Anda di halaman 1dari 189

PROFESI KEPENDIDIKAN

RESUME

Dibuat untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Profesi Kependidikan
Dosen Pengampu: Dr. Cucu Sutianah,M.pd

Disusun oleh
Adi Hadiansyah 192170053

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas berkat rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan penyusunan resume yang berjudulul “Profesi
Kependidikan” dalam resume ini sendiri memuat materi perkuliahan dari pertemuan
awal hingga akhir. Penyusunan resume ini dalam rangka memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Profesi kependidikan. Penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana masih jauh dari kata sempurna, akan tetapi kami selaku
penyusun berharap bahwa isi dari makalah yang kami susun ini dapat berguna sebagai
salah satu referensi, maupun acuan bagi para pembaca dalam melakukan pembelajaran.
Saya Ucapkan Terima Kasih banyak kepada Dosen pengampu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan
resume ini. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut serta
membantu dalam proses penyusunan resume ini. Saya menyadari dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, saya menerima segara
bentuk kritik yang membangun untuk perbaikan kedepannya. Tentu saya berharap
makalah ini dapat bermanfaat menjadi sumber belajar dan referensi bagi pembaca

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB 1 HAKIKAT KONSEP DASAR
PROFESI KEPENDIDIKAN ............................................................... 1
BAB 2 PROFESI, PROFESIONAL,
PROFESIONALISME DAN PROFESIONALITAS
TENAGA PENDIDIK DAN TEANGA KEPENDIDIKAN ............... 9
BAB 3 ESENSI DAN RANAH PROFESI KEPENDIDIKAN ....................... 16
BAB 4 STANDAR KOMPETENSI (GURU DAN DOSEN) ......................... 23
BAB 5 ARAH KEBIJAKAN PROFESI KEPENDIDIKAN
(GURU DAN DOSEN) ........................................................................ 30
BAB 6 ETIKA PROFESI KEPENDIDIKAN.................................................. 45
BAB 7 PENGELOLAAN ASN (PNS,PPPK) UNTUK
KEPENDIDIKAN (GURU DAN DOSEN) ........................... 56
BAB 8 PERMASALAHAN DAN
PENGEMBANGAN PENDIDIK PROFESIONAL ............................ 67
BAB 9 PERAN LPTK DAN PENGEMBANGAN PENDIDIK
PROFESIONAL................................................................................... 78
BAB 10 PERAN PENDIDIK DALAM PENGEMBANGAN
KURIKULUM, PEMBELAJARAN DAN
PENILAIAN DI PERSEKOLAHAN
DAN PERGURUAN TINGGI ............................................................. 85
BAB 11 PENGEMBANGAN KODE ETIK PADA
PROFESI KEPENDIDIKAN ............................................................... 97
BAB 12 PERAN PENDIDIK DALAM LAYANAN BP DAN BK
DI SEKOLAH DAN PERGURUAN TINGGI .................................... 103
BAB13 PERAN PENDIDIK DALAM SUPERVSI PENDIDIKAN .............. 117
BAB 14 KOMPENTENSI KEPEMIMPINAN DAN

ii
TUGAS KOMPETENSI PENGAWAS DAN
KEPELA SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN ................................. 129
BAB 15 PERAN PENDIDIK DALAM INOVASI PEMBELAJARAN ......... 145
BAB 16 PERAN PENDIDIK SEBAGAI ASESOR
KOMPETENSI PADA PENGELOLAAN
LSP DAN UJI KOMPETENSI ............................................................ 153
BAB 17 SETIFIKASI TENAGA PENDIDIK DAN
TENAGA KEPENDIDIKAN .............................................................. 159
BAB18 PENGEMBANGAN KOMPETENSI ABAD 21 DAN
ERA SOCIETY 5.0 .............................................................................. 170

iii
BAB 1
HAKIKAT KONSEP DASAR PROFESI KEPENDIDIKAN

A. Hakikat Profesi Kependidikan


Pada hakikatnya profesi merupakan suatu pernyataan atau suatu janji terbuka
(to profess artinya menyatakan), yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan
dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil
untuk menjabat pekerjaan itu.
Profesi melibatkan beberapa istilah yang berkaitan, yaitu : profesi,
profesionalitas, profesional, profesionalisasi, dan profesionalisme (Abin Syamsuddin
Makmun, 1999). Profesi menunjuk pada suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut
keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadapnya (Dedi Supriadi, 1998 : 95).
Profesionalitas menunjuk pada kualitas atau sikap pribadi individu terhadap suatu
pekerjaan. Profesional menunjuk pada penampilan seseorang yang sesuai dengan
tuntutan yang seharusnya dan menunjuk pada orangnya itu sendiri. Profesionalisasi
menunjuk pada proses menjadikan seseorang sebagai profesional. Profesionalisme
menunjuk pada (a) derajat penampilan seseorang sebagai profesional; tinggi, rendah
sedang, dan (b) sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar
yang paling ideal dari kode etik profesinya.
Oemar Hamalik (1984 : 2) sampai pada suatu kesimpulan bahwa hakikat profesi
adalah suatu pernyataan atau suatu janji yang terbuka. Suatu profesi mengandung unsur
pengabdian (Oemar Hamalik, 1984 : 3) menurutnya, suatu profesi bukanlah
dimaksudkan untuk mencari keuntungan materi belaka, melainkan untuk pengabdian
kepada masyarakat. Pengabdian seorang profesional menunjuk pada pengutamaan
kepentingan orang banyak daripada kepentingan diri sendiri.
Secara umum yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah orang-orang
yang berkecimpung dengan peserta didik dan peduli masalah-masalah kependidikan
serta memiliki tugas dan wewenang tertentu dibidang kependidikan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

1
Peraturan pemerintah No. 38/1992 tentang tenaga kependidikan di atur tentang
jenis, jenjang, wewenang, pengadaan, penugasan, dan pemberhentian, pembinaan, dan
pengembangan, kesejahteraan, kedudukan dan penghargaan, dan ikatan profesi tenaga
kependidikan. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 38/1992, sebagai berikut:
Pasal 1 yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah:
Ayat 1 : tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
secara langsung dalam penyelenggara pendidikan.
Ayat 2 : Tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang bertugas
membimbing, mengajar, dan/atau melatih peserta didik.
Ayat 3 : terjelaskan bahwa tenaga pembimbing adalah tenaga pendidik yang
bertugas utama membimbing peserta didik.
Ayat 4 : tenaga pengajar adalah pendidik yang bertugas utama mengajar peserta
didik.
Pasal 3 : peraturan pemerintah No. 38/1992 menjelaskan tentang jenis tenaga
kependidikan, terdiri atas:
Ayat 1 : tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan
pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, dan pengembang,dibidang
pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar dan
penguji.
Ayat 2 :tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih.
Ayat 3 : pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah, direktur, rector.

Berdasarka peraturan pemerintah pasal 1 dan pasal 3 No. 38/1992 tersebut


jelas bahwa yang dmaksud dengan tenaga kependidikan adalah orang-orang yang
memiliki tugas dan wewenang tertentu dibidang kependidikan sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Artinya seseorang yang disebut berprofesi sebagai tenaga kependidikan
adalah mereka yang bertugas sebagai guru, pembimbing, pelatih, pengelola satuan
pendidikan, pemilik, pengawas, peneliti, dan pengembangan di bidang pendidikan
pustakawan, laboran, teknisi, sumber belajar, dan penguji,yang tugas,wewenang,
tanggung jawab dan keberadaan mereka diakui sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2
B. Konsep Profesi
Secara etimologi, istilah profesi berasal dari Bahasa Inggris yaitu profession atau
bahasa latin profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu,
atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. secara terminologi profesi berarti suatu
pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan
pada pekerjaan mental:yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai
instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin,2002).
jadi, Pekerjaan-pekerjaan yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu di sebut sebagai
suatu profesi. Artinya, tidak semua pekerjaan atau tugas yang dilakukan dapat disebut
sebagai profesi. Suatu profesi harus memiliki tiga pilaar pokok yaitu pengetahuan,
keahlian dan persiapan akademik.
Secara etimologi profesi dari kata profession yang berarti pekerjaan.
Professional artinya orang yang ahli atau tenaga ahli. Professionalism artinya sifat
professional. (John M. Echols & Hassan Shadily, 1990: 449). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, istilah profesionalisasi ditemukan sebagai berikut: Profesi adalah
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan
sebagainya) tertentu. Profesional adalah (1) bersangkutan dengan profesi, (2)
memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan (3) mengharuskan adanya
pembayaran untuk melakukannya.
Profesionalisasi adalah proses membuat suatu badan organisasi agar menjadi
professional. (Depdiknas, 2005: 897). Secara leksikal, perkataan profesi itu ternyata
mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, profesi itu menunjukkan dan
mengungkapkan suatu kepercayaan (to profess means to trust), bahkan suatu keyakinan
(to belief in) atas sesuatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang
(Hornby, 1962). Kedua, profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu
pekerjaan atau urusan tertentu (a particular business, Hornby, 1962). Webster’s New
World Dictionary menunjukkan lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan
yang menuntut pendidikan tinggi (kepada pengembannya) dalam liberal arts atau
science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti
mengajar, keinsinyuran, mengarang, dan sebagainya; terutama kedokteran, hukum dan

3
teknologi. Good’s Dictionary of Education lebih menegaskan lagi bahwa profesi itu
merupakan suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di
perguruan tinggi (kepada pengembannya) dan diatur oleh suatu kode etika khusus. Dari
berbagai penjelasan itu dapat disimpulkan bahwa profesi itu pada hakekatnya
merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa
sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya
Vollmer (1956) dengan menggunakan pendekatan kajian sosiologik,
mempersepsikan bahwa profesi itu sesungguhnya hanyalah merupakan suatu jenis
model atau tipe pekerjaan ideal saja, karena dalam realitasnya bukanlah hal yang
mudah untuk mewujudkannya. Namun demikian, bukanlah merupakan hal mustahil
pula untuk mencapainya asalkan ada upaya yang sungguh-sungguh kepada
pencapainnya. Proses usaha menuju ke arah terpenuhinya persyaratan suatu jenis
model pekerjaan ideal itulah yang dimaksudkan dengan profesonalisasi.
C. Ciri- Ciri Profesi
Hoyle, 1980 (dalam Dedi Supriadi, 1977) merumuskan salah satu versi ciri-ciri
pokok suatu profesi walaupun tidak sepenuhnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dan
kondisi kita yaitu:

a. Fungsi signifikansi social: suatu profesi merupakan suatu pekerjaan yang


memiliki fugsi dan signifikansi social yang besar.
b. Keterampilan: untuk mewujudkan fungsi inidituntut derajat keterampilan
tertentu.
c. Proses pemerolehan keterampilan, itu bukan hanya dilakukan secara rutin,
melainkan sifat pemecahan masalah atau penanganan situasi krisis yang
menuntut pemecahan.
d. Batang tubuh ilmu: suatu profesi didasarkan pada suatu disiplin ilmu yang
jelas, sistematis dan eksplisit (a aystematic body knowledge) dan bukan hanya
common sence.
e. Masa pendidikan: upaya mempelajari dan menguasai batang tubuh ilmu dan
keterampilan-keterampila tersebut membutuhkan masa latihan yang lama,

4
bertahun-tahun, dan tidak cukup hanya beberapa minggu atau bulan. Hal inni
dilakukan sampai tingkat perguruan tinggi.
f. Sosialisai nilai-nilai profesional: proses pendidikan tersebut juga merupakan
wahana untuk sosialisasi nilai-nilai professional dikalangan para
siswa/mahasiswa.
g. Kode etik: dalam memberikan pelayanan kepada klien,seseorang professional
berpegang teguh kepada kode etikyang pelaksanaanya dikontrol
olehorganisasi profesi. Setiap pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan
sanksi.
h. Kebebasan untuk memberikan judgment-nya: anggota suau profesi
mempunyai kebebasan untuk menetapkan judgment-nya sendiri dalam
menghadapi atau memecahkan sesuatu dalam lingkup kerjanya.
i. Tanggung jawab professional dan otonomi: komitmen suatu profesi adalah
klien dan masyarakat.tanggung jawab professional harus diabdikan kepada
mereka. Oleh karena itu, praktek professional itu otonom dan terhindar dari
campur tangan pihak luar.
j. Sebagai imbalan dari pendidikan dan latihan yang lama, komitmennya dan
seluruh jasa yang diberikan kepada klien, maka seorang professional
mempunyai prestise, yang tinggi di mata masyarakat dan mendapat imbalan
yang layak.
Menurut Sutan Zanti dan Syahmiar Syahrun (1992 : 133) suatu jabatan profesional
harus mempunyai beberapa ciri pokok yaitu :
a. Pekerjaan itu dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan secara
formal.
b. Pekerjaan itu mendapat pengakuan dari masyarakat.
c. Adanya pengawasan dari suatu organisasi profesi seperti IDI, PGRI dan IPBI.
d. Mempunyai kode etik sebagai landasan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab profesi tersebut.
menurut Robert W. Richey sebagaimana dikutip oleh Suharsimi Arikunto,
memberi batasan ciri-ciri yang terdapat pada profesi.

5
a. lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan
kepentingan pribadi.
b. seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang
untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus
yang mendukung keahliannya.
c. memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu
mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
d. memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara
kerja.
e. membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
f. adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar palayanan, disiplin diri
dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
g. memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian, dan
kedelapan, memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live career) dan
menjadi seorang anggota yang permanen.
D. Tenaga Pendidik
Kata kependidikan berkenaan dengan bidang pekerjaan mendidik. Kata ini
berasal dari kata pendidik mendapat awalan “ke” dan berakhiran “an”, berartti proses
atau kegiatan mendidik. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, kata pendidikan
berarti sama dengan menunjuk kata “keguruan dan ilmu pendidikan” sehingga apabila
dikaitkan dengan tenaga kependidikan berarti orang-orang yang terlibat dalam proses
kegiatan pendidikan (Yahya, 2013:17).Menurut Yahya (2013:17) profesi tenaga
kependidikan adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang berkaitan dengan proses
penyelenggaraan pendidikan yang dapat menghasilkan dan dilakukan dengan
kemahiran, keterampilan, dan kecakapan tertentu serta didasarkan pada norma yang
berlaku. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional bab I pasal 1 disebutkan bahwa tenaga kerja kependidikan
adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Dalam konteks ini adalah anggota masyarakat dengan
kriteria dan standar tertentu diangkat untuk menunjang penyelenggaraan proses

6
pendidikan pada satuan pendidikan seperti pendidik, kepala sekolah, pengawas,
laboran, pustakawan, peneliti, dan tenaga teknisi administrasi pendidikan.
Tugas pokok tenaga kependidikan sebagaimana dijelaskan dalam
UndangUndang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional bab XI pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa tugas pokok tenaga kependidikan
adalah melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan
E. Hak Dan Kewajiban Tenaga Kependidikan
Hak yang melekat pada diri tenaga kependidikan sebagaimana dipaparkan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas
dan memadai
2. Memperoleh penghasilan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
3. Memperoleh pembinaan karir sesuai dengan tuntunan pengembangan
kualitas.
4. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak
atas hasil kekayaan intelektual.
5. Memperoleh kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan
fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas
Sedangkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh tenaga kependidikan
adalah:
1. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,
kreatif, dinamis dan dialogis.
2. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
3. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi da
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya
F. Klasifikasi Tegana Kependidikan

7
lasifikasi tenaga kependidikan sebagaimana tercantum dalam UndangUndang
Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan sebagai berikut:
1. Kepala satuan pendidikan, Kepala satuan pendidikan adalah orang yang
diberi wewenang dan tanggung jawab untuk memimpin institusi atau satuan
pendidikan. Termasuk tenaga kependidikan ini adalahRektor.,Kepala
sekolah,Direktur atau istilah lainnya.
2. Pendidik, Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan dengan tugas khusus sebagai profesi pendidik.
Termasuk dalam tenaga kependidikan ini adalah: Guru, Dosen, Konselor,
Pengawai, Pamongbelajar, Widyaiswara, Tutor, Fasilitator, dan sebutan dalam
istilah lain yang berlaku di masyarakat.
3. Tenaga kependidikan lainnya, Tenaga kependidikan lainnya adalah orang
yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan
atau institusi walaupun tidak secara langsung terlibat dalam proses pendidikan.
Tenaga kependidikan ini adalah:
- Wakil kepala sekolah
- Pustakawan
- Laboran
- Tata usaha
- Pelatih ekstrakurikuler
- Petugas keamanan.

8
BAB 2
PROFESI, PROFESIONAL, PROFESIONALISME DAN
PROFESIONALITAS TENAGA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

A. Penegrtian Profesi
Pengertian Profesi Istilah profesi tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita.
Guru, dokter, polisi, tentara merupakan beberapa contoh sebutan untuk sebuah profesi.
Guru harus menjalani proses pendidikan lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas
profesionalannya. Antara profesi, profesional, proesionalisme, profesionalitas dan
profesionalisme mempunyai pengertian yang saling berkaitan satu sama lain.
Djam’an Satori (2007: 1.3-1.4) menyatakan bahwa “Profesi adalah suatu
jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya”.
Artinya, suatu profesi tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Orang yang
menjalankan suatu profesi harus mempunyai keahlian khusus dan memiliki
kemampuan yang ddapat dari pendidikan khusus bagi profesi tersebut.
Menurut Djam’an Satori (2007: 1.4), “Profesional menunjuk pada dua hal.
Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, misalnya, “Dia seorang profesional”.
Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan
profesinya. Menurut Djam’an Satori (2007: 1.4), menyebutkan “Profesionalisme
menunjuk pada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan
profesionalannya dan terus
menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakan dalam melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan profesinya”.
Djam’an Satori (2007: 1.4), menyebutkan tentang profesionalitas sebagai
berikut:
“Profesionalitas, di pihak lain, mengacu kepada sikap para anggota profesi
terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam
rangka melakukan pekerjannya”. Jadi seorang profesonal tidak akan mau mengerjakan
sesuatu yang memang bukan bidangnya.

9
Menurut Djam’an Satori (2007: 1.4), menyatakan bahwa profesionalisasi
adalah: “Profesionalisasi, menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun
kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam
penampilannya sebagai suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan
serangkaian proses pengembangan profesional (profesional development), baik
dilakukan melalui pendidikan atau latihan “prajabatan” maupun latihan dalam
jabatan (inservice training). Oleh karena itu, profesionalisasi merupakan proses yang
sepanjang hayat (life long) dan tidak pernah berakhir (never ending), selama
seseorang telah menyatakan dirinya sebagai warga suatu profesi”.
Sanusi et.al (1991: 19) dalam Udin Syaefudin Saud (2010: 6) juga menyebutkan
bahwa ada kaitan antara profesi, profesional, profesionalisme, dan profesionalisasi.
Dinyatakan bahwa profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian
(expertise) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang
yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu.
Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik
sebelum seseorang menjalani profesi itu maupun setelah menjalani suatu profesi.
Profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu
profesi, misalnya “Dia seorang profesional". Kedua, penampilan seseorang dalam
melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Pengertian kedua ini
profesional dikontraskan dengan “non-profesional” atau “amatir”. Profesionalisme
menunjuk pada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang
digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Sedangkan
Profesionalisasi menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan
para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya
sebagai anggota suatu profesi. Menurut Djam’an Satori (2007: 1.5) profesi mempunyai
beberapa ciri-ciri yaitu sebagai berikut: a. Standar unjuk kerja; b. Lembaga pendidikan
khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut dengan standar kualitas akademik
yang bertanggung jawab; c. Organisasi profesi; d. Etika dan kode etik profesi; e. Sistem
imbalan; f. Pengakuan dari masyarakat.

10
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa profesi adalah
suatu pekerjaan yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan pelatihan. Semakin
tinggi tingkat pendidikan yang harus dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat
profesi yang diembannya. Tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme sangat
bergantung pada keahlian dan tingkat pendidikan yang ditempuh.
B. Pengertian Profesi Guru
Guru adalah sosok pendidik yang sebenarnya. Dalam UU RI Nomor 14 Tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Profesi sebagai
seorang guru harus dipandang dari beberapa sisi kehidupan secara luas. Sejumlah
rekomendasi menurut Oemar Hamalik (2002: 6) yang dapat dikemukakan adalah
sebagai berikut:
a. Peranan pendidikan harus dilihat dalam konteks pembangunan secara
menyeluruh, yang bertujuan membentuk manusia sesuai dengan cita-
cita bangsa.
b. Hasil pendidikan mungkin tidak bisa dilihat dan dirasakan dalam waktu
singkat, tetapi baru dilihat dalam jangka waktu yang lama, bahkan
mungkin setelah satu generasi.
c. Sekolah adalah suatu lembaga profesional yang bertujuan membentuk
anak didik menjadi manusia dewasa yang berkepribadian matang dan
tangguh, yang dapat bertanggung jawab terhadap masyarakat dan
terhadap dirinya.
d. Sesuai dengan hakikat dan kriteri profesi yang telah dijelaskan di depan,
jelas bahwa pekerjaan guru harus dilakukan oleh orang yang bertugas
selaku guru.
e. Sebagai konsekuensi logis dari pertimbangan tersebut, setiap guru harus
memiliki kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan
kompetensi kemasyarakatan.

11
Berdasarkan ciri-ciri suatu profesi, setiap profesi tentunya mempunyai kode
etik yang diatur sebagai pedoman tingkah laku orang yang bertindak sebagai pelaku
profesi tertentu, begitu juga dengan guru. Rumusan kode etik Guru Indonesia setelah
disempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta dalam Mulyasa (2008:
46-47) adalah sebagai berikut:
a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila;
b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional;
c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai
bahan melakukan bimbingan dan pembinaan;
d. Guru menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar mengajar;
e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung
jawab bersama terhadap pendidikan;
f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya;
g. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial;
h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian;
i. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintan dalam bidang
pendidikan.
C. Profesionalisme Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Bila mengacu pada Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1,4 yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah
anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang.
penyelenggaraan pendidikan. Sementara itu, pendidik adalah tenaga pendidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor,

12
instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidik.
Pendidik dan tenaga pendidikan merupakan pemangku pendidikan yang
menentukan wajah dan kualitas pendidikan. Untuk itu, pemerintah melalui beberapa
sejumlah peraturan mengatur dan menata profesionalisme pendidik dan tenaga
kependidikan. Melalui UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pemerintah
mengatur profesionalisme pendidik dengan menetapkan standar kualifikasi dan
kompetensi yang harus dimiliki pendidik untuk dapat disebut sebagai profesional.
Profesionalisme atau profesional, berasal dari bahasa Inggris, berarti ahli,
pakar, mumpuni dalam hi dang yang digeluti. Gilley dan Eggland,5 mendefinisikan
profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, di mana keahlian dan
pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi aspek ilmu
pengetahuan tertentu, aplikasi kemampuan/ kecakapan, dan berkaitan dengan
kepentingan umum.
Bila mengacu Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tersebut, profesional berarti
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi
(pasal 1). Sedangkan prinsip profesionalitas yang harus dipedomani oleh guru dan
dosen sebagai salah satu unsur pemangku pendidikan ada sembilan (pasal 7), yaitu: 1.
Memiliki ·bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme; 2. Memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia 3. Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas 4.
Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 5. Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 6. Memperoleh penghasilan
yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 7. Memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang
hayat; 8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan; dan 9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru

13
Berkaitan dengan kompetensi, undang-undang tersebut menetapkan bahwa
pendidik (guru) untuk dapat disebut professional harus memenuhi kualifikasi akademik
(berpendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat) dan empat
kompetensi, yaitu pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Kompetensi ini
diperoleh melalui pendidikan profesi (pasal 10). Kompetensi pedagogik adalah
kemampuan pendidik untuk memahami peserta didik, merancang dan melaksanakan
pembelajaran, merancang dan melaksanakan evaluasi, dan mengembangkan peserta
didik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang man tap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik dan
tenaga kependidikan, orang tua wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi
professional adalah kemampuan atau penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam.
Melalui beberapa peraturan menteri, pemerintah juga menetapkan standar
kualifikasi dan kompetensi untuk tenaga pendidikan, di antaranya; standar pengawas
sekolah (Permen No 12 Tahun 2007), standar kepala sekolah (Permen No 13 Tahun
2007), administrasi sekolah (Permen No 24 Tahun 2008), tenaga perpustakaan
{Permen No 25 Tahun 2008), dan konselor (Permen No 27 Tahun 2008).). Sebagai
misa( untuk tenaga perpustakaan, pemerintah menetapkan standar kualifikasi dan
kompetensi yang bisa dibaca sebagai berikut:
Untuk standar kualifikasi dinyatakan bahwa setiap perpustakaan
sekolah/madrasah memiliki sekurang-kurangnya satu tenaga perpustakaan
sekolah/madrasah yang berkualifikasi SMA atau yang sederajat dan bersertifikat
kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan
oleh pemerintah. Sementara itu, untuk dimensi kompetensi, tenaga kepustakaan harus
kompeten di bidang manajerial, pengelolaan informasi, pendidikan, kepribadian, sosial
dan pengembangan profesi.
Diharapkan dengan beberapa produk peraturan tersebut, pendidik dan tenaga
kependidikan menjadi professional dan akan memperbaiki kualitas dunia pendidikan.

14
Menjadi profesional memang telah menjadi keharusan bagi pemangku pendidikan.
Menurut Houle, pekerja profesional dicirikan 6 (enam) hal: 1. Memiliki landasan
pengetahuan yang luas 2. Bersandarkan pada kompetensi individual 3. Memiliki sistem
seleksi dan sertifikasi 4. Ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antarsejawat 5.
Adanya kesadaran profesional yang tinggi 6. Memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik)
7. Memiliki sistem sanksi profesi 8. Adanya militansi individu 9. Memiliki organisasi
profe

15
BAB 3
ESENSI DAN RANAH PROFESI KEPENDIDIKAN

A. Ranah Profesi Kependidikan


Profesi kependidikan terdiri dari 2 ranah, yaitu profesi kependidikan dan profesi
tenaga kependidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan pendidikan, dimana
didalamnya termasuk pendidik. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
Dengan lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru yang
tadinya masuk rumpun pendidik, kini telah memiliki definisi tersendiri. Secara lebih
luas tenaga kependidikan yang dimaksudkan disini adalah sebagaimana termaktub UU
No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas, yaitu sebagai berikut:
1. Tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan
pendidikan, penilik, pengawas, peniliti dan pengembang dibidang pendidikan,
pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan penguji.
2. Tenaga pendidikan tediri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih.
3. Pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua rector,
dan pemimpin satuan pendidikan luar sekolah.

Secara umum tenaga kependidikan itu dapat dibedakan menjadi 4 kategori, Yaitu:
1. Tenaga pendidik, terdiri atas pembimbing, penguji, pengajar, dan pelatih.
2. Tenaga fungsional pendidikan, terdiri atas penilik, pengawas, peneliti dan
pengembang di bidang kependidikan, dan pustakawan.
3. Tenaga teknis kependidikan, terdiri atas laboran dan teknisi sumber belajar.
4. Tenaga pengelola satuan pendidikan, terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua
rector, dan pempinan satuan pendidikan luar sekolah
5. Tenaga lain yang mengerusi masalah-masalah manajerial atau administrative
kependidikan

16
Profesi kependidikan sesungguhnya memiliki 2 ranah besar, yaitu pendidik dan
tenaga kependidikan. Pendidik dimaksud mempunyai tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut:

1. Guru bertugas dan bertanggung jawab sebagai pendidik professional dengan


tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Dosen bertugas dan bertanggung jawab sebagai pendidik professional dan
ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebar luaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Konselor bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan konseling
kepada peserta didik disatuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
4. Pamong belajar bertugas dan bertanggung jawab menyuluh, membimbing,
mengajar, melatih peserta didik.
5. Pamong bertugad dan bertanggung jawab membimbing dan melatih anak usia
dini pada kelompok bermain, penitipan anak dan bentuk lain yang sejenis.

Penyandang profesi atau pemangku pekerjaan tenaga kependidikan mempunyai


tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Pimpinan satuan pendidikan bertugas dan bertanggung jawab mengelola satuan


pendidikan pada pendidikan formal atau nonformal.
2. Penilik bertugas dan bertanggung jawab melakukan pemantuan, penilaian, dan
pembinaan pada satuan pendidikan nonformal.
3. Pengawas bertugas dan bertanggung jawab melakukan pemantuan, penilaian,
dan pembinaan pada satuan pendidikan anak usia dini jalur formal, satuan
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

17
4. Tenaga perpustakaan bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan
pengelolaan perpustakaan pada satuan pendidikan.
5. Teknik laboratorium bertugas dan bertanggung jawab membantu pendidik
mengelola kegiatan praktikum dilaboratorium satuan pendidikan.

B. Guru dan Tenaga Kependidikan Profesional


Secara definisi kata guru bermakna sebagai pendidik professional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Guru mempunyai kedudukan
sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Kedudukan guru sebagai tenaga professional
dimaksud berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Untuk memenuhi criteria professional, guru harus menjalani profesionalisasi
atau proses menuju derajat profesional yang sesungguhnya secara terus-menerus,
termasuk kompetensi mengelola kelas. Di dalam UU Nomor 74 Tahun 2008 dibedakan
anata pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah
berkualifikasi S-1 atau D-IV. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik
bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D- IV dilakukan melalui
pendidikan tinggi program S-1 atau D-IV pada perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan atau program pendidikan
non kependidikan yang terakreditasi.
Guru yang hebat adalah guru yang kompeten secara metotologi pembelajaran
dan keilmuan. Tautan aantara keduanya tercermin dalam kinerjanya selama
transformasi pembelajaran.
C. Profesi dan Prinsip-prinsip Profesionalitas
Pengertian profesi menurut beberapa ahli:
1. Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (1966) profesi merupakan sebuah
jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh

18
melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai
keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis kepada
orang lain, dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu.
2. Moh.Uzzer Usman (1991) dengan mengatakan bahwa guru merupakan suatu
profesi yang artinya suatu jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian
khusus sebagai guru.
Menurut Djojonegoro (1998) bahwa profesionalisme dalam suatu jabatan
ditentukan oleh 3 faktor, yaitu:
1. Memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan keahlian
atau spesialisasi
2. Kemampuan untuk memperbaiki kemampuan
3. Penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian khusus yang
dimilikinya.
Menurut Richard D. Kellough (1998) ada beberapa kompetensi yang dikuasai
guru yang professional, yaitu :
- Guru harus menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang
diajarkannya
- Guru merupakan anggota aktif organisasi profesi guru, membaca jurnal
proesional, melakukan dialog dengan sesama guru, mengembangkan
kemahiran metodologi, membina siswa dan materi pelajaran.
- Guru memahami proses belajar dalam arti siswa memahami tujuan
belajar, harapan-harapan dan prosedur yang terjadi dikelas.
- Guru adalah perantara pendidikan yang tidak perlu tahu segala-
galanya, tetapi paling tidak tahu bagaimana dan dimana dapat
memperoleh pengetahuan.
- Guru melaksanakan perilaku sesuai model yang diinginkan didepan
siswa
- Guru terbuka untuk berubah, berani mengambil resiko dan siap
bertanggung jawab.

19
- Guru tidak berprasangka jender, membedakan jenis kelamin, ethnis,
agama, penderit acacat dan status social.
- Guru mengorganisasikan kelas dan merencanakan pelajaran secara
cermat
- Guru merupakan komunikator yang efekti
- Guru harus berfungsi secara efektif sebagai pengambil keputusan
- Guru harus secara konstan meningkatkan kemampuan, misalnya dalam
strategi mengajar
- Guru secara nya\ta menaruh perhatian pada kesehatan dan keselamatan
siswa
- Guru harus optimis erhadap kondisi belajar siswa dan menyiapkan
situasi belajar yan positif dan konstruktif
- Guru memerlihatkan percaya diri pada setiap kemampuan siswa untuk
belajar
- Guru harus terampil dan adil dalam menilai proses dan hasil belajar
siswa
- Guru harus memperlihatkan perhatian terus-menerus dalam tanggung
jawab professional
- Guru memperlihatkan minat dan perhatian luas tentang berbagai hal
- Guru seharusnya memiliki humor yang sehat
- Guru harus mengenali secara tepat siswa yang memerlukan perhatian
khusus
- Guru harus melakukan usaha khusus untuk memperlihatkan bagaimana
materi pelajaran berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
- Guru hendaknya dapat dipercaya, baik dalam membuat perjanjian
maupun kesepakatan.
Conny R. Semiawan mengemukakan bahwa kompetensi guru memiliki 3
kriteria yang terdiri dari:
1. Knowledge criteria, yakni kemampuan intelektual yang dimiliki seseorang
guru yang meliputi penguasaan materi pealajaran, pengetahuan mengenai

20
cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu,
pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang
kemasyarakatan dan pengetahuan umum.
2. Performance criteria, adalah kemampuan guru yang berkaitan dengan
berbagai keterampilan dan perilaku, yang meliputi keterampilan mengajar,
membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul dan
berkomunikasi dengan siswa dan keterampilan menyusun persiapan
mengajar atau perencanaan mengajar.
3. Product criteria, yakni kemampuan guru dalam mengukur kemampuan dan
kemajuan siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Dengan demikian jelas bahwa profesi guru merupakan sebuah profesi yang
hanya dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien oleh seorang yang dipersiapkan
untuk menguasai kompetensi guru melalui pendidikan atau pelatihan khusus. Untuk itu
jabatan guru sebagai profesi seharusnya mendapat perlindungan hukum untuk
menjamin agar pelaksanaanya tidak merugikan berbagai pihak yang membutuhkan jasa
guru secara professional.
Didalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa
prinsip-prinsip profesi guru adalah sebagai berikut :
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia.
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas.
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.

21
22
BAB 4
STANDAR KOMPETENSI PENDIDIK (GURU DAN DOSEN)

A. Standar Kompentensi Guru dan Dosen


Kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi dan kemampuan
seseorang, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Kompetensi guru (teacher competency) merupakan kemampuan dan
kewenangan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban profesinya di
bidang pendidikan secara bertanggung jawab dan layak.15 Sedangkan dalam Undang-
Undang Guru dan Dosen disebutkan, bahwa kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.
Kompetensi guru tersebut harus terstandarkan secara nasional, sehingga ada
ukuranukuran dan kriteria-kriteria ambang batas minimal kemampuan tertentu yang
harus dimiliki serta dikuasai oleh seorang guru, yang selanjutnya dapat diadakan
penilaian secara obyektif untuk penjaminan serta pengendalian mutu guru khususnya
dan pendidikan pada umumnya (misalnya: dengan setrtifikasi guru dalam jabatan).
Masalah standar nasional tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP). Di dalamnya telah disebutkan, bahwa ruang lingkup Standar Nasional
Pendidikan meliputi, antara lain: (a) standar isi, (b) standar proses, (c) standar
kompetensi lulusan, (d) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (e) standar sarana
dan prasarana, (f) standar pengelolaan, (g) standar pembiayaan, dan (h) standar
penilaian pendidikan.
Selanjutnya, standar pendidik dan tenaga kependidikan (butir d) tersebut yang
berkaitan dengan kompetensi, meliputi antara lain: (1) kompetensi pedagogis, (2)
kompetensi kepribadian, (3) kompetensi profesional, dan (4) kompetensi sosial.18
Sedangkan ketentuan lebih lanjut secara teknis, telah diatur dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Pendidik, serta Permendiknas

23
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam
Jabatan.
1. Kompetensi Pedagogis
Kompetensi pedagogis adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliknya.19
Sedangkan Paulo Freire berpendapat, bahwa kompetensi pedagogis itu
meliputi kemampuan, antara lain: (1) memahami peserta didik, (2) merancang
pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran, (3) melaksanakan pembelajaran, (4) merancang dan
melaksanakan evaluasi pembelajaran, serta (5) mengembangkan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilinya.
Secara pedagogis, kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran
memang perlu mendapat perhatian yang serius, karena akan menentukan
keberhasilan Proses Belajar Mengajar.
Dalam pemahaman terhadap peserta didik, sedikitnya terdapat empat
hal yang harus dipahami oleh guru, antara lain: (1) tingkat kecerdasan, (2)
kreatifitas, (3) kondisi fisik, dan (4) pertumbuhan serta perkembangan kognitif.
Dalam perancangan pembelajaran, sedikitnya mencakup tiga kegiatan,
yaitu: (1) identifikasi kebutuhan, (2) perumusan dan identifikasi kompetensi
dasar, serta (3) penyusunan program pembelajaran.
Guru juga harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Hal ini berarti, bahwa pelaksanaan
pembelajaran harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subyek
pembelajaran, sehingga melahirkan pemikiran kritis dan komunikatif. Karena
tanpa komunikasi yang baik, maka tidak akan ada pendidikan yang sejati.
Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah
mengkomunikasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan
perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik. Kegagalan pelaksanaan

24
pembelajaran sebagian besar disebabkan karena penerapan metode
konvensional, anti dialog, proses penjinakan, pewarisan pengetahuan yang
menganggap anak didik sebagai botol kosong yang harus diisi penuh, dan tidak
bersumber pada realitas masyarakat.
Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku
dan pembentukan kompetensi peserta didik, yang dapat dilakukan dengan cara
antara lain: (1) penilaian kelas, (2) tes kemampuan dasar, (3) penilaian akhir
satuan pendidikan dan sertifikasi, (4) benchmarking, dan (5) penilaian program.
Sedangkan pengembangan peserta didik dimaksudkan untuk
mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya, yang dapat dilakukan oleh
guru melalui berbagai cara, antara lain: (1) kegiatan ekstra kurikuler (ekskul),
(2) pengayaan dan remidial, (3) Bimbingan dan Konseling (BK), dan
sebagainya.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, disiplin, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,
dan berakhlak mulia.
Sedangkan menurut M.A. May, bahwa kompetensi kepribadian itu
meliputi kemampuan antara lain: (1) memiliki kepribadian yang mantap dan
stabil, (2) memiliki kepribadian yang dewasa, (3) memiliki kepribadian yang
arif, (4) memiliki kepribadian yang berwibawa, dan (5) memiliki akhlak mulia
dan dapat menjadi teladan.
Kepribadin guru memang memiliki andil yang sangat besar terhadap
keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Karena
akan mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan pembentukan
kepribadian peserta didik. Ini dapat dimaklumi, karena manusia merupakan
makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya sebagai
teladan. Oleh karena itu wajar, ketika orang tua akan mendaftarkan anaknya ke
suatu sekolah, akan mencari tahu terlebih dahulu siapa guru-guru yang akan
membimbing dan mendidik anaknya.

25
Di samping harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, disiplin,
arif, dapat menjadi teladan bagi peserta didik dan beakhlak mulia, maka seorang
guru juga dituntut bagaimana dapat memiliki dan menumbuhkan
kewibawaannya sebagai seorang pendidik di depan peserta didiknya.
Setiap guru wajib memiliki seluruh unsur kompetensi personal atau
kepribadian yang memadai tersebut, karena kompetensi ini akan melandasi atau
menjadi landasan bagi kompetensikompetensi yang lainnya. Sehingga guru
tidak hanya dituntut untuk mampu memaknai pembelajaran, tetapi yang paling
penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran itu sebagai ajang
pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing
peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar
Nasional Pendidikan.
Sedangkan lebih khusus, ruang lingkup kompetensi profesional guru
dapat dijabarkan, sebagai beikut: (1) memahami, memilih, dan menentukan
secara tepat jenis-jenis materi pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan
dan kemampuan peserta dididk, (2) menguasai, menjabarkan dan
mengembangkan materi standar (3) mengurutkan materi pembelajaran dengan
batasan ruang lingkupmya, (4) mengorganisasikan materi pembelajaran dengan
teori elaborasi, (5) memahami Standar Nasional Pendidikan (SNP), (6)
memahami, menguasai dan dapat menerapkan konsep dasar, landasan-landasan
serta tujuan kependidikan, baik filosofis, psikilogis, sosiologis dan sebagainya,
(7) memahami dan dapat menerapkan teori belajar serta prinsipprinsip
psikologi pendidikan dalam pembelajaran sesuai dengan taraf perkembangan
peserta didik, (8) memahami dan mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan
pendidikan (KTSP), (9) mengelola kelas, (10) merumuskan tujuan
pembelajaran, (11) memahami dan melaksanakan pengembangan kemampuan
peserta didik dalam materi pembelajaran, (12) memahami dan melaksanakan

26
penelitian dalam pembelajaran menurut bidang studinya masing-masing, (13)
memahami dan melaksanakan konsep pendidikan individual (14) memahami
dan dapat mnerapkan metode pengajaran yang bervariasi, (15) mampu
mengembangkan dan mendayagunakan berbagai alat, media dan sumber
pembelajaran yang relevan, (16) mampu mengelola. mengorganisasikan dan
melaksanakan strategi pembelajaran yang relevan, (17) menciptakan ilkim
pembelajaran yang kondusif, dan (18) melaksanakan penilaian yang sebenarnya
(authentic Assessment).
Dari uraian di atas nampak, bahwa kompetensi profesional merupakan
kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai guru dalam kaitannya dengan
pelaksanaan tugas utamanya mengajar. Sehingga seorang guru dituntut untuk
menguasai keilmuan yang terkait dengan bidang studinya.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
Kompetensi sosial ini harus dimiliki dan dikuasai oleh guru memang
cukup beralasan, karena guru adalah makhluk sosial (homo socius) yang dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan dan lingkungannya tidak dapat dilepaskan,
yang tidak hamya terbatas pada pembelajaran di sekolah saja. Di samping itu,
karena guru juga sebagai pembina, tokoh, panutan, petugas dan agen perubahan
sosial masyarakatnya. Sehingga diharapkan guru merupakan kunci penting
dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat.
5. Kompetensi Profesional
a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu.
b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.

27
d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
melakukan tindakan reflektif.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Rumusan standar kompetensi guru dikenal dengan What Teachers Should
Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama,
sebagai berikut:
a. Teachers are Committed to Students and Their performance
b. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to
Students
c. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning
d. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience
e. Teachers are Members of Learning Communities
Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian
khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan
fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal, atau dengan kata lain,
guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta
memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya yang dimaksud dengan terdidik
dan terlatih bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus
menguasai berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar
serta menguasai landasan-landasan kependidikan seperti yang tercantum dalam
kompetensi guru yang profesional.
Kemudian dalam tugas keprofesionalannya, guru mempunyai tugas:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni

28
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru,
serta nilai-nilai agama dan etika, dan memelihara dan memupuk persatuan dan
kesatuan bangsa.

29
BAB 5
ARAH KEBIJAKAN PROFESI KEPENDIDIKAN (GURU DAN DOSEN)

GURU
A. Landasan Hukum Guru dan Dosen
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Permendiknas RI Nomor 18 Tahun
2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Dengan kehadiran undang- undang
tersebut menambah wacana baru akan dimantapkannya hak- hak dan kewajiban bagi
guru dan dosen. Diantara hak yang paling ditunggu selama ini adalah adanya upaya
perbaikan kesejahteraan bagi guru dan dosen, salah satu upaya yang sementara
dilaksanakan saat ini dalam rangka implementasi UU Guru dan Dosen adalah
pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan sebagaimana telah diatur dalam peraturan
Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 18 tahun 2007.
B. Kebijakan Umum Pembinaan dan Pengembangan Guru
Pada era globalisasi, profesi guru bermakna strategis, karena penyandangnya
mengemban tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan,
pembudayaan, dan pembangun karakter bangsa. Esensi dan eksistensi makna strategis
profesi guru diakui dalam realitas sejarah pendidikan di Indonesia. Pengakuan itu
memiliki kekuatan formal tatkala tanggal 2 Desember 2004, Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono mencanangkan guru sebagai profesi. Satu tahun kemudian, lahir Undang-
undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagai dasar legal
pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya.
Metamorfosis harapan untuk melahirkan UU tentang Guru dan Dosen telah
menempuh perjalanan panjang. Pencanangan Guru sebagai Profesi oleh Presiden
Soesilo Bambang Yudhoyono menjadi salah satu akselerator lahirnya UU No. 14
Tahun 2005 itu. Di dalam UU ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

30
Pascalahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diikuti dengan
beberapa produk hukum yang menjadi dasar implementasi kebijakan

Aneka produk hukum itu semua bermuara pada pembinaan dan pengembangan
profesi guru, sekaligus sebagai pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga
profesional. Pada tahun 2012 dan seterusnya pembinaan dan pengembangan profesi
guru harus dilakukan secara simultan, yaitu mensinergikan dimensi analisis kebutuhan,
penyediaan, rekruitmen, seleksi, penempatan, redistribusi, evaluasi kinerja,

31
pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, dan sebagainya.
Untuk tujuan itu, agaknya diperlukan produk hukum baru yang mengatur tentang
sinergitas pengelolaan guru untuk menciptakan keselarasan dimensi-dimensi dan
institusi yang terkait.
C. Tahapan Mewujudkan Guru Profesional
Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang profesional
sebagai sumber daya utama pencerdas bangsa, barangkali sama tuanya dengan sejarah
peradaban pendidikan. Di Indonesia, khusus untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan
substansinya, alur untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional, yaitu:
1. penyediaan guru berbasis perguruan tinggi,
2. induksi guru pemula berbasis sekolah,
3. profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan
4. profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani.
Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan
bahwa penyediaan guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga
kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai penyediaan guru berbasis
perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini, lembaga pendidikan tenaga
kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah
untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya
S1/D-IV dan bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya,
statusnya diakui oleh negara sebagai guru profesional. UU No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke
depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan
yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan
dinyatakan lulus pendidikan profesi. Dua produk hukum ini menggariskan bahwa

32
peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas
kuota kebutuhan formasi.
Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang dapat
disadap dari dua produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi
berkualifikasi S1/D-IV. Kedua, sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui
program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga,
sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan
akuntabel.
Keempat, jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun
ditetapkan oleh Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri dengan uji
kompetensi pendidik. Keenam, uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis
dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.
Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup
penguasaan: (1) wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta
didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi
hasil belajar; (2) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi
mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya; dan (3)
konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual
menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang
diampunya. Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian
praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial pada satuan pendidikan yang relevan.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan
bahwa ke depan hanya seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya
S1 atau D-IV dan memiliki sertifikat pendidiklah yang “legal” direkruit sebagai guru.
Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, harapannya tidak ada alasan calon guru yang
direkruit untuk bertugas pada sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas di bawah
standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi guru, yang

33
dalam skema kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai
negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika
menginjakkan kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus
memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi.
Ketika menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan dibimbing dan
dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar
siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah
pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun jauh di sana, sangat mungkin akan
menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai
tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah memiliki kualifikasi minimum
dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki
kewenangan penuh, masih diperluan program induksi untuk memposisikan mereka
menjadi guru yang benar-benar profesional.
Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang
harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru.
Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher)
terhitung mulai dia petama kali menginjakkan kaki di sekolah atau satuan pendidikan
hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas pendidikan dan
pembelajaran secara mandiri.
Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan
empiris lazim dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis calon
guru di kampus, ketika menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain.
Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan dengan materi apa yang akan diajarkan dan
bagaimana mengajarkannya, melainkan semua subsistem yang ada di sekolah dan di
masyarakat ikut mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru, baik
di dalam maupun di luar kelas. Di sinilah esensi progam induksi yang tidak dibahas
secara detail di dalam buku ini.
Ketika guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin
keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses
penumbuhan dan pengembangan profesinya tidak berhenti di situ. Diperlukan upaya

34
yang terus-menerus agar guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di
sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat
dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang,
studi banding, dan lain-lain adalah penting. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara
umum guru pemula masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu,
akses, dan sebagainya
D. Alur Pengembangan Profesi dan Karir
Saat ini, pengakuan guru sebagai profesi dan tenaga profesional makin nyata.
Pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Aktualitas tugas dan fungsi penyandang profesi guru berbasis
pada prinsip-prinsip: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2)
memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan
akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6)
memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang
mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
Saat ini penyandang profesi guru telah mengalami perluasan perspektif dan
pemaknaannya. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru,
sebutan guru mencakup: (1) guru -- baik guru kelas, guru bidang studi/mata pelajaran,
maupun guru bimbingan dan konseling atau konselor; (2) guru dengan tugas tambahan
sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 membedakan antara pembinaan
dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1

35
atau D-IV. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum
memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1
atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan
tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan yang
terakreditasi.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki
sertifikat pendidik dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya
tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya
dan/atau olah raga. Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan
melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang
dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional. Pembinaan dan
pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan
pengembangan karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya
pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan
fungsional mereka. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut.
E. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan
Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Dengan demikian,
kenijakan pembinaan dan pengmbangan profesi guru harus dilakukan secara kontinyu,
dengan serial kegiatan tertentu. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen,
penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir hingga menjadi guru
profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi secara terus-menerus. Merujuk pada
alur berpikir ini, guru profesional sesungguhnya adalah guru yang di dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi
secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi.
Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali dengan penilaian kinerja
dan uji kompetensi. Untuk mengetahui kinerja dan kompetensi guru dilakukan
penilaian kinerja dan uji kompetensi. Atas dasar itu dapat dirumuskan profil dan peta
kinerja dan kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi salah satu dasar
peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil penilaian kinerja dan uji

36
kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan kompetensi
guru.
Penilaian kinerja guru (teacher performance appraisal) merupakan salah satu
langkah untuk merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara efektif dan
efisien. Hal ini sesuai dengan amanat yang tertuang pada Permenneg PAN dan RB No.
16 Tahun 2009. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru
yang sebenarnya dalam melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja ini
juga akan diketahui tentang kekuatan dan kelemahan guru-guru, sesuai dengan
tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan
konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis untuk
mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya.
Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dengan segala cabang
aktifitasnya perlu disertai dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan,
kesejateraan, dan pemartabatan guru. Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa
depan manajemen guru, memerlukan formulasi yang sistemik dan sistematik terutama
sistem penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi,
sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan
perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian
berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus.
F. Peningkatan Kompetensi
Hingga kini, baik dalam fakta maupun persepsi, masih banyak kalangan yang
meragukan kompetensi guru baik dalam bidang studi yang diajarkan maupun bidang
lain yang mendukung terutama bidang didaktik dan metodik pembelajaran. Keraguan
ini cukup beralasan karena didukung oleh hasil uji kompetensi yang menunjukkan
masih banyak guru yang belum mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. Uji
kompetensi ini juga menunjukkan bahwa masih banyak guru yang tidak menguasai
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Uji-coba studi video terhadap
sejumlah guru di beberapa lokasi sampel melengkapi bukti keraguan itu. Kesimpulan
lain yang cukup mengejutkan dari studi tersebut di antaranya adalah bahwa
pembelajaran di kelas lebih didominasi oleh ceramah satu arah dari guru dan sangat

37
jarang terjadi tanya jawab. Ini mencerminkan betapa masih banyak guru yang tidak
berusaha meningkatkan dan memutakhirkan profesionalismenya.
Reformasi pendidikan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang No 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan menuntut reformasi guru untuk memiliki tingkat
kompetensi yang lebih tinggi, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional,
maupun sosial.
Akibat dari masih banyaknya guru yang tidak menguasai kompetensi yang
dipersyaratkan ditambah dengan kurangnya kemampuan untuk menggunakan TIK
membawa dampak pada siswa paling tidak dalam dua hal. Pertama, siswa hanya
terbekali dengan kompetensi yang sudah usang. Akibatnya, produk sistem pendidikan
dan pembelajaran tidak siap terjun ke dunia kehidupan nyata yang terus berubah.
Kedua, pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru juga kurang kondusif
bagi tercapainya tujuan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan karena tidak
didukung oleh penggunaan teknologi pembelajaran yang modern dan handal. Hal itu
didasarkan pada kenyataan bahwa substansi materi pelajaran yang harus dipelajari oleh
anak didik terus berkembang baik volume maupun kompleksitasnya.
Sebagaimana ditekankan dalam prinsip percepatan belajar (accelerated
learning), kecenderungan materi yang harus dipelajari anak didik yang semakin hari
semakin bertambah jumlah, jenis, dan tingkat kesulitannya, menuntut dukungan
strategi dan teknologi pembelajaran yang secara terus-menerus disesuaikan pula agar
pembelajaran dapat dituntaskan dalam interval waktuyangsama.
Sejatinya, guru adalah bagian integral dari subsistem organisasi pendidikan
secara menyeluruh. Agar sebuah organisasi pendidikan mampu menghadapi perubahan
dan ketidakpastian yang menjadi ciri kehidupan modern, perlu mengembangkan
sekolah sebagai sebuah organisasi pembelajar. Di antara karakter utama organisasi
pembelajar adalah mencermati perubahan internal dan eksternal yang diikuti dengan
upaya penyesuaian diri dalam rangka mempertahankan eksistensinya.
G. Jenis Program

38
Peningkatan kompetensi guru guru dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam
bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut
ini.
1. Pendidikan dan Pelatihan
a. Inhouse training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang
dilaksanakan secara internal di KKG/MGMP, sekolah atau tempat lain yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui
IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam
meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara
eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi
kepada guru lain yang belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini
diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya.
b. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di
institusi/industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi
professional guru. Program magang ini terutama diperuntukkan bagi guru
kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu, misalnya, magang di
industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai
alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya
bagi guru-guru sekolah kejuruan memerlukan pengalaman nyata.
c. Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat
dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah atau swasta dalam
keahlian tertentu. Pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat
mitra sekolah. Pembinaan melalui mitra sekolah diperlukan dengan alasan
bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat
dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan
kompetensi profesionalnya.
d. Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan
tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat
tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan
sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak jauh dilakukan dengan

39
pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil dapat
mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di
ibu kota kabupaten atau di propinsi.
e. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan
di P4TK dan atau LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana
program pelatihan disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar,
menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat
kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan
berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru
dalam keilmuan tertentu.
f. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat
di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih
meningkatkan kompetensi guru dalam beberapa kemampuan seperti
melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah,
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-
lain sebagainya.
g. Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh
kepala sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina,
melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal
tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya.
h. Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga
merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang.
Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan
dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri,
bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan
menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain
dalam upaya pengembangan profesi.
DOSEN
A. Pengertian Dosen

40
Secara umum “dosen” tergolong sebagai “pendidik”. Menurut UU RI No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 39 (2) mengatakan bahwa
“Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.” Dalam pasal 40 (2)
ditambahkan bahwa pendidik berkewajiban:
1. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis dan dialogis;
2. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan; dan
3. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Dosen sebagai pendidik profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam UU RI Nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1, dikatakan bahwa “Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan,
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat”. Dari pasal 1 ini perlu ditekankan
bahwa seorang dosen bukan hanya merupakan seorang pendidik profesional pada
perguruan tinggi, tapi juga merupakan seorang ilmuwan. Untuk itu, dalam UU RI no.
14 Tahun 2005 pasal 45, dikatakan bahwa “Dosen wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi
kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Secara umum
dapat dakatakan bahwa, Pemerintah melalui UU RI No.14 Tahun 2005 pasal 46,
mengharuskan setiap dosen memiliki kualifikasi akademik minimum sebagai berikut:
(1) Lulusan program magister untuk dosen program diploma atau program sarjana; (2)
Lulusan program doktor untuk dosen program pascasarjana.
B. Tugas dan Peningkatan Mutu Dosen

41
1. Tugas Dosen
Di samping tugas pokoknya, seorang dosen mempunyai tugas lain yaitu
pengembangan akademik dan profesi serta partisipasi dalam tata pamong
institusi. Dengan demikian tugas dosen secara lebih spesifik meliputi:
a. Memfasilitasi pembelajaran mahasiswa sehingga mereka dapat
memperoleh pengetahuan, yang sesuai dengan bidangnya masing-
masing;
b. Membimbing mahasiswa untuk berpikir kritis dan analitis sehingga
mereka dapat secara mandiri menggunakan, serta dapat juga
mengembangkan keahlian, ilmu pengetahuan yang telah
dimilikinya;
c. Membina mahasiswa dari segi intelektual sekaligus sebagai
konselor;
d. Menggunakan konsep, teori, dan metodologi dalam bidang yang
ditekuninya sekaligus juga mampu menciptakan sejumlah konsep,
teori, dan metodologi yang secara operasional dalam konteks
kegiatan ilmiahnya
e. Melakukan penelitian yang hasilnya dapat dipublikasikan melalui
diskusi seminar (peer group), seminar, jurnal ilmiah atau kegiatan
pameran, dalam bidang IPTEK, kebudayaan, dan atau kesenian;
f. Mengimplementasikan pengetahuannya di dalam kegiatan
pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat;
g. Melaksanakan kerja dalam tim dengan pihak lain di dalam
manajemen akademik untuk pencapaian visi universitas; h.
Mengembangkan keprofesian dengan berperan aktif dalam
organisasi seminar.
Pembelajaran yang berfokus pada kepentingan peserta didik. Paradigma ini
menekankan pada tugas pembelajaran yang berfokus pada kegiatan belajar mahasiswa,
bukan hanya kegiatan membelajarkan dosen. Keadaan ini pula yang ikut mendorong

42
berkembangnya bidang kajian khusus yang sekarang dikenal sebagai teknologi
pembelajaran.
Dosen dituntut untuk dapat menguasai keahlian atau profesi sebagai
pembimbing, pelatih dan pembina, yang harus mampu membelajarkan para peserta
didik/mahasiswa, sehingga terjadi transformasi nilai, sikap dan kemampuan pada
dosen.
2. Pengembangan Mutu Dosen
Pada Pasal 5 ayat (1) Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang
Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 38/ KEP/
MK.WASPAN/ 8/1999 tentang Jabatan Fungsional Dosen. Pedoman Penjaminan Mutu
Akademik dan Angka Kreditnya, disebutkan bahwa jabatan fungsional dosen terdiri
atas jabatan dosen pada program pendidikan akademik dan dosen pada program
pendidikan profesi. Pada ayat (2) peraturan tersebut, dijelaskan bahwa jenjang jabatan
Dosen yang terendah sampai dengan yang tertinggi pada program pendidikan
akademik adalah: a Asisten ahli. b Lektor. c Lektor Kepala. d. Guru Besar. Perguruan
tinggi berkewajiban untuk menciptakan sistem yang mengupayakan pengembangan
mutu dosen. Lembaga juga harus menetapkan kriteria dosen dan manajemen mutu
dosen demi tercapainya profesionalisme dosen. Manajemen mutu dosen dimaksudkan
untuk memberdayakan dosen sehingga mereka dapat berprestasi sebaik mungkin. Agar
dosen juga dapat melaksanakan fungsinya dengan memuaskan, diperlukan tiga kondisi
yaitu:
a. Kondisi yang memberi peluang kepada dosen untuk melaksanakan dan
mengembangkan pekerjaannya secara lebih baik (managing ability);
b. Kondisi yang memberikan kesempatan kepada dosen dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaannya tersebut dengan sangat
memuaskan (managing opportunity);
c. Kondisi yang mendorong dosen untuk melaksanakan pekerjaannya
dengan baik (managing motivation).
Standar Mutu: Profesionalisme yang tinggi adalah;

43
a. Kepakaran. Adanya pengakuan atas kepakaran atau tinggi penguasaan
terhadap disiplin ilmunya, oleh kelompok sejawat (peer group).
b. Pengembangan kepakaran. Adanya kegiatan penelitian ilmiah dan
penguasaan ilmu, adanya penulisan makalah/ buku.
c. Menerapkan teknologi instruksional, sertifikasi di bidang pengajaran,
dan kepuasan mahasiswa. d. Menerapkan etika pada waktu mengajar,
meneliti, dan kegiatan profesi yang tidak terlibat dalam
kegiatankegiatan melanggar etika, nilainilai akademik dan kegiatan
profesi.
Kebijakan Dasar HELTS (HELTS 2003-2010), Daya Saing Bangsa: Persaingan
produk perekonomian di pasar dunia; tidak lagi bertumpu pada kekayaan Sumber Daya
Alam atau ongkos buruh yang murah, tapi semakin ditentukan oleh INOVASI
(Teknologi) dan/atau kreativitas dalam manfaat Ilmu Pengetahuan.
Margono Slamet dalam Unri (2000) mengatakan bahwa, dosen dikatakan
bermutu tidak menempatkan dirinya sebagai pakar yang dapat menjawab segala
persoalan, tetapi lebih sebagai PENOLONG yang memiliki pengertian yang utuh
tentang bidang ilmu yang sedang dipelajari. Dosen yang Harus Bermutu: (a)
Memahami dan mengutarakan kepada mahasiswanya makna suatu kelas; (b) sebagai
sistem : menjelaskan tujuantujuan sistem, dan pentingnya kerja kelompok untuk
mencapai tujuan; (c) Membantu mahasiswa memandang diri mereka sendiri sebagai
komponen dalam suatu sistem kelas: untuk membangun kerjasama ke arah optimasi
usaha-usaha untuk mencapai tujuan bersama dan tujuan mahasiswa; (d) Mengerti
bahwa mahasiswa berbeda satu dengan lainnya: berusaha menciptakan minat,
tantangan, dan kegembiraan bagi setiap orang dalam proses belajar

44
BAB 6
ETIKA PROFESI KEPENDIDIKAN

A. Konsep Dasar Etika Profesi Keguruan


Pembahasan Etika memiliki keterkaitan yang erat dalam profesi guru.
Mendidik dan mengajar beorientasi kepada perubahan tingkah laku dan
pembentukan kepribadian.Guru merupakan suatu profesi yang terkaitan dengan jasa.
Interaksi guru dengan seseorang atau peserta didik yang memiliki rasa, karsa dan
keinginan, bahkan prilaku yang beragamharus dihadapi oleh guru. Untuk itu
pelaksanaan profesi guru perlu diatur dengan etika.
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos(bahasa Yunani) yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan
dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai
apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau
baik. Ini merupakan pemahaman Etika menurut bahasa. Sementara itu etika dipahami
juga dengan istilah Etika (ethic) bermakna sekumpulan azas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan
salah tentang hak dan kewajiban yang dianut oleh suatu golongan atau
masyarakat (Mariana R, 2009). Istilah etika pada hakikatnya merupakan dasar
pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi
dengan lingkungannya. Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin
filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih
dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan
moral-moral yang berlaku. Dengan adanya etika, manusia dapat memilih dan
memutuskan perilaku yang paling baik sesuai dengan norma-norma moral yang
berlaku. Dengan demikian akan terciptanya suatu pola-pola hubungan antar manusia
yang baik dan harmonis, seperti saling menghormati, salingmenghargai dantolong
menolong.
Etika terjadi dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga
pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur

45
bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut
menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama,
dan norma-norma yang perlu diatur dalam kode etik.
Pergaulan manusia tidak terlepas dari rasasenang, tenang, tentram, terlindung
tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin berdasarkan etika dan budaya serta
adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi
manusia.Inilahyang menjadi dasartumbuh dan berkembangnya etika dan budaya di
masyarakat.
Etika merupakanaturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara
sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika
atau lazim juga disebut etik, dapat berarti pulanorma-norma, nilai-nilai, kaidah-
kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti
diungkapkan Suhrawadi K.Lubis (2014)secara etimologi kata etika berasal dari kata
ethosyang diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin atau kecenderungan hati
seseorang untuk berbuat kebaikan dalam kehidupan diatas dunia ini.Berdasarkan
konsepini etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Di sisi lain istilahethosdalam Bahasa Indonesia, banyak dipakai dalam
kombinasi etos kerja, etos profesi,etos didikasi,etos kinerja, dan masih banyak istilah
lainnya. Etika ini masuk pada ilmu pengetahuan tentang asas-asas tingkah laku
memiliki arti, diantaranya:
1. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban.
2. Kumpulanasas atau nilai yang berkaitan dengan tingkah laku manusia.
3. Nilai mengenai benar-salah, halal-haram, sah-batal, baik-buruk, dan kebiasaan-
kebiasaan yang dianut suatu golongan masyarakat.
Sementara itu, konsep etika memiliki makna dalam membahas ilmu yang
mempersoalkan tentang perbuatan-perbutan manusia mulai dari yang terbaik
sampai kepada yang terburuk dan pelanggaran-pelanggaran hak dan kewajiban.
Di samping itu etika juga membahas masalah-masalah nilai tingkah laku manusia
mulai dari tidur, kegiatan siang hari, istirahat, sampai tidur kembali, dimulai dari
bayi hingga dewasa, tua renta dan sampai wafat.

46
Dengan demikian dapat dipahami bahwa etika merupakan bagian ilmu
yang menjelaskan arti baik dan buruk, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia didalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melaksanakan
apa yang harus diperbuat. Etika berkaitan pula denganfilsafat nilai, kesusilaan
tentang baik buruk, nilai-nilai dan merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu
sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa etika merupakan sesuatu untuk menilai
baik atau buruk suatu perbuatan.
Berdasarkan uraian di atas mengenai etika tentu tidak dapat dipisahkan
dengan istilah moral. Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata
„moral‟ yaitu “mos” sedangkan bentuk jamaknya yaitu “mores” yang masing-masing
mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Arti kata ‟etika‟ sama dengan
kata „moral‟, karena kedua kata tersebut memiliki arti yang sama yakni kebiasaan
adat. Olah karena ituarti kata ‟moral‟ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Sedangkan yangmembedakanantara etika dan moral adalah„etika‟ dari
bahasa Yunani dan „moral‟ dari bahasa Latin. Selain dari pada itu jika etika lebih
berorentasi kepada profesi seperti kode etik dokter, kode etik guru, kode etik advocat
sementara moral lebih berorentasi kepada perilaku yang melanggar norma dan
ketentuan nilai-nilai.
Moralitas sering menjadi perdebatan bagi masyarakat khususnya bagi
yang melanggar norma-norma budaya. Dalam Moralitaswujud perilaku tidak
jujur misalnya yang bertentangan dengan hati nurani merupakan moralitas yang
dengan sengaja menentang hati nurani.Jadi pengertian etika dan moralitas
memiliki arti yang sama sebagai sebuah sistem tata nilai tentang bagaimana
manusia harus tetap mempertahankan hidup yang baik, yang kemudian terwujud
dalam pola tingkah laku/perilaku yang konstan dan berulang dalam kurun waktu,
yang berjalan dari waktu kewaktu sehingga menjadi suatu kebiasaan.
B. Etika Profesi
Etika profesimenurut Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994 ; 6) adalah
sikap, perilaku hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional

47
terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan
dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
http/www.ASTALOG.com melansir pengertian etika profesi merupakan
suatu hal yang memberi aturan bagaimana mereka menggunakan
pengetahuannya dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Mereka yang
memiliki profesi mengakui menggunakan pengetahuan keahlian, keterampilan dan
mengetahui bagaimana memberikan tanggung jawab terhadap masyarakat.
Nilai-nilai etika tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan
orang saja, tetapi milik setiap masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil,
yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Melalui nilai-nilai etika tersebut, suatu
kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama
dalam suatu profesi khususnya guru Salah satu golongan masyarakat yang
mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan, baik dengan
kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu
masyarakat professional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena
adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik
profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
Sorotan masyarakat menjadi tajam manakala prilaku-prilaku sebagian para
anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah
disepakati bersama (tertuang dalam kode etika profesi) sehingga terjadi
kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah
pada profesi tertentudikenal adanya mafia peradilan, demikian pada profesi
lainnyaada kegiatan mallpraktek dan lain-lainnya. Untuk itu setiap profesi diatur
dalam suatu kode etik profesi, supaya terjaga dan terhindar dari
kegiatan2kegiatan yang merugikan semua pihak.
C. Perkembangan Etika profesi
Perkembangan etika profesi guru sebagai berikut;
1. Profesi guru berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat
pada zaman prasejarah yang berlangsung di lingkungan keluarga.

48
2. Pada zaman yunani dan romawi kuno (2000 B.C -A.D.400) pembelajaran
berlangsung secara one to oneuntuk kelompok elit masyarakat dilakukan
oleh tutor, hal ini terus berkembangpada pendidikan keagamaan.
3. Sistem persekolahan mulai berkembang pada zaman koloni amerika
(1600-1800). Dan sistem klasikal untuk masyarakat urban berkembang pasa
abad 19.
4. Pada abad 20 (1900-1999) sekolah berkembang dalam sistem klasikal yang
dilengkapi dengan berbagai media dan pemanfaatan teknologi. Perkembangan
selanjutnya, terjadi perubahan konsepsi dari kelas dalam pengertian
ruanganya yang dibatasi empat dinding menuju kelas yang tanpa batas dan
bersifat maya (virtual).
5. Pada abad ke 21 sekarang dan seterusnya dapat dipastikan akan ada
perubahan mengenai sistem persekolahan yang secara pelan namun pasti
mengarah kepada virtual school. Semua terjadi berkat perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi.
6. Pada Profesi guru di abad 21perkembangan cukup pesat khususnya
penggunaan teknologi komunikasi dan telekomunikasi. Profesi guru dituntut
untuk menguasai teknologi pembelajaran dan inovasi dalam media
pembelajaran, khususnya berinteraksi di kelas besar.
Dengan demikian etika profesi mengalami perkembangan yang cukup
signifikan seiring dengan berkembangan pengetahuan dan teknologi serta
tuntutan Etika Profesi sebagai guru yang professional. Di satu sisi munculnya
etika profesi sebenarnya berasal dari adanya penyimpangan perilaku dari
penyandang profesi terhadap sistem nilai, norma, aturan ketentuan,yang berlakudalam
profesinya. Tidak adanya komitmen pribadi dalam melaksanakan tugas, tidak
jujur, tidak bertanggungjawab, tidak berdedikasi, tidak menghargai hak orang lain,
dan tidak adil. Untuk itu etika Profesi guru merupakan suatu keharusan sebagai bukti
bahwa profesi yang diemban dilaksanakan secara professional.

49
D. Kode Etik Guru
Setiap profesi seyogyanyamempunyai kode etik profesi. Seperti halnya
jabatan dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-lain yang dituntut dilaksanakan
secara professional. Menurut Kode Etik Guru Indnesia (hasil kongres PGRI ke-XX
Tahun 2008), Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas dan diterima oleh guru-
guru indonesa, sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam
melakansanakantugas profesi sebagai pendidik,anggota masyarakat, dan warga
Negara.
Kode etik profesi merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan
dalam melaksanakan tugas kehidupan sehari-hari. Kode etikaprofesi sebenarnya
bukan hal baru, hal ini sudah diatur dalam suatu kelompok masyarakat khusus atau
suatu organisasi yang sangat penting dan mendasar sebagai landasan moral dan
pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya.Salah satu
contoh tertua adalah sumpah hipokrates yang dipandang sebagai kode etik
pertama untuk profesi dokter.
Hipokrates adalah dokter yunani kuno yang digelari bapak ilmu kedokteran.
Beliau hidup pada masa abad ke-5 SM. Menurut ahli-ahli sejarah, belum tentu
sumpah ini merupakan buah pena hipokrates sendiri, tetapi setidaknya berasal
dari kalangan murid-muridnya dan menurut semangat professional yang diwariskan
oleh dokter yunani ini.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa kode etik suatu profesi
adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi
didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang
bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan, yaitu
ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh
mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga
menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulanya
sehari-hari didalam masyarakat.

50
Interpretasi tentang kode etik dewasa ini masih belum memiliki pengertian
yang sama. Berikut disajikan beberapa pengertian kode etik diantaranya; pertama,
Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Pasal
28 menyatakan bahwa "pegawai negeri sipilmempunyai kode etik sebagai pedoman
sikap, tingkah laku perbuatan di dalam dan di luar kedinasan". Penjelasan 38undang-
undang tersebut dinyatakan dengan adanya kode etik ini, pegawai negeri sipil
sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman
sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam
pergaulan hidup sehari-hari. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa
kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbua tan di dalam
melaksanakan tugas dandalam hidup sehari-hari.
Kedua, Kongres PGRI ke XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI
menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan
pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiaan
bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: (1)
sebagai landasan moral, dan (2) sebagai pedoman tingkah laku.
Ketiga, Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD), Pasal 43,
dikemukakan sebagai berikut: (1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan,
dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi
guru membentuk kode etik; (2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan.
Qomari Anwar dan Syaiful Sagala (2004; 131) mengemukakan dalam
Pendidikan Islam kode etik guru dikemukakan oleh para ahli Pendidikan Islam
diantaranya Al-Ghazali merumuskan 17 kodeetik yaitu:
1. Menerima segala problema anak didik dengan hati dan sikap yang
terbuka dan tabah.
2. Bersikap penyantun dan penyayang (QS.3:159 ).

51
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya”. (QS. 3:159)
3. Menjaga kewibawaan dan kehormatan dalam bertindak.
4. Menghindari dan menghilangkan sifat angkuh terhadap sesama
(QS.53:32). (Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan
perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil.
Sesungguhnya Rabbmu Maha Luas ampunanNya.Dan Dia lebih
mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari
tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka
janganlah kamu mengatakan dirimu suci.Dialah Yang paling
mengetahui tentang orang yang bertaqwa. (QS. 53:32)
5. Bersifat merendah ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat
6. Menghilangkan aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia.
7. Bersifat lemah lembutdalam menghadapi anak didik yang rendah
tingkat IQ nya, serta membinanya sampai taraf maksimal.
8. Meninggalkan sifat marah.
9. Memperbaiki sifat anak didiknya dengan bersikap lemah lembut
terhadap anak didik yang kurang lancar berbicara.
10. Meninggalkan sifatyang menakutkan pada anak didik yang belum
mengerti atau mengetahui.
11. Berusaha memperhatikan pertanyaan-pertanyaan anak didik
walaupun pertanyaan tidak bermutu.
12. Menerima kebenaran dari anak didik yang membantahnya.

52
13. Menjadikan kebenaran sebagai acuan proses pendidikan walaupun
kebenaran itu datangnya dari anak didik.
14. Mencegah anak didik mempelajari ilmu yang membahayakan
15. Menanamkan sifat Ikhlas pada anak didik serta terus menerus
mencari informasi guna disampaikan pada anak didiknya, yang
akhirnya mencapai tingkat taqorrub kepada Allah SWT
16. Mencegah anak didik mempelajari ilmu Fardhu Kifayah sebelum
mempelajari ilmu Fardhu a‟in.
17. Mengaktualisasikan informasi yang akandi ajarkan pada anak didik
E. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya, tujuan mengadakan atau merumuskan kode etik dalam suatu profesi
adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi. Secara umum,
tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut;
1. Menjaga dan memelihara kesejateraan para anggota.
Hal yang dimaksud kesejahteraan disini ialah berupa kesejahteraan materiil
dan spiritual atau mental. Kesejahteraan materiil pada anggota profesi,
kode etik umumnya mengadakan larangan-larangan kepada para
anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan
kesejahteraan para anggotanya. Kesejahteraan spiritual atau mental para
anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk kepada para
anggota-anggotanya untuk melaksanakan tugas profesinya. Selain itu,
larangan-larangan kepada para anggotanya untuk tidak melakukan
perbuatan-perbuatanyang menyangkut hal-hal yang dianggap tercela.
2. Menjunjung tinggi martabat profesi.
Dalam hal ini yang dijaga adalah “image” dari pihak luar atau masyarakat
agar jangan sampai “orang luar” memandang rendah atau “remeh” profesi
tersebut. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan mrelarang
berbagai bentuk yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia
luar. Dari segi ini, kode etik juga mendapat nama atau disebut “kode
kehormatan”

53
3. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Kode etik tujuan pengabdian generasi tertentu, sehingga bagi anggota
profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdianya dalam melaksanakan tugas profesinya. Oleh karena itu, kode
etik merumuskan ketentuan-ketentuanyang yang perlu dilakukan oleh para
anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
Kode etik memuat norma-norma tentang anjuran agar para anggota profesi
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu para anggotanya sesuai dengan
bidang pengabdianya. Disamping itu, kode etik juga mengatur bagaimana cara
memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan disusunnya kode
etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan
meningkatkan mutu profesi serta untuk meningkatkan organisasi pofesi.
F. Fungsi Kode Etik
Menurut Ondi saondi et. Al. (2010) fungsi kode etik profesi terdiri dari
beberapa hal, diantaranya sebagai berikut;
1. Memberikan patokan dan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip professional yang digariskan.
2. Sebagai sarana sosial controlbagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan
3. Mencegah campur tangan diluar organisasi profesi tentang hubungan
etika dalam keanggotaan profesi dan sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang.
Bedasarkan fungsi kode etik di atas guru memiliki kerangka acuan yang
jelasdalam mengatasi berbagai permasalahan yang terkait dengan profesi guru.
Disamping itu kode etik merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku
yang harus dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya, sehingga guru dalam
menunaikan tugasnya sesuai dengan norma dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Kode etik guru merupakansalah satu elemen penting yang mampu menompang

54
kinerja guru sehingga terjadi transpormasi diri yang optimal menuju pribadi yang
profesional.
Disampng itu kode etik ini juga berfungsi sebagai monitor danevaluasi bagi
guru dalam menjalankan tugasnya, sehingga terhindar ari penyimpangan profesi,
bertanggung jawab terhadap profesinya dan terhindar dari perpecahan dan
pertentangan internal. Guru mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan,
sehingga jasa profesi guru diakui dan digunakan oleh masyarakat
dalammembantu memecahkan masalah dan mengembangkan diri. Selain itu
diharapkanprofesi guru terhindar dari campur tangan profesi lain sehigga profesi
guru benar-benar dirasakan memiliki wibawa, harkat dan martabat sebagai figure
yang mencerdaskan bangsa.

55
BAB 7
PENGELOLAAN ASN (PNS,P3K) UNTUK PENDIDIK DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN

A. Kedudukan ASN
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang
professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan
kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber
daya aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan perkembangan jaman. Dalam
pengertian UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN
1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN
1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN Dalam Undang-undang ini
yang dimaksud dengan :
a. Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau diserahi tugas negara lainnya,
dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pejabat yang berwenang adalah.pejabat yang mempunyai kewenangan
mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Pejabat yang berwajib adalah yang karena jabatan atau tugasnya berwenang
melakukan tindakan hukum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
d. Pejabat negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara
lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.
Adapun beberapa Jenis Kedudukan yang di sebut Aparatur Negara menurut undang
undang nomor 43 tahun 1999 sesuai dengan pasal 2 antara lain :
1. Pegawai Negeri terdiri dari :

56
a. Pegawai Negeri Sipil
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimamna dimaksud dalam ayat (1) huruf, a terdiri dari
: a) Pegawai Negeri Sipil Pusat, dan b) Pegawai Negeri Sipil Daerah.
3. Disamping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yang
berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.
Kedudukan atau status jabatan PNS dalam system birokrasi selama ini dianggap
belum sempurna untuk menciptakan birokrasi yang professional. Untuk dapat
membangun profesionalitas birokrasi, maka konsep yang dibangun dalam UU ASN
tersebut harus jelas.
PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu,
diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk
menduduki jabatan pemerintahan, memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
Sedangkan PPPK adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat
tertentu, yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian berdasarkan perjanjian
kerja sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah untuk jangka waktu tertentu dalam
rangka melaksanakan tugas pemerintahan.
Dengan kehadiran PPPK tersebut dalam manajemen ASN, menegaskan bahwa
tidak semua pegawai yang bekerja untuk pemerintah harus berstatus PNS, namun dapat
berstatus sebagai pegawai kontrak dengan jangka waktu tertentu. Hal ini bertujuan
untuk menciptakan budaya kerja baru menumbuhkan suasana kompetensi di kalangan
birokrasi yang berbasis pada kinerja.
Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan
kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari
pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Pegawai ASN dilarang
menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Selain untuk menjauhkan birokrasi
dari pengaruh partai politik, hal ini dimaksudkan untuk menjamin keutuhan,
kekompakan dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran,
dan tenaga pada tugas yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itu dalam pembinaan

57
karier pegawai ASN, khususnya di daerah dilakukan oleh pejabat berwenang yaitu
pejabat karier tertinggi.
Kedudukan ASN berada di pusat, daerah, dan luar negeri. Namun demikian
pegawai ASN merupakan satu kesatuan. Kesatuan bagi ASN ini sangat penting
mengingat dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah, sering terjadi adanya isu
putra daerah yang hampir terjadi dimana-mana sehingga perkembangan birokrasi
menjadi stagnan di daerah-daerah. Kondisi tersebut merupakan ancaman bagi kesatuan
bangsa.
Pegawai Negeri Sipil didalam melaksanakan tugasnya diharapkan dapat
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara berdaya guna dan berhasil guna,
dengan demikian diperluka suatu pengaturan dan pembinaan yang tertuang didalam
peraturan kepegawaian yang dijabarkan didalam Peraturan Pemerintah.
Adapun tugas pokok daripada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merupakan
Aparatur Negara adalah melaksanakan tugas pokok sebagai pelayanan terhadap
kepentingan umum. Pegawa Negeri Sipil harus loyal kepada Pemerintah yang sah dan
tugasnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pegawai Negeri Sipil adalah bagian dari tugas pemerintahan dan merupakan
tulang punggung pemerintahan di Indonesia, yang diharapkan dapat melaksanakan
tugas dengan sebaik-baiknya dan dengan rasa tanggung jawab, serta berdaya guna dan
berhasil guna.Oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil juga diharapkan mampu bekerja
secara bekerja secara profesional dan fungsional.Adapun profesionalisme dapat
dikatakan erat kaitannya dengan tugas dan fungsi Pegawai Negeri Sipil yang juga
merupakan proses pembinaan diri pegawai sebagai aparatur negara, pegawai negeri
sipil (PNS) didalam menjalankan tugasnya wajib bersikap dan berpedoman pada etika
dalam bernegara, dalam penyelenggaraan pemerintahan, dalam berorganisasi, dalam
bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri dan sesama Pegawai Negeri Sipil yang lain
Tugas pokok yang melekat pada pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur
pemerintah adalah merupakan amanat daripada peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan diserahi tugas dalam jabatan negeri tertentu dan harus
dipertanggungjawabkan yaitu kepada pejabat negara yang diserahi mandat oleh

58
pemerintah dan merupakan wewenang yang diberikan kepada pemerintah. Setiap
Pegawai Negeri sipil didalam menjalankan tugas pokonya senantiasa selalu mendapat
arahan dan pembinaan dari pejabat negara sebagai aparatur pemerintahan.
Peranan tugas dan fungsi Pegawai Negeri Sipil didalam memberikan pelayanan
publik agar dapat dilakukan secara efisien dan efektif yang juga harus memberikan
desentralisasi kewenangan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat pada
instansi dibawahnya atau instansi vertikal. Pada fungsi desentralisasi kewenangan yang
diberikan kepada instansi vertikal diharapkan akan meningkatkan efisiensi dan
akuntabilitas.
Upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yakni dengan
melakukan peningkatan kinerja dan akuntabilitas pelayanan publik yang dilakukan
melalui reformasi administrasi kepegawaian. Sebagai abdi masyarakat, maka setiap
Pegawai Negeri Sipil harus selalu memberikan layanan kepada masyarakat sebagai
pelaksanaan dari tugas dan fungsinya sebagai aparatur negara. Adapun layanan umum
terhadap masyarakat dilakukan, antara lain dengan cara mempercepat pemberian
layanan yang diperlukan masyarakat, dan memberikan penjelasan yang diperlukan
tanpa pamrih, apalagi mengharapkan imbalan yang berupa materi. Dengan demikian
diharapkan peranan Pegawai Negeri Sipil yang profesional dapat memberikan
kontribusi terhadap pembangunan disegala bidang
B. Peran ASN
Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka Pegawai ASN berfungsi sebagai
berikut:
1. Pelaksana kebijakan public;
2. Pelayan public; dan
3. Perekat dan pemersatu bangsa
Selanjutnya Pegawai ASN bertugas:
1. Melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Memberikan pelayanan public yang professional dan berkualitas, dan
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia

59
Selanjutnya peran dari Pegawai ASN: perencana, pelaksana, dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui
pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang professional, bebas dari intervensi
politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk melaksanakan kebijakan yang
dibuat oleh pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan. Untuk itu ASN harus mengutamakan kepentingan publik dan
masyarakat luas dalam menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut. Harus
mengutamakan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik.
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk memberikan pelayanan publik
yang professional dan berkualitas. Pelayanan publik merupakan kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan bagi setiap
warganegara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik dengan tujuan kepuasan
pelanggan. Oleh karena itu ASN dituntut untuk professional dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk mempererat persatuan dan
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. ASN senantiasa dan taat sepenuhnya
kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. ASN senantiasa menjunjung
tinggi martabat ASN serta senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada
kepentingan diri sendiri, seseorang dan golongan. Dalam UU ASN disebutkan bahwa
dalam penyelenggaraan dan kebijakan manajemen ASN, salah satu diantaranya asas
persatuan dan kesatuan. ASN harus senantiasa mengutamakan dan mementingkan
persatuan dan kesatuan bangsa (Kepentingan bangsa dan Negara di atas segalanya).
1. Peranan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai Abdi Negara
Kedudukan Pegawai Negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi
masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-
Undang Dasar 1945, Negara dan pemerintah yang bertugas juga memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara , pemerintahan dan pembangunan.

60
Pegawai Negeri adalah bagian dari aparatur negara merupakan salah satu unsur
penyelenggara negara. Sebagai salah satu unsur aparatur negara, pegawai negeri dalam
kedudukannya sebagai aparatur pemerintah dikendalikan oleh pemerintah walaupun
setiap ada pergantian kepala pemerintahan Pegawai Negeri harus tetap mengabdi
kepada negara dan pemerintahan yang sah tanpa terpengaruh oleh pergantian itu.
Pegawai Negeri adalah pelaksana peraturan perundang-undangan oleh karena
itu wajib berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat
yakni dengan memberi contoh dan tauladan kepada masyarakat dalam mentaati dan
melaksanakan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan, pada umumnya Pegawai Negeri Sipil
yang merupakan bagian dari aparatur negara diberikan tugas kedinasan untuk
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yakni dengan penuh pengabdian, kesadaran dan
tanggung jawab.
Sesuai dengan TAP MPR Nomor IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar
Haluan Negara Tahun1999-2004 yaitu doantaranya terdapat visi, misi dan
Kebijaksanaan Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), maka ditetapkan arah
kebijaksanaan anatara lain membersihkan penyelenggara negara dan praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme dengan memberikan sanksi seberat-beratnya sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku, meningkatkan efektifitas pengawasan internal dan
fungsional serta pengawasan masyarakat dan megembangkan etik dan moral,
meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan
keprofesionalisme serta meningkatkan fungsi dan keprofesionalisme birokrasi dalam
melayani masyarakat, dengan demikian kedudukan Pegawai Negeri Sipil sebagai abdi
Negara dapat terwujud.
2. Peranan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai Abdi Masyarakat
Pegawai Negeri Sipil (PNS) selain berkedudukan sebagai abdi negara, Pegawai Negeri
Sipil juga berkedudukan sebagai abdi masyarakat. Sebagai abdi masyarakat
mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugas Pegawai Negeri Sipil (PNS)
harus tetap berusaha melayani kepentingan masyarakat dan memperlancar segala
urusan anggota masyarakat. Setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus mempunyai

61
kesetiaan dan ketaatan penuh kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara
dan Pemerintah.
Untuk mewujudkan adanya Pegawai Negeri Sipil yang tangguh bersatu padu
bermental baik, berwibawa, berdayaguna, berhasilguna, bersih bebas dari Kolusi,
korupsi dan nepotisme serta profesional maka terhadap setiap Pegawai Negeri Sipil
yang menjalankan tugas kedinasan harus benar-benar menghayati akan nilai etika dan
moralitas. Untuk mewujudkan adanya Pegawai Negeri Sipil yang profesional tentunya
harus dibedakan yaitu profesi pada umumnya dan profesi yang luhur sedangkan
peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai abdi masyarakat tentunya menyangkut profesi
yang luhur karena menyangkut pengabdian pada masyarakat. Untuk menjadi Pegawai
Negeri Sipil yang profesionalis.
Untuk menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berdayaguna dan
berhasil guna dan menjadikan Pegawai Negeri Sipil yang kuat, kompak, dan
bersatupadu, memiliki kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi,
berdisiplin, serta sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi
masyarakat, dapat diwujudkan melalui pembinaan korps Pegawai Negeri Sipil,
termasuk kode etiknya Selain pembinaan korps, terhadap Pegawai Negeri Sipil juga
diikat oleh kode etik dimana kode etik pegawai Negeri Sipil adalah merupakan
pedoman, sikap, tingkah laku dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil didalam
melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Khusus dalam rangka
pembahasan etika profesi atau kode etik Pegawai Negeri Sipil kiranya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps
Dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil mengatur secara khusus perihal pembinaan dan
kemampuan profesi Pegawai Negeri Sipil.
Kode etik Pegawai Negeri Sipil meliputi : Etika dalam berorganisasi, Etika
dalam bermasyarakat, Etika terhadap diri sendiri dan Etika terhadap sesama Pegawai
Negeri Sipil, karena itu Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya harus
berpedoman pada kode etik yang diatur oleh pemerintah.
3. Netralitas Pegawai Negeri Sipil terhadap Kekuasaan Politik

62
Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat
madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur adil, dan
bermoral tinggi, diperlukan sosok Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur
negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menjalankan pelayanan publik
secara adil dan merata tanpa diskriminasi terhadap siapapun, menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Oleh karena itu diperlukan Pegawai Negeri yang berkemampuan melaksanakan
tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Dalam menjalankan tugasnya Pegawai Negeri Sipil harus netral dari semua
pengaruh golongan dan partai, sebagai aparatur negara harus memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara profesional, jujur adil dan merata, termasuk untuk
memberikan pelayanan kepada partai politik, kampanye dan sebagainya. Peran
Netralitas Pegawai Negeri Sipil harus melekat dan bebas pengaruh politik, sikap adil
dan jujur dalam berinteraksi. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan atau
pengurus Partai Politik tetap tidak mengajukan permohonan kepada pejabat yang
berwenang, maka yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan ketiga yang bersangkutan secara
resmi mrnjadi anggota dan atau pengurus partai Politik. Sebagaimana ditegaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri yang menjadi
anggota partai politik yang kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota partai politik
yaitu pada pasal 2 ayat (1), (2). Selain hal tersebut diatas, maka terhadap Pegawai
Negeri Sipil yang maju untuk mencalonkan sebagai Walikota maupun Bupati dalam
pemilihan kepala daerah harus mundur sebagai Pegawai Negeri Sipil, baik yang sedang
menduduki jabatan struktural maupun jabatan fungsional baik jabatan negeri maupun
jabatan negara. Pengunduran diri sangat penting dilakukan sebelum resmi didaftarkan
oleh partai politik, menjelang dilakukan kampanye. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari opini masyarakat dan pasangan calon lain yaitu bahwa Pegawai Negeri

63
Sipil yang mencalonkan sebagai kepala daerah akan mempergunakan fasilitas negara
demi untuk memperkuat posisi serta kedudukannya dalam pencalona
C. Hak dan Kewajiban ASN
1. Hak ASN
Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum,
suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum, baik pribadi maupun umum. Dapat
diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima. Agar dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dapat meningkatkan
produktivitas, menjamin kesejahteraan ASN dan akuntabel, maka setiap ASN
diberikan hak. Hak PNS dan PPPK yang diatur dalam UU ASN sebagai berikut. PNS
berhak memperoleh: 1) gaji, tunjangan, dan fasilitas 2) cuti 3) jaminan pensiun dan
jaminan hari tua 4) perlindungan 5) pengembangan kompetensi. PPPK berhak
memperoleh: 1) gaji dan tunjangan 2) cuti 3) perlindungan 4) pengembangan
kompetensi.
Selain hak sebagaimana disebutkan di atas, berdasarkan pasal 70 UU ASN
disebutkan bahwa Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi. Berdasarkan Pasal 92 UU ASN Pemerintah juga wajib
memberikan perlindungan berupa: 1) jaminan kesehatan 2) jaminan kecelakaan kerja
3) jaminan kematian 4) bantuan hukum
2. Kewajiban ASN
Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat
kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan.
Kewajiban pegawai ASN yang disebutkan dalam UU ASN adalah:
- Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
pemerintah yang sah
- menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
- melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang
berwenang
- menaati ketentuan peraturan perundang-undangan

64
- melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab
- menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan
dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar
kedinasan
- menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia
jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
D. Kode etik dan Kode Perilaku ASN
Dalam UU ASN disebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada
kode etik dan kode perilaku. Kode etik dan kode perilaku ASN bertujuan untuk
menjaga martabat dan kehormatan ASN. Kode etik dan kode perilaku berisi pengaturan
perilaku agar pegawai ASN:
1. melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggungjawab, dan berintegritas
tinggi
2. melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin
3. melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan
4. melaksnakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan
5. melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau pejabat yang
berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundangundangan dan etika pemerintahan
6. menjaga kerahasian yang menyangkut kebijakan Negara
7. menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggungjawab,
efektif, dan efisien
8. menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan
tugasnya
9. memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain
yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan

65
10. tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan,
dan jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi
diri sendiri atau untuk orang lain
11. memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas
ASN
12. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin
pegawai ASN.
Kode etik dan kode perilaku yang diatur dalam UU ini menjadi acuan bagi para
ASN dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintah. Fungsi kode etik dan kode perilaku
ini sangat penting dalam birokrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan. Fungsi
tersebut, antara lain:
1. Sebagai pedoman, panduan birokrasi public/aparatur sipil negara dalam
menjalankan tugas dan kewanangan agar tindakannya dinilai baik. 14
2. Sebagai standar penilaian sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi
public/aparatur sipil negara dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya.
Etika birokrasi penting sebagai panduan norma bagi aparat birokrasi dalam
menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat dan menempatkan kepentingan publik
di atas kepentingan pribadi, kelompok dan organisasinya. Etika diarahkan pada
kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas.

66
BAB 8
PERMASALAHAN DAN PENGEMBANGAN GURU PROFESIONAL

A. Pengertian Guru Profesional


Secara sederhana, profesional berasal dari kata profesi yang berarti jabatan.
Orang yang profesional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya
secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Guru adalah jabatan
profesi, untuk itu seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara
profesional. Seseorang dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugasnya
dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, independent (bebas dari tekanan
pihak luar), cepat (produktif), tepat (efektif), efisien dan inovatif serta didasarkan
pada prinsip-prinsip pelayanan prima yang didasarkan pada unsur-unsur ilmu atau
teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode
etik yang regulatif. Guru profesional juga diatur dalam UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 10 ayat 1. Sehingga profesionalisme guru
adalah suatu tingkat penampilan seseoramg dalam melaksanakan pekerjaan sebagai
guru yang didukung dengan keterampilan dan kode etik. Eksistensi seorang guru
adalah sebagai pendidik profesional di sekolah. Dalam hal ini guru sebagai uswatun
hasanah, jabatan administratif dan petugas kemasyarakatan. Jadi, guru yang
profesional adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan
tugas jabatan guru, sebagaimana yang di atur dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen (UUGD) pasal 10 ayat 1.
Guru profesional ialah semua orang yang memiliki kewenangan dan tanggung
jawab terhadap pendidikan siswa, baik secara individual maupun klasikal. Guru
profesional sangat diinginkan di Indonesia, karena dapat meningkatkan mutu
pendidikan. Peserta didik yang dididik oleh guru profesional menjadi kualitas atau
mutu pada anak didik tersebut mengalami peningkatan. Guru Profesional adalah
guru yang memiliki komponen tertentu sesuai dengan persyaratan yang dituntut
oleh profesi keguruan. Guru profesional senantiasa menguasai bahan atau materi
pelajaran yang akan diajarkan dalam interaksi belajar mengajar, serta senantiasa

67
mengembangkan kemampuan secara berkelanjutan, baik dalam segi ilmu yang
dimilikinya maupun pengalamannya. Sedangkan Profesionalisme guru adalah
kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar
meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi
pembelajaran.
Guru profesional merupakan semua orang yang memiliki atau mempunyai
kewenangan dan juga tanggung jawab terhadap suatu pendidikan siswa, baik itu
secara individual ataupun juga secara klasikal. Guru profesional tersebut sangat di
butuhkan disemua tempat khususnya di Indonesia karena dapat meningkatkan mutu
dalam hal pendidikan. Peserta didik juga sebaiknya di didik oleh guru profesional
agar mendapatkan kualitas atau mutu yang baik juga. Guru itu harus memiliki
minimal dasar kompetensi sebagai bentuk wewenang serta juga kemampuan di
dalam menjalankan tugas sebagai guru. Pengertian kompetensi guru ialah suatu
keahlian yang wajib/harus dimiliki oleh seorang guru. Kemampuan tersebut bisa
berupa kemampuan segi ilmu pengetahuan, kemampuan dari segi keterampilan
juga tanggung jawab pada murid-murid yang di didiknya, sehingga akan dapat
memberikan manfaat yang baik. Sebagai guru profesional itu harus mampu untuk
mengembangkan kepribadian, berinteraksi serta juga berkomunikasi, bisa
melaksanakan bimbingan juga melakukan penyuluhan, melaksanakan administrasi
sekolah, menjalankan penelitian sederhana ialah sebagai keperluan dalam
pengajaran, menguasai landasan kependidikan, memahami juga bahan pengajaran,
menyusun sebuah program pengajaran, melaksanakan program pengajaran, serta
juga mengevaluasi hasil dan juga proses belajar mengajar yang telah dijalankan.
B. Ciri-ciri Guru Profesional
Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 10 ayat
1 ciri-ciri guru profesional sebagai berikut
1. Mempunyai kompetensi pedagogic
Yaitu meyangkut kemampuan mengelola pembelajaran. Pengelolaan
pembelajaran yang dimaksudkan tidak terlepas dari tugas pokok yang
harus dikerjakan guru. Tugas-tugas tersebut menyangkut: Merencanakan

68
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil
pembelajaran. Selain tugas pokok dalam pengelolaan pembelajaran, guru
juga melakukan bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstrakulikuler,
serta melaksanakan tugas tambahan yang diamanahkan oleh lembaga
pendidikan.
2. Mempunyai kompetensi kepribadian
Yaitu menyangkut kepribadian yang mantap, berahlak mulia, arif, berwibawa
dan menjadi teladan bagi peserta didik.
3. Mempunyai kompetensi profesi
Yaitu menyangkut penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam.Sebagai tenaga pendidik dalam bidang tertentu sudah
merupakan kewajiban untuk menguasai materi yang menyangkut bidang
tugas yang diampu.Apabila seorang guru tidak menguasai materi secara
luas dan mendalam, bagaimana mungkin mampu memahami persoalan
pembelajaran yang dihadapi di sekolah.Oleh karena itu, untuk menjadi
profesional dalam bidang tugas yang diampu harus mempelajari
perkembangan pengetahuan yang berkaitan dengan hal tersebut.
4. Mempunyai kompetensi sosial
Yaitu menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan
peserta didik, sesama guru, wali murid dan masyarakat. Kemampuan
berkomunikasi dengan baik merupakan salah satu penentu keberhasilan
seseorang dalam kehidupan.Komunikasi dan interaksi yang diharapkan
muncul antara guru dengan siswa berkaitan dengan interaksi yang akrab
dan bersahabat.Dengan demikian diharapkan peserta didik memiliki
keterbukaan dengan gurunya.
Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 10 ayat
1, dapat kita ketahui bahwa ciri-ciri guru profesional sebagai berikut:
1. Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan
atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam

69
mendengar dengan seksama.
2. Punya tujuan jelas untuk pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran
dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.
3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga
bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.
4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik
dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan
bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat
kepada seluruh komponen didalam kelas.
5. Bisa berkomunikasi dengan baik dengan orang tua
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan
membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi
di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka
membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi panggilan telepon, rapat,
email dan sekarang, twitter.
6. Punya harapan yang tinggi pada siswanya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan
mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan
mengerahkan potensi terbaik mereka.
7. Pengetahuan tentang kurikulum
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum
sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga
memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.
8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan
antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk
menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa,

70
bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang
kolaboratif.
9. Selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anak dan proses pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak.
Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan
memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan
siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.
10. Punya hubungan yang berkualitas dengan siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling
hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang
dapat dipercaya.
Menurut Sardiman AM dalam bukunya yang berjudul Interaksi dan Motivasi
Belajar dan Mengajar, dikemukakan bahwa kompetensi guru itu
mencakup:
 Menguasai bahan
 Mengelola program belajar dan mengajar
 Mengelola kelas
 Menggunakan media atau sumber
 Menguasai landasan pendidikan
 Mengelola interaksi siswa untuk kepentingan pengajaran
 Mengenal fungsi dan program layanan dan bimbingan penyuluhan
 Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah serta memahami
prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
C. Upaya dan Masalah Pengempangan Profesionalisme Guru
1. Upaya Pengembangan Guru Profesional
Pengembangan profesionalisme guru merupakan upaya untuk
meningkatkan mutu diri sebagai tenaga pengajar. Profesionalisme
diperlukan untuk menghasilkan wujud dari pembelajaran yang
sebenarnya atau sesuai dengan tujuan pendidikan. Untuk
mengembangkan prrofesionalisme ini diperlukan beberapa cara seperti

71
meningkatkan kompetensi. Menurut Endang ( 2007:1 ) kompetensi
diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang
direflekssikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Berbagai
pengetahuan, keterampilan maupun nilai-nilai dasar yang
ditumbuhkembangkan dalam kehidupan sehari-hari akan membentuk
kemampuan seseorang untuk melaksanakan pekerjaanya. Dalam upaya
untuk membentuk profesionalisme guru diperlukan kemampuan khusus
untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan semestinya. Tidak semua
orang dapat menjadi seorang guru karena berbagai pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai dasar yang dipelajari hanya bisa didapatkan
dengan cara-cara khusus. Hanya orang-orang yang memperoleh ilmu
kependidikan dan keterampilan-keterampilan pedagogislan yang dapat
mengajarkan pekerjaan sebagai guru (Sennen 2017:17).
Semakin berkembangnya zaman, guru dituntut untuk bekerja
lebih keras dan kompleks. Kualifikasi pendidikan saja tidak cukup untuk
menguasai disiplin ilmu tertentu serta mentransferkannya kepada peserta
didik. Seorang guru dituntut untuk memiliki kualifikasi akademik sarjana
pendidikan, memiliki kompetensi dan sertifikat pendidik sesuai dengan
persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu (Sennen
2007:17). Selain itu, guru juga harus selalu menjunjung profesionalisme
dalam bidang pekerjaannya serta selalu bertanggungjawab dalam setiap
melakukan hal apapun. Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan
profesionalitas guru secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1) Pengembangan Intensif
Pengembangan intensif merupakan bentuk pengembangan yang dilakukan
pimpinan terhadap guru yang dilakukan secara intensif tergantung
kebutuhan guru. Pengembangan ini dilakukan dalam bentuk langkah-
langkah yang sistematis mulai dari merencanakan, melaksanakan sampai
evaluasi dan refleksi dilakukan secara berurutan. Teknik yang dapat
digunakan dalam upaya pengembangan intensif ini yaitu melalui pelatihan,

72
penataran, kursus, lokakarya dan laian-lain.
2) Pengembangan Kooperatif
Pengembangan kooperatif merupakan bentuk pengembangan profesionalisme
guru yang dilakukan dengan kerjasama bersama teman sejawat dalam satu
tim secara sistematis. Upaya pengembangan ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuana profesionalisme guru melalui pemmberian
massukan, saran, nasehat dan bantuan melalui teman sejawat. Teknik
pengembangan yang dilakukaan bisa melalui pertemuan KKG atau
MGMP/MGBK. Teknik ini disebut dengan istilah peer suvervision atau
collaborative supervision.
3) Pengembangan Mandiri
Pengembangan mandiri adalah bentuk pengembangan profesialisme yang
dilakukan melalui pengembangan diri sendiri. Bentuk ini memberikan
kebebasan kepada guru untuk melakukan ekplorasi. Dalam pelaksanaannya
bentuk pengembangan ini mengharapkan agar guru dapat merencanakan
kegiatan, melaksanakan kegiatan serta menganalisis balikan untuk
pengembangan diri sendiri. Teknik yang digunakan dapat berupa evaluasi
diri atau penelitian tindakan.
Upaya guru dalam meningkatkan profesionalisme merupakan sebuah
prioritas yang harus diutamakan karena beberapa alasan diantaranya
pertama, persaingan global yang memperbesar peluang terjadinya
mobiltas guru lintas negara. Kedua, seorang guru harus mengikuti
tuntutan perkembangan profesi secara global dan tuntutan masyarakat
yang menghendaki pelayanan yang lebih baik. Menurut Mustofa (2007 :
85) Cara satu-satunya untuk memenuhi standar profesi ini adalah dengan
belajar secara terus menerus sepanjang hayat serta membuka diri atau
mau mendengar dan melihat perkembangan baru dibidangnya. Menurut
Purwanto (2002) guru harus selalu berusaha untuk melakukan hal-hal
seperti :
1) Memahami tuntutan standar profesi yang ada

73
2) Mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan
3) Membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat
organisasi profesi
4) Mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan
pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen.
5) Mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreatifitas dalam pemanfaatan
teknologi komunikasi dan informasi mutakhir agar senantiasa tidak
ketinggalan dalam kemampuannya mengelola pembelajaran.
2. Masalah Pengembangan Profesionalisme Guru
Perkembangan zaman saat ini menuntut semua aspek pendidikan
untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dimasyaraka, termasuk
para guru yang perlu meningkatkan profesionalismenya. Tugas guru
yaitu mengembangka wawasan keilmuan dan membentuk sikap, nilai
serta kematangan kepribadian peserta didik. Namun, dalam
mengembangkan profesionalisme guru tentu akan menemukan kendala
atau masalah dalam pelaksanaanya. Menurut Payong (2004:16) beberapa
permasalahan guru yaitu :
1) Para guru belum siap menerapkan inovasi pembelajaran, mereka cenderung
kembali kepadaa pola-pola pembelajaran konvensional.
2) Program peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru tidak berdampak
secara langsung terhadap peninkatan prestasi peserta didik.
3) Program pengembangan keprofesian berkelanjutan tidak dilihat sebagai
program strategis yang memiliki nilai tambah pada pengayaan wawasan dan
keterrampilan guru.
4) Guru terlibat politik praktis dalam pilkada langsung yang berpengaruh pada
kinerjanya dalam pembelajaran dan hubungan dengan teman sejawat.
5) Guru terjebak dalam pola pikir birokrasi dalam menerapkan kurikulum.
6) Dorongan dan kemauan untuk belajar dan mengembangkan diri belum
diutamakan oleh guru-guru yang tela disertifikasi.
Berbagai masalah yang dihadapi dalam mengupayakan

74
profesionalisme guru yang paling serius yaitu masalah terkait kompetensi
pedagogik dan kompetensi profesional. Aspek pedagogik misalnya guru
yang dinilai belum mampu untuk mengelola pembelajaran secara
maksimal baik dalam hal pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar
maupun pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya. Sedangkan dari aspek profesionalisme yaitu
masih banyaknya guru yang dianggap gagap dalam mmenguaasai materi
ajar secara luas dan mendalam sehingga gagal menyajikan kegiatan
pembelajaran yang bermakna dan bermanfaat bagi peserta didik.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Republik Indonesia nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Akademik dan Kompetensi, rendahnya
penguasaan guru atas kompetensi pedagodik mengungkapkan bahwa
guru tidak cukup kompeten atas sejumlah subkompetensi seperti :
1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial,
kultural, emosional dana intelektual.
2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengaan mata pelajaran atau
bidang yang diampu.
4) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
pembelajaran.
6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasi
berbagai potensi yang dimiliki
7) Bekomunikasi secara efektif, efektif dan santun dengan peserta didik.
8) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran.
10) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Untuk rendahnya penguasaan guru dalam kompetensi profesional

75
mengungkapkan bahwa guru masih lemah dan tidak cukup kompeten
atas sejumlah subkompetensi seperti :
1) Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu.
2) Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang
diampu.
3) Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu
4) Mengembangkan keprofesionan secara berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif.
5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi
dan mengembangkan diri (Departemen Pendidikan Nasional, 2008)
D. Solusi Terhadap Permasalahan Pengembangan