia remaja
sampai masa dewasa. Pada masa remaja, anak sudah mampu berpikir secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang sudah tersedia.
Anak sudah mampu berpikir secara abstrak dan hipotesis, sehingga ia mampu berpikir
apa yang terjadi atau apa yang akan terjadi. Mereka sudah mampu berpikir masa akan
datang dan mampu menggunakan simbol untuk sesuatu benda yang belum diketahui.
Masa remaja adalah suatu periode kehidupan di mana kapasitas untuk memperoleh dan
menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. Hal ini karena selama
periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf yang
berfungsi memproses informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu, pada masa
remaja ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe (belahan otak bagian
depan sampai pada belahan atau celah sentral).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kognitif merupakan aspek penting dari perkembangan peserta didik. Terutama yang
berkaitan langsung dengan proses pembelajaran dan sangat menentukan keberhasilan mereka
disekolah. Kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir
lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran. Dalam prosesnya, seorang anak
memasuki beberapa tahap perkembangan kognitif untuk mencapai kemampuan yang
optimal. Perkembangan dari masing-masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan dari
perkembangan tahap sebelumnya. Jadi, semakin bertambahnya usia seorang anak maka
normalnya kemampuan kognitifnya juga akan meningkat.
3.2 Saran
Dengan dituliskannya makalah mengenai “Perkembangan Kognitif Bayi hingga Remaja”
diharapkan pembaca mampu memperlakukan peserta didik sesuai dengan karakter dan
kemampuannya. Semoga dengan dituliskannya makalah ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Sunarto dan Agung. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT Asdi Mahasatya

Anda mungkin juga menyukai