Anda di halaman 1dari 84

RESUME

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


(Diajukan untuk memenuhi tugas dari ibu Dr. Cucu Sutianah, M.pd)

Oleh:

Nama :Adi Hadiansyah


Npm : 192170053

UNIVERSITAS SILIWANGI
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GEOGRAFI
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada pada tuhan yang Maha Esa atas segala karunia
nikmat dan rahmatnya sehingga kami bisa menyelesaikan RESUME BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN, untuk diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah
perkembangan peserta didik.
Resume ini memuat materi pembelajaran mengenai perkembangan peserta
didik dari bab 1 samapai dengan bab 7 yang materinya dimulai konsep
pertumbuhan dan perkembangan, prisip dan tahapan pertubuhan dan
perkembangan, teori-teori perkembangan dan lain-lain.
Dibuatnya Resume perkembangan peserta didik ini juga bukan hanya
untuk memenuhi tugas mata kuliah melainkan untuk menambahkan wawasan
khususnya untuk penulis dan untuk pembaca.

Tasikmalaya, 24 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 1
C. Tujuan Resume..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Hakikat pembelajaran............................................................................3
B. Azas dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran.......................................... 16
C. Teori Belajar menurut pandangan behaviorisme
landasan filosofis dan penerapannya dalam pembelajaran............. 24
D. Teori Belajar menurut pandangan kognitif dan landasan
filosofis dan penerapannya dalam pembelajaran............................ 31
E. Teori Belajar menurut pandangan
konstruktivisme dan landasanfilosofis dan
penerapannya dalam pembelajaran........................................................51
F. Teori Belajar menurut pandangan Humanisme dan
landasan filosofis dan penerapannya dalam pembelajaran.................... 59
G. Teori Pengolahan Informasi dalam Memori Manusia
dan landasan filosofis dan penerapannya dalam pembelajaran............. 68
BAB III PENUTUP......................................................................................... 76

A. Simpulan......................................................................................... 76
B. Saran............................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Moh. Surya (1981) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya
dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas,
bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang. Sebagai
seorang pendidik atau calon pendidik harus memahami berbagai aspek peserta
didik dan karekteristik peserta didik terutama dalam proses belajar. Untuk
mengetahui hal tersebut perlu menguasai dan mengetahui konsep dari belajar dan
pembelajaran agar dapat memfasilitasi peserta didik dalam proses belajar.
Dalam undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang secara legal formal memberi pengertian tentang
pembelajaran. Dalam Pasal 1 butir 20 pembelajaran diartikan sebagai “... proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar”. Pembelajaran sebagai suatu konsep pedagogik secara teknis dapat
diartikan sebagai upaya sistematik dan sistemik untuk menciptakan lingkungan
belajar yang potensial menghasilkan proses belajar yang bermuara pada
berkembangnya potensi individu sebagai peserta didik.
Dengan adanya resume belajar dan pembelajaran ini diharapkan dapat
membantu pendidik dan calon pendidik dalam pengorganisasian belajar dan
pembelajaran kepada peserta didik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hakekat Belajar dan Pembelajaran?
2. Bagaimana Azas dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran?
3. Bagaimana Teori Belajar menurut pandangan behaviorisme landasan
filosofis dan penerapannya dalam pembelajaran?
4. Bagaimana Teori Belajar menurut pandangan kognitif dan
landasanfilosofis dan penerapannya dalam pembelajaran?

1
5. Bagaimana Teori Belajar menurut pandangan konstruktivisme dan
landasanfilosofis dan penerapannya dalam pembelajaran?
6. Bagaimana Teori Belajar menurut pandangan Humanisme dan
landasanfilosofis dan penerapannya dalam pembelajaran?
7. Bagaimana Teori Pengolahan Informasi dalam Memori Manusia dan
landasanfilosofis dan penerapannya dalam pembelajaran?
E. Tujuan Resume
1. Untuk mengetahui semua aspek-aspek dalam belajar dan pembelajaran
2. Untuk mengetahui pandangan,jenis dan metode dalam belajar dan
pembelajaran.
3. Untuk memenuhi tugas resume Belajar dan Pembelajaran.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Belajar dan Pembalajar


1. Konsep Belajar
Istilah belajar sudah dikenal luas di berbagai kalangan walaupun sering
disalahartikan atau diartikan secara common sense atau pendapat umum saja.
Misalnya seorang ibu meminta anaknya “Kau belajar dulu sebelum tidur, Nak”,
maksudnya mungkin membaca dulu buku pelajaran sebelum tidur. Atau seorang
ayah menasihati anaknya yang baru terjatuh dari sepeda motor karena
kelalaiannya, dengan mengatakan “Lain kali kamu harus belajar dari
pengalaman“, yang maksudnya jangan mengulangi kesalahan serupa pada masa
mendatang. Dalam kedua contoh ungkapan tersebut belajar diartikan sebagai
proses mendapatkan pengetahuan dengan membaca dan menggunakan
pengalaman sebagai pengetahuan yang memandu perilaku pada masa yang akan
datang. Dengan kedua contoh tersebut, kita dapat menangkap makna konkret dan
praktis dari belajar.
Selanjutnya apa makna konseptual dan utuh tentang konsep belajar? Untuk
memahami konsep belajar secara utuh perlu digali lebih dulu bagaimana para
pakar psikologi dan pakar pendidikan mengartikan konsep belajar. Pandangan
kedua kelompok pakar tersebut sangat penting karena perilaku belajar
merupakan ontologi atau bidang telaah dari kedua bidang keilmuan itu. Pakar
psikologi melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis individu dalam
interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan
melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis-pedagogis yang ditandai
dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang disengaja
diciptakan. Pengertian belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Bell-
Gredler (1986:1) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan
oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and
attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap
(attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa

3
bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam
pendidikan informal, keturutsertaannya dalam pendidikan formal dan/atau
pendidikan nonformal.
Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk
lainnya. Belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran
penting, baik dalam kehidupan masyarakat tradisional maupun modern.
Pentingnya proses belajar dapat dipahami dari traditional/local wisdom, filsafat,
temuan penelitian dan teori tentang belajar. Traditional/local wisdom adalah
ungkapan verbal dalam bentuk frasa, peribahasa, adagium, maksim, kata
mutiara, petatah-petitih atau puisi yang mengandung makna eksplisit atau
implisit tentang pentingnya belajar dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh:
Iqra bismirobbika ladzi kholaq (Bacalah alam semesta ini dengan nama
tuhanmu); Belajarlah sampai ke negeri China sekalipun (Belajarlah tentang apa
saja, dari siapa saja dan dimana saja); Bend the willow when it is young
(Didiklah anak selagi masih muda); Berakit-rakit ke hulu berenangrenang ke
tepian (Belajar lebih dahulu nanti akan dapat menikmati hasilnya).
Dalam pandangan yang lebih komprehensif konsep belajar dapat digali
dari berbagai sumber seperti filsafat, penelitian empiris, dan teori. Para ahli
filsafat telah mengembangkan konsep belajar secara sistematis atas dasar
pertimbangan nalar dan logis tentang realita kebenaran, kebajikan dan
keindahan. Karena itu filsafat merupakan pandangan yang koheren dalam
melihat hubungan manusia dengan alam semesta. Plato, dalam Bell-Gredler
(1986: 14-16) melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang ada dalam diri manusia
dan dibawa lahir. Sementara itu Aristoteles melihat pengetahuan sebagai sesuatu
yang ada dalam dunia fisik bukan dalam pikiran. Kedua kutub pandangan
filosofis tersebut berimplikasi pada pandangan tentang belajar. Bagi penganut
filsafat idealisme hakikat realita terdapat dalam pikiran, sumber pengetahuan
adalah ide dalam diri manusia, dan proses belajar adalah pengembangan ide yang
telah ada dalam pikiran. Sedang bagi penganut realisme, realita terdapat dalam
dunia fisik, sumber pengetahuan adalah pengalaman sensori, dan belajar

4
merupakan kontak atau interaksi individu dengan lingkungan fisik.
Pandangan lain tentang belajar, selain dari pandangan para filosof
idealisme dan realisme tersebut di atas, berasal dari pandangan para ahli
psikologi, yang antara lain dirintis oleh Wiliam James, John Dewey, James
Cattel, dan Edward Thorndike tahun 1890-1900 (Bell-Gredler, 1986:20-25).
Pada dasarnya para ahli psikologi melihat belajar sebagai proses psikologis
yang disimpulkan dari hasil penelitian tentang bagaimana anak berpikir
(Hall:1883), atau disimpulkan dari bagaimana binatang belajar (Thorndike:
1898) atau dari hasil pengamatan praktek pendidikan (Dewey:1899). Sejalan
dengan mulai berkembangnya disiplin psikologi pada awal abad ke-20
berkembang pula berbagai pemikiran tentang belajar yang digali dari berbagai
penelitian empiris. Pada zaman itu mulai berkembang dua kutub teori belajar,
yakni teori behaviorisme dan teori gestalt. Kunci dari teori behaviorisme yang
digali dari penelitian Ivan Pavlov pemenang hadiah Nobel tahun 1904, dan V.M.
Bechtereve serta A.B. Watson adalah proses relasi antara stimulus dan respon (S-
R), sedang teori gestalt adalah relasi antara bagian dengan totalitas pengalaman.
Sejak itu maka berkembang berbagai teori belajar yang bertolak dari ontologi
penelitian yang berbeda-beda tetapi semua bertujuan untuk menjelaskan
bagaimana belajar sesungguhnya terjadi.

Beberapa teori belajar secara signifikan banyak mempengaruhi pemikiran


tentang proses pendidikan, termasuk pendidikan jarak jauh. Teori Operant
Conditioning atau Pengkondisian Operant dari B.F. Skinner yang menekankan
pada konsep reinforcement atau penguatan (Bell-Gredler, 1986: 77-91), dan teori
Conditions of Learning dari Robert Gagne yang menekankan pada behavior
development atau perkembangan perilaku sebagai produk dari cumulative effects
of learning atau efek kumulatif (Bell-Gredler, 1986: 117130) mempengaruhi
pandangan tentang bagaimana menata lingkungan belajar. Sementara itu teori
Information Processing yang menekankan pada proses pengolahan informasi
dalam berpikir (BellGredler, 1986: 153-169), dan teori Cognitive Development
atau Perkembangan Kognitif dari Jean Piaget yang menekankan pada konsep
ways of knowing atau jalan untuk tahu (Bell-Gredler, 1986: 193-209)

5
mempengaruhi pandangan tentang bagaimana mengembangkan proses
intelektual peserta didik.

Di lain pihak teori Social Learning atau Belajar Sosial dari Albert Bandura
yang menekankan pada pemerolehan complex skills and abilities atau
kemampuan dan keterampilan kompleks melalui pengamatan modeled behavior
atau perilaku yang diteladani beserta konsekuensinya terhadap perilaku individu
(Bell-Gredler, 1986: 235-253) dan teori Attribution atau Atribusi dari Bernard
Werner yang menekankan pada relasi antara ability, effort, task difficulty, and
luck dalam keberhasilan atau kegagalan belajar (Bell-Gredler, 1986: 276-291)
mempengaruhi pandangan tentang bagaimana melibatkan individu dalam
konteks sosial. Sedangkan teori Experiential Learning atau Belajar melalui
Pengalaman dari David A. Kolb, yang menekankan pada konsep transformation
of experiences atau transformasi pengalaman dalam membangun knowledge atau
pengetahuan (Kolb, 1984: 21-38), teori Social Development atau Perkembangan
Sosial dari L. Vygostky yang menekankan pada konsep zone of proximal
development atau arena perkembangan terdekat melalui proses dialogis dan
kebersamaan (Cheyne dan Taruli, 2005:1-10), dan Web-based Learning Theory
atau Teori Belajar Berbasis Jaringan yang menekankan pada interaksi individu
dengan sumber informasi berbasis jaringan elektronik (Suparman, Winataputra,
Hardhono, dan Sugilar, 2003:1-5) mempengaruhi pandangan tentang bagaimana
memanfaatkan lingkungan belajar yang bersifat multipleks guna menghasilkan
belajar yang lebih bermakna. Semua konsep belajar yang dibangun dalam
masing-masing teori tersebut melukiskan bagaimana proses psikologis-internal-
individual atau psikososial atau psikokontekstual yang relatif bebas dari konteks
pedagogik yang sengaja dibangun untuk menumbuhkembangkan potensi belajar
individu.

Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan nasional konsep belajar


harus diletakkan secara substantif-psikologis terkait pada seluruh esensi tujuan
pendidikan nasional mulai dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

6
yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan kata lain konsep belajar yang
secara konseptual bersifat content free atau bebas-isi secara operasional-
kontekstual menjadi konsep yang bersifat content-based atau bermuatan.

Oleh karena itu, konsep belajar dalam konteks tujuan pendidikan nasional
harus dimaknai sebagai belajar untuk menjadi orang yang: beriman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, ber-akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Karena pendidikan memiliki misi psiko pedagogic dan sosio pedagogic maka
pengembangan pengetahuan, nilai-nilai dan sikap, serta keterampilan mengenai
keberagamaan dalam konteks beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa; keberagamaan dalam konteks berakhlak mulia; ketahanan jasmani dan
rohani dalam konteks sehat; kebenaran dan kejujuran akademis dalam konteks
berilmu melekat; terampil dan cermat dalam konteks cakap; kebaruan (novelty)
dalam konteks kreatif, ketekunan dan percaya diri dalam konteks mandiri; dan
kebangsaan, demokrasi dan patriotisme dalam konteks warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab seyogianya dilakukan dalam rangka
pengembangan kemampuan belajar peserta didik.

2. Ciri-ciri belajar
Dari semua pengertian tentang belajar, sangat jelas pada kita bahwa belajar
tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh
kemampuan individu. Kedua pengertian terakhir tersebut memusatkan
perhatiannya pada tiga hal.
Pertama, belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada
diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau
kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta
keterampilan (psikomotor).
Kedua, perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan
perilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara dirinya
dengan lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik. Misalnya, seorang
anak akan mengetahui bahwa api itu panas setelah ia menyentuh api yang

7
menyala pada lilin. Di samping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan
tersebut dapat diperoleh melalui interaksi psikis. Contohnya, seorang anak akan
berhati-hati menyeberang jalan setelah ia melihat ada orang yang tertabrak
kendaraan. Perubahan kemampuan tersebut terbentuk karena adanya interaksi
individu dengan lingkungan. Mengedipkan mata pada saat memandang cahaya
yang menyilaukan atau keluar air liur pada saat mencium harumnya masakan
bukan merupakan hasil belajar. Di samping itu, perubahan perilaku karena faktor
kematangan tidak termasuk belajar. Seorang anak tidak dapat belajar berbicara
sampai cukup umurnya. Tetapi perkembangan kemampuan berbicaranya sangat
tergantung pada rangsangan dari lingkungan sekitar. Begitu juga dengan
kemampuan berjalan.
Ketiga, perubahan tersebut relatif menetap. Perubahan perilaku akibat
obat-obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai
perilaku hasil belajar. Seorang atlet yang dapat melakukan lompat galah melebihi
rekor orang lain karena minum obat tidak dapat dikategorikan sebagai hasil
belajar. Perubahan tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku akibat
belajar akan bersifat cukup permanen.
3. Jenis-jenis belajar
Berkenaan dengan proses belajar yang terjadi pada diri siswa, Gagne
(1985) mengemukakan delapan jenis belajar. Kedelapan jenis belajar tersebut
adalah:
a. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar melalui isyarat adalah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
karena adanya tanda atau isyarat. Misalnya berhenti berbicara ketika mendapat
isyarat telunjuk menyilang mulut sebagai tanda tidak boleh ribut; atau berhenti
mengendarai sepeda motor di perempatan jalan pada saat tanda lampu merah
menyala.
b. Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning)
Belajar stimulus-respon terjadi pada diri individu karena ada rangsangan dari
luar. Misalnya, menendang bola ketika ada bola di depan kaki, berbaris rapi
karena ada komando, berlari karena mendengar suara anjing menggonggong di

8
belakang, dan sebagainya
c. Belajar Rangkaian (Chaining Learning)

Belajar rangkaian terjadi melalui perpaduan berbagai proses stimulus


respon (S-R) yang telah dipelajari sebelumnya sehingga melahirkan perilaku
yang segera atau spontan seperti konsep merah-putih, panas-dingin, ibu-bapak,
kaya-miskin, dan sebagainya.

d. Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning)

Belajar asosiasi verbal terjadi bila individu telah mengetahui sebutan


bentuk dan dapat menangkap makna yang bersifat verbal. Misalnya perahu itu
seperti badan itik atau kereta api seperti keluang (kaki seribu) atau wajahnya
seperti bulan kesiangan.

e. Belajar Membedakan (Discrimination Learning)

Belajar diskriminasi terjadi bila individu berhadapan dengan benda,


suasana, atau pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal
yang jumlahnya banyak itu. Misalnya, membedakan jenis tumbuhan atas dasar
urat daunnya, suku bangsa menurut tempat tinggalnya, dan negara menurut
tingkat kemajuannya.

f. Belajar Konsep (Concept Learning)

Belajar konsep terjadi bila individu menghadapi berbagai fakta atau data
yang kemudian ditafsirkan ke dalam suatu pengertian atau makna yang abstrak.
Misalnya, binatang, tumbuhan dan manusia termasuk makhluk hidup; negara-
negara yang maju termasuk developed-countries; aturan-aturan yang mengatur
hubungan antar-negara termasuk hukum internasional.

g. Belajar Hukum atau Aturan (Rule Learning)

Belajar aturan/hukum terjadi bila individu menggunakan beberapa


rangkaian peristiwa atau perangkat data yang terdahulu atau yang diberikan
sebelumnya dan menerapkannya atau menarik kesimpulan dari data tersebut
menjadi suatu aturan. Misalnya, ditemukan bahwa benda memuai bila

9
dipanaskan, iklim suatu tempat dipengaruhi oleh tempat kedudukan geografi dan
astronomi di muka bumi, harga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan, dan
sebagainya.

h. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)

Belajar pemecahan masalah terjadi bila individu menggunakan berbagai


konsep atau prinsip untuk menjawab suatu pertanyaan, misalnya, mengapa harga
bahan bakar minyak naik, mengapa minat masuk perguruan tinggi menurun.
Proses pemecahan masalah selalu bersegi jamak dan satu sama lain saling
berkaitan.

4. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi,


memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta
didik. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, tapi tidak semua proses belajar
terjadi karena pembelajaran. Proses belajar terjadi juga dalam konteks interaksi
sosial-kultural dalam lingkungan masyarakat. Proses pembelajaran tidak dapat
dipisahkan dari proses dan hasil belajar. Proses pembelajaran harus dengan
sengaja diorganisasikan dengan baik agar dapat menumbuhkan proses belajar
yang baik yang pada gilirannya dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Pembelajaran dalam konteks pendidikan formal, yakni pendidikan di


sekolah, sebagian besar terjadi di kelas dan lingkungan sekolah. Sebagian kecil
pembelajaran terjadi juga di lingkungan masyarakat, misalnya, pada saat
kegiatan kokurikuler (kegiatan di luar kelas dalam rangka tugas suatu mata
pelajaran), ekstrakurikuler (kegiatan di luar mata pelajaran, di luar kelas), dan
ekstra mural (kegiatan dalam rangka proyek belajar atau kegiatan di luar
kurikulum yang diselenggarakan di luar kampus sekolah, seperti kegiatan
perkemahan sekolah). Dengan demikian maka proses belajar bisa terjadi di kelas,
dalam lingkungan sekolah, dan dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam
bentuk interaksi sosial-kultural melalui media massa dan jaringan. Dalam
konteks pendidikan nonformal, justru sebaliknya proses pembelajaran sebagian

10
besar terjadi dalam lingkungan masyarakat, termasuk dunia kerja, media massa
dan jaringan internet. Hanya sebagian kecil saja pembelajaran terjadi di kelas
dan lingkungan pendidikan nonformal seperti pusat kursus. Yang lebih luas
adalah belajar dan pembelajaran dalam konteks pendidikan terbuka dan jarak
jauh, yang karena karakteristik peserta didiknya dan paradigma
pembelajarannya, proses belajar dan pembelajaran bisa terjadi di mana saja, dan
kapan saja tidak dibatasi oleh jarak, ruang, dan waktu.

Konsep dasar pembelajaran sudah dirumuskan dalam Pasal 1 butir 20 UU


Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yakni “Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.” Dalam konsep tersebut terkandung 5 konsep, yakni
interaksi, peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar.

 Interaksi : Pengaruh timbal balik; saling mempengaruhi satu sama lain.

 Peserta didik : Anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan


potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

 Pendidik : Tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,


dosen, konselor, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.

 Sumber belajar : Segala sesuatu yang dapat digunakan oleh peserta


didik dan pendidik dalam proses belajar dan pembelajaran. Jika
dikelompokkan sumber belajar dapat berupa sumber belajar
tertulis/cetakan, terekam, tersiar, jaringan, dan lingkungan (alam,
sosial, budaya, spiritual).

 Lingkungan belajar : Lingkungan yang menjadi latar terjadinya proses


belajar seperti di kelas, perpustakaan, sekolah, tempat kursus, warnet,
keluarga, masyarakat, dan alam semesta.

11
Tujuan pembelajaran mengacu pada kemampuan atau kompetensi yang
diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti suatu pembelajaran tertentu. Materi
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dibahas dalam pembelajaran dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran yang berkualitas
sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreativitas pengajar. Keselarasan
faktor tersebutlah yang akan membuat keberhasilan terhadap kegiatan
pembelajaran.

5. Jenis-jenis Pembelajaran

a. Pembelajaran Berorientasi pada Proses Belajar Isyarat

Pada belajar isyarat proses belajar dimulai dengan adanya isyarat, tanda
atau petunjuk yang berpengaruh pada proses perubahan perilaku. Misalnya,
berhenti mengendarai kendaraan pada saat lampu merah menyala atau melihat
isyarat berhenti dari polisi yang sedang bertugas atau berlari menuju kelas ketika
lonceng tanda masuk berbunyi. Jika dianalisis, proses perubahan perilaku dalam
belajar isyarat dimulai dari penginderaan dan pengenalan terhadap isyarat,
kemudian isyarat itu dihayati maknanya. Atas dasar penghayatan itu terjadi
perubahan perilaku.

b. Pembelajaran Berorientasi pada Proses Belajar Stimulus

Respon Belajar Stimulus Respon mengacu pada proses perubahan


perilaku yang dihasilkan oleh terciptanya relasi antara stimulus atau rangsangan
dan respon atau jawaban atas stimulus. Misalnya, seseorang yang mendengar
suara musik akan langsung mengetukkan kakinya mengikuti irama musik
tersebut. Respon adalah perilaku yang lahir sebagai hasil masuknya stimulus ke
dalam pikiran seseorang. Stimulus bisa datang dari objek misalnya peta,
lingkungan, peristiwa, suasana orang lain atau dari aktivitas subjek lain misalnya
orang lain bertanya kepada kita dan kita memberi jawaban atas pertanyaan itu.

c. Pembelajaran Berorientasi pada Proses Belajar Rangkaian

Belajar rangkaian mengacu pada proses belajar yang tercipta karena


adanya berbagai proses stimulus respon. Seseorang yang menerima berbagai

12
stimulus dan selanjutnya memberi respon di dalam suatu konteks akan dapat
melakukan proses belajar rangkaian. Salah satu cerita yang cukup populer yang
merupakan contoh belajar rangkaian adalah cerita tentang seorang anak yang
mempunyai kebiasaan buruk menaruh jaket sembarangan. Rangkaian kegiatan
yang dilakukan anak tersebut adalah memasuki rumah menjatuhkan jaket 
melihat ibunya  ibunya berkata “Ambil jaketmu”  mengambil jaket 
menggantungkan jaket di tempatnya.

d. Pembelajar Berorientasi pada Proses Belajar Asosiasi Verbal

“Belajar Asosiasi Verbal” mengacu pada proses memahami informasi


verbal yang menggambarkan konsep, prinsip, benda, situasi, dan lain-lain,
misalnya mengurutkan kata-kata secara alfabetis, menghafal rumus-rumus,
rangkaian doa, sajak, kutipan, dan sebagainya. Belajar asosiasi verbal akan
berhasil apabila siswa memiliki informasi yang terorganisasi dalam sistem
ingatannya. Semakin kuat hubungan antar-informasi yang ada dalam sistem
ingatan, semakin mudah informasi tersebut untuk diingat. Di samping itu, siswa
juga harus memiliki kemampuan dalam mengolah informasi sehingga informasi
tersebut dapat dengan mudah untuk diingat.

e. Pembelajaran Berorientasi pada Proses Belajar Membedakan

“Belajar Membedakan” mengacu pada proses belajar memahami sesuatu


hal dengan cara melihat perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh objek yang
dipelajari. Dengan melihat perbedaan yang dimiliki oleh objek, individu dapat
memahami benda, suasana, peristiwa, atau objek lain yang ada di lingkungannya.
Misalnya, kita dapat memahami lingkungan sosial dengan cara mengidentifikasi
perbedaan yang dimiliki oleh pada umumnya orangorang yang termasuk dalam
suatu masyarakat seperti desa dan kota.

f. Pembelajaran Berorientasi pada Proses Belajar Konsep

Benda, proses, gejala, aturan, atau pengalaman melalui proses mengenal


ciri-ciri, contoh, dan sifat dari ciri-ciri tersebut. Misalnya, konsep “manusia”
dipelajari dengan cara melihat ciri-ciri manusia dibandingkan dengan

13
nonmanusia, misalnya dengan binatang atau tumbuh-tumbuhan. Hal ini
menunjukkan bahwa belajar konsep merupakan peningkatan dari proses belajar
diskriminasi. Pemahaman tersebut selanjutnya digunakan oleh individu dalam
memahami hal-hal yang sama yang lebih luas dan lebih banyak.

g. Pembelajaran Berorientasi pada Proses Belajar Aturan

“Belajar Aturan” mengacu pada proses belajar membangun prinsip atau


aturan dengan menggunakan serangkaian fakta, data, peristiwa, dan pengalaman
yang telah diketahui atau dialami sebelumnya. Aturan yang dibangun itu berupa
kesimpulan yang berlaku umum sehingga dapat diterapkan pada situasi yang
sama tetapi jangkauan dan mengacu pada aktivitas individu dalam memahami
sesuatu cakupannya lebih luas. Seseorang menghadapi sejumlah fakta data yang
saling memiliki keterkaitan dan kesamaan (komunalitas). Bertolak dari
keterkaitan dan kesamaan itu terjadilah proses generalisasi dalam diri individu.
Dengan proses ini seseorang mencoba membangun aturan dalam pikirannya.
Pada gilirannya, aturan itu dicoba diterapkannya pada situasi atau konteks yang
lebih luas. Melalui proses uji coba penerapan, seseorang akan dapat mengetes
keterpakaian dari aturan itu.

h. Pembelajaran Berorientasi pada Proses Belajar Pemecahan Masalah

“Belajar Pemecahan Masalah” mengacu pada proses mental individu


dalam menghadapi suatu masalah untuk selanjutnya menemukan cara mengatasi
masalah itu melalui proses berpikir yang sistematis dan cermat. Kesistematisan
berpikir ini terlukis dalam langkah-langkah yang ditempuhnya. Secara umum
langkah-langkah pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

1) Merasakan adanya masalah.

2) Merumuskan masalah secara khusus dalam bentuk pertanyaan atau


pernyataan.

3) Memberikan jawaban sementara atau hipotesis atas masalah yang


diajukan. d. Mengumpulkan serta mengolah data dan informasi dalam
rangka menguji tepat tidaknya jawaban sementara yang diberikan.

14
4) Merumuskan kesimpulan mengenai pemecahan masalah tersebut dan
mencoba melihat kemungkinan penerapan dari kesimpulan itu.

PERTANYAAN

1. (Fadilah) Metode pembejaran yang tepat agar mudah dipahami peserta


didik ?

2. (Rafif Hakim) Dari jenis pembejaran yang sudah dijelaskan, bagaimana


pengaplikasiannya dlm mata pelajaran di sekolah ?

3. (Adisha Shavira) Rangsangan/stimulus antara peserta didik dan pendidik


dalam pembelajaran online ?

4. (Afri Wahyudi) Bagaimana caranya agar siswa semangat dalam


belajarnya?

5. (Riri Lestari) Bagaimana contoh penerapan metode pembelajaran


rangkaian dalam pembelajaran online dan offline ?

15
B. Azas Dan Prinsip Belajar Dan Pembelajaran
1. Asas Belajar dan Pembelajaran
Asas pendidikan adalah dasar dalam mencapai tujuan dan sasaran setelah
proses pembelajaran diberikan kepada peserta didik. Berikut merupakan macam-
macam asas dalam belajar dan pembelajaran
a. Asas Motivasi
Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan usaha-usaha yang dapat
menyebabkan seorang murid bergerak untuk melakukan sesuatu keinginan,
mencapai tujuan yang dikehendaki dan mencapai kepuasan atas apa yang
didapatkannya. Oleh karena itu pendidik harus membangkitkan motivasi anak
didik agar anak didik terpusat dengan pelajaran yang sedang dihadapinya.
b. Asas Aktivitas
Dalam proses belajar mengajar, anak didik harus diberikan kesempatan
untuk aktif dalama pengajaran yang diberikan baik individu ataupun kelompok.
Dengan keaktifannya, siswa akan memperoleh pengetahuan, pemahaman,
keterampilan dan perilaku lainnya.
c. Asas Individualitas
Asas individualitas menuntut guru untuk mempelajari pribadi setiap
pribadi anak, terutama tentang kepandaian, kelebihan serta kekurangan dan
memberi tugas sebatas kemampuan sang anak didik.
d. Asas Peragaan
Asas peragaan berpengaruh dalam mengelola proses pembelajaran yang
berkualitas. Guru perlu melakukan peragaan dengan berbagai variasi dengan
mewujudkan bahan yang diajarkan baik dalam bentuk asli ataupun tiruan sehingga

16
anak didik dapat mengamati dengan jelas dan teercapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
e. Asas Ulangan
Asas ulangan menuntut guru untuk membantu peserta didik mengulang
pengetahuan yang dimilikinya sehingga akan menjadi pengetahuan yang tetap ,
berkesan dalam ingatan dan dapat difungsikan dengan baik pada kegiatan
pembelajaran yang diperlukan.
f. Asas Apersepsi
Asas apersepsi bertujuan menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan
dengan apa yang dikenal oleh peserta didik. Peserta didik diberikn kesempatan
untuk menghubungkan pengertian baru dengan pengalaman lama yang
dimilikinya.
g. Asas Korelasi
Pada asas ini peristiwa belajar dan mengajar adalah menyeluruh dan
mencakup berbagai hal yang kompleks. Guru harus menyadari bahwa dalm
belajar, siswa akan berinteraksi dengan lingkungannya untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu, guru harus menghubungkan bahan pelajaran yang satu dengan
yang lainnya agar tercapai korelasi yang erat.
h. Asas Evaluasi

Asas evaluasi bertujuan untuk melihat seberapa besar tingkat kemajuan


belajar siswa setelah proses belajar mengajar dilakukan. Asas evaluasi
memperhatikan hasil dari penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki anak didik
sebagai feed-back bagi guru dalam memperbaiki cara mengajar.

2. Prinsip Belajar dan Pembelajaran


Dalam Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang guru dan dosen
ditegaskan ada 4 macam kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik
yaitu: “Kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional.”3 Apabila keempat macam kompetensi tersebut telah
dimiliki oleh pendidik maka dapat membawa pengaruh positif dalam pelaksanaan
pembelajarannya, sehingga pembelajaran dapat lebih efektif. Kemampuan guru

17
dalam memahami prinsip-prinsip pembelajaran merupakan salah satu kompetensi
yang harus diaplikasikan dalam aktivitas pembelajaran, guna mencapai hasil yang
optimal. Untuk itu dipandang perlu ditelusuri lebih jauh tentang bagaimana
implikasi prinsip-prinsip pembelajaran terhadap pendidik dan peserta didik.
Berikut adalah aspek-aspek dalam belajar dan pembelajaran:
a. Prinsip Kesiapan (Readiness)
Proses belajar di-pengaruhi kesiapan peserta didik, yang dimaksud dengan
ke-siapan atau readiness ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat
belajar. Berkenaan dengan hal itu terdapat berbagai macam taraf kesiapan belajar
untuk suatu tugas khusus. Seseorang peserta didik yang belum siap untuk
melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan atau malah
putus asa. Yang termasuk kesiapan ini ialah kematangan dan pertumbuhan fisik,
intelegensi latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi
dan faktor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar.
b. Prinsip Motivasi (Motivation)
Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah. Motivasi
adalah suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah
kegiatan itu dan memelihara ke-sungguhan. Secara alami anakanak selalu ingin
tahu dan melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya. Rasa ingin tahu
ini seyogianya didorong dan bukan di-hambat dengan mem-berikan aturan yang
sama untuk semua anak.
c. Prinsip Persepsi dan Keaktifan
“Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaimana ia
memahami situasi”. Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap
individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain.
Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu. Seseorang guru akan dapat
memahami peserta didiknya lebih baik bila ia peka terhadap bagaimana cara se-
seorang melihat suatu situasi tertentu. Menurut Thomas M. Riskdalam Zakiah
Daradjat, “teaching is theguidance of learning experiences.” Mengajar adalah
proses membimbing pengalaman belajar. Pengalaman tersebut diperoleh apabila
peserta didik mempunyai keaktifan untuk bereaksi terhadap lingkungannya.

18
d. Prinsip Tujuan dan keterlibatan langsung
“Tujuan harus ter-gambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para
pelajar pada saat proses belajar terjadi”. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak
dicapai oleh seseorang. Prinsip keterlibatan langsung merupakan hal yang penting
dalam pembelajaran. Pem-belajaran sebagai aktivitas mengajar dan belajar, maka
guru harus terlibat langsung begitu juga peserta didik. Prinsip keterlibatan
langsung ini mencakup keterlibatan langsung secara fisik maupun non fisik.
Prinsip ini diarahkan agar peserta didik merasa dirinya penting dan berharga
dalam kelas sehingga dia bisa menikmati jalannya pembelajaran.
e. Prinsip Perbedaan Individual
“Proses belajar bercorak ragam bagi setiap orang”. Proses pengajaran
seyogianya memperhatikan perbedaan indiviadual dalam kelas sehingga dapat
memberi kemudahan pencapaian tujuan belajar yang setinggitingginya. Peng-
ajaran yang hanya memperhatikan satu tingkatan sasaran akan gagal memenuhi
ke-butuhan seluruh peserta didik. Karena itu seorang guru perlu memperhatikan
latar belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu dan menyesuaikan
materi pelajaran dan tugas-tugas belajar kepada aspek-aspek tersebut.
f. Prinsip Transfer, Retensi dan tantangan
“Belajar dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan
menerapkan hasil belajar dalam situasi baru”. Apa pun yang dipelajari dalam
suatu situasi pada akhirnya akan digunakan dalam situasi yang lain. Prosesa
tersebut dikenal dengan proses transfer, kemampuan seseorang untuk
menggunakan lagi hasil belajar disebut retensi. Bahan-bahan yang dipelajari dan
diserap dapat digunakan oleh para pelajar dalam situasi baru.
g. Prinsip Belajar Kognitif
“Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan dan atau
penemuan”.Belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep,
penemuan masalah, dan keterampilan memecahkan masalah yang selanjutnya
membentuk perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan berimajinasi me-rupakan
aktivitas mental yang berkaitan dengan proses belajar kognitif. Proses belajar itu

19
dapat terjadi pada berbagai tingkat kesukaran dan menuntut berbagai aktivitas
mental.
h. Prinsip Belajar Afektif
“Proses belajar afektif seseorang menentukn bagaimana ia meng-
hubungkan dirinya dengan pengalaman baru”.Belajar afektif mencakup nilai
emosi, dorongan, minat dan sikap. Dalam banyak hal pelajar mungkin tidak
menyadari belajar afektif. Sesungguhnya proses belajar afektif meliputi dasar
yang asli untuk dan merupakan bentuk dari sikap, emosi dorongan, minat dan
sikap individu.
i. Proses Belajar Psikomotor
Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia mampu
mengendalikan aktivitas ragawinya. Belajar psikomotor mengandung aspek
mental dan fisik.
j. Prinsip Pengulangan, Balikan, Penguatan dan Evaluasi.

Prinsip pembelajaran yang menekankan penting-nya pengulangan yang


barangkali paling tua seperti yang dikemukakan oleh teori psikologi daya.
Menurut teori ini bahwa belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia
yang terdiri dari daya mengamat, menangkap, mengingat, menghayal, merasakan,
berpikir.

3. Implikasi Prinsip dan Asas Belajar bagi Guru dan Murid

a. Implikasi Prinsip-Prinsip dan Asas-Asas Belajar bagi Siswa


Siswa menyadari bahwa  motivasi  yang ada pada dirinya harus terus
menerus dibangkitkan dan dikembangkan dengan menentukan dan mengetahui
tujuan belajar dn menanggapi secara positif pujian atau kritik dari orang
lain. Siswa aktif memproses dan mengolah hasil belajar yang didapatnya seperti
membuat karya tulis, membuat kliping dan lain sebagainya. Siswa aktif berdiskusi
untuk membuat laporan, berdiskusi pada saat pelajaran dan perilaku yang
sejenisnya. Siswa sadar mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu

20
macam permasalahan. Siswa memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala
permasalahan yang dihadapinya.
b. Implikasi Prinsip-Prinsip dan Asas-Asas Belajar bagi Siswa
Guru menggunakan metode secara bervariasi, media yang sesuai
dengan  materi belajar yang diajarkan dan meggunakan metode dan tekhnik
mengajar yang tepat. Memberikan pujian verbal dan non verbal  terhadap siswa
yang memberikan respon pada saat proses belajar mengajar. Guru mengadakan
tanya jawab untuk memancing keaktifan siswa dan memberikan tugas baik
individu maupun kelompok. Guru mampu untuk bertindak sebagai pengelola
kegiatan pembelajaran yang mapu mengarahkan, membimbing dan mendorong
siswa ke arah tujuan pengajaran yang ditetapkan. Guru aktif memberikan
tantangang kepada siswa melalui bentuk kegiatan, bahan, dan alat pembelajaran
yang dipilih untuk kegiatan yang merupakan implikasi. Guru selalu memberikan
balikan dan penguatan yang bermakna bagi siswa. Guru mengenali karakteristik
setiap siswa sehingga dapat menentukan perlakuan pembelajaran yang tepat bagi
siswa.
4. Penerapan Asas dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran

a. Pembelajaran untuk belajar isyarat


Belajar isyarat merujuk pada proses yang di mulai dengan mengenal
adanya isyarat tandaatau petunjuk yang pengimplikasikan pada proses perubahan
prilaku.
b. Pembelajaran untuk stimulasi respon
Belajar stimulasi respon merujuk pada proses perubahan prilaku yang
dihasilkan olehterciptanya relasi antara stimulus atau rangsangan dan respon atau
jawaban atas stimulus. Hal-hal yang diperlukan:
1) Penampilan objek peristiwa atau suasana harus memiliki daya tarik atau daya
rangsang yang baik.
2) Kesiapan individu untuk memberikan reaksi terhadap pemberi
rangsangantergantung antara lain pada kesiapan, pengalaman dan kemampuan.
Proses pembelajaran yang baik ialah yang memungkinkan terjadinya relasi
antara stimulusdan respon dengan baik.

21
3) Pembelajaran untuk belajar rangkaian belajar, Rangkaian merujuk pada proses
belajar yang tercipta dari adanya berbagai proses stimulus respon artinya
seseorang yang menerima berbagai stimulus dan selanjutnya memberirespon
di dalam suatu konteks, akan dapat melakukan proses belajar rangkaian.
4) Pembelajaran untuk belajar asosiasi verbal, Belajar Asosiasi Verbal merujuk
kepada proses memahami perbuatan (konsep, prinsip, benda, situasi) melalui
proses penyerupaan hal itu dengan sesuatu benda, situasi yang nyata pernah
dialami oleh orang lain itu. Ciri-ciri sebagai berikut:
a) Adanya pilihan benda, situasi, suasana, orang dan lain-lain yang dapat
dijadikan penggandaan atau penyerupaan konsep atau prinsip yang harus
dipahami.
b) Terjadinya proses asosiasi verbal sebagai jembatan untuk memahami
suatukonsep, prinsip, atau sifat.
c) Adanya kesesuaian antara tujuan antruksional dengan proses belajar
asosiasiverbal
5) Pembelajaran untuk belajar diskriminasi Belajar diskriminasi memahami
sesuatu hal dengan cara melihat perbedaan karakteristikyang di miliki oleh
objek pelajaran. Hal-hal yang harus diperhatikan:
a) Menghadapkan kepada dua hal yang masing-masing memiliki
karakteristik yang khas.
b) Memahami dua hal yang berbeda.
c) Menyajikan suasana yang berisikan hal di mana seseorang dapat
menerapkan pengertian tentang dua hal itu melalui proses klasifikasi.
d) Memberi jalan bagi individu untuk memantapkan hasil pemahamannya itu.
6) Pembelajaran untuk belajar konsep
Belajar konsep merujuk kepada aktivitas individu dalam memahami
sesuatu benda, proses, gejala, aturan, pengalaman melalui proses mengenal ciri-
ciri nya, contoh dan sifat dariciri-ciri itu.
7) Pembelajaran untuk Belajar Aturan

22
Belajar aturan merujuk kepada proses belajar membangun prinsip atau
aturan denganmenggunakan serangkaian fakta, data, peristiwa dan pengalaman
yang telah di ketahui atau dialami atau di alami sebelum nya.
8) Pembelajaran Untuk Belajar Memecahkan Masalah
Belajar memecahkan masalah berarti proses mental individu dalam
menghadapi suatumasalah untuk selanjutnya menemukan cara mengatasi masalah
itu melalui proses berpikiryang sistematis dan cermat. Langkah-langkah yang
harus di tempuh ;
a) Merasakan adanya masalah.
b) Merumuskan masalah secara khusus dalam bentuk pertanyaan atau
pernyataan.
c) Memberikan jawaban sementara atau hipotesis atas yang diajukan.
d) Mengumpulkan dan mengolah data dan informasi.
e) Merumuskan kesempatan mengenei pemecahan masalah tersebut dan
mencobamelihat kemungkinan penerapan dari kesimpulan itu.
PERTANYAAN

1. (Fadilah) Dengan banyaknya prinsip yang ada dalam belajar,Pembelajaran,


dan mengajar,Bagaimana caranya siswa dapat menguasai Prinsip-Prinsip yang
ada? Karena dengan menguasai Prinsip tersebut, Kesuksesan dari belajar,
Pembelajaran, dan mengajar akan relatif lebih besar peluangnya
2. (Afri) Bagaimana caranya supaya belajar tidak bosan?
3. (Amelia Putri) Upaya dalam meningkatkan mutu kualitas pendidikan terus
dilakukan, baik itu oleh para pendidik dan calon pendidik. Namun menurut
saya sampai saat ini rasanya belum terrealisasikan dan belum ada buktinya
nyata yang menyatakan bahwa kualitas pendidikan lebih baik. Menurut
teman2 bagaimana pendapat teman2 mengenai hal tersebut? Dan kenapa hal
tersebut terus terjadi?
4. (haerunnisa Arini) izin bertanya dalam azas individualis dikatakan bahwa kita
diminta untuk mempelajari pribadi setiap anak terutama kepandaian,
kelebihan dan kekurangan dan memberi tugas sesuai kemapuan anak. Namun
seperti yang kita tau pemberian tugas di sekolah di sama ratakan jadi menurut

23
anda bagaimana? Apakah pendidikan kita seharusnya diubah seperti
pendidikan luar negeri yang sudah diarahkan minat dan bakat
(kemampuannya) sedari kecil dan sesuai azas tersebut atau bagaimana?

C. Teori Belajar Menurut Pandangan Behaviorisme Landasan Filosofis Dan


Penerapannya Dalam Pembelajaran

1. Teori Belajar Behaviorisme


a. Teori Clasical Conditioning (Ivan Pavlov)
Teori ini berawal dari usaha Ivan Pavlov dalam mempelajari bagai mana
suatu makhluk hidup. Secara umum, dalam psikologi, teori belajar makhluk hidup
selalu dihubungkan dengan stimulus-respons. Selain itu, teori-teori tingkah laku
turut menjelaskan respons makhluk hidup dengan cara menghubungkan apa yang
dialami atau menjadi stimulus respons tertentu yang didapat dari lingkungan
tertentu. Proses hubungan yang terus menerus antara respons yang muncul dan
rangsangan yang diberikan inilah yang kemudian didefinisikan sebagaisuatu
proses
belajar.
Pada dasarnya, teori ini menjelaskan bahwa benuk paling sederhana dalam
suatu proses belajar adalah pcngkondisian. Pavlov menemukan hal ini ketika dia
sedang mempelajari fungsi perut dan mengukur cairan yang dikeluarkan dari
perut,

24
ketika anjing yang dia gunakan sebagai subjek eksperimen sedang makan. Ketika
Pavlov mengukur sekresi perut saat anjing merespons bubuk makanan yang ia
berikan, pavlov melihat bahwa hanya dengan melihat makanan telah
mcnyebabkan
anjingnya mengeluarkan air liur. Selain itu, teori ini merupakan suatu proses
pembentukan perilaku yang dapat diterapkan pada makhluk hidup agar mereka
memiliki bentuk perilaku tertentu.
Unsur pokok yang dibutuhkan dalam melahirkan pengkondisian Pavlovian
atau pengkondisian Klasik adalah
1) Unconditioned Stimulus (US)/Stimulus yang tidak dikondisikan untuk
menimbulkan respon alamiah atau dari organisme.
2) Uncoditioned Response (UR)/Respon yang tidak dikondisikan atau respon
alamiah yang timbul akibat adanya stimulus yang tak dikondisikan (US).
3) Conditioned Stimulus (CS)/Stimulus yang dikondisikan merupakan stimulus
netral yang tidak menimbulkan respon alamiah atau otomatis pada organisme.
4) Conditioned Response (CR)/Respon yang dikondisikan yang timbul akibat
adanya campuran atau kombinasi.
b. Teori Thorndike
Teori koneksionisme yang dipelopori oleh Thorndike, memandang bahwa
yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi antara kesan panca
indera (sense of impression) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak
(impuls to action) (Mukminan, 1997:8). Ini artinya, teori behaviorism yang lebih
dikenal dengan nama contemporary behaviorist ini memandang bahwa belajar
akan
terjadi pada diri anak, jika anak mempunyai ketertarikan terhadap masalah yang
dihadapi.
Siswa dalam konteks ini dihadapkan pada sikap untuk dapat memilih
respons yang tepat dari berbagai respons yang mungkin bisa dilakukan. Teori ini
menggambarkan bahwa tingkah laku siswa dikontrol oleh kemungkinan mendapat
hadiah external atau reinforcement yang ada hubungannya antara respons tingkah

25
laku dengan pengaruh hadiah. Bagi guru yang setuju dengan teori behaviorisme
ini
mengasumsikan bahwa tingkah laku siswa pada hakikatnya merupakan suatu
respons terhadap lingkungan yang lalu dan sekarang, dan semua tingkah laku
yang
dipelajari (Sri Esti Wuryani Djiwandono, 1989: 51).
Menurut Thorndike, belajar akan berlangsung pada diri siswa jika siswa
berada dalam tiga macam hukum belajar, yaitu: 1) The Law of Readiness (hukum
kesiapan belajar), 2) The Law of Exercise (hukum latihan), dan 3) The Law of
Effect (hukum pengaruh). Hukum kesiapan belajar ini merupakan prinsip yang
menggambarkan suatu keadaan si pembelajar (siswa) cenderung akan
mendapatkan
kepuasan atau dapat juga ketidakpuasan.
Proses belajar pada diri siswa akan terjadi jika si anak berada dalam
kondisi
siap untuk belajar (berinteraksi dengan lingkungan). Di antara indikator anak
dalam
kondisi siap belajar adalah:
1) Anak dapat mengerti dan memahami orang lain (guru, teman, dan orang
lain yang ada di sekolah). Dalam kondisi seperti ini, anak tidak akan
merasa asing, atau tidak punya teman untuk meminta tolong,
sebagaimana jika dia berada dirumah dekat dengan orang tuanya.
2) Anak berani mengutarakan apa yang ada dalam benak pikiran atau
keinginannya (karena ada orang yang akan melindungi dan
melayaninya, misalnya mau kencing ke belakang, tidak punya alat tulis,
bukunya ketinggalan,dan sejenisnya).
3) Anak dapat memahami dan mampu melakukan apa yang diperintahkan
atau diajarkan oleh gurunya.
Hukum latihan ini mengandung 2 macam hukum, yaitu 1) low of use, yaitu
hubungan akan menjadi bertambah kuat jika ada latihan, dan 2) low of disuse,
yaitu hubungan akan menjadi melemah atau terlupakan kalau latihan dihentikan.

26
Hukum ini mengandung makna bahwa proses belajar pada diri anak (terampil jika
diminta mempraktikkan, dapat menjelaskan ketika ditanya, karena si anak sering
berlatih uji keterampilan atau senantiasa membaca), akan berhasil atau tidak
berhasil sangat ditentukan oleh seberapa banyak dan efektif latihan yang diterima.
Semakin sering dan banyak siswa melakukan latihan, akhirnya dia akan terampil
melakukannya.
Semakin sering siswa membaca atau mengulangi materi yang dipelajari,
maka anak akan menjadi semakin tahu dan paham. Sedangkan hukum hasil ini
mengisyaratkan bahwa makin kuat dan atau makin lemahnya suatu hubungan
sebagai akibat dari hasil respons yang dilakukan. Ini artinya hadiah yang diterima
anak atau prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih, akan berakibat diulangi
nya atau dilanjutkan nya respons atau perbuatan dimaksud. Sebabnya, adalah
karena apa yang ia lakukan dipahami sehingga akan dapat membawa hadiah atau
membawa keberhasilan.
Metode adalah suatu proses atau cara sistematis yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu dengan efisiensi, biasanya dalam urutan langkah-langkah
tetap yang teratur (Informasi, Kanal. 2017). Pengertian di atas tentu saja terdapat
metode atau cara yang terdapat dalam pengelolaan pendidikan agar mencapai
tujuan dengan efektif dan efisiensi.

c. Teori E.R Guthrie


Pendapat Thorndike dan Pavlov ini ditegaskan lagi oleh Guthrie, di mana
ia menyatakan dengan hukumnya yaitu “The Law of Association”, yang berbunyi:
“A combination of stimuli which has accompanied a movement will on its
recurrence tend to be followed by that movement” (Guthrie, 1952 :13). Secara
sederhana dapat diartikan bahwa gabungan atau kombinasi suatu kelas stimuli
yang menyertai atau mengikuti suatu gerakan tertentu, maka ada kecenderungan
bahwa gerakan itu akan diulangi lagi pada situasi/stimuli yang sama.
Menurut Guthrie, belajar itu memerlukan hadiah (reward) dan adanya
kedekatan antara stimulus dengan respons. Selain itu, adanya suatu hukuman
(punishment) atas ketidakmampuan siswa dalam melaksanakan sesuatu tugas, ada
sisi baiknya dan juga ada sisi buruknya. Efektif tidaknya (sisi baik) hukuman itu

27
sangat tergantung pada apakah hukuman itu menyebabkan siswa menjadi belajar
ataukah malah menjadi malas belajar.
Konsep yang dikemukakan oleh Guthrie ini berisi makna bahwa belajar
pada diri siswa terjadi tidak harus mengulang-ulang urutan antara hubungan
stimulus dengan respons, serta tidak memerlukan adanya hadiah. Dia menyatakan
bahwa belajar itu akan terjadi oleh karena adanya contiguity (hubungan kontak
antara stimulus dengan respons). Tidak menjadi soal apakah respons didapat
selama latihan dengan unstimulus (US) atau dengan cara lain, sepanjang stimulus
dan respons terjadi secara bersama-sama, maka belajar itu terjadi (Sri Esti
Wuryani Jiwandono, 1989: 56).
Berdasarkan teori ini, yang menjadi tugas guru (agar menjadikan siswa
belajar) adalah memberikan stimulus kepada siswa, agar nantinya siswa mau
merespons dan ini memudahkan siswa untuk belajar. Stimulus yang diberikan ini
dapat berupa penciptaan suatu media atau ilustrasi pada bidang materi tertentu.
2. Prinsip Umum Aplikasi Teori Behavirostik Dalam Pembelajaran
Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus
(S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting
bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan
stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons
secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai
reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan).
Oleh karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh
behavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa
prinsip umum yang harus diperhatikan. Menurut Mukinan (1997: 23), beberapa
prinsip tersebut adalah:
a. Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan
tingkah laku.
b. Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya
stimulus dan respons, sebab inilah yang dapat diamati.
c. Reinforcement, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons,
merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat

28
apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah.
Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa
adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini
berkaitan dengan tingkah laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting
kiranya untuk memperhatikan hal-hal lainnya di bawah ini, agar guru dapat
mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah berhasil. Hal
yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk
diberikan kepada siswa.
b. Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri
siswa.
c. Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan siswa ini benar-
benar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu:
1) Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati (observable).
2) Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula diukur
(measurable).
3) Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan
secara eksplisit atau jelas kebermaknaannya (eksplisit).
4) Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam
ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya
semacam hadiah (reward).
Aplikasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran untuk
memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran (siswa menunjukkan tingkah
laku/kompetensi sebagaimana telah dirumuskan), guru perlu menyiapkan dua hal,
sebagai berikut:

a. Menganalisis Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa


Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh guru jika melaksanakan
analisis terhadap kemampuan dan karakteristik siswa, yaitu:

1) Akan memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang

29
kemampuan awal para siswa, yang berfungsi sebagai prasyarat
(prerequisite) bagi bahan baru yang akan disampaikan.
2) Akan memperoleh gambaran tentang luas dan jenis pengalaman yang
telah dimiliki oleh siswa. Dengan berdasar pengalaman tersebut, guru
dapat memberikan bahan yang lebih relevan dan memberi contoh serta
ilustrasi yang tidak asing bagi siswa.
3) Akan dapat mengetahui latar belakang sosio-kultural para siswa,
termasuk latar belakang keluarga, latar belakang sosial, ekonomi,
pendidikan, dan lain-lain.
4) Akan dapat mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa,
baik jasmaniah maupun rohaniah.
5) Akan dapat mengetahui aspirasi dan kebutuhan para siswa.
6) Dapat mengetahui tingkat penguasaan bahasa siswa.
7) Dapat mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah
diperoleh siswa sebelumnya.
8) Dapat mengetahui sikap dan nilai yang menjiwai pribadi para siswa
(Oemar Hamalik, 2002 : 38-40)
b. Merencanakan materi pembelajaran yang akan dibelajarkan
Untuk dapat memberi layanan pembelajaran kepada semua kelompok siswa
yang mendekati idealnya (sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik
masing-masing kelompok) kita dapat menggunakan dua pendekatan yaitu a).
siswa menyesuaikan diri dengan materi yang akan dibelajarkan, yaitu dengan cara
guru melakukan tes dan pengelompokan (dalam hal ini tes dilakukan sebelum
siswa mengikuti pelajaran), atau b). materi pembelajaran disesuaikan dengan
keadaan siswa (Atwi Suparman, 1997 :108).

Sedangkan langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori
behaviorisme dalam proses pembelajaran adalah:

1) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran,


2) Melakukan analisis pembelajaran,

30
3) Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajar,
4) Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar,
5) Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dll),
6) Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan, metode, media dan
waktu),

7) Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes


dan sejenisnya),

8) Mengamati dan menganalisis respons pembelajar,


9) Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif, serta
10) Merevisi kegiatan pembelajaran (Mukminan, 1997: 27).
PERTANYAAN

1. Bagaimana tolak ukur perilaku yang baik dari siswa berdasarkan teori
behaviorisme (arin)
2. Saat masa sekarang mengetahui perilaku siswa sangat sulit,jadi muncul
adanya gep antar siswa yang yg cepat berkembang dan kurang cepat
berkembang,bagaimana cara mengatasi gep karna adanya ketertinggalan antar
siswa tsb? (Adis)
3. cara menghadapi siswa yang belum/tidak memiliki kesiapan mental dan
psikis (dimas)
4. Guru harus tau karakteristik siswa,tapi ketika itu itu terjadi,sering terjadi
pembeda yang dikhawatirkan terjadi kecemburuan. Bagaimana cara agar itu
tidak terjadi diskriminasi tersebut (afri)
5. Penerapan teori behaviorisme saat sekarang saat pandemi (lutfi)

D. Analisis Teori Belajar Menurut Pandangan Kognitif Dan Landasan


Filosofis Serta Penerapannya Dalam Pembelajaran

31
1. Definisi Teori Belajar Kognitif Secara
umum kognitif diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari
beberapa tahapan yaitu, pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention),
penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), dan evaluasi
(evaluation). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk
mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki seseorang. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa teori kognitif ini berkaitan tentang bagaimana
seseorang melakukan proses untuk mendapatkan pengetahuan baru dengan cara
berpikir secara rasional.
Menurut teori kognitif, belajar merupakan suatu proses atau aktifitas
mental yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Jadi, belajar adalah suatu proses
kegiatan yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusi sebagai
akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu
perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan,
dan sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Teori belajar kognitif menjelaskan
belajar dengan memfokuskan pada perubahan proses mental dan struktur yang
terjadi sebagai hasil dari upaya untuk memahami dunia.
Teori belajar kognitif yang digunakan untuk menjelaskan tugas-tugas yang
sederhana seperti mengingat nomor telepon dan kompleks seperti pemecahan
masalah yang tidak jelas. Teori belajar kognitif didasarkan pada empat prinsip
dasar, yaitu :
a. Pembelajar aktif dalam upaya untuk memahami pengalaman.
b. Pemahaman bahwa pelajar mengembangkan tergantung pada apa yang telah
mereka ketahui.
c. Belajar membangun pemahaman dari pada catatan.
d. Belajar adalah perubahan dalam struktur mental seseorang.
Teori kognitif muncul karena adanya keterbatasan pada teori
behaviorisme. Menurut pandangan teori kognitif bahwa manusia merupakan
makhluk belajar yang aktif dan selalu ingin tahu serta makhluk sosial. Teori ini
menekankan bahwa belajar meruoakan suatu proses yang terjadi dalam akal
pikiran manusia, yang proses tersebut tidak dapat mereka amati. Proses belajar

32
bukan hanya sekedar interaksi antara stimulus dan respon saja, melainkan
melibatkan juga aspek psikologi lain (seperti: mental,emosi dan persepsi) dalam
memproses informasi yang tidak tampak, dalam memberikan respon terhadap
stimulus belajar. Oleh karena itu, faktor inilah (mental, emosi, persepsi dan lain-
lain) yang disebut dengan faktor internal. Menurut psikologi kognitif, belajar
dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk
mengerti sesuatu tersebut dilakukan aktif oleh siswa atau si belajar. Keaktifan
tersebut dapat berupa:

 Mencari pengalaman
 Mencari informasi
 Memecahkan masalah
 Mencermati lingkungan
 Mengolah stimulus yang bermakna untuk mencapai tujuan belajar
Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kodnif ialah teori
pemrosesan informasi dalam otak manusia. Informasi yang masuk ke saraf pusat
akan direkan dan diseimoan dalam memori jangka pendek dalam waktu yang amat
singkat. Penyimpanan yang sebentar ini juga mengalami pemrosesan, yaitu
sebagian informasi yang tidak bermakna hilang dari sistem informasi (tidak
berhasil dikode) dan yang bermakna akan diproses lebih lanjut. Proses
pereduksian ini disebut dengan persepsi selektif. Informasi dalam memori jangka
pendek ini kemudian ditransformasikan dalam memori jangka panjang. Saat
ditransformasikan, informasi yang baru tersebut akan berintegrasi dengan
informasi lama yang sudah tersimpan dalam memori jangka panjang. Hal ini
disebut dengan pemanggilan.

2. . Prinsip-Prinsip Umum teori Kognitif


Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa

33
bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks
situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses
internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek
kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks. Prinsip umum teori Belajar Kognitif sebagaimana dikutip
dari laman http://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-kognitif.html,
antara lain:

a. Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil


b. Disebut model perseptual
c. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya
d. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu
dapat terlihat sebagai tingkah laku yang Nampak
e. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi
komponen-komponen yang kecil-kecil dan memperlajarinya secara
terpisah-pisah, akan kehilangan makna.
f. Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
g. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks.
h. Dalam praktek pembelajaran teori ini tampak pada tahap-tahap
perkembangan(J. Piaget), Advance organizer (Ausubel), Pemahaman
konsep (Bruner), Hierarki belajar (Gagne), Webteaching (Norman)
i. Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
j. Materi pelajaran disusun dengan pola dari sederhana ke kompleks
k. Perbedaan individu siswa perlu diperhatikan, karena sangat
mempengaruhi keberhasilan siswa belajar.
3. Landasan Filosofis Teori Belajar Kognitif
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna hakikat
sesuatu, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: apakah sesuatu

34
itu, mengapa sesuatu itu dtperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuannya dan
sebagainya.

a. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget


Gredler (2011:324) menyatakan bahwa Fokus dari teori Jean Piaget adalah
menemukan asal muasal logika alamiah dan transformasinya dari satu bentuk
penalaran ke penalaran lain. Tujuan ini mengharuskan dilakukannya penelitian
atas akar dari pemikiran logis pada bayi, jenis penalaran yang dilakukan anak
kecil, dan proses penalaran remaja dan dewasa. Aunurrahman (2009:58)
menyatakan bahwa dalam teorinya, Piaget mengemukakan bahwa secara umum
semua anak berkembang melalui urutan yang sama, meskipun jenis dan tingkat
pengalaman mereka berbeda satu sama lainnya. Perkembangan mental anak
terjadi secara bertahap dari tahap perkembangan moral berikutnya. Berikut ini
akan dijelaskan tentang teori perkembangan Kognitif menurut Jean Piaget sebagai
berikut:

1) Proses Kognitif
Santrock (2008:43) menyatakan dalam memahami dunia anakanak
secara aktif, mereka menggunakan skema (kerangka kognitif atau
kerangka referensi). Sebuah skema adalah konsep atau kerangka eksis di
dalam pikiran individu yang dipakai untuk mengorganisasikan dan
menginterpretasikan informasi. Piaget menyatakan bahwa ada dua proses
yang bertanggung jawab atas cara anak menggunakan dan mengadaptasi
skema mereka yaitu: asimilasi dan akomodasi. Kemudian lebih lanjut
Santrock (2008:46) menyatakan bahwa Piaget juga menyatakan bahwa
untuk memahami dunianya, anak-anak secara kognitif mengorganisasikan
pengalaman mereka. Organisasi adalah konsep Piaget yang berarti usaha
mengelompokkan perilaku yang terpisah-pisah ke dalam urutan yang lebih
teratur, ke dalam sistem fungsi kognitif. Selanjutnya Santrock (2008:47)
menyatakan bahwa ekuilibrasi adalah suatu mekanisme yang dikemukakan
Piaget untuk menjelaskan bagaimana anak bergerak dari satu tahap
pemikiran ke tahap pemikiran selanjutnya. Pergeseran ini terjadi pada saat

35
anak mengalami konflik kognitif atau disekuilibrium dalam usahanya
memahami dunia. Pada akhirnya anak memecahkan konflik ini dan
mendapatkan keseimbangan atau ekuilibrium pemikiran. Piaget percaya
bahwa ada gerakan yang kuat antara keadaan ekuilibrium kognitif dan
disekuilibrium saat asimilasi dan akomodasi bekerja sama dalam
menghasilkan perubahan kognitif.

2) Tahap-Tahap Piagetian
Santrock (2008:47-60) menyatakan bahwa melalui observasinya,
Piaget juga menyakini bahwa perkembangan kognitif terjadi dalam empat
tahapan. Masing-masing tahap berhubungan dengan usia dan tersusun dari
jalan pikiran yang berbeda-beda.
Menurut Piaget, semakin banyak informasi tidak membuat pikiran
anak lebih maju. Kualitas kemajuannya berbeda-beda. Tahapan Piaget itu
adalah fase sensorimotor, pra operasional, operasional konkret, dan
operasional formal. Berikut ini penjelasannya :
a) Tahap sensorimotor
Tahap ini, yang berlangsung sejak kelahiran sampai sekitar usia
dua tahun, adalah tahap Piagetian pertama. Dalam tahap ini, bayi
menyusun pemahaman dunia dengan mengoordinasikan pengalaman
indra (sensory) mereka (seperti melihat dan mendengar) dengan
gerakan motor (otot) mereka (menggapai, menyentuh) dan karenanya
diistilahkan sebagai sensorimotor. Pada awal tahap ini, bayi
memperlihatkan tidak lebih dari pola reflektif untuk beradaptasi
dengan dunia. Menjelang akhir tahap ini, bayi menunjukkan pola
sensorimotor yang lebih kompleks. Piaget percaya bahwa pencapaian
kognitif penting di usia bayi adalah object permanence. Ini berarti
pemahaman bahwa objek dan kejadian terus eksis bahkan ketika objek
dan kejadian itu tidak dapat dilihat, didengar, atau disentuh.
Pencapaian kedua adalah realiasasi bertahap bahwa ada perbedaan atau
batas antara diri Anda dengan lingkungan Anda. Pemikiran ini akan
kacau, tak beraturan, dan tak bisa diprediksi. Menurut Piaget seperti

36
inilah kehidupan mental dalam bayi yang baru saja lahir. Jabang bayi
tidak dapat membedakan antara dirinya dan dunianya dan tidak punya
pemahaman tentang kepermanenan objek. Menjelang akhir periode
sensorimotor, anak bisa membedakan antara dirinya dan dunia
sekitarnya dan menyadari bahwa objek tetap ada dari waktu ke waktu.

b) Tahap pra-operasional
Tahap ini adalah tahap Plagetian yang kedua. Tahap ini
berlangsung kurang lebih mulai dari usia dua tahun sampai tujuh
tahun. Ini adalah tahap pemikiran yang lebih simbolis ketimbang pada
tahap sensorimotor tetapi tidak melibatkan pemikiran operasional.
Namun tahap ini bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis.
Pemikiran pra-operasional bisa dibagi lagi menjadi dua subtahap:
fungsi simbolis dan pemikiran intuitif.

- Subtahap fungsi simbolis


Sub tahap fungsi simbolis terjadi kira-kira antara usia dua
sampai empat tahun. Dalam subtahap ini, anak kecil secara mental
mulai bisa merepresentasikan objek yang tidak hadir. Ini
memperluas dunia mental anak hingga mencakup dimensi-dimensi
baru. Penggunaan bahasa yang mulai berkembang dan kemunculan
sikap bermain adalah contoh lain dari peningkatan pemikiran
simbolis dalam subtahap ini. Anak kecil mulai mencoret-coret
gambar orang, rumah, mobil, awan, dan banyak benda lain dari
dunia ini. Meskipun anak kecil membuat kemajuan di subtahap ini,
pemikiran pra-operasional masih mengandung dua keterbatasan
yaitu egosentrisme dan animisme. Egosentrisme adalah ketidak
mampuan untuk membedakan antara perspektif milik sendiri
dengan perspektif milik orang lain. Kemudian animisme juga
merupakan ciri dari pemikiran praoperasional. Animisme adalah
kepercayaan bahwa objek tak bernyawa punya kualitas
“kehidupan” dan bisa bergerak. Seorang anak kecil mungkin

37
menunjukkan animisme ini dengan mengatakan, “Pohon ini
mendorong daun dan membuatnya gugur” atau“Trotoar itu
membuatku gila”. Trotoar itu membuatku terjatuh.

- Sub tahap pemikiran Intuitif


Sub tahap pemikiran Intuitif adalah subtahap kedua dalam
pemikiran praoperasional, dimulai sekitar usia tahun dan
berlangsung sampai usia tujuh tahun. Pada subtahap ini, anak
mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban dari
semua pertanyaan. Piaget menyebut tahap ini sebagai “intuitif”
karena anak-anak tampaknya merasa yakin terhadap pengetahuan
dan pemahaman mereka, tetapi tidak menyadari bagaimana mereka
bisa mengetahui apa-apa yang mereka ingin ketahui. Artinya,
mereka mengatakan bahwa mereka tahu sesuatu tetapi mereka
mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional. Salah satu
keterbatasan kemampuan penalaran (reasoning) anak adalah
mereka sulit untuk menempatkan benda atau sesuatu ke dalam
kategori yang pas. Banyak contoh-contoh tahap pra-operasional ini
menunjukkan karakteristik pemikiran yang disebut centration,
yakni pemfokusan (atau pemusatan) perhatian pada satu
karakteristik dengan mengabaikan karakteristik lainnya. Centration
tampak jelas dalam kurangnya conservation dari anak di tahap pra-
operasional. Konservasi (conservation) yang dimaksud disini
adalah ide bahwa beberapa karakteristik dari objek itu tetap sama
meski objek itu berubah penampilannya.

c) Tahap Operasional Konkret


Tahap Opersional Konkret adalah tahap perkembanga kognitif
Piagetian ketiga, dimulai dari sekitar umur tujuh tahun sampai
sekitar sebelas tahun. Pemikiran operasional konkret mencakup
pengguna operasi. Penalaran logika menggantikan penalaran
intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkret. Kemampuan untuk

38
menggolong-golongkan sudah ada. Tetapi belum bisa memecahkan
problem-problem abstrak.
Operasi konkret adalah tindakan mental yang bisa
dibalikkan yang berkaitan dengan objek konkret nyata. Operasi
konkret membuat anak bisa mengoordinasikan beberapa
karakteristik, jadi bukan hanya fokus pada satu kualitas dari satu
objek. Pada level operasional konkret, anak-anak secara mental
bisa melakukan sesuatu yang sebelumnya hanya bisa mereka
lakukan secara fisik, dan mereka bisa membalikkan operasi
konkret ini. Beberapa percobaan Piagetian meminta anak untuk
memahami hubungan antarkelas. Salah satu tugas itu disebut
seriation, yakni operasi konkret yang melibatkan stimuli
pengurutan disepanjang dimensi kuantitatif (seperti panjang).
Untuk mengetahui apakah murid dapat mengurutkan, seorang guru
bisa meletakan delapan batang lidi dengan panjang yang berbeda-
beda secara acak di atas meja. Guru kemudian meminta murid
untuk mengurutkan batang itu berdasarkan panjangnya. Banyak
anak kecil mengurutkannya dalam kelompok batang “besar” atau
“kecil” bukan berdasarkan urutan panjangnya dengan benar.
Aspek lain dari penalaran tentang hubungan antarkelas
adalah transivity. Ini adalah kemampuan untuk mengombinasikan
hubungan secara logis untuk memahami kesimpulan tertentu.
Dalam kasus batang lidi, misalkan tiga batang (A,B, dan C)
berbeda panjangnya. A adalah yang paling panjang, B panjangnya
menengah, dan C adalah yang paling pendek. Apakah anak
memahami bahwa jika A>B, B>C, dan A>C? Menurut teori Piaget,
pemikiran konkret operasional bisa memahaminya, tetapi
pemikiran praoperasional tidak.
d) Tahap operasional Formal
Tahap ini, yang muncul pada usia tujuh sampai lima belas tahun,
adalah tahap keempat menurut teori Piaget dan kognitif terakhir. Pada

39
tahap ini, individu sudah mulai memikirkan pengalaman di luar
pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis,
dan logis.
Kualitas abstrak dari pemikiran operasional formal tampak jelas
dalam pemecahan problem verbal. Pemikir operasional konkret perlu
melihat elemen konkret A, B, dan C untuk menarik kesimpulan logis
bahwa jika A = B dan B = C, maka A = C. Sebaliknya, pemikir
operasional formal dapat memecahkan persoalan ini walau problem ini
hanya disajikan secara verbal.
Selain memiliki kemampuan abstraksi, pemikir operasional formal
punya kemampuan untuk melakukan idealisasi dan membayangkan
kemungkinan-kemungkinan. Pada tahap ini, remaja mulai melakukan
pemikiran spekulasi tentang kualitas ideal yang mereka inginkan
dalam diri mereka dan diri orang lain.
b. Teori Perkembangan Kognitif Sosial Lev Vygotsky
Menurut Vygotsky, fungsi mental memiliki hubungan sosial. Anak
mngembangkankan konsep yang sistematis, logis dan rasional merupakan hasil
dialog dengan pembimbingnya. Jadi dalam teori ini, bahasa dan orang lain yang
terampil memainkan peran dalam perkembangan kognitif anak. Istilah-istilah yang
dikemukakan oleh Vygotsky antara lain:
1) Bahasa dan Pikiran
Bahasa tidak hanya untuk komunikasi tetapi juga dapat membantu anak
dalam mengerjakan tugasnya. Penggunaan bahasa dalam rangka pengaturan diri
(self regulation) untuk merencanakan, membimbing, dan memantau perilakunya
disebut private. speech. Anak yang mampu menggunakan private speech dianggap
lebih kompeten secara sosial dibanding yang tidak menggunakanya.
2) Zona perkembangan proksimal (Zone of Proximal Development)
Zona perkembangan proksimal (ZPD) adalah suatu area dimana anak
merasa sulit mengerjakan tugas secara sendirian, tetapi akan mudah jika
dikerjakan dengan bantuan dan bimbingan orang lain yang lebih dewasa atau lebih
terampil. Jadi batas bawah (ZPD) adalah tingkat keterampilan yang dapat diraih

40
oleh anak yang dilakukan secara mandiri. Batas atas ZPD adalah tingkat tanggung
jawab tambahan yang dapat diterima anak dengan bantuan orang lain seperti guru,
orang tua atau teman.

3) Scaffolding
Scaffolding adalah mengubah tingkat dukungan. Pengubahan tingkat
dukungan tersebut dilakukan dengan cara seseorang yang lebih berkompeten
sebagai pembimbing menyesuaikan jumlah bimbingan sesuai dengan kinerja anak.
Menurut Vygotsky, anak-anak memiliki konsep yang kaya, tetapi tidak, sistematis
tidak terorganisir dan spontan. Apabila ia bertemu dengan pembimbing yang
sistematis, terorganisir dan rasional maka ia akan menjadi demikian pula. Contoh:
seorang guru sedang mengajarkan muridnya main piano sisesuaikan dengan
kinerja anak. Sedikit demi sedikit anak dari tidak bisa menjadi terampil.

c. Teori Kognitif Sosial Melalui Observasi Albert Bandura


Teori Bandura menyatakan bahwa faktor-faktor sosial dan kognitif serta
perilaku berperan penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif meliputi harapan
peserta didik untuk berhasil, faktor sosial meliputi pengamatan peserta didik
terhadap perilaku orang lain. Bandura mengatakan bahwa ketika peserta didik
belajar, peristiwa belajar tersebut secara kognitif mampu mengubah pengalaman
mereka.
Teori pembelajaran sosial terjadi melalui pembelajaran pengamatan
(observating learning) , yaitu pembelajaran yang meliputi perolehan keterampilan,
strategi, dan keyakinan dengan cara mengamati orang lain. Jadi pengamatan juga
disebut modeling. Contoh percobaan Bandura adalah sebagai berikut:
“Anak TK dibagi dalam 3 kelompok dan masing-masing disuruh
menonton film dimana seorang anak (model-berperilaku agresif) dalam
film memukuli boneka bobo. Di film pertama, agresor diberi penghargaan
dengan permen dan minuman ringan. Di film kedua, agresor dikritik dan
diberi hukuman. Di film ketiga, agresor tidak diberi konsekuesi apapun.
Perilaku anak tersebut saat menonton film, diamati pada cermin satu
arah. Ternyata hasilnya anak yang menonton film dimana agresornya

41
diberi penguatan dan tidak diberi konsekuensi lebih banyak berlaku
agresif daripada yang diberi hukuman. Diantara anak-anak tersebut ada
yang berprilaku agresif ada pula yang tidak”.
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara pembelajaran
dan pelaksanaan pembelajaran. Hanya karena peserta didik tidak melakukan
sebuah respons, bukan berarti mereka tidak mempelajarinya. Bandura percaya
bahwa ketika anak menagmati perilaku tetapi tidak membuat respons seperti yang
mereka amati, maka anak tersebut sesungguhnya telah mendapatkan respon dalam
bentuk kognitif.
 Proses Belajar Observasi
Dalam pembelajaran kognitif sosial melalui pengamatan, terdapat suatu proses
meliputi:

1) Perhatian (sebelum melakuak tindakan, peserta didik harus mengamati apa


yang dilakukan oleh model)
2) Memori ( untuk menirukan tindakan model, peserta didik harus
mengkodekan informasi dan menyimpan dalam memori sehingga mereka
menginagt dan memahami).
3) Produksi (keadaan dimana anak menirukan tindakan model, tetapi karena
keterbatasannya, tidak semua anak mampu menirukan model dengan
benar. Mereka dapat dibantu dengan bimbingan dan latihan.
4) Motivasi (setelah paham yang dilakuakan model, menyimpan informasi
dalam memori, dan memproses keterampilan, tetapi tidak termotivasi
untuk melakuak tindakan. Setelah mendapat penguatan, mereka akhirnya
termotivasi untuk menirukan.
Bandura juga mengembangkan sebuah model Determinasi Timbal Balik. Model
ini mempunayi 3 faktor yaitu:

a) Kognisi mempengaruhi prilaku. Contoh: anak mengembangkan strategi


kognitif untuk berpikir lebih praktis dalam menyelesaikan masalah
matematika.
b) Perilaku mempengaruhi kognisi.Contoh: perilaku belajar anak telah

42
membuatnya memperoleh nilai bagus, sehingga perilaku tersebut akan
mempengaruhi harapan positif mengenai kemampuan dan kepercayaan diri
(kognisi).
c) Lingkungan mempengaruhi perilaku. Contoh: sekolah mengadakan les
matematika agar peserta didiknya pintar matematika
d) Perilaku mempengaruhi lingkungan Contoh: program les yang diadaan
berhasil karena dapat meningkatkan perilaku belajar siswa di kelas. Oleh
kerena itu, sekoalah mengadakan program les secara menyeluruh agar
semua peserta didik dapat ikut berpartisipasi.
e) Kognisi mempengaruhi lingkungan. Contoh: harapan positif dari guru dan
kepala sekolah terhadap keberhasilan perilaku belajar peserta didik,
membuat sekolah untuk segera melakukan program les pada pelajaran lain.
f) Lingkungan mempengaruhi kognisi. Contoh : sekolah akan mengadakan
les, anak dan orang tuanya memanfaatkan program ini. Oleh karena itu,
program bimbel/les ini mempengaruhi kognisi anak dan orang tuanya
tentang manfaat program tersebut.
d. Teori Discovery Learning Jerome Bruner
Teori belajar discovery learning yaitu dimana peserta didik mengorganisir
bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Bruner melihat perkembangan
kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan
positif seseorang dipengaruhi oleh kebudayaan, terutama bahasa yang digunakan.
Perkembangan kognitif menurut Burner terjadi pada 3 tahap, yaitu :

1) Tahap inaktif, yaitu tahap dimana individu melakukan aktivitas yang


berhubungan dengan usahanya memahami lingkungan. Contohnya: peserta
didik harus belajar untuk menghadapi ujian yang sudah diumumkan oleh
gurunya.
2) Tahap ikonik, yaitu tahap individu memahami lingkungannya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Contohnya: peserta didik
memahami materi pembelajaran yang disampaikan guru melaui gambar-
gambar.
3) Tahap simbolik, yaitu tahap dimana individu memiliki gagasangagasan

43
abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika. Contoh: peserta
didik mampu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru dengan
menggunakan bahasa yang jelas dan rasional.
Burner berpandapat bahwa pembelajaran dapat dilakukan kapan saja tanpa
harus menunggu seorang anak sampai pada tahap perkembangan tertentu. Apabila
bahan ajar didesain secara baik, maka individu dapat belajar meskipun usahanya
belum memadai. Dengan logika lain, perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan melalui materi yang dirancang sesuai dengan karakteristik kultural
peserta didik. Kaitanya dengan pembelajaran , teori Burner dapat dijelaskan
sebagai berikut:

- Kenaikan potensi intelaktual menimbulkan harapan anak untuk sukses.


Dengan perkembangan intelektualnya, anak menjadi cakap dalam
mengembangkan strategi untuk memahami lingkungannya.
- Kurikulum disusun mulai dari suatu topik yang sederhana menuju topik
yang lebih kompleks (spiral curriculum).
- Langkah-langkah belajar penemuan, antara lain:
1) Anak dihadapkan pada tugas yang sulit karena ini merupakan awal
proses perkembangan.
2) Peserta didik mulai memahami dan menyelidiki problem secara
individual.
3) Peserta didik berusaha menyelesaikan problem dengan
pengetahuannya, melihat fenomena, mengubung-hubungkan
pengetahuam dengan fenomena. Kegiatan inilah yang disebut dengan
penemuan.
4) Peserta didik menunjukkan pengertian dari generalisasi itu.
5) Peserta didik menyatakan dasar dari prinsip generalisasi yang
dikemukakan.
e. Teori Belajar Bermakna David Ausubel
Teori belajar dari David Ausubel dikenal dengan “Belajar Bermakna” atau
Meaningfull Learning. Artinya, bahwa yang dipelajari anak memiliki fungsi bagi
kehidupannya. Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan

44
fenomena baru ke dalam bayangan yang telah dimiliki. Dalam proses itu
seseorang dapat mengembangkan bayangannya yang ada atau mengubahnya.
Dalam proses belajar, siswa membangun apa yang dia pelajari sendiri.

1) Langkah – langkah pembelajaran menurut Ausubel:


- Menentukan tujuan pembelajaran.
- Melakukan indentifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi,
dan gaya belajar).
- Memilih materi pelajaran yang sesuai dengan karateristik siswa dan
mengaturnya dalam bentuk konsep.
- Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk Advance
Organizer yang akan dipelajari siswa.
- Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
2) Dua hal yang perlu diperhatikan agar belajar menjadi lebih bermakna:
- Materi yang dipelajari haruslah merupakan materi yang bermakna, sesuai
dengan struktur kognitif siswa.
- Aktivitas belajar semestinya berlangsung dalam kondisi belajar yang
bermakna.
Dalam konteks demikian aspek motivasional menjadi sangat penting,
sebab tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru jika siswa tidak memiliki
pengetahuan bagaimana melakukannya. Meskipun kedua syarat tersebut telah
terpenuhi, namun dalam belajar belum bermakna, karena masih diperlukan adanya
advance orginizer, yaitu kerangka abstraksi atau ringkasan konseptual dari apa
yang dipelajari. Bagi Ausubel advance organizer dapat memberikan tiga manfaat
penting:

1) Dapat menyediakan suatu kerangka konsep untuk materi yang akan dipelajari.
2) Berfungsi sebagai mnemonic (jembatan penghubung) antara apa yang sedang
dipelajari saat ini dengan apa yang akan dipelajari siswa.
3) Mampu membahas siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
4. Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitif
1) Kelebihan Teori Kognitif

45
- Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah
(problem solving).
- Dapat meningkatkan motivasi.
- Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
- Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
- Memudahkan kita dalam memilih materi sesuai perkembangan atau usia
seorang individu.
2) Kelemahan Teori Kognitif
- Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
- Sulit dipraktikkan khususnya di tingkat lanjut.
- Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada kemampuan
ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan masing-masing peserta
didik, sehingga kelemahan yang terjadi di sini adalah selalu menganggap
semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang sama
dan tidak dibeda-bedakan.
- Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa
adanya metode pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan
dalam praktek kegiatan atau materi.
5. Aplikasi Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran
Willingham (dalam Danim dan Khairil : 2010 : 39) menyatakan bahwa
Hubungan psikologi kognitif untuk kepentingan pembelajaran di kelas adalah
seperti hubungan kognitif untuk kepentingan fisika untuk keperluan pembangunan
di bidang teknik, semisal jembatan. Memang, pengetahuan tentang pikiran
psikologi kognitif yang diperoleh dari percobaan tidak akan memberitahu guru
cara mengajar anak-anak secara baik. Namun demikian, psikologi kognitif dapat
menjelaskan prinsip-prinsip pikiran siswa beroperasi sebagai pedoman latihan.

Danim dan Khairil (2010 : 39) menyatakan bahwa Guru-guru pada


umumnya sudah tahu fakta kunci aktivitas di kelas: perhatian sangat penting bagi
kepentingan siswa belajar. Karena itu guru harus mengetahui bahwa anak-anak
cenderung sama cara belajarnya, pengetahuan faktual berkaitan dengan
keterampilan berpikir, dan siswa tidak harus selalu didorong menggunakan

46
metode yang diterapkan para ahli. Pada sisi lain, tentu guru harus memahami
dimensi emosional, elemen motivasi, dan elemen sosial anak didiknya. Dalam
membahas tentang implikasi perkembangan kognitif dalam pembelajaran maka
akan dijelaskan tentang implikasi teori Piaget dalam pembelajaran dan akan
dilanjutkan dengan implikasi teori Vygotsky dalam pembelajaran. Santrock
(2008:61) menyatakan bahwa ada beberapa strategi mengajar untuk menerapkan
teori Piaget dalam pembelajaran:

a. Gunakan pendekatan konstruktivis Senada dengan pandangan aliran


konstruktivis, Piaget menekankan bahwa anak-anak akan belajar dengan lebih
baik jika mereka aktif dan mencari solusi sendiri.
b. Fasilitasi mereka untuk belajar. Guru yang efektif harus merancang situasi
yang membuat murid belajar dengan bertindak.
c. Pertimbangkan pengetahuan dan tingkat pemikiran anak. Murid tidak datang
ke sekolah dengan kepala kosong. Mereka punya banyak gagasan tentang
dunia fisik dan alam.
d. Gunakan penilaian terus-menerus. Makna yang disusun oleh individu tidak
dapat diukur dengan tes standar. Penilaian matematika dan bahasa (yang
menilai kemajuan dan hasil akhir), pertemuan individual di mana murid
mendiskusikan strategi pemikiran mereka dan penjelasan lisan dan tertulis
oleh murid tentang penalaran mereka dapat dipakai sebagai alat untuk
mengevaluasi kemajuan mereka.
e. Tingkatkan kemampuan intelektual murid. Menurut Piaget tingkat
perkembangan kemampuan intelektual murid berkembang secara alamiah.
Anak tidak boleh didesak dan ditekan untuk berprestasi terlalu banyak di awal
perkembangan mereka sebelum mereka siap.
f. Jadikan ruang kelas menjadi eksplorasi dan penemuan. Guru menekankan agar
murid melakukan eksplorasi dan menemukan kesimpulan sendiri. Guru lebih
banyak mengamati minat murid dan partisipasi alamiah dalam aktivitas
mereka untuk menentukan pelajaran apa yang diberikan. Berdasarkan
penjelasan dari Implikasi teori Piaget di dalam pembelajaran maka seorang
guru harus dapat memakai teori tersebut untuk dilaksanakan dalam proses

47
pembelajaran peserta didik. Misalnya ada pendekatan kontruktivis maka guru
dapat memberikan tugas kepada murid untuk mempelajari dan membuat
ringkasan pelajaran yang datang. Murid bisa mencari teori-teori untuk
pelajaran yang akan datang di pustaka, internet, dan lain-lain. Dengan adanya
kegiatan dari murid untuk belajar maka hasilnya akan lebih baik.
Teori-teori yang dijelaskan di atas tentang implikasi teori Piaget dalam
pembelajaran akan membuat siswa lebih banyak berperan dalam belajar. Dengan
banyak peran siswa dalam belajar maka hasil pembelajaran akan lebih baik dan
siswa akan lebih memahami materi yang dipelajari. Jika siswa sudah memahami
materi yang telah dipelajarinya maka dia akan lulus dalam ulangan dan ujian.
Ormrod (2009 : 271) menyatakan bahwa Implikasi teori psikologi kognitif dalam
proses pembelajaran adalah :

1) Dorong siswa untuk berpikir tentang materi pelajaran dengan cara yang
akan membantu mereka mengingatnya. Contoh ketika mengenalkan
konsep mamalia, minta siswa untuk memberikan banyak contoh.
2) Bantu siswa mengindentifikasi hal-hal yang paling penting bagi mereka
untuk dipelajari. Contoh berikan pertanyaan kepada siswa yang harus
mereka coba jawab sementara mereka membaca buku teks mereka.
Masukkan pertanyaan yang meminta mereka menerapkan apa yang
mereka baca dalam kehidupan mereka sendiri.
3) Berikan pengalaman yang akan membantu siswa memahami topiktopik
yang mereka pelajari. Ketika mempelajari The Scarlett Letter karya
Nathaniel Hawthorne, bagilah siswa dalam kelompok-kelompok kecil
untuk membahas kemungkinan alasan Pendeta Arthur Dimmesdale
menolak mengakui bahwa ia adalah ayah bayi Hester Prynne.
4) Kaitkan ide-ide baru dengan hal-hal yang telah diketahui dan diyakini
siswa tentang dunia. Contoh Ketika mengenalkan kosa kata debut kepada
siswa-siswa MeksikoAmerika, kaitkan dengan quinceanera, sebuah pesta
“memperkenalkan kepada masyarakat (coming-out party)” yang dilakukan
banyak keluarga Meksiko-Amerika untuk anak-anak perempuan mereka

48
yang menginjak usia 15 tahun.
5) Pertimbangkan kelebihan dan keterbatasan dalam kemampuan pemrosesan
kognitif siswa pada tingkat usia berbeda. Contoh Ketika mengajarkan
anak-anak TK keterampilan hitung dasar, bantulah rentang perhatian
mereka yang pendek dengan memberikan penjelasan verbal yang singkat
dan libatkan anak-anak dalam beragam aktivitas berhitung aktif dan
langsung.
6) Rencanakan kegiatan-kegiatan kelas yang membuat siswa secara aktif
berpikir dan menggunakan mata pelajaran di kelas. Contoh untuk
membantu siswa memahami garis lintang dan garis bujur, minta mereka
menelusuri jalur sebuah angin topan dengan menggunakan koordinat garis
lintang dan garis bujur yang diperoleh dari internet.
6. Fungsi Pembelajaran Kognitif
Sebagaimana dijelaskan di lain tempat,melalui fungsi kognitif manusia
menghadapi obyek-obyek dalam bentuk-bentuk representatif yang menghadirkan
obyek-obyek itu dalam kesadaran. Hal ini paling jelas nampak dalam aktivitas
mental berfikir.

 Taraf intelegensi-daya kreativitas Istilah “intelegensi” dapat diartikan


dengan dua cara yaitu:
a) Arti Luas : kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya
berfikir memegang peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam
berbagai bidang kehidupan, seperti pergaulan sosial, teknis,
perdagangan, pengaturan rumah tangga dan belajar di sekolah.
b) Arti Sempit : kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang
di dalamnya berpikir memegang peranan pokok intelegensi dalam
arti ini, kerap disebut “ kemampuan intelektual “ atau “
kemampuan akademik.
Di dalam intelegensi terdapat beberapa komponen, seperti intelegensi
sosial, intelegensi praktis, ineregensi teoristis. Komponen-komponen itu tidak
berperan sama besar dalam memberikan prestasi di berbagai kehidupan, misalnya
dalam pergaulan sosial komponen intelegensi soaial. berperan lebih banyak.

49
Komponen-komponen itu juga tidak sama-sama kuat dalam intelegensi yang
dimiliki seseorang, pada orang A komponen intelegensi teoristis lebih kuat, pada
orang B komponen intelegensi praktis lebih kuat. Maka mungkin saja bahwa
siswa A berprestasi lebih tinggi dalam semua bidang studi yang menuntut banyak
pemikiran teoritis, sedangkan siswa B berprestasi lebih tinggi dalam banyak
bidang studi yang bersifat praktis (perbedaan inter individual). Bahkan siswa C
mungkin lebih tinggi dalam banyak bidang studi yang pertama dan berprestasi
lebih rendah dalam semua bidang studi yang kedua (perbedaan intra-individual).

7. Gaya Belajar Kognitif


a) Kecendrungan untuk mengamati dan berpikir secara analisis. Sesuatu yang
dipelajari ditinjau dari beberapa sidut dan seoalah-olah dibagi atas
beberapa bagian yang masing-masing diperdalam, untuk kemudian
digabung lagi. Gaya seperti ini dilawankan dengan kecendrungan untuk
mempelajari sesuiatu secara global tanpa mengadakan peotongan atau
pembagian.
b) Perbedaan antara kedua kecendrugan ini sangat mirip dengan apa yang
dikenal sebagai ketergantungan pada medan (field dependency) lawan
ketidak-ketergantungan pada medan (field-independent). Dalam hal yang
pertama orang cendrung memandang suatu pola sebagai keseluruhan dan
kerap lebih berorientasi pada sesama manusia serta hubungan sosial. Oleh
karena itu guru yang sungguh-sungguh mengenal kepribadian masing-
masing siswa, harus mendampinginya dalam memanfaatkan kelebihannya
serta mengatasi kelemahannya.
c) Ketahanan terhadap kecendrungan untuk meninggalkan arah atau cara
yang telah diplih dalam mempelajari sesuatu. Sekali dipilih suatu cara
yang dinilai tepat apakah cara itu mudah ditinggalkan untuk diganti
dengan cara lain yang nampaknya lebih mudah, tetapi sebanarnya kurang
tepat.
d) Luas sempitnya pembentukan pengertian (konseptualisasi) apakah
seseorang cenderung untuk membentuk konsep-konsep yang luas atau

50
yang lebih terbatas. Yang pertama mencakup banyak hal sekaligus yang
kedua mencakup beberapa hal saja.
e) Kecendrungan untuk sangat memperhatikan perbedaan antara obyekobyek
atau kurang meperhatikannya. Hal initerutama menyangkut pengamatan
yang dalam belajar dapat memegang peranan penting.
f) Kecendrungan ini mungkin dipengaruhi oleh gaya kognitif yang
mendfasari yaitu bereaksi dengan sangat cepat, namun kurang tepat
(impulsif) atau bereaksi dengan lebih lamban tetapi tepat( refleksif).
Dengan meningkatknya umur anak pada umumnya menjadi lebih refleksif,
namun anak yang sejak umur muda cendrung bera\eaksi dengan cepat
tidak akan berbalik menjadi orang yang angat bereakasi refleksif siswa
yang cendrung untuk terlalu inplusif dalam berpersepsi dan mengerjakan
tugas-tugas belajar, harus dibantu untuk bekerja dengan lebih lambat,
mialnya dengan menganjurkan supaya membaca soal dalam tes secara
teliti dan menjawabnya secara terencana.
g) Tipe belajar menunjuk pada kecendrungan seseorang untuk mempelajari
seauatu dengan cara yang lebih visual atau lebih auditif. Siswa yang
tergolong tipe visual cendrung lebih mudah belajar bila materi pelajaran
dapat dilihat atau dituangkan dalam bentuk gambar, bagan, duagram dan
lain sebagainya. Namun tidak semua siswa akan jelas trgolong kedalam
salah satu tipe; mungkin saja seorang siswa akan menyesuaikan tipe
belajarnya dengan materi pelajaran yang dihadapi. Adapula siswa yang
tidak bertipe belajar apa pun dan mengalami kesulitan, baik dalam
menglah materi pelajaran secara visual maupun secara auditif.
h) Teknik-teknik studi atau cara-cara belajar secara efisien dan efektif jelas
membantu siswa dalam belajar lebih-lebih bila belajar di rumah. Siswa
yang telah terbiasa mengikuiti cara belajar yang tepat akan meningkatkan
kemampuan belajar. Sebagaimana dikatakan oleh Van Parreren, siswa
yang tidak berkemampuan intelektual tinggi pun dapat belajar
menggunakan cara belajar yang tepat.

51
E. Menganalisis Teori Belajar Menurut Pandangan Kontruktivisme,
Landasan Filosofis Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran

1. Teori Kontruktivisme
Kontruktivisme berarti bersifat membangun atau memberikan dorongan
dalam proses perkembangan. Dalam filsafat pendidikan kontruktivisme berarti
sebuah usaha untuk membangun tatanan hidup yang berbudaya modern. Dari
pengertian di atas teori kontruktivisme dalam pembelajaran berarti teori yang
bersifat membangun artinya disini membangun pengetahuan, keterampilan,
pemahaman dan pembelajaran peserta didik. Dengan sifat membangun dari teori
ini diharapkan peserta didik dapat aktif, kreatif dan inovatif dalam proses
pembelajaran.
Shymansky mengatakan kontruktivisme adalah aktivitas yang aktif,
dimana peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang
mereka pelajari, dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru
dengan kerangka berfikir yang dimilikinya. Berdasarkan pemahaman penulis
sejalan dengan pendapat Shymansky berarti dalam proses pembelajaran yang
dilandasi oleh teori kontruktivisme berarti memberikan ruang yang seluas-luasnya
kepada peserta didik untuk dapat mengeksplor dan mencari sebanyak-banyaknya
pemahaman mengenai pembelajaran yang diberikan oleh guru ataub dosen. Oleh
karena itu dalam pembelajaran kontruktivisme peserta didik tidak hanya berperan
sebaagai objek namun juga subjek dari proses pembelajran itu sendiri. Artinya,
pemberian proses belajar tidak terfokus kepada guru atau dosen namun juga
peserta didik itu sendiri aktif mencari informasi dan pengetahuan lain diluar apa
yang diberikan pendidik untuk menambah pengetahun dan memperkuat apa yang
telah dimiliki dan disampaikan oleh pendidik. Dengan hal ini, dapat disimpulkan

52
bahwa teori kontruktivisme merupakan teori yang memberikan keluasan berpikir
bagi peserta didik dan memberikan kemampuan kepada peserra didik untuk dapat
menerapkan apa yang telah didapatkan dalam proses pembelajaran dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Prespektif-prespektif dalam Kontruktivisme

Pertama, konstruktivisme eksogeneus mengacu pada pemikiran bahwa


penguasaan pengetahuan merepresentasikan sebuah kosntruksi ulang dari
strukturstruktur yang berbeda dalam dunia eksternal. Pandangan ini mendasarkan
pengaruh kuat dari dunia luar pada konstruksi pengetahuan, seperti pengalaman-
pengalaman, pengajaran dan pengamatan terhadap model-model.
Kedua, konstruktivisme endogenus menekankan pada koordinasi
tindakantindakan yang sebelumnya, bukan secara langsung dari informasi
lingkungan; karena itu, pengetahuan bukanlah cerminan dari dunia luar yang
diperoleh melalui pengalaman-pengalaman, pengajaran, atau interaksi sosial.
Pengetahuan berkembang melalui aktifitas kognitif dari abstraksi dan mengikuti
sebuah rangkaian yang dapat diprediksikan secara umum
Ketiga, konstruktivisme dialektikal. berpendapat bahwa pengetahuan tidak
hanya dapat diperoleh melalui sekolah akan tetapi bisa juga di dapatkan melalui
saling berinteraksi sesama teman, guru, tetangga dan bahkan lingkungan sekitar
kita. Selain itu juga interpretasinya tidak terikat dengan dunia luar. Bahkan
pengetahuan atau pemahaman timbul akibat saling berlawanan mental dari
interaksi antara lingkungan sekitar dengan seseorang.13
Dari ketiga pandang tersebut memiliki kelebihan masing-masing, seperti
konstruktivisme eksogeneus yaitu untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan
seorang siswa terhadap ilmu tertentu secara akurat dan terperinci. Kemudian
konstruktivisme endogenus yaitu untuk mengetahui sejauh mana penguasaan
materi secara terstruktur mulai dari yang paling bawah sampai dengan yang paling
tinggi. Sedangkan konstruktivisme dialektikal digunakan ketika guru atau
pendidik ingin merencanakan itervensi-intervensi untuk mendorong pemikiran
siswa dan untuk mengarahkan penelitian untuk menemukan efektifitas dari

53
pengaruh-pengaruh sosial seperti paparan terhadap model-model dan kerja sama
dengan teman sebaya.
3. Konsep Pembelajaran Kontruktivisme

Kontruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menyatakan


bahwa pengetahuan merupakan hasil bentukan. Pengetahuan merupakan hasil
kontruksi kognitif dari kenyataan melalui aktivitas seseorang. Berikut ini
merupakan langkah-langkah dari awal untuk teori kontruktivisme:
1. Karakteristik manusia masa depan yang diharapkan

Karakteristik manusia masa depan yang diharapkan dalam proses


pembangunan adalah manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian,
tanggungjawab terhadap risiko dalam pengambilan keputusan, mengembangkan
potensi melalui proses pembelajaran yang terus menerus sehinggan menemukan
potensi dan jati diri sendiri yaitu merupakan proses learn to be. Mampu
melakukan kolaborasi dengan berbagai aspek pembelajaran dan kehidupan
sehingga dapat melakukan pemecahan masalah-masalah yang terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat. Kepekaan artinya ketajaman dan kepedulian untuk
dapat melihat lingkungan sekitar baik dari sisi fisik maupun sosial dan menjaga
kesejahteraan lingkungan yang merupakan perwujudan dari kesadaran sebagai
makhluk Tuhan YME. Kemandirian artinya mampu menilai proses diri sendiri
disamping menilai hasil berpikir orang lain. Sedangkan kolaborasi artinya mampu
bekerja sama dengan individu lain dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas
hidup bermasyarakat.
2. Proses Mengkrontuksi Pengetahuan
Pengetahun bukanlah hal yang ditransfer dari satu individu ke individu
lain. Pengetahun merupakan hasil pembentukan dari satu individu itu sendiri.
Sebagai seorang pendidik sudah seharusnya kita memberikan pemahaman akan
pembelajaran kepada peserta didik namun tugas pendidik hanya memberikan
pemahaman, untuk pembentukan pemahaman dalam diri individu itu sendiri
sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan hasil dari pemahaman individu itu
sendiri melalui proses pembentukan secara terus menerus yang terus mengalami
reorganisasi karenaa munculnya pemahaman-pemahaman baru.
Manusia mengetahui sesuatu dengan menggunakan inderanya, melihat,
mendengar, menjamah, membau, merasakan. Pengetahuan bukan sesuatu yang
ditentukan melainkan sesuatu proses pembentukan. Von Galserfeld (dalam

54
Paulina Pannen 2001) mengemukakan ada beberapa kemampuan yang diperlukan
dalam proses mengkonstruksi pengetahuan yakni:
a) Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.
Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan pengalaman sangat
penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi mahasiswa
dengan pengalaman tersebut.
b) Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan
kesamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membandingkan
sangat penting agar mahasiswa mampu menarik sifat yang lebih umum
dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan
perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan
mengkonstruksi pengetahuannya.
c) Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu
daripada yang lain. Melalui suka dan tidak suka inilah muncul
penilaian bagi pembentukan pengetahuaannya.
4. Proses Pembelajaran Kontuktivisme
Sejatinya dalam sebuah proses pembelajarn hal terpenting adalah
bagaimana proses seorang individu dalam mendapatkkan pengetahuan tersebut.
Bagaimana perkembangannya dan seberapa besar kemauan individu dalam
melalui proses pembelajran tersebut. Hasil daripada pembelajaran tersebut hanya
bersifat sebagai formalitas dalam proses pembelajaran. Hasil atau output itu
biasanya berupa raport dan sebagainya yang menjadi bukti tertulis seorang
individu telah melakukan proses pembelajaran. Namun lebih dari itu, hal sangat
perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran adalah bagaimana individu dan
peserta didik mampu mengembangkan dirinya, menggali potensi yang dimilikinya
dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
proses pembelajaran dilakuakan oleh beberapa komponen yang mana masing-
masing komponen tersebut memiliki peran dan pengaruh dalam proses
pembelajaran.
1. Peran Peserta Didik

55
Teori belajar kontruktivisme adalah sebuah teori yang berpengang kepada
proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini dilakukan secara sadar oleh
individu ini melalui proses pencarian, aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir dan
menyusun konsep juga memaknai penggetahuan-pengetahun yang didapatkannya.
Pradigma kontruktivisme memandang bahwa peserta didik merupakan individu
yang sebelum proses pembelajaran individu telah memiliki pengetahuan awal.
Kegiatan belajar merupakan kegiatan kegiatan aktif individu untuk menemukan
sesuatu dan membangun pengetahuannya bukan merupakan proses mekanik untuk
pengumpulan fakta. Peserta didik memiliki tanggung jawab atas hasil atau capaian
pembelajarannya. Peserta didik sendiri lah yang mencari penalaran terhadap apa
yang ia pelajari sebab peserta didik memiliki cara tersendiri untuk
mengkontruktivisme pengetahuannya.
2. Peran pendidik
Dalam teori kontruktivisme peran pendidik adalah membantu agar proses
pembangunan pengetahuan berjalan dengan lancar. Pendidik tidak mentransfer
pengetahuan melainkan membantu peserta didik untuk membentuk
pengetahuannya sendiri. Pendidik dituntut untuk memahami jalan pikiran dan cara
pandang peserta didik namun tidak memaksakan cara bpandang peserta didik
yang harus sama dengan cara pandang pendidik. Melainkan membiarkan peserta
didik memiliki cara pandang sendiri. Menurut prinsip pembelajaran
konstruktivistik, seorang pengajar atau dosen berperan sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu agar proses belajar mahasiswa berjalan dengan baik
yaitu;
a) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan mahasiswa
bertanggungjawab, memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas
utama seorang dosen
b) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang
keingintahuan mahasiswa dan membantu mereka untuk
mengekspresikan gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah
mereka, menyediakan sarana secara produktif menyediakan
kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar

56
mahasiswa. Dosen perlu menyemangati mahasiswa dan menyediakan
pengalaman konflik.
c) Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran
mahasiswa berjalan atau tidak. Dosen mempertanyakan apakah
pengetahuan mahasiswa dapat
diberlakukan untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Dosen
membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan mahasiswa.
3. Sarana Belajar

Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam


kegiatan belajar adalah aktivitas mahasiswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, peralatan, lingkungan dan
fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Mahasiswa
diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya sendiri
tentang sesuatu yang dihadapi. Dengan cara demikian mahasiswa akan terbiasa
dan terlatih untuk berfikir kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan
pemikirannya secara rasional
4. Evaluasi Belajar
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap
realitas, konstruksi pengetahuan serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan
pengalaman. Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada
pikiran seseorang. Evaluasi belajar pada pandangan konstruktivistik menggunakan
goal free evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi
pada tujuan spesifik. Hasil belajar konstruktivistik lebih tepat dinilai dengan
metode goal free. Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar
konstruktivistik memerlukan proses pengalaman kognitif bagi tujuan
konstruktivistik. Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik dapat diarahkan pada
tugas-tugas autentik, mengkontruksi pengetahuan yang menggambarkan proses
berfikir yang lebih tinggi seperti penemuan, juga sintesis dan mengarahkan
evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif.

57
5. Strategi Pembelajaran Kontruktivisme

Terdapat beberapa strategi pembelajaran konstruktivistik yaitu belajar


aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning, dan
model pembelajaran kognitif. Belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam
pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju
belajar mandiri. Dosen berperan untuk menyediakan sarana bagi mahasiswa untuk
dapat belajar. Peran mahasiswa dan dosen dalam konteks belajar aktif menjadi
sangat penting. Dosen sebagai fasilitator yang membantu memudahkan
mahasiswa belajar sebagai nara sumber yang mampu mengundang pemikiran dan
daya kreasi mahasiswa sebagai pengelola yang mampu merancang dan
melaksanakan kegiatan belajar bermakna dan yang dapat mengelola sumber
belajar yang diperlukan. Mahasiswa juga terlibat dalam proses belajar bersama
dosen, karena mahasiswa dibimbing, diajar, dan dilatih menjelajah, mencari,
mempertanyakan sesuatu menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan, mengelola
dan menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif.
Belajar mandiri merupakan usaha individu mahasiswa yang otonomi untuk
mencapai suatu kompetensi. Belajar mandiri memberi kesempatan kepada
mahasiswa
untuk menentukan tujuan belajarnya, merencanakan proses belajarnya,
menggunakan sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan-keputusan
akademis dan melakukan kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan
belajarnya. Ciri utama dalam belajar mandiri adalah pengembangan dan
peningkatan keterampilan dan kemampuan mahasiswa untuk melakukan proses
belajar secara mandiri tidak tergantung pada faktor-faktor dosen, kelas, teman dan
lain-lain. Peran utama dosen dalam belajar mandiri adalah sebagai konsultan dan
fasilitator, bukan sebagai otoritas dan satusatunya sumber ilmu.
Belajar kooperatif dan kolaboratif bertujuan untuk membangun
pengetahuan dalam diri individu mahasiswa melalui kerja dan diskusi kelompok,
sehingga terjadi pertukaran ide dari satu anggota kelompok kepada anggota
kelompok lainnya. Karakteristik utama belajar kooperatif kolaboratif adalah:
a. mahasiswa belajar dalam satu kelompok dan memiliki rasa saling

58
ketergantungan dalam proses belajar, penyelesaikan tugas kelompok
mengharuskan semua anggota kelompok bekerja bersama
b. interaksi intensif secara tatap muka atau dimediasikan antaranggota
kelompok
c. masing-masing mahasiswa bertanggungjawab terhadap tugas yang telah
disepakati
d. mahasiswa harus belajar dan memiliki keterampilan komunikasi
interpersonal. Strategi kognitif merupakan proses berfikir induksi.
Mahasiswa belajar untuk membangun pengetahuan berdasarkan suatu
fakta atau prinsip yang diketahuinya.
6. Kelebihan Belajar Teori Kontruktivisme

Hidup ini, tidak ada yang sempurna ada kebaikan ada juga keburukan, begitu juga
dengan sebuah teori. Tidak ada teori yang sempurna akan tetapi saling melengkapi
antara yang satu dengan yang lainya begitu juga konstruktivisme. Adapun
kelebihan dari teori konstruktivisme diantaranya :
Pertama, guru bukan satu-satunya sumber belajar. Maksudnya yaitu dalam
proses pembelajaran guru hanya sebagai pemberi ilmu dalam pembelajaran, siswa
tuntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajarannya, baik dari segi latihan,
bertanya, praktik dan lain sebagainya, jadi guru hanya sebagi pemberi arah dalam
pembelajaran dan menyediakan apa-apa saja yang dibutuhkan oleh siswanya.
Sebab dalam kosntruktivisme pengetahuan itu tidak hanya di dapatkan dalam
proses pembelajaran akan tetapi bisa juga di dapatkan melalui diskusi,
pengalaman dan juga bisa di dapatkan di lingkungan sekitarnya.
Kedua, siswa (pembelajaran) lebih aktif dan kreatif. Maksudnya di mana
siswa dituntut untuk bisa memahami pembelajarannya baik di dapatkan di sekolah
dan yang dia dapatkan di luar sekolah, sehingga pengetahuan-pengetahuannya
yang dia dapatkan tersebut bisa dia kaitkan dengan baik dan seksama, selain itu
juga siswa di tuntut untuk bisa memahami ilmu-ilmu yang baru dan dapat di
koneksikan dengan ilmu-ilmu yang sudah lama.
Ketiga, pembelajaran menjadi lebih bermakna. Belajar bermakna berarti
menginstrksi informasi dalam struktur penelitian lainnya. Artinya pembelajaran

59
tidak hanya mendengarkan dari guru saja akan tetapi siswa harus bisa mengaitkan
dengan pengalaman-pengalaman pribadinya dengan informasi-informasi yang dia
dapatkan baik dari temanya, tetangganya , keluarga, surat kabar, televisi, dan lain
sebagainya.
Keempat, pembelajaran memiliki kebebasan dalam belajar. Maksudnya
siswa bebas mengaitkan ilmu-ilmu yang dia dapatkan baik di lingkungannya
dengan yang di sekolah sehingga tercipta konsep yang diharapkannya. Kelima,
perbedaan individual terukur dan di hargai. Keenam, guru berfikir proses
membina pengetahuan baru, siswa berfikir untuk menyelesaikan masalah, dan
membuat keputusan.
7. Kekurangan Belajar Teori Kontruktivisme

Pertama, proses belajar konstruktivisme secara konseptual adalah proses


belajar yang bukan merupakan perolehan informasi yang berlangsung satu arah
dari luar ke dalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan
akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran sruktur kognitif. Kedua, peran
siswa. Menurut pandangan ini, belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan. Ketiga, peran guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik
berperan membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan
lancar. Guru tidak menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan
membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Keempat, sarana
belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peran utama dalam kegiatan belajar
adalah aktifitas siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Kelima,
evaluasi, pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat
mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas,
konstruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada
pengalaman.

F. Menganalisis Teori Belajar Menurut Pandangan Humanistik, Landasan


Filosofis Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran
1. Teori Humanistik
Teori Humanistik ini merupakan salah satu bentuk kritik terhadap teori
behaviorisem yang menganggap bahwa manusia adalah mesin. Humanistic

60
mengubah pradigma tersebut menjadi lebih manusiawi. Pada intinya teori
mengedapenkan untuk proses memanusiakan manusia. Sebagai insan terpelajar
sudah seharusnya proses pendidikan yang dilaksanakan memberi output untuk
dapat memanusiakan manusia, artinya disini manusia itu sendiri dapat
memperlakukan manusia lainnya dengan baik dan layak.
Dalam pandangan humanistik manusia memgang kendali penuh atas
kehidupan dan perilaku mereka serta berhak untuk mengembangkan sikap dan
kepribadian
mereka. Dalam teori ini keberhasilan belajar ditandai apabila peserta didik
dapat mengenali dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya dengan baik. Peserta
didik dituntut untuk dapat mengaktualisasikan dirinya dengan maksimal.
Pada teori humanistik diyakini bahwa pusat pembelajaran yakni peserta
didik sedangkan pendidik hanya berperan sebagai fasilitator proses pembelajara.
Setiap individu memiliki hak sendiri untuk melakukan pengembangan diri serta
pengaktualisasiannya. Sikap dan pengetahuan menjadi syarat untuk
pengaktualisasian diri di lingkungan sekitar. Dalam hal ini penerapan teori
humanistik dalam proses pembelajaran berari pendidik memperikan kebebasan
kepada peserta didik untuk berpikir induktif dan melakukan self development. Hal
ini dapat di capai dengan berbagai cara salah satunya adalah melakukan kegiatan
diskusi sehingga nantinya peserta didik akan berpikir mandiri dan
mengungkapkan gagasannya, pendidik pun dapat mengetahui apa yang dipikirkan
peserta didik.
Tokoh Teori Belajar Humanistik
2. Tokoh Teori Belajar Humanistik
a. Abraham Maslow
Dalam perspektif humanistik (humanistic perspective) menuntut potensi
peserta didik dalam proses tumbuh kembang, kebebasan menemukan jalan
hidupnya. Humanistic menganggap peserta didik sebagai subjek yang merdeka
guna menetapkan tujuan hidup dirinya. Peserta didik dituntun agar memiliki sifat
tanggung jawab terhadap kehidupannya dan orang di sekitarnya.

61
Pembelajaran humanistic menaruh perhatian bahwa pembelajaran yang
pokok yaitu upaya membangun komunikasi dan hubungan individu dengan
individu maupun individu dengan kelompok. Edukasi bukan semata-mata
memindah khazanah pengetahuan, menempa kecakapan berbahasa para peserta
didik, tapi sebagai wujud pertolongan supaya siswa mampu mengaktualisasikan
dirinya relevan dengan tujuan pendidikan. Edukasi yang berhasil pada intinya
adalah kecakapan menghadirkan makna antara pendidik dengan pembelajar
sehingga dapat mencapai tujuan menjadi manusia yang unggul dan bijaksana.
Maksudnya ialah menuntun peserta didik bahwa mereka butuh pendidikan
karakter. Pendidik memfasilitasi siswa menggali, mengembangkan dan
menerapkan kecakapan-kecakapan yang mereka punya supaya mampu
memaksimalkan potensinya.
Maslow terkenal sebagai bapak aliran psikologi humanistic, ia yakin
bahwa manusia berperilaku guna mengenal dan mengapresiasi dirinya
sebaikbaiknya. Teori yang termasyhur hingga saat ini yaitu teori hirarki
kebutuhan. Menurutnya manusia terdorong guna mencukupi kebutuhannya.
Kebutuhankebutuhan itu mempunyai level, dari yang paling dasar hingga level
tertinggi. Dalam teori psikologinya yaitu semakin besar kebutuhan maka
pencapaian yang dipunyai oleh individu semakin sungguh-sungguh menggeluti
sesuatu.
Perspektif ini diasosiasikan secara dekat dengan keyakinan Abraham
Maslow (1954, 1971) bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipenuhi sebelum
kebutuhan yang lebih tinggi dapat dipuaskan. Menurut hierarki kebutuhan
Maslow, pemuasan kebutuhan seseorang dimulai dari yang terendah yaitu: 1)
fisiologis, 2) rasa aman, 3) cinta dan rasa memiliki, 4) harga diri, 5) aktualisasi
diri.
b. Carl Roger
Menurut Rogers dalam Jamil Suprihatiningrum, ada dua tipe belajar, yaitu
kognitif (kebermaknaan) dan eksperimental (pengalaman). Guru memberikan
makna (kognitif) bahwa tidak membuang sampah sembarangan dapat mencegah
terjadinya banjir. Jadi, guru perlu menghubungkan pengetahuam akademik ke

62
dalam pengetahuan bermakna. Sementara experimental learning melibatkan
peserta didik secara personal, berinisiatif, termasuk penilaian terhadap diri sendiri
(self assessment).
Sedangkan menurut Carl Rogers dalam teori belajar bebasnya, menyatakan
bahwa tidak ada paksaan atau tekanan dalam belajar. Guru tidak bembuat rencana
dalam pembelajaran untuk peserta didik, tidak memberikan kritik atau ceramah
kecuali apabila siswa menghendakinya, tidak menilai atau mengkritik pekerjaan
murid kecuali apabila siswa memintanya.
Dalam bukunya “Freedom to Learn”, ia memperkenalkan beberapa
prinsip-prinsip belajar humanistik yang sangat penting, di antaranya ialah: 1)
Manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar secara alami. 2) Belajar yang
bermakna terjadi apabila subjek matter dirasakan peserta didik mempunyai
relevansi dengan maksud-maksudya sendiri. 3) Belajar yang melibatkan suatu
perubahan yang ad di dalam tanggapan mengenai dirinya, dianggap mengancam
dan cenderung akan ditolaknya. 4) pekerjaan-pekerjaan belajar yang dapat
mengancam diri adalah sangat mudah untuk dirasakan dan mudah diasimilasikan
apabila ancaman dari luar tersebut semakin kecil. 5) Apabila ancaman kepada diri
peserta didik rendah, pengalaman bisa diperoleh dengan melakukan berbagai cara
yang bermacam-macam dan terjadilah sebuah proses belajar. 6) Belajar yang
berarti bisa di dapatkan peserta didik dengan melakukannya. 7) Belajar dapat
diperlancar bilamana peserta didik dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran
dan ikut serta bertanggung jawab dalam proses belajar tersebut. 8) Belajar atas
inisiatif diri sendiri yang melibatkan diri peserta didik seutuhnya, baik itu
perasaan maupun segi kognitif, merupakan cara yang bisa memberikan hasil yang
mendalam dan lestari. 9) Kepercayaan pada diri sendiri, kemerdekaan, kreatifitas
akan lebih mudah untuk dicapai apabila peserta didik dibiasakan untuk mawas diri
dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang lain adalah cara kedua
yang juga penting. 10) Belajar yang sangat berperan secara sosial di dunia modern
ini adalah belajar yang menyangkut proses belajar, yang terbuka dan terus
menerus pada pengalaman dan penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai
proses perubahan itu.

63
Carl Rogers menyatakan bahwa peserta didik yang belajar hendaknya tidak
ditekan, melainkan dibiarkan belajar bebas, peserta didik diharapkan bisa
mengambil sebuah langkah sendiri dan berani bertanggung jawab atas
langkahlangkah yang diambilnya sendiri. Dalam konteks tersebut, Rogers
menyatakan ada lima hal yang penting dalam proses belajar humanistic, yaitu
sebagai berikut.
1) Hasrat untuk belajar: keinginan untuk belajar dikarenakan adanya
dorongan rasa ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia
sekelilingnya. Dalam proses memecahkan jawabannya, seorang individu
mengalami kegiatan-kegiatan belajar.
2) Belajar bermakna: seseorang yang beraktivitas akan selalu
mempertimbangkan apakah aktivitas tersebut mempunyai makna bagi
dirinya. Jika tidak, tentu tidak akan dilakukannya.
3) Belajar tanpa hukuman merupakan belajar yang terlepas dari hukuman
atau ancaman menghasilkan anak bebas untuk melakukan apa saja, dan
mengadakan percobaan hingga menemukan sendiri suatu hal yang baru.
4) Belajar dengan daya usaha atau inisiatif sendiri: menunjukkan tingginya
motivasi internal yang dimiliki. Siswa yang banyak inisiatif, akan mampu
untuk memandu dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri dan
berusaha mempertimbangkan sendiri hal yang baik bagi dirinya.
5) Belajar dan perubahan: keadaan dunia terus berubah, karena itu peserta
didik harus belajar untuk dapat menghadapi serta menyesuaikan kondisi
dan situasi yang terus berubah. Dengan begitu belajar yang hanya
mengingat fenomena atau menghafal kejadian dianggap tak cukup.
3. Pendekatan Psikologi Humanistik
Dalam proses pembelajaran di kelas, M. Amien, dkk dalam bukunya
“Humanistic Education” mengungkapkan bahwa psikologi humanistik dapat
diwujudkan dengan beberapa pendekatan, yaitu:
a. Self Esteem approach: dalam rangka mengembangkan kepercayaan peserta
didik. Secara teknis dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan
seperti, “Dalam pengajaran selama ini, tugas mana yang anda anggap

64
paling memuaskan?” dengan pertayaan seperti ini diharapkan terbentuk
presepsi sukses yang akan menambah rasa percaya diri peserta didik.
b. Creatifity approach: dengan mengembangkan potensi kreatif peserta didik
karena pada hakikatnya manusia mempunya potensi kreatif. Kretaifitas
membadakan aktivitas manusia dengan hewan. Teknik yang dapat
dilakuykan untuk mengembangkan dan membentuk kreatif peserta didik
adalah brainstroaming (Curah-gagasan), yaitu mengemukakan suatu
problema dan peserta didik diminta ide-idenya, kemudian diminta kembali
meninnjau ide-idenya yang mana hasilnya dapat digunakan untuk
memecahkan suatu permasalahan.
c. Value clarification and moral development approach: dimaksudkan untuk
membantu peserta didik dalam rangka mengembangkan proses-proses
yang digunakan dalam menentukan nilai-nilai mereka sendiri. Secara
teknis, Pendidik menyediakan problema atau permasalahan yang dapat
mendorong peserta didik untuk mengidentifikasi nila-nilainya sendiri atau
memecahkan probelama yang mengandung dua macam nilai yang saling
bertentangan.
d. Multiple talent approach: dalam rangka mengembangkan bakat-bakat lain
disamping kemampuan akademis. Hal ini dimungkinkan dengan
mengajukan suatu tawaran kepada peserta didik “siapa yang dapat
membuat karya tulis bertemakan orang tua?” pertanyaan ini untuk
mengetahui apakah ada di antara peserta didik yang memiliki bakat
dibidang komunikasi.
4. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Humanistik menurut Carl Roger

a. Hasrat Untuk Belajar


Manusia mempunya hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti dengan
adanya rasa ingin anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi
lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar
pendidikan humnistik. Di dalam kelas humanistik, anak-anak diberi kesempatan
dan kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi

65
minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia
sekitarnya.
b. Belajar yang Berarti
Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila ada yang dipelaajari
nrelevan dengan kebutuhan dan maksud peserta didik. Artinya, peserta didik akan
belajar apabila apa yang dipelajari memiliki arti baginya.
c. Belajar tanpa Ancaman
Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila
berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar akan berjalan
lancar apabila peserta didik dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba
pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat
kecaman yang biasanya menyinggung perasaan.
d. Belajar atas inisiatif sendiri
Belajar akan paling bermakna apabila kegiatan itu dilakukan atas inisiatif
sendiri dan melibatkan perasaan dan pikiran peserta didik itu sendiri.
Mengulurkan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar bagaimana belajar
(to learn how to learn). Belajar atas inisiatif sendiri memusatkan perhatian peserta
didik baik pada proses maupun hasil belajar.
e. Belajar untuk perubahan
Belajar paling bermanfaat ialah belajar proses belajar. Kemajuan-
kemajuan tekhnologi di berbagai aspek kehidupan menuntuk perubahan zaman
yang semakin cepat berevolusi sehingga yang dibutuhkan saat ini adalah individu
yang memiliki kemauan untuk belajar di lingkungan yang sedang berubah dan
akan terus berubah.
5. Model Pembelajar berdasarkan teori Humanistik
Menurut bebrapa litekatur ini ditemukan model pembelajaran yang sesuai dengan
teori humanistik;
a. Humanizing of the classroom
Humanizing of the Classroom dikemukakan oleh Jhon P. Miller yang
terfokus pada pengembangan model “pendidikan afektif”. Pendidikan model ini
bertumpu pada tiga hal: menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang

66
sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan
menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran.
b. Active Leaarning
Konsep ini dicetuskan oleh Melvin L. Silberman asumsi dasar yang
dibangun dari model pembelajaran ini adalah bahwa belajar bukan merupakan
konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada peserta didik. Belajar
membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan
belajar itu aktif, peserta didik melakukan sebagian besar kegiatan belajar. Merka
mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan
apa yang mereka pelajar. Dalam active learning, cara belajar dengan
mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendenganrkan dan melihat
akan ingt sedikit dengan cara mendengar, melihat dan mendiskusikan dan
melakukan akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan cara untuk
menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan. Belajar aktif
merupakan langkah cepat, menyenangka dan menarik. Active learning
menyajikan 10 strategi pembelajaran aktif yang dapat diterapkan hampir untuk
semua materi pembelajaran.
c. Quantum Learning
Quantum Learning mengasumsikan bahwa jika peserta didik dapat
menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu akan mampu membuat
loncatanprestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya. Dengan metode belajar yang
tepat peserta didik dapat meraih prestasi belajar secara berlipat ganda. Salah satu
konsep dasar metode ini adalah belajar itu harus mengasyikan dan berlangsung
dalam suasana gembira sehingga pintu masuk informasi baru akan lebih besar
terekam dengan baik.
d. The accelerated Learning
Bobbi De Porter menganggap accelerated learning dapat memungkinkan
peserta didik untuk belajar dnegan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya
yang normal dibarengi kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur unsur-unsur yang
sekilas tampak tidak mempunyai persamaan, misalnya hiburan, permainan,

67
waena, cara berpikir positif, kebugaran fisik dan kesehatan emosional. Namun
semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalamanbelajar yang efektif
6. Implikasi Teori belajar Humanistik
Menurut Rogers dalam Sri Rumini dkk, membagi dua macam program, yaitu:
a. Confluent Education
Confluent education adalah proses pendidikan yang memadukan antara
pengalaman afektif dan belajar kognitif (pengetahuan) di dalam kelas. Hal ini
adalah cara yang sangat bagus untuk melibatkan peserta didik secara pribadi
dalam bahan pelajaran. Dalam pembelajaran ini peserta didik tidak hanya
memperhatikan atau membaca, tetapi siswa juga dapat merasakan, menuliskan,
menghayati, berdebat yang positif, dan menyampaikan pendapat mereka.
b. Cooperative Learning
Pembelajaran cooperative learning mengacu pada metode pembelajaran,
yang mana peserta didik bekerja sama dengan kelompok kecil dan saling
membantu dalam belajar. Menurut pernyataan Salvin, anggota-anggota kelompok
bertanggung jawab atas ketuntasan tugas-tugas kelompok dan mempelajari materi
sendiri. Menurut Johnson & Johnson, yang dikutip Jamil Suprihatiningrum, ada
lima unsur penting dlaam belajar kooperatif, yakni sebagai berikut:

a. Saling ketergantungan secara positif


Dalam belajar kooperatif peserta didik akan merasa bahwa mereka
sedang bekerja bersama untuk mencapai satu tujuan dan terkait satu sama
lain. Seorang peserta didik akan sukses apabila bagian kelompoknya juga
sukses. peserta didik akan merasa bahwa dia juga bagian dari pada
kelompok yang memiliki andil terhadap kesuksesan kelompoknya.
b. Interaksi tatap muka semakin meningkat
Interaksi langsung akan semakin meningkat, Belajar kooperatif
akan meningkatkan interaksi peserta didik. Hal ini terjadi jika seorang
peserta didik akan membantu temannya yang lain untuk sukses sebagai
anggota kelompok. Saling memberikan bantuan akan berlangsung secara
alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok dapat

68
memperngaruhi keberhasilan kelompok. Untuk mengatasi permasalahan
ini, peserta didikyang membutuhkan bantuan akan diperoleh dari teman
kelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif ialah
dalam tukarmenukar ide berkenaan permasalahan yang sedang dipelajari.
c. Tanggung jawab individual
Tanggung jawab individual di dalam belajar kelompok bisa berupa
tanggung jawab peserta didik dalam hal: Pertama membantu temannya
yang sedang membutuhkan bantuan, kedua peserta didik tidak bisa hanya
sekedar“menebeng” pada hasil kerja teman satu kelompoknya.
d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil
Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil di dalam belajar
kooperatif, selain diminta untuk belajar materi yang akan diberikan, peserta
didik juga diminta untuk belajar bagaimana agar peserta didik mampu
berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompoknya. Bagaimana
peserta didik bersikap selaku anggota kelompok dan menyampaikan
gagasan mereka dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.
e. Proses kelompok
7. Proses kelompok Belajar kooperatif tidak dapat berlangsung tanpa adanya
proses kelompok. Proses kelompok terjadi apabila anggota kelompok
mendiskusikan dan bekerja sama bagaimana mereka akan menggapai tujuan
dengan baik dan membuat hubungan kerja kelompok yang baik.
G. Menganalisis Teori Pengolahan Informasi Dalam Memori Manusia Dan
Landasan Filosofis Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran
1. Teori Pengelolaan Informasi
Teori-teori mengenai sistem pengolahan informasi yang ada memiliki
pandangan yang berbeda-beda dalam hal proses-proses kognitif, namum pada
dasarnya teori-teori tersebut memiliki asumsi-asumsi yang sama. Salah satunya
adalah pengolahan informasi terjadi dalam tahapan-tahapan yang memisahkan
natara penerimaan sebuah stimulus dan pemberian sebuah respon. Dari hal
tersebut dapat dilogikakan bahwa bantuk informasi, atau bagaimana informsis
tersebut direpresentasikan secara mental, berbeda-beda tergantung pada

69
tahapannya.
Asumsi lain mengenai pengolahan informasi menyatakan bahwa
pengolahan informasi dapat dianalogikan dengan pengolahan komputer.
Fungsifungsi dari sistem manusia serupa dengan sistem sebuah komputer. Sistem
manusia menerima informasi, menyimpannya dalam memori, dan mengambilnya
lagi disaat yang diperlukan. Para peneliti juga berasumsi bahwa pengolahan
informasi terlibat dalam semua aktivitas kognitif yaitu melihat/merasakan,
mengulang, berpikir, memecahkan masalah, mengingat, lupa, dan mencitrakan
(Farnham-Diggory, 1992). Pengolahan informasi menjangkau lebih dari konsep
tradisional tentang pembelajaran manusia.

2. Proses pengolahan Informasi


Pengolahan informasi bermula ketika sebuah input stimulus
(visual/auditori) mengenai satu atau lebih pada pancaindera (pendengaran,
penglihatan dan peraba). Register sensorik yang sesuai menerima input dan
menyimpannya sebentar dalam bentuk rekaman inderawi. Dalam hal ini telah
terjadi persepsi (pengenalan pola) yaitu proses pemberian makna terhadap sebuah
input stimulus. Proses ini biasanya tidak termasuk penamaan karena penamaan
memerlukan waktu dan informasi hanya berdiam di register sensorik selama
sepersekian detik. Dalam persepsi terjadi pencocokan sebuah input dengan
informasi yang telah diketahui.

Register sensorik mentransfer informasi ke memori jangka pendek


(STM/Short Term Memory). STM adalah sebuah memori kerja (WM/Working
Memory) dan berhubungan dengan kesadaran, atau hal yang tertangkap oleh
pikiran sadar pada saat tertentu. Miller (1996) mengemukakan bahwa WM
menyimpan tujuh plus atau minus dua unit informasi. Sebuah unit merupakan
item yang bermakna seperti sebuah huruf, kata, bilangan, atau tuturan umum
seperti contoh kata mata pelajaran. Kapasitas dan durasi WM sangatlah terbatas
sehingga untuk dapat dipertahankan dalam WM maka harus sering diulang-ulang,
karena tanpa pengulangan, informasi tersebut akan hilang setelah beberapa detik.
Ketika informasi berada dalam WM, pengetahuan yang terkait dengannya

70
dalam memory jangka panjang (LTM/Long Term Memory) atau yang disebut
juga dengan memori permanen, akan diaktifkan dan ditempatkan dalam WM
untuk digabungkan dengan informasi yang baru. Untuk menyebutkan sebuah ibu
kota negara bagian yang diawali dengan huruf A, siswa mengingat nama-nama
Negara bagian yang kemungkinannya berdasarkan daerah dari negaranya dan
melakukan pemindaian nama-nama ibu kota.
Proses kontrol mengendalikan aliran informasi diseluruh system
pengolahan iformasi. Pengulangan merupakan proses kontrol penting yang terjadi
dalam WM. Untuk materi verbal, pengulangan tampil dalam bentuk mengulang
informasi dengan mengucapkannya dengan suara jelas atau lirih. Proses-proses
kontrol lainnya meliputi kodean (menempatkan informasi dalam sebuah konteks
yang bermakna), pencitraaan (merepresentasikan informasi secara visual),
mengimplementasikan aturan-aturan pengambilan keputusan, mengorganisasikan
informasi, memantau tingkat pemahaman, serta menggunakan strategi-strategi
penarikan, pengaturan diri dan motivasional (Schunk, 2012).
Model dua-penyimpanan cenderung memiliki ciri-ciri bahwa ketika siswa
memiliki daftar item untuk dipelajari, mereka cenderung mengingat item-item
awal dengan baik dan item terakhir. Menurut model ini, pada item awal
mendapatkan pengulangan paling banyak dan ditransfer ke LTM, sementara item
terakhir masih berada pada WM saat proses mengingat. Item-item yang berada
ditengan paling sulit untuk diingat karena item-item tersebut tidak berada pada
WM lagi saat proses mengingat terjadi karena telah digeser oleh item berikutnya.
Item-item tersebut mendapat pengulangan paling sedikit dibandingkan dengan
item-item awal dan belum tersimpan dengan benar dan baik dalam LTM. Model
dua-penyimpanan berasumsi bahwa informasi diproses terlebih dahulu oleh
register sensorik, kemudian lanjut pada WM, dan terkhir diproses oleh LTM.
Dalam model dua-penyimpanan, sebuah pemberian stimulus diperhatikan
dan dirasakan maka stimulus tersebut akan ditransfer ke memori kerja jangka
pendek (Baddeley, 1992). WM adalah memori kita dari pikiran sadar yang dapat
segera diakses. WM memiliki dua fungsi penting yaitu memertahankan dan
penarikan. Informasi yang datang dipertahankan dalam kondisi aktif pada jangka

71
waktu yang pendek dan diproses dengan cara diulang atau dihubungkan dengan
informasi yang ditarik dari LTM. Ketika siswa membaca sebuah teks,WM
menyimpan kata-kata atau kalimat terakhir yang mereka baca selama beberapa
detik. Siswa mungkin mencoba mengingat poin tertentu dengan mengulanginya
beberapa kali atau dengan menanyakan apa hubungan topik tersebut dengan topic
yang telah dibahas sebelumnya dalam buku yang sedang mereka baca
(menghubungkan informasi-informasi dalam LTM).
WM memainkan peranan penting dalam pembelajaran. Dibandingkan
dengan siswa yang memiliki prestasi belajar normal, siswa yang
memilikikelemahan dalam keterampilan membaca dan matematika menujukkan
kerja WM yang lebih buruk (Anderson & Lyxell, 2007). Implikasi pengajaran
yang sangat penting adalah tidak terlalu memberikan beban WM siswa dengan
menyajikan materi terlalu banyak dan terlalu cepat dalam menjelaskan materinya.
Jika memungkinkan pengajar atau guru memberikan informasi secara visual dan
verbal untuk memastikan siswa dapat mempertahankannya dalam WM mereka
lebih lama sehingga informasi yang masuk dapat diproses lebih lanjut secara
kognitif.
Representasi pengetahuan dalam LTM tergantung pada frekuensi
kontiguitas (Baddeley, 1998). Semakin sering suatu fakta, peristiwa atau ide
dijumpai maka semakin kuat representasinya dalam memori. Selain itu, dua
pengalaman yang terjadi dalam waktu yang berdekatan akan cenderung
dihubungkan dalam satu memori sehingga ketika salah satunya diingat
yangsatunya akan teraktifskan. Untuk itu informasi dalam LTM direpresentasikan
dalam struktur-struktur asosiatif. Pengetahuan yang disimpan dalam beragam
kekayaannya. Setiap orang memiliki memori-memori yang jelas tentang
pengadlaman-pengalaman yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan.
Seorang pengajar/guru dapat memperlancar proses pembelajaran ketika
mereka mengembangkan materi ajar dengan tujuan membantu siswa
menghubungkan informasi-informasi yang baru dengan dengan
pengetahuanpengetahuan yang ada dalam memori. Inforsmasi yang bermakna,

72
dijelaskan atau dikembangkan dan diorganisasikan akan lebih mudah
digabungkan kedalam jaringan-jaringan LTM. Guru sebaiknya menyiapkan
sebuah materi pelajaran yang siswanya dapat mengaitkannya dengan pengetahuan
yang bersifat umum dan mendasar. Salah satu aspek penting dalam proses
pembelajaran adalah memutuskan penting atau tidaknya suatu informasi yang
diberikan kepada siswa. Tidak semua informasi yang dipelajari harus dijelaskan.
Pemehaman siswa akan dapat terbantu ketika siswa hanya mengembangkan
aspek-aspek yang paling penting dari suatu materi ajar. Penjelasan dapat
membantu siswa dalam penarikan informasi dengancara memberikan jalur-jalur
yang silih berganti yang menjadi jalan bagi menyebarnya aktivasi, sehingga jika
jalur yang satu terhambat maka jalur lain masih tersedia (Anderson, 2000).
Penjelasan juga memberikan informasi tambahan yang dapat menjadi sumber
dibangunnya jawaban-jawaban, seperti ketika siswa harus menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang informasinya ada dalam bentuk yang berbeda dengan bentuk dari
meteri yang dipelajari.
3. Aplikasi-aplikasi dalam pembelajaran
Prinsip-prinsip pengelolahan informasi semakin sering diaplikasikan
dalam proses pembelajaran di kelas. Relevansi teori ini dengan pendidikan akan
terus berkembang seiring penelitian-penelitian dimasa mendatang. Tiga aplikasi
pengajaran yang mencerminkan prinsip pengolahan informasi adalah
organisatororganisator pengantar, kondisi pembelajaran, dan muatan kognitif.

1. Organisator Pengantar
Organisator pengantar (advance organizer) adalah pernyataan umum yang
disajikan diawal pembelajaran yang membantu mengoneksikan materi yang baru
dengan pembelajaran sebelumnya (Mayer, 1984). Pengantar semacam ini
mengarahkan siswa terhadap konsep-konsep penting untuk dipelajari,
menggarisbawahi hubungan-hubungan antar gagasan, dan mengaitkan materi
yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui oleh siswa. Hal ini diasumsikan
bahwa struktur-struktur kognitif siswa terorganisasikan secara hierarkis sehingga
konsep-konsep yang terbuka membawahi konsep-konsep yang tingkatannya

73
berada dibawah.
Landasan konseptual untuk organisator pengantar diperoleh dari teori
Ausubel tentang pembelajaran resepsi yang bermakna. Belajar menjadi
bermakna ketika materi yang baru memiliki hubungan sistematis dengan konsep-
konsep yang relevan dalam LTM, yang berarti bahwa materi baru memperluas,
memodifikasi atau mengembangan informasi dalam memori. Kebermaknaan
juga bergantung pada variabel-variabel personal seperti usia, latar belakang
pengalaman, status sosial-ekonomi, latar belakang pendidikan.
Pengalamanpengalaman yang telah lalu menentukan apakan siswa merasa
pembelajarannya memiliki makna.
Ausubel juga mendukung pengajaran deduktif yakni ide-ide umum
diajarkan terlebih dahulu kamudian diikuti dengan poin-poin spesifik (Ausubel,
1980). Dalam hal ini guru harus membantu siswanya memcahkan ide-ide yang
baru menjadi poin-poin yang lebih kecil dan spesifik, dan menghubungkan ide-
ide yang baru tersebut dengan muatan yang serupa didalam memori. Dalam
pengertian pengolahan informasi, tujuan dari model ini adalah mengembangkan
jaringan-jaringan proposisi dalam LTM dengan menambahkan pengetahuan dan
membangun hubungan-hubungan antar jaringan. Pengajaran deduktif lebih
berhasi diterapkan pada objek pembelajar dengan usia matang (andragogi).
Organisator-organisator pengantar menyiapkan tahapan untuk
pembelajaran resepsi yang bermakna. Organisator dapat bersifat ekspositoris
atau komparatif. Organisator ekspositoris memberi siswa pengetahuan baru yang
diperlukan untuk memahami pelajaran, yang mencakup definisi-definisi dan
generalisasi konsep. Sedangkan organisator komparatif memperkenalkan materi
yang baru dengan menarik analogi dengan materi yang telah dikenal
sebelumnya. Organisator komparatif mengaktifkan dan menghubungkan
jaringan-jaringan dalam LTM.
2. Fase-fase Pembelajaran
Pengajaran merupakan sekumpulan peristiwa eksternal yang dirancang
untuk memfasilitasi proses pembelajaran internal. Persiapan untuk belajar
mencakup aktivitas-aktivitas pembelajaran pendahuluan. Schunk (2012)

74
menguraikan fase-fase dalam pembelajaran sebanyak sembilan item sebagai
berikut:
No Fase Peristiwa Pengajaran

1 Memerhatikan Menyampaikan kepada peserta didik


bahwa pembelajaran akan dimulai
2 Harapan Menyampaikan tentang tujuan dari
pembelajaran, serta tipe dan kualitas
prestasi belajar yang di harapkan
3 Penarikan Meminta peserta didik untuk
mengingat konsep-konsep dan
aturan-aturan subordinat
4 Presepsi selektif Menyajikan contoh-contoh dari
konsep-konsep dan aturan-aturan
baru
5 Pengkodean sistematik Memberikan tanda-tanda yang
berkaitan dengan bagaimana
menyimpan informasi dalam memori
6 Penarikan dan Meminta peserta didik untuk
pemberian respon mengaplikasikan konsep atau aturan
terhadap contoh-contoh baru.
7 Penguatan Mengonfirmasikan keakuratan dari
pembelajarin peserta didik.
8 Pemberian tanda untuk Memberikan kuis pendek dari materi
penarikan materi baru
9 Generalisaibilitas Memberikan ulasan-ulasan khusus.

Selama masa memerhatikan, siswa memfokuskan perhatian pada


stimulusstimulus yang relevan dengan materi-materi yang akan dipelajari (audio

75
visual, materi tertulis, perilaku-perilaku yang dicontohkan guru). Harapannya
mengarahkan siswa kepada tujuan (mempelajari keterampilan
motorik,mempelajari pengurangan bilangan pecahan, menguasai struktur bahasa).
Pada tahap penarikan informasi yang relevan dari LTM, siswa mengaktifkan
bagianbagian yang relevan dengan topik yang dipelajari (Gagne & Dick, 1983).
Fase-fase pembelajaran utama adalah penguasaan dan praktik. Persepsi
selektif bermakna bahwa register-register sensorik mengenali karakteristik
stimulus yang relevan dan mentransfernya ke WM. Sedangkan pengkodean
semantik adalah proses dimana pengetahuan yang baru ditransfer ke LTM. Pada
tahap penarikan dan pemberian respons yang menunjukkan pembelajaran.
Penguatan mengacu pada umpan balik yang mengkonfirmasi keakuratan dari
respons siswa dan memberikan informasi perbaidkan ketika diperlukan.
Fase-fase transfer pembelajaran mencakup pemberian tanda untuk
penarikan dan generalisasibilitas. Dalam pemberian tanda untuk penarikan, siswa
menerima tanda-tanda yang mengisyaratkan bahwa pengetahuan yang sebelumnya
dapat diterapkan dalam situasi tersebut. Generalisasibilitas ditingkatkan dengand
memberi siswa kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan-keterampilan
dengan muatan materi yang berbeda-beda dan dengan situasi-situasi yang
berbeda.
3. Muatan Kognitif
Sistem pengolahan informasi hanya dapat menangani beberapa pengolahan
sekaligus. Jika terlalu banyak stimulus yang datang secara bersamaan, para
pengamatnya akan kehilangan banyak dari stimulus tersebut karena kapasitas
perhatian mereka yang terbatas. Kapasitas WM yang terbatas disebabkan oleh
pengolahan informasi membutuhkan waktu dan melibatkan banyak proses
kognitif, setiap saat hanya ada sejumlah informasi yang dapat tersimpan dalam
WM, ditransfer ke LTM, diulang, dan seterusnya.
Teori muatan kognitif memperhitungkan keterbatasan-keterbatasan pengolahan ini
dalam rancangan rencana pelajaran (Mayer, 2008). Muatan kognitif atau tuntutan-
tuntutan terhadap sistem pengolahan informasiterbagi menjadi dua tipe. Tipe
pertama adalah muatan kognitif intrinsik, tergantung pada karakter-karakter

76
informasi yang tidak dapat diubah yang akan dipelajari dan hanya akan mudah
dicapai jika siswa mendapatkan sebuah skema kognitif yang efektif untuk
mengolah informasi. Tipe kedua adalah muatan kognitif ekstrinsik disebabkan
oleh cara bagaimana materi-materi disajikan atau oleh aktivitasaktivitas yang
perlu dimiliki oleh siswa (Bruning et al., 2004).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Belajar dan Pembelajaran merupakan konsep penting yang perlu dipelajari
secara mendalam khususnya oleh mahasisiwa keguruan dan ilmu pendidikan
sebagai calon pendidik untuk lebih memahami konsep proses pembelajaran
sehingga kegiatan pembelajaran yang nantinya dilakukan akan maksimal dan
mencapai kompetensi yang telah di tentukan. Pendidik diharapkan dapat
mengkolaborasikan berbagai teori dalam pembelajaran sehingga nantinya dapat
membuat strategi dan model pembelajaran yang terbarukan menyesuaikan
denngan perkembangan tekhnologi dan karakteristik peserta didik. Dengan begitu,
pembelajaran yang berlangsung adalah pembelajaran bermakna yang dapat di

77
aplikasikan oleh peserta didik sebagai kecakapan hidup atau lifeskill untuk hidup
di masyarakat.
B. Saran
Kedepannya mungkin perlu pembaharuan dalam pembuatan resume
sehingga penulis dapat mengeksplor pengetahun yang lebih sesuai dengan teori-
teori pembelajaran yang telah penulis dapatkan pada kegiatan pembelajaran ini.

DAFTAR PUSTAKA

- Winataputra, Udin S. 2014. Hakikat Belajar dan Pembelajaran. [online].


Tersedia:http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wpcontent/uploads/pdfm
k/MKDK4004-M1.pdf
- Muis, Andi Abdul. (2013). PRINSIP-PRINSIP BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN.
[Online].Tersedia:https://jurnal.umpar.ac.id/index.php/istiqra/articl
e/download/199/172.(3 Oktober 2020).
- Ali, Hasniyati Gali. (2013). PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIK DAN PESERTA
DIDIK. [Online]. Tersedia :https://ejournal.iainkendari.ac.id/al-
tadib/article/view/288/278. (6 Oktober2020).

78
- Azizah, Muni Matul. (2018). Pengaruh Belajar. [Online]. Tersedia:
http://repository.ump.ac.id/8088/2/MUNI%20MATUL
%20AZIZAH%20BAB%20I.pdf. (6 Oktober 2020).
- Ali, Muh. 1978. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru.
- Davies, WCR. 1971. The Management of Learning. London: Mc Graw
Hill Book Company.
- Ghafur, Abdul. 1980. Disain Instruksional. Suatu Langkah Sistematis
Penyusunan Pola Dasar Kegiatan Balajar dan Mengajar. Solo:
Tiga Serangkai.

- Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan


PendekatanSistem. Jakarta: Bumi Aksara.
- Mukminan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G
IKIP.
- Pereivel & Ellington. 1984. A Handbook of Educational Technology.
London: Koga Page Ltd.
- Suparman, Atwi. 1997. Desain Instruksional. Jakarta: Pusat Antar
Universitas.

- Wuryani Djiwandono, Sri Esti. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta:


Depdikbud.
- Noorlaila, Feida. 2020. Teori-Teori Belajar dalam Pendidikan.
Tasikmalaya: Edu Publisher
- Muflihin, Hizbul. 2011. Aplikasi Dan Implikasi Teori Behaviorisme
DalamPembelajaran (Analisis Strategis Inovasi Pembelajaran).
Jurnal.
- Sulistya Ningsih, Utari, dkk. 2017. “Teori Belajar Menurut Pandangan
Kognitif dan LandasanFilosofisnya”.
- Makalah, Jumanidar. 2017. “Teori Belajar Menurut Aliran Kognitif Serta
Implikasinya DalamPembelajaran”. Jurnal offline,

79
https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/attaujih/article/downlo
ad/528/4 45. Diakses online pada 08 Oktober 2020. Karwono,
- Heni, Mularsih.(2010).Belajar dan Pembelajaran serta Pemanfaatann
Sumber Belajar.Jakarta:Cerdas Jaya.
- Qodir, A. (2017). Teori Belajar Humanistik Dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Pedagogik. Vol. 4 No. 02
- Sanusi, U. (2013). Pembelajaran Dengan Pendekatan Humanistik
(Penelitian Pada Mts Negeri Model Cigugur Kuningan). Jurnal
Pendidikan Agama Islam. Vol 11 No. 2
- Sumantri, BA. Ahmad, N. (2019). Teori Belajar Humanistik Dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 3 No. 2
- Sumarsih. (2009). Implementasi Teori Pembelajaran Kontruktivisme
Dalam Pembelajaran Mata Kuliah Dasar-Dasar Bisnis. Jurnal
Pendidikan Akuntansi Indonesia. Vol.8 No. 1
- Pribadi, AB. (2009). Pendekatan Kontruktivis Dalam Kegiatan
Pembelajaran. Disampaikan pada Seminar Seamolec
- Suparlan. (2019). Teori Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Jurnal
Keislaman dan Ilmu Pendidikan. Vol 1 No. 2

80

Anda mungkin juga menyukai