Anda di halaman 1dari 19

7

Hipertensi esensial adalah hipertensi yang 90% dikatakan sebagai

hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Faktor yang

diduga berkaitan dengan hipertensi esensial ini diantaranya yaitu :

1)Genetik : Hipertensi juga dapat diturunkan melalui gen apabila

keluarga memiliki riwayat hipertensi

2)Jenis kelamin dan usia : laki-laki dengan usia 35-50 tahun dan wanita

pasca monopause sangat beresiko tinggi terkena hipertensi

3) Diet : dengan melakukan konsumsi diet garam dan lemak maka akan

memberikan efek dengan berkembangnya hipertensi

4) Berat badan : obesitas (˃25% diatas BB ideal) berkaitan dengan

berkembangnya hipertensi.

5) Gaya hidup : tekanan darah akan meningkat apabila mengkonsumsi

alkohol dan merokok.

(Mahzura, 2018)

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi yang 10% penyebabnya diketahui,yaitu : penggunaan

estrogen, penyakit ginjal, sindromcushing dan hipertensi yang berkaitan

dengan kehamilan. Faktor pencetus terjadinya hipertensi ini diantaranya

penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan, penigkatan volume

intravaskuler, luka bakar, stres dan neurogenik (tumor, otak, ensefalitis,

gangguan psikiatris). Hipertensi pada lanjut usia juga dibedakan menjadi

dua, yaitu :
8

1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140

mmHg dan tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg

2) Hipertensi sistolik terisolasi yaitu dimana tekanan sistolik lebih besar

dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih besar dari 90

mmHg.Hipertensi pada lansia penyebabnya akibat adanya perubahan-

perubahan seperti :

a) Elastisitas dinding aorta mengalami penurunan

b) Katub jantung menebal dan kaku

c) Kemampuan jantung menurun 1% dalam memompa darah setiap

tahun pada usia diatas 20 tahun sehingga menyebabkan kontraksi

dan volumenya menurun

d) Elastisitas pembuluh darah menurun. Hal ini disebabkan karena

efektifitas yang kurang pada pembulih darah perifer untuk

oksigenasi

e) Resistensi pembuluh darah perifer mengalami peningkatan.

(Nurarif & Kusuma, 2015)

3. Faktor-Faktor Resiko Hipertensi

Faktor-faktor resiko hipertensi yang tidak dapat diubah dan yang

dapat diubah oleh penderita hipertensi menurut Black & Hawks (2014)

adalah sebagai berikut :

a. Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah

1) Riwayat keluarga
9

Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada

seseorang dengan riwayat keluarga, beberapa gen berinteraksi dengan

yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan

darah naik dari waktu ke waktu. Klien dengan orang tua yang

memiliki hipertensi berada pada risiko hipertensi yang lebih tinggi

pada usia muda.

2) Usia

Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun.

Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia 50-60 % klien yang

berumur lebihdari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90

mmHg.Diantara orang dewasa, pembacaan tekanan darah sistolik

lebih daripada tekanan darah diastolic karena merupakan predictor

yang lebihbaik untuk kemungkinan kejadian dimasa depan seperti

penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, dan penyakit ginjal.

3) Jenis kelamin

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita

sampai kira-kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan wanita hampir

sama antara usia 55 sampai 74 tahun, wanita beresiko lebih besar.

4) Etnis

Peningkatan pravelensi hipertensi diantara orang berkulit hitam

tidaklah jelas, akan tetapi penigkatannya dikaitkan dengan kadar

renninyang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap

vasopressin,tinginya asupan garam, dan tinggi stress lingkungan.


10

b. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah

1) Stress

Stress meningkat resistensi vaskuler perifer dan curah jantung

serta menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Stress adalah permasalahan

persepsi, interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan banyak

stressor dan respon stress.

2) Obesitas

Obesitas terutama pada tubuh bagian atas, dengan meningkatnya

jumlah lemak disekitar diafragma, pinggang dan perut,dihubungkan

dengan pengembangan hipertensi. Kombinasi obesitas dengan faktor-

faktor lain dapat ditandai dengan sindrom metabolis, yang juga

meningkatkan resiko hipertensi.

3) Nutrisi

Kelebihan mengosumsi garam bias menjadi pencetus hipertensi

pada individu. Diet tinggi garam menyebabkan pelepasan

hormonenatriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak

langsung menigkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga

menstimulasi mekanisme vaseoresor didalam system saraf pusat.

Penelitan juga menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsim, kalium,

dan magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan hipertensi.

4) Penyalahgunaan obat

Merokok sigaret, mengosumsi banyak alcohol, dan beberapa

penggunaan obat terlarang merupakan faktor-faktor resiko


11

hipertensi.Pada dosis tertentu nikotin dalam rokok sigaret serta obat

seperti kokaindapat menyebabkan naiknya tekanan darah secara

langsung.

(Black & Hawks, 2014)

4. Patofisiologi

Hipertensi pada anak umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal

(hipertensi sekunder). Terjadinya hipertensi pada penyakit ginjal adalah

karena :

a. Hipervolemia

Hipervolemia oleh karena retensi air dan natrium, efek ekses

mineralokortikoid terhadap peningkatan reabsorpsi natrium dan air di

tubuli distal, pemberian infus larutan garam fisiologik, koloid, atau

transfusi darah yang berlebihan pada anak dengan laju filtrasi glomerulus

yang buruk. Hipervolemia menyebabkan curah jantung meningkat dan

mengakibatkan hipertensi. Keadaan ini sering terjadi pada

glomerulonefritis dan gagal ginjal.

b. Gangguan sistem renin, angiotensin dan aldosteron

Renini adalah ensim yang diekskresi oleh sel aparatus juksta

glomerulus. Bila terjadi penurunan aliran darah intrarenal dan penurunan

laju filtrasi glomerulus, aparatus juksta glomerulus terangsang untuk

mensekresi renin yang akan merubah angiotensinogen yang berasal dari

hati, angiotensin I. Kemudian angiotensin I oleh “angiotensin converting

enzym” diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II menimbulkan


12

vasokonstriksi pembuluh darah tepi, dan menyebabkan tekanan darah

meningkat. Selanjutnya angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk

mengeluarkan aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan

air di tubuli ginjal, dan menyebabkan tekanan darah meningkat.

c. Berkurangnya zat vasodilator

Zat vasodilator yang dihasilkan oleh medula ginjal yaitu

prostaglandin A2, kilidin, dan bradikinin, berkurang pada penyakit ginjal

kronik yang berperan penting dalam patofisiologi hipertensi renal.

Koarktasio aorta, feokromositoma, neuroblastoma, sindrom

adrenogenital, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, dapat pula

menimbulkan hipertensi dengan patofisiologi yang berbeda. Faktor-

faktor lain yang dapat menimbulkan hipertensi sekunder pada anak antara

lain, luka bakar, obat kontrasepsi, kortikosteroid, dan obat-obat yang

mengandung fenilepinefrin dan pseudoefedrin.

(Yuli, 2018)

5. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala pada penderita hipertensi dibedakan menjadi dua :

a. Tidak ada gejala

Tidak terdapat gejala yang spesifik yang dapat dikatikan dengan

tekanan darah, selain penentuan arteri oleh dokter yang memeriksa. Ini

menandakan bahwa hipertensi arterial tidak akan terdiagnosa jika

tekanan darah tidak diukur.

b. Gejala yang lazim


13

Gejala yang lazim menyertai hipertensi yaitu nyeri kepala dan

kelelahan, ini merupakan gejala yang paling banyak mengenai pasien

hipertensi.Beberapa keluhan yang dirasakan penderita hipertensi yaitu,

mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah,

mual, muntah, epitaksis(Nurarif & Kusuma, 2015).

6. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Hb/Ht : untuk melakukan pengkajian adanya hubungan dari sel-sel

terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat menghindarkan Resiko

Hipokoagulabilitas, dan Anemia.

2) BUN/Kreatinin : Informasi tentang fungsi ginjal/perfusi

3) Glucosa

4) Urinalisa : darah, protein, glukosa.

b. CT Scan : pengkajian yang dilakukan untuk melihat adanya tumor

cerebral, encelopati

c. EKG

d. IUP : digunakan untuk mengidentifikasi penyebab Hipertensi

e. Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup

(Nurarif & Kusuma, 2015).

7. Terapi Tindakan

a. Cairan yang berlebihan di dalam tubuh dapat dibuang dengan

jenisdiuretika
14

b. Beberapa obat yang langsung bekerja pada cederagenik, yaitu recorpin,

guamenetidin, methyl dopa

c. Obat yang dapat mengurangi frekuensi angina jantung yaitu propanolol

dan fentolamin

d. Obat yang bekerja pada ganglion otonom yaitu pempidin dan pentolinium

e. Obat yang mempengaruhi SSP yaitu sedativa dan stranquilider

f. Penderita yang obesitas dapat diberikan diet rendah lemak jenuh1500

kal/hari.

(Mahzura, 2018)

8. Komplikasi

Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan

menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat

suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada

organ-organ tubuh menurut (Hamid, 2018) sebagai berikut :

a. Jantung

Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit

jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan

meningkat,otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya,

yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu

memompa sehingga banyaknya cairan yang tetahan diparu maupun

jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema.

Kondisi ini disebut gagal jantung.


15

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke,

apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

c. Ginjal

Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat

menyebabkan kerusakan system penyaringan didalam ginjal akibat

lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan

tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam

tubuh.

d. Mata

Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan

dapat menimbulkan kebutaan.

(Brunner & Suddart, 2015).

9. Penatalaksanaan

Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah

mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai

dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas

setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya

perawatan dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Brunner &

Suddart, 2015).

10. Terapi Farmakologis

Penatalaksanaan farmakologis menurut Saferi & Mariza (2013)

merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :


16

a. Diuretik (Hidroklorotiazid)

Diuretik bekerja dengan cara megeluarkan cairan berlebih dalam

tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.

b. Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)

Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk

menghambat aktifitas saraf simpatis.

c. Betabloker (Metoprolol, propanolol dan atenolol)

Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan

dayapompa jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang

mengalami gangguan pernafasan seperti asma bronkhial.

d. Vasodilator (Prasosin, Hidralisin)

Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan

relaksasi otot polos pembuluh darah.

e. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)

Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat

angiotensinII dengan efek samping penderita hipertensi akan mengalami

batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

f. Penghambat angiotensin II (Valsartan)

Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika jenis obat-obat

penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan menghalangi

penempelan zat angiotensin II pada resptor.

g. Angiotensin kalsium (Diltiasem dan Verapamil)Kontraksi jantung

(kontraktilitas) akan terhambat.


17

(Brunner & Suddart, 2015).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi

1. Pengkajian

Dalam sebuah pengkajian terdiri atas beberapa di antaranya :

a. Identitas klien

Menurut Fauziah dan Sutejo (2012) identitas klien meliputi:

1) Nama : untuk mengetahui nama klien agar mempermudah dalam

komunikasi dan tidak keliru dalam memberikan penanganan.

2) Umur : untuk mengetahui faktor risiko yang ada hubungannya dengan

klien.

3) Pendidikan : untuk mengetahui pendidikan terakhir klien.

4) Pekerjaan : untuk mengetahui sosial ekonomi klien.

5) Suku bangsa : untuk mengetahui faktor pembawaan atau ras.

6) Agama : untuk memberikan motivasi sesuai agama yang dianut klien.

7) Alamat : untuk mengetahui alamat klien agar mempermudah mencari

alamat jika terjadi sesuatu.

8) Identitas suami atau penanggung jawab : untuk mengetahui yang

bertanggung jawab atas klien selama perawatan.

b. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan menurut Fauziah dan Sutejo (2012) adalah:

1) Keluhan utama : ditanyakan alasan klien datang dan keluhan

keluhannya.
18

2) Riwayat Kesehatan sekarang : ditanyakan penyakit yang diderita dan

pernah diderita baik akut maupun kronis serta penyakit menular dan

keturunan.

3) Riwayat menstruasi : ditanyakan fisiologis reproduksi (usia menarche,

siklus, lama menstruasi, masalah-masalah menstruasi, perdarahan

irreguler, nyeri hebat, perdarahan sampai menggumpal selama

menstruasi dan lain-lain).

4) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi.

5) Riwayat penyakit dahulu dan operasi sebelumnya.

6) Riwayat kesehatan keluarga : ditanyakan penyakit-penyakitdan

masalah kesehatan dalam keluarga.

Komponen pengkajian analisis symptom meliputi (PQRST) : P

(Paliatif/Profocatif= yang menyebabkan timbulnya masalah), Q

(Quality= kualitas nyeri yang dirasakan), R (Regio = lokasi nyeri), S

(Severity = keparahan), T (Time = waktu) (Kneale & Davis, 2011).

Pengukuran nyeri, terdapat beberapa cara yaitu pengukuran nyeri

menurut Kneale & Davis (2011) adalah :

a) Skala Nilai Numerik (NRS, Numerical Rating Scale) Skala NRS

digunakan dengan meminta klien untuk menilai nyeri yang

dirasakan dengan angka, secara umum menggunakan skala 0-10

dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 nyeri yang tak tertahankan atau

sangan nyeri. Diperlukan instruktur yang cermat terutama jika

klien mengalami nyeri yang hebat. Keuntungan menggunakan


19

NRS adalah skala ini memiliki sensitivitas yang lebih besar dan

menghindari kesalahpahaman yang terjadi ketika kita

menginterprestasikan nyeri secara lisan. Keterbatasan

berhubungan dengan individu yang memiiki kesulitan untuk

membayangkan nyeri yang dirasakan dalam bentuk angka

Sumber : Kneale &Davis, 2011

b) Skala Nilai Visual (VAS, Visual Analogue Scale) Skala ini

digambarkan dengan garis lurus, biasanya panjangnya mencapai 10

cm. Salah satu ujungnya ditandai tidak ada nyeri dan ujung lainnya

ditandai nyeri hebat. Skala ini digunakan secara vertikal atau

horizontal, sambil meminta klien untuk menandai garis pada titik

yang menggambarkan derjat nyeri yang mereka rasakan saat ini.

Metode ini digunakan secara luas, terutama dalam penelitian.

7) Pola persepsi diri: pandangan klien tentang perasaannya, kecemasan

dan konsep diri.

8) Pola seksualitas dan reproduksi : fertilitas, libido, mentruasi,

kontrasepsi dan lain-lain.

9) Pola peran dan hubungan : komunikasi, hubungan dengan orang lain,

kemampuan keuangan.

10) Pola manajemen koping : perubahan terbesar dalam hidup akhir-akhir

ini.

11) Sistem nilai dan keyakinan : pandangan klien tentang agama dan

kegiatan keagamaan.
20

d. Pemeriksaan umum

Pemeriksaan umum menurut Yuli (2017) meliputi :

1) Keadaan umum : Kondisi klien saat pengkajian

2) Tingkat Kesadaran : Tingkat kesadaran menurut Kusuma & Huda

(2015) di bagi menjadi :

a) Komposmentis adalah keadaan sadar penuh, baik terhadap

lingkungan maupun terhadap dirinya sendiri, Gcs : 14 - 15.

b) Apatis adalah keadaan klien dimana tampak acuh tak acuh dan

segan terhadap lingkungannya, Gcs : 12 – 13.

c) Delirium adalah keadaan klien mengalami penurunan kesadaran

disertai kekacauan motorik serta siklus tidur bangun yang

terganggu, Gcs: 10 – 11.

d) Somnolen adalah keadaan klien mengantuk yang dapat pulih jika

dirangsang, tapi jika rangsangan berhenti klien akan tidur

kembali, Gcs : 7 – 9.

e) Sopor adalah keadaan klien mengantuk yang dalam, Gcs : 5 – 6.

f) Semi koma adalah keadaan klien mengalami penurunan kesadaran

yang tidak memberikan respon rangsang terhadap rangsang

verbal, serta tidak mampu untuk dibangunkan sama sekali, tapi

respon terhadap nyeri tidak adekuat serta reflek pupil masih baik,

Gcs : 4.
21

g) Koma adalah keadaan klien mengalami penurunan kesadaran yang

sangat dalam, tidak terdapat respon pada rangang nyeri serta

tidak ada gerakan spontan, Gcs : 3.

3) Tekanan darah : untuk mengetahui klien mengalami hipertensi atau

tidak. Nilai normal tekanan darah adalah untuk tekanan darah sistolik

100-140 mmHg dan tekanan darah diastolik <85 mmHg (Kusuma &

Huda, 2015).

4) Suhu : untuk mengetahui ada peningkatan suhu tubuh normal atau

tidak pada klien hipertensi dengan nilai normal 36.50C – 37.50C

(Kusuma & Huda, 2015).

5) Nadi : untuk mengetahui nadi pada klien hipertensi dengan nilai

normal 60 - 100 x atau menit (Kusuma & Huda, 2015).

6) Respirasi : untuk mengetahui frekuensi pernapasan pada klien

hipertensi yang dihitung dalam 1 menit dengan nilai normal 16 – 20 x

atau menit (Kusuma & Huda, 2015).

e. Pemeriksaan Head to toe

Pemeriksan fisik menurut Yuli (2017) adalah :

1) Kepala : meliputi bentuk wajah apakah simetris atau tidak, keadaan

rambut dan keadaan kulit kepala.

2) Muka : Terlihat pucat dan tampak menahan sakit.

3) Mata : anemis atau tidak, dengan melihat konjungtiva merah segar

atau merah pucat, sklera putih atau kuning.


22

4) Hidung : ada polip atau tidak, bersih atau kotor, untuk mengetahui

adanya gangguan jalan.

5) Gigi : bersih atau kotor, ada karies atau tidak, untuk mengetahui

kecukupan kalsium.

6) Lidah : bersih atau kotor, untuk mengetahui indikasi yang mengarah

pada penyakit tertentu misalnya tifoid.

7) Bibir : pecah atau tidak, ada stomatitis atau tidak, untuk mengetahui

kecukupan vitamin dan mineral.

8) Telinga : bersih atau kotor, ada peradangan maupun benjolan atau

tidak, untuk mengetahui adanya tanda infeksi atau tumor.

9) Payudara : simetris atau tidak, bersih atau kotor, ada retraksi atau

tidak, untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada payudara.

10) Abdomen : ada luka bekas operasi atau tidak, simetris atau tidak.

11) Dada : adanya jejas atau tidak, suara tambahan atau tidak, simetris

atau tidak.

12) Genetalia eksternal : Ada oedema atau tidak, ada pembengkakan

kelenjar atau tidak, adakah pembentukan lochea dan apa warnanya.

13) Ekstermitas : ada varises atau oedema pada tangan maupun kaki atau

tidak, simetris atau tidak, ada gangguan atau tidak. .

2. Diagnosa keperawatan

a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi,

hipertrofi, iskemia miokard

b. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia


23

c. Kelebihan volume cairan

d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

e. Ketidakefektifan koping

f. Resiko cedera

g. Defisiensi pengetahuan

h. Ansietas

3. Intervensi ( Rencana Tindakan)

Menurut hasil intervensi dilapangan pada diagnosa Intervensi pada

diagnosa defisit pengetahuan tentang penyakit hipertensi berhubungan

dengan ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan adalah

kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang hipertensi, beri penyuluhan

mengenai (pengertian hipertensi, penyebab hipertensi, tanda dan gejala

hipertensi, dampak hipertensi, cara mencegah hipertensi), evaluasi tingkat

pengetahuan keluarga setelah diberi penyuluhan, beri pujian bila keluarga

mampu menjawab dengan baik dan benar.

Menurut teori intvensi yang dilakukan pada diagnosa defisit

pengetahuan adalah memberikan informasi yang tepat pada keluarga

meliputi pengertianhipertensi, penyebab hipertensi, tanda dan gejala

hipertensi, dampak hipertensi, cara mencegah hipertensi, evaluasi tingkat

pengetahuan keluarga setelah diberi penyuluhan, beri pujian bila keluarga

mampu menjawab dengan baik dan benar.

(Suprajitno, 2004).
24

4. Implementasi

Implementasi dilapangan pada diagnosa keperawatan defisit

pengetahuan adalah memberi penyuluhan tentang pengertian hipertensi,

penyebab hipertensi, tanda dan gejala hipertensi, dampak hipertensi, cara

mencegah hipertensi, mengevaluasi tingkat pengetahuan keluarga setelah

diberi penyuluhan, memberi pujian bila keluarga mampu menjawab

dengan baik dan benar.

Menurut teori implementasi pada diagosa defisit pengetahuan

adalah meberikan penyuluhan tentang pengertian hipertensi, penyebab

hipertensi, tanda dan gejala hipertensi, dampak hipertensi, cara mencegah

hipertensi, mengevaluasi tingkat pengetahuan keluarga setelah diberi

penyuluhan, memberi pujian bila keluarga mampu menjawab dengan baik

dan benar ( Suprajitno, 2004).

5. Evaluasi

Evaluasi pada diagnos defisit pengetahuan tentang penyakit

hipertensi adalah setelah dilakukan kunjungan 2 hari keluarga mengatakan

sudah mengerti tentang hipertensi,keluarga dapat menyebutkan 4 dari

penyebab hipertensi, keluagra dapat menyebutkan 5 dari tanda dan gejala

hipertensi, keluagra dapat menyebutkan3 dari dampak hipertensi, keluagra

dapat menyebutkan 4 dari cara mencegah hipertensi. Jadi masalah sudah

teratasi. Evaluasi menurut teori pada diagnosa defisit pengetahuan yaitu

keluarga sudah mengerti tentang pengertian hipertensi, penyebab


25

hipertensi, tanda dan gejala hipertensi, dampak hipertensi, cara mencegah

hipertensi (Suprajitno, 2004).

Anda mungkin juga menyukai