Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI
“PENGARUH AGEN KEMOTERAPETIK TERHADAP PERTUMBUHAN
MIKROORGANISME”

DISUSUN OLEH :
NAMA : NOVLINE PRASETYO
NIM : A1C419013
KELAS : REGULER B/R-004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Tujuan : Dapat mempelajari pengaruh senyawa-senyawa kimia yang dapat


menghambat pertumbuhan mikroba

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengendalian Mikroba


Pengendalian mikroba merupakan upaya pemanfaatan mikroba dalam
mengoptimalkan keuntungan peran mikroba dan memperkecil kerugiannya.
Pengendalian mikroba bertujuan mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,
membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi dan mencegah
pengrusakan serta pembusukan bahan oleh mikroba, menghambat pertumbuhan
bakteri dan mencegah kontaminasi bakteri yang tidak dikehendaki kehadirannya
dalam suatu media (Waluyo, 2004: 51).

2.2. Macam – Macam Antibakteri


Antibakteri dibagi menjadi dua macam, yaitu antibiotik dan agen
kemoterapetik. Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk
menhambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme, contohnya penisilin,
sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan lainlain. Sedanglan antibiotik yang
relatif non toksis bagi pejamunya digunakan sebagai agen kemoterapetik dalam
pengobatan penyakit infeksi pada manusia, hewan dan tanaman. Menurut
Mayasari (2020: 49) agen kemoterapetik merupakan substansi kimia yang dapat
merusak atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam jaringan hidup
dan dihasilkan oleh mikroorganisme.
2.3. Spektrum Antimikroba
Menurut Mayasari (2020: 52) berdasarkan spektrum kerjanya, antibakteri
terbagi atas du kelompok besar,yaitu antibakteri dengan aktivitas spektrum luas
(broa- spectrum) dan aktivitas spektrum sempit (narrow spectrum).
1) Spektrum Luas (broad-spectrum)
Bekerja terhadap lebih banyak bakteri, baik gram negatif maupun gram
positif serta jamur. Contohnya : tetrasiklin da kloramfenikol
2) Spektrum Sempit (narrow spectrum)
Bekerja terhadap beberapa jenis bakteri saja. Contohnya : penisilin hanya
bekerja terhadap bakteri gram positif dan gentamisin hanya bekerja terhadap
bakteri gram negatif.

2.4. Mekanisme Kerja Antibiotik


Pratiwi (2017: 422-423) menyebutkan bahwa berdasarkan kerjanya terhadap
bakteri, antibiotik dikelompokkan menjadi :
a) Inhibitor sintesis dinding sel bakteri yang memiliki efek bakterisidal
dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam
sintesis dinding sel. Contohnya antara lain golongan β-laktam seperti
penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, serta inhibitor
sintesis dinding sel lainnya seperti vancomysin, basitrasin, fosfomysin,
dan daptomysin
b) Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau
bakteriostatik dengan cara menganggu sintesis protein tanpa
mengganggu selsel normal dan menghambat tahap-tahap sintesis
protein. Obat- obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein
bakteri diantaranya aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin,
klindamisin, oksazolidinon, dan kloramfenikol.
c) Mengubah permeabilitas membran sel dan memiliki efek bakteriostatik
dengan cara menghilangkan permeabilitas membran oleh karena
hilangnya substansi seluler sehingga menyebabkan sel menjadi lisis.
Obat-obat yang memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin
B, gramisidin, nistatin, dan kolistin.
d) Menghambat sintesa folat. Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-
obatan seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat
mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari PABA
(asam para amino benzoat) dan glutamat. Asam folat merupakan vitamin
namun pada manusia tidak dapat mensintesis asam folat. Hal ini menjadi
suatu target yang baik dan selektif untuk senyawa-senyawa antimikroba
e) Mengganggu sintesis DNA. Mekanisme kerja tersebut terdapat pada
obat-obatan seperti metronidasol, kinolon, dan novobiosin. Obat-obatan
ini dapat menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga
menghambat sintesis DNA. DNA girase adalah enzim yang terdapat
pada bakteri dengan cara menyebabkan terbuka dan terbentuknya
superheliks pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA.

