Anda di halaman 1dari 13

MALARIA

A. Definisi dan angka kejadian malaria di Indonesia

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan plasmodium, yaitu makhluk hidup bersel
satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang mengandung plasmodium di dalamnya. Plasmodium yang terbawa
melalui gigitan nyamuk akan hidup dan berkembang baik dalam sel darah merah manusia.
Penyakit ini menyerang semua kelompok umur baik laki-laki maupun perempuan.

Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan dengan Annual Parasite Incidence (API)
per tahun. API merupakan jumlah kasus positif malaria per 1.000 penduduk dalam satu tahun.
Tren API secara nasional pada tahun 2011 hingga 2015 terus mengalami penurunan. Hal ini
menunjukkan keberhasilan program pengendalian malaria yang dilakukan baik oleh pemerintah
pusat, daerah, masyarakat, dan mitra terkait.

Berdasarkan data tren kasus positif malaria dan jumlah penderita malaria (API), ternyata
kabupaten/kota endemis tinggi malaria masih terkonsentrasi di kawasan timur Indonesia yaitu
Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sementara hanya ada
satu provinsi di luar wilayah timur yang masih memiliki kabupaten endemis tinggi yaitu Provinsi
Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Penajaman Paser Utara. Keseluruhan kasus malaria
tahun 2019 di Indonesia sebanyak 250.644. Kasus tertinggi yaitu sekitar 86% terjadi di Provinsi
Papua sebanyak 216.380 kasus. Selanjutnya disusul dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur
sebanyak 12.909 kasus dan Provinsi Papua Barat sebanyak 7.079 kasus.

B. Etiologi

Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang menginfeksi eritrosit (sel darah merah).
Parasit ini ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Penyebab malaria adalah parasit dari genus Plasmodium, terdiri dari 4 spesies yaitu Plasmodium
falciparum (penyebab malaria tropika), Plasmodium vivax (penyebab malaria tertiana),
Plasmodium malariae (penyebab malaria malariae/quartana) dan Plasmodium ovale (penyebab
malaria ovale). Baru-baru ini melalui metode Polymerase Chain Reaction (PCR) ditemukan jenis
Plasmodium lain yaitu Plasmodium knowlesi. Plasmodium ini masih dalam proses penelitian dan
ditemukan pertama kali di Sabah. Reservoar utama Plasmodium ini adalah kera ekor panjang
(Macaca sp).

C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis

Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis:

a. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)

Gejala malaria yang utama yaitu: demam, dan menggigil, juga dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare, nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala-gejala yang timbul dapat bervariasi tergantung
daya tahan tubuh penderita dan gejala spesifik dari mana parasit berasal.

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama
yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya
merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin
atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah
hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari
malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:


1) Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk
P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan
sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin
disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung
stadium aseksual).

2) Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit
kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare
ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P.
vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas.

3) Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara berurutan yang
disebut trias malaria, yaitu :

• Stadium dingin (cold stage)

Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan menggigil dan
perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat kebiru-
biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah.

• Stadium demam (hot stage)

Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering,
sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat haus dan suhu
tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih. Pada anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi
dapat menimbulkan kejang-kejang.

• Stadium berkeringat (sweating stage)

Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu tubuh kembali
turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu biasanya penderita beristirahat hingga
tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat
kembali melakukan kegiatan sehari-hari.

Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh penderita
yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum mempunyai kekebalan
(immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru pertama kali menderita malaria. Di
daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan (imunitas) terhadap
malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak selalu ada, dan seringkali bervariasi
tergantung spesies parasit dan imunitas penderita. Di daerah yang mempunyai tingkat penularan
sangat tinggi (hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul
gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat
lokal spesifik.

Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax, sedangkan pada
malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada. Diantara 2
periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama 12 jam pada malaria
falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria malariae.

b. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)

Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan parasit malaria
melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid Diagnostic Test (RDT) dan
disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi berikut ini:

1) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai penurunan
kesadaran lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau, bicara salah, tidur terus, diam saja,
tingkah laku berubah)

2) Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)

3) Kejang-kejang

4) Panas sangat tinggi

5) Mata atau tubuh kuning

6) Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,
produksi air seni berkurang)

7) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan

8) Nafas cepat atau sesak nafas

9) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum

10) Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman

11) Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni

12) Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%)

1. Diagnosis

Anamnesis
Keluhan utama dapat meliputi demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala, mual, muntah,diare
dan nyeri otot atau pegal-pegal. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke
daerah endemik malaria. Riwayat tinggal didaerah endemik malaria. Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir. Gejala klinis pada anak dapat tidak jelas.
Riwayat mendapat transfusi darah.

Selain hal-hal tadi, pada pasien penderita malaria berat, dapat ditemukan keadaan seperti
Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, Keadaan umum yang lemah, Kejang-kejang, Panas
sangat tinggi, Mata dan tubuh kuning, Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna, Nafas cepat
(sesak napas), Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum, Warna air seni seperti the
pekat dan dapat sampai kehitaman, Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada dan Telapak
tangan sangat pucat.

Pemeriksaan fisik

a. Malaria Ringan

Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C), Konjungtiva atau telapak tangan pucat,
Pembesaran limpa (splenomegali), dan Pembesaran hati (hepatomegali).

b. Malaria Berat

Mortalitas: Hampir 100% tanpa pengobatan, Tatalaksana adekuat: 20%, Infeksi olehP.
falciparum disertai dengan salah satu atau lebih kelainan yaitu Malaria serebral, Gangguan status
mental, Kejang multipel, Koma, Hipoglikemia: gula darah < 50 mg/dL, Distress pernafasan,
Temperatur > 40oC, tidak responsif dengan asetaminofen, Hipotensi, Oliguria atau anuria,
Anemia dengan nilai hematokrit <20% atau menurun dengan cepat, Kreatinin > 1,5 mg/dL,
Parasitemia > 5%, Bentuk Lanjut (tropozoit lanjut atau schizont) P. falciparum pada apusan
darah tepi, Hemoglobinuria, Perdarahan spontan, dan Kuning.

Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/Iapangan/rumah sakit untuk
menentukan Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif),Spesies dan stadium plasmodium,
Kepadatan parasite.

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam
sampai 3 hari berturut-turut.

2) Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan
parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan
metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat
darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas
lab serta untuk survey tertentu. Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya
dalam lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin.

Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat

Pemeriksaan peninjang meliputi; darah rutin, kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin,
SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium,
anaIisis gas darah, EKG, Foto toraks,Analisis cairan serebrospinalis, Biakan darah dan uji
serologi, dan Urinalisis.

2. Penatalaksanaan Klinis dan Komunitas

Penatalaksanaan Klinis

a. Tata Laksana Kasus Ma-Laria Ringan/ Tanpa Komplikasi :

Tatalaksana kasus malaria untuk plasmodium (P) falsiparum dan P.vivax pada dasarnya sama
yaitu memakai obat golongan ACT, perbedaan terjadi pada pengobatan radikal, yaitu pe-makaian
primakuin pada P. fal-siparum dengan primakuin 45 mg/ hari sebagai dosis tunggal dan pada
P.vivaks primakuin dipakai dosis 15 mg ( 1 tablet) tiap hari selama 14 hari.

ACT yang tersedia di Indonesia ialah :

Kombinasi Artesunate + Amodiakuin ( AS+AQ)

Kombinasi Artemether – Lumefantrine (AL)

Kombinasi Dihydroartemisinin- Piperaquine (DHP )

Bila terjadi kegagalan pada pengobatan ACT ( lini I ), diberikan pengobatan dengan ACT lain
yang lebih efektif atau lini II yang terdiri dari kombinasi Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin +
Primakuin. Doksisiklin 1 tablet 100 mg dosis 3 – 5 mg/kg BB satu kali sehari selama 7 hari, dan
tetrasiklin 250 mg ( dosis 4 mg/kg BB) 4 x sehari. Untuk wanita hamil dan anak dibawah 11
tahum TIDAK boleh memakai doksisiklin/ tetrasiklin dan menggunakan clindamycin 10
mg/kgBB 2 x sehari selama 7 hari
b. Tatalaksana Kasus Malaria Berat

Malaria berat merupakan komplikasi dari infeksi malaria yang sering menimbulkan kematian.
Faktor yang menye-babkan perlangsungan menjadi berat ataupun kematian ialah keterlambatan
diagnosis, mis-diagnosis (salah diagnose ) dan penanganan yang salah/ tidak tepat/ terlambat.
Perubahan yang besar dalam penanganan malaria berat ialah pemakaian artesunate intravena
untuk menurunkan mortalitas 34% dibandingkan dengan penggunaan kina.

Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting yaitu :

• Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria.

• Pengobatan supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)

• Pengobatan terhadap komplikasi

1). Pemberian obat anti malaria

Pemberian obat anti malaria(OAM) pada malaria berat ber-beda dengan malaria biasa karena
pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan ber-tahan cukup lama di
darah untuk segera menurunkan dera-jat parasitemianya. Oleh karenanya dipilih pemakaian obat
per parenteral ( intravena, per infus/ intra muskuler) yang berefek cepat dan kurang
menyebabkan terjadinya resis-tensi.

2). Derivat Artemisinin

Artemisinin mempunyai kemampuan farmakologik sebagai berikut, yaitu : i) mempunyai daya


bunuh parasit yang cepat dan menetap ii) efektif terhadap parasit yang resisten, iii) memberikan
perbaikan klinis yang cepat, iv) menurunkan gametosit, v) bekerja pada semua bentuk parasit
baik pada bentuk tropozoit dan schizont maupun bentuk-bentuk lain, vi) untuk pemakaian
monoterapi perlu lama pengobatan 7 hari. Artemisinin juga menghambat metabolisme parasit
lebih cepat dari obat antimalaria lainnya.

c. Tindakan Terhadap Komplikasi

E. Upaya Pengendalian Malaria Komunitas

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan
malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat,
surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai
penularan malaria.

a. Upaya pengendalian yang dilaporkan melalui Laporan Rutin Program

Terdapat beberapa upaya yang dilakukan dalam program pencegahan malaria seperti pemakaian
kelambu, pengendalian vektor.
1). Pemakaian Kelambu

Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan penularan penyakit malaria.
Melalui bantuan Global Fund (GF) komponen malaria ronde 1 dan 6 telah dibagikan kelambu
berinsektisida ke 16 provinsi. Seperti terlihat pada gambar 16, kelambu dibagikan terbanyak di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sedangkan di Sumatera Barat tidak ada laporan, hal ini
perlu dievaluasi untuk mengetahui penyebab tidak adanya laporan. Cakupan kelambu
berinsektisida yang dibagikan kepada penduduk yang berisiko malaria terbanyak pada tahun
2007 adalah di Timor Leste (25,54%), tahun 2008 dan 2009 adalah Srilanka (23,21% dan
40,39%). Pada tahun 2009 cakupan kelambu di Indonesia masuk sebagai 3 terendah di negara
SEARO.

2). Pengendalian Vektor

Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian terhadap


Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vektor yang
dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva
Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control ( menggunakan ikan
pemakan jentik), manajemen lingkungan, dan lain-lain. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa
dilakukan dengan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual
spraying) atau menggunakan kelambu berinsektisida. Namun perlu ditekankan bahwa
pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (rational, effective, efisien, suntainable,
affective dan affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik vektor
yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat
penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat
dalam pengendalian vektor malaria.

3). Surveilans

Pemantauan nyamuk Anopheles (larva dan ataunyamuk dewasa)vsecara berkala, minimal 6


bulan sekali. Melakukan pengamatan terus menerus terhadap penduduk dengan riwayat
perjalanan atau sedang melakukan perjalanan baik yang bersifat sementara atau menetap dari
atau ke daerah endemis malaria melewati batas administratif wilayah.

Kegiatan yang dilakukan meliputi : penemuan kasus secara pasif maupun aktif, dengan
pengambilan dan pemeriksaan sediaan darah pada pelaku perjalanan, penyuluhan, notifikasi
silang, monitoring dan evaluasi serta pencatatan dan pelaporan. (Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Surveilans Migrasi Malaria di Pelayanan Kesehatan dan Kantor Kesehatan Pelabuhan).

4). Promosi kesehatan


Promosi kesehatan untuk berperan aktif dalam upaya pembebasan malaria (melaporkan bila
demam, bersedia diambil darahnya, taat minum obat, menggunakan dan merawat kelambu,
bersedia rumahnya disemprot dan menghilangkan sarang nyamuk)

F. Program Pemerintah dalam Menanggulangi Malaria

Pada tahun 2009 pemerintah telah menetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor
293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 bahwa upaya pengendalian malaria dilakukan
dalam rangka eliminasi malaria di Indo-nesia.

Eliminasi malaria di daerah yang sudah rendah malarianya akan berhasil bila penanggulangan
dilaksanakan secara intensif yaitu dengan menambah tenaga terampil, mening-katkan akses
penderita terhadap pengobatan dan pencegahan dan digunakan teknologi tepat guna yaitu obat
ACT setelah konfirmasi diagnosis, pengamatan kasus dan vektor yang intensif dan upaya
memutuskan rantai penularan antara lain dengan penyediaan LLIN yang melindungi 80%
penduduk sasaran. Ini perlu didukung dengan komitmen yang kuat dari pemerintah setempat dan
melibatkan masyarakat

Terdapat 4 tahapan dalam mencapai eliminasi malaria yaitu tahap pemberantasan, tahap pra
eliminasi, tahap eliminasi dan tahap pemeliharaan.

Penanggulang Malaria dalam era otonomi dan desen-trasasi:

Penanggulangan malaria dalam era otonomi dan desentralisasi dilakukan berdasarkan surat
edaran MENDAGRI No.443.41/465/SJ tentang Eliminasi Malaria di Indonesia yang telah
dijabarkan sebagai berikut:

Pemerintahan Daerah Provinsi

1). Menyusun strategi penanggulangan malaria melalui suatu komitmen yang dituangkan
dalam perundangan daerah sebagai penjabaran pedoman eliminasi malaria di Indonesia.

2). Memberikan asistensi dan advokasi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, lembaga


legislatif, serta instansi sektor mengenai strategi dan kebijakan yang akan ditempuh dalam
eliminasi malaria.

3). Mengkoordinasikan kegiatan program malaria dengan instasi/sektor terkait dalam


mendukung eliminasi malaria.

4). Melakukan sosialisasi dan menggerakkan potensi sektor swasta, LSM, Organisasi Profesi
dan Organisasi lain yang terkait.
5). Menggerakkan potensi Sumber Daya dalam mendukung pelaksanaan program nasional
eliminasi malaria secara sinergis baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku.

6). Mengkoordinasikan, membina dan mengawasi program eliminasi malaria di


Kabupaten/Kota dalam wilayahnya.

7). Melaksanakan pelatihan teknis dan manajemen dalam eliminasi malaria termasuk
manajemen terpadu balita sakit (MTBS) bagi tenaga kesehatan di tingkat pelayanan dasar dan
rujukan (dokter, perawat dan bidan).

8). Menyediakan sarana dan prasarana dalam upaya eliminasi malaria termasuk dalam
antisipasi terjadinya KLB serta pendistribusiannya.

9). Memantau pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini.

10). Memfasilitasi penanggulangan KLB, Dampak bencana dan pengungsian di Provinsi dan
Kabupaten/Kota.

11). Mengembangkan jejaring Surveilans Epidemiologi dan Sistem Informasi Malaria.

12). Melaksanakan monitoring efikasi obat dan resistensi vektor.

13). Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan upaya eliminasi malaria dalam
pencapaian status eliminasi di wilayah kabupaten/kota dalam wilayahnya.

14). Mengalokasikan Anggaran Program Eliminasi Malaria dalam APBD Provinsi.

15). Menyampaikan laporan tahunan dan berkala tentang pelaksanaan dan pencapaian
program eliminasi malaria di wilayah provinsi kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia
melalui Dirjen PP dan PL.

16). Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan daerah lain dalam mendukung eliminasi
malaria.

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

1). Menyusun prosedur standar operasional eliminasi malaria di wilayah kabuapten/kota


dalam suatu komitmen yang dituangkan dalam perundangan daerah.

2). Melaksanakan kegiatan eliminasi malaria.

3). Menggerakkan potensi Sumber Daya (manusia, anggaran, sarana dan prasarana serta
dukungan lainnya) dalam melaksanakan eliminasi malaria.

4). Mengkoordinasikan kegiatan eliminasi malaria dengan lintas program dan sektor terkait.
5). Melaksanakan sistem kewaspadaan dini.

6). Menyediakan sarana dan prasarana dalam eliminasi malaria termasuk penanggulangan
KLB serta pendistribusiannya.

7). Melaksanakan penanggulangan KLB, bencana dan pengungsian.

8). Melaksanakan jejaring Surveilans Epidemiologi dan Sistem Informasi Malaria.

9). Memfasilitasi tercapainya akses penemuan dan pen-gobatan bagi semua penderita.

10). Melaksanakan pelatihan teknis dan manajemen dalam eliminasi malaria termasuk
manajemen terpadu balita (MTBS) dan ibu hamil sakit malaria bagi tenaga kesehatan di tingkat
pelayanan dasar dan rujukan (dokter, perawat, bidan).

11). Melakukan pemetaan daerah endemik, potensi KLB dan resisten.

12). Melaksanakan survei-survei (Dinamika Penularan, MBS/MFS, Resistensi Insektisida,


Entomologi dan lain-lain)

13). Melakukan pengadaan dan pendistribusian bahan dan alat, termasuk obat anti malaria dan
insektisida.

14). Menyiapkan Juru Malaria Desa dan kader posmal-des di desa-desa endemik terpencil dan
tidak ter-jangkau pelayanan petugas kesehatan.

15). Melaksanakan sosialisasi, advokasi dan asistensi bagi sector swasta, LSM, Organisasi
Profesi, Civil Society, dan Organisasi lain yang terkait.

16). Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan upayan eliminasi malaria dalam
pencapaian status eliminasi di wilayahnya.

17). Mengalokasikan Anggaran Program Eliminasi Malaria dalam APBD Kabupaten/Kota.

18). Menyampaikan laporan tahunan dan berkala tentang pelaksanaan dan pencapaian
program eliminasi malaria di wilayah kabupaten/kota kepada Gubernur.

Pemerintah daerah dalam melaksanakan kegiatannya didaerah perlu memperhatikan hal hal
sebagai berikut:

1). Kepmenkes Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia.

2). Meningkatkan koordinasi antara Kementerian Kesehatan dengan Pemda Provinsi dan
Kabupaten/Kota serta Dinas Instansi terkait.

3). Mendukung pembiayaan program eliminasi malaria di daerah dalam APBD secara
proporsional.
4). Perlu dilaksanakan program Monev melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota.

5). Melaporkan perkembangan pelaksanaan program dan kegiatan eliminasi malaria tersebut
secara berkala kepada Menteri Dalam Negeri c.q. Ditjen Otda dan Menteri Kesehatan c.q. Ditjen
P2PL.

Tantangan eliminasi malaria di Indonesia:

Beberapa tantangan untuk mencapai eliminasi malaria di Indonesia tahun 2030 sebagai berikut:

1). Adanya perbedaan tingkat endemisitas malaria di Indonesia yang sangat bervariasi mulai
dari yang tinggi tingkat endemisitas sampai dengan tak adanya penularan malaria yang tersebar
menurut kabupaten, kecamatan dan desa bahkan sampai ke dusun dan satuan terkecil masyarakat
di pedesaan/kelurahan.

2). Tersedianya nyamuk penular malaria yang cukup banyak baik yang dipengaruhi sesuai
habitat Asia, Australia dan berada diantara kedua kawasan terse-but.

3). Infrastuktur kesehatan yang masih belum merata diberbagai daerah terutama di daerah
yang sangat terpencil dipedalaman maupun yang berada di kepu-lauan terpencil.

4). Tingkat kemampuan daerah dalam pembiayaan kese-hatan yang sangat berbeda menurut
kemampuan sumberdaya alam di masing masing wilayah.

5). Sumberdaya tenaga kesehatan yang tersedia dan ketrampilannya dalam mengelola
program dan ke-mampuan teknis guna mengeliminasi malaria.

6). Dukungan penelitian guna menopang kegiatan elimi-nasi malaria yang masih lebih
banyak berada di kawa-san barat Indonesia.

7). Dukungan peraturan perundang-undangan menuju eliminasi yang masih terbatas dalam
mengarahakan masyarakat untuk berperilaku mendukung upaya eliminasi malaria di Indonesia.

8). Perpindahan penduduk yang cukup tinggi antar daerah dan antar pulau yang
mengakibatkan pengen-dalian malaria perlu lebih waspada tentang jalur per-pindahan penduduk
tersebut.

9). Indonesia berbatasan dengan negara2 yang mempu nyai tingkat endemisitas malaria yang
tinggi antara lain Timor Leste dan Papua New Guinea.

Tindak lanjut menuju eliminasi malaria di Indonesia:


Dalam menuju eliminasi tahun 2030 diperlukan semua wilayah Kabupaten dan Kota dengan
penularan malaria dapat bergerak bersama sama menyelesaikan permasala-han malaria
diwilayahnya sesuai dengan tahapan yang ada. Untuk itu diperlukan tindak lanjut sebagai
berikut:

1). Pelatihan tenaga di Propinsi untuk melakukan pe-metaan tahapan eliminasi di


Kabupaten/Kota

2). Melakukan pemetaan Kabupaten/kota untuk mengeta-hui status dalam tahapan eliminasi.

3). Komitmen daerah dalam pelaksanaan tahapan taha-pan pengendalian malaria di


Kabupaten secara berkesinambungan.

4). Komitmen yang menyangkut kebijakan daerah yang mendukung, perencanaan, alokasi
penganggaran, dukungan legislasi dan pengawasan, dukungan swasta dan partisipasi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI. (2016). Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI
tentang Malaria. Jakarta : Pusdatin Kemenkes RI

Kemenkes Kesehatan RI. (2014). Pedoman Manajemen Malaria. Jakarta : Pusat Pengendalian
Penyakit Bersumber Binatang

Kementrian Kesehatan RI.(2011). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan “Epidemiologi
Malaria di Indonesia. Jakarta: Jendela Datinkes

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI. (2017).
Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi Kasus Malaria dan Pemetaan Wilayah Fokus “ Daerah
Eliminasi dan Pemeliharaan. Jakarta: P2PTVZ

Fitriany.J.Sabiq.A.(2018). Malaria. Averrous. Vol.4 No.2 2018.


doi.org/10.29103/averrous.v4i2.1039

Imansyah Putra, T. R. (2011). Malaria dan Permasalahannya. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala.
11(2) : 103-114

Anda mungkin juga menyukai