2.5. Sifat Antimikroba


Antimikroba mempunyai dua sifat yaitu bakteriostatik dan bakteriosida.
Bakteriostatik adalah bersifat menghambat atau menghentikan pertumbuhan
bakteri sehingga bakteri yang bersangkutan menjadi stasioner dan tidak terjadi
lagi proses multiplikasi atau perkembangbiakan. Contohnya adalah sulfonamide,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, novobiosin, paraaminosalisilat, linkomisin,
klindamisin, dan nitrofurantoin (dalam kondisi basa dengan konsentrasi rendah).
Sementara itu, bakterisida adalah bersifat membunuh bakteri. Contohnya adalah
penisilin, sefalosforin, streptomisin, kanamisin, gentamisin, novobiosin dan lain-
lain (Panjaitan, 2017: 18).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini sebagai berikut :
1. Kertas cakram yang telah direndam : Penisilia G 10ug, steptomisin 10 ug,
tetrasiklin 30 ug
2. Lampu spiritus
3. Swab kertas steril
4. Spidol penggaris
3.1.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini sebagai berikut :
1. Suspensi mikroba dengan kekeruhan 0,1 pada panjang gelombang 600 mm

3.2. Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang harus dilakukan pada praktikum kali ini, yaitu :

Cawan Petri

Diinokulasi 1 ml bakteru uji ke dalam cawan petri secara aseptik

Dituang agar yang telah cair (suhu 40°C) ke dalam cawan petri, diputar
cawan petri di atas meja searah jarum jam dan sebaliknya sehingga bakteri
uji tercampur merata dan dibiarkan membeku

Ditanamkan kertas cakram yang telah direndam dengan zat antimikroba


(30 menit) pada permukaan agar nutrisi yang telah membeku

Diinkubasi seluruh cawan petri pada suhu 37°C selama 24-48 jam

Diukur zona bening yang tebentuk pada sekeliling cakram yang telah
dicelupkan pada zat antimikroba

Hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
GAMBAR KETERANGAN

• Tetrasiklin menghambat
bakteri Bacillus cereus
• Diameter zona bening 1,9 cm
/ 19 mm

(Panjaitan, 2017: 20).

• Ampisilin menghambat
bakteri Staphylococcus
aureus
• Diameter zona bening 28,70
mm

(Amalia, 2014: 91)


4.2. Pembahasan
Agen kemoterapetik didefinisikan sebagai obat-obatan yang berasal dari bahan
kimia dimana agen ini digunakan untuk memberantas serta menyembuhkan penyakit
infeksi akibat mikroorganisme, seperti bakteri, virus dan protozoa juga terhadap infeksi
oleh cacing (Indijah, 2016: 35).
Pada penelitian ini, menunjukkan adanya daya hambat yang dihasilkan oleh
antibiotik ampisilin dan antibiotik tetrasiklin terhadap pertumbuhan bakteri.
Terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri menunjukkan adanya penghambatan
pertumbuhan bakteri uji. Zona penghambatan bakteri dinyatakan dalam millimeter
(mm) yang diukur dari zona bening yang terbentuk. Semakin luas zona bening
menunjukkan semakin tinggi aktivitas antibakteri (Lestari, 2020: 242).
Tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotik menurut standar penilaian diameter
zona hambat antibiotic berdasarkan CLSI (Clinical Laboratory Standards Institute)
dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu sensitif, intermediet, dan resisten. Suatu
bakteri dikatakan sensitif terhadap antibiotik apabila bakteri tersebut dapat dihambat
dengan baik dan terbentuk zona bening pada saat diuji (peka terhadap antibiotik),
kategori intermediet apabila bakteri dapat dihambat tetapi dengan daya hambat yang
lebih lemah, dan kategori resisten apabila bakteri dapat dihambat tetapi menunjukkan
daya hambat yang sangat lemah atau tidak terbentuk daya hambat sama sekali (Suheri,
2012: 30).
Antibiotik Tetrasiklin adalah antimikroba yang berspektrum luas, diekstraksi
dari Streptomyces sp. dan bersifat bakteriostatik. Prinsip kerja antimikroba ini adalah
menghambat sintesis protein dan menghasilkan protein abnormal. Di mana antimikroba
ini memengaruhi fungsi ribosom bakteri dengan mengikat ribosom 30S dan
menyebabkan terjadinya hambatan pengikatan aminoasil-tRNA dengan kompleks
mRNA-ribosom sehingga sintesis protein terhambat (Panjaitan, 2017: 22).
Antibiotik ampisilin merupakan jenis antibiotik golongan Beta Laktam (β-
Lactam) yang mempunyai mekanisme kerja yaitu dengan menghambat sintesis dinding
sel bakteri dengan cara mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin protein (Protein
Binding Penisilin), sehingga menyebabkan penghambatan pada tahapan akhir
transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri yang mengakibatkan
biosintesis dinding sel terhambat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis). Sintesis dinding
sel yang terganggu mengakibatkan bakteri tersebut tidak mampu mengatasi perbedaan
tekanan osmosa di luar dan di dalam sel yang mengakibatkan bakteri mati (Suheri,
2012: 31). Sedangkan Menurut Indijah (2016: 43) Ampisilin merupakan antibiotik
golongan penisilin yang mempunyai spektrum kerja luas, yang aktif pada bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif. Ampisilin digunakan pada infeksi saluran napas,
saluran cerna, saluran kemih, kulit, gonore, dan infeksi pada bagian lunak seperti otot.
Dari hasil antibakteri yang digunakaan pada bakteri Bacillus cereus dan bakteri
Staphylococcus aureus. Kedua bakteri ini tergolong bakteri gram positif, yang memiliki
sekitar 50% peptidoglikan (murein) lapis tunggal yang membentuk struktur tebal dan
kaku, dan asam teikoat yang mengandung alkohol (gliserol atau ribitol) dan fosfat
sebagai komponen utama dinding sel, kandungan lipida rendah (sekitar 1 hingga 4%),
serta memiliki susunan dinding sel yang kompak. Bakteri Gram positif memiliki
dinding sel dengan lapisan peptidoglikan yang terletak di bagian membran luar lebih
tebal dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Lapisan peptidoglikan yang tebal
tersebut menyebabkan bakteri Gram positif lebih peka terhadap pemberian antibakteri
(Lestari, 2020: 245).
Kedua jenis antibiotic yaitu tetrasiklin dan ampisilin tersebut memiliki kategori
tingkat resistensi yang sensitif, tetapi antibiotik ampisilin memiliki daya hambat yang
lebih efektif dibandingkan dengan antibiotik tetrasiklin yang dibuktikan dengan
diameter zona bening di sekitar cakram antibiotik ampisilin yang lebih besar
dibandingkan dengan antibiotik tetrasiklin (Suheri, 2012: 29). Maka dapat diartikan
bahwa semakin besar zona bening yang terbentu akan berbanding lurus dengan
kemampuan antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteru tersebut, jika zona
bening semakin besar maka semakin tinggi kemampuan antibiotik untuk menghambar
mikroba.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan pada kali ini, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pengaruh senyawa-senyawa kimia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroba yaitu dengan agen kemoterapetik yang memiliki sifat bakteriostatik
dan bakteriosida. Bakteriostatik adalah bersifat menghambat atau
menghentikan pertumbuhan bakteri sehingga bakteri yang bersangkutan
menjadi stasioner dan tidak terjadi lagi proses multiplikasi atau
perkembangbiakan. Dan bakterisida yang bersifat dapat membunuh bakteri
sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri.

1.2. Saran
Pada praktikumterakhir ini sudah terlaksanakan dengan baik dan
penjelasan dari asisten dapat dimengerti. Serta asisten telah memberi berbagai
sumber yang dapat digunakan untuk berlangsungnya praktikum. Terimaksih
kepada asisten yang telah membimbing kami untuk melakukan praktikum
mikrobiologi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, S., dkk. 2014. Antibacterial Activity Testing N-Hexane Fraction Of Red
Dragon (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) Fruit Peel on Staphylococcus
aureus ATCC 25923. Traditional Medicine Journal. Vol. 19(2): 91
Indijah, S. W., & Fajri, P. 2016. Farmakologi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia
Lestari, A. dkk. 2020. Daya Hambat Propolis Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Dan Escherichia coli. Jurnal Pro-Life. Vol. 7(3): 242-245.
Mayasari, U. 2020. Mikrobiologi. Medan: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Panjaitan, R.S. & Madayanti, F. 2017. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Lipid
Ulva fasciata Terhadap Bacillus cereus. Jurnal Kimia dan Pendidikan. Vol.
2(1): 18-20.
Pratiwi, R.H. 2017. Mekanisme Pertahanan Bakteri Patogen Terhadap Antibiotik.
Jurnal Pro-Life. Vol. 4(3): 422-423.
Suheri, F., dkk. 2012. Perbandingan Uji Resistensi Bakteri Staphylococcus aureus
Terhadap Obat Antibiotik Ampisilin dan Tetrasiklin. Andalas Dental Journal.
Vol. 1(1): 19-31
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai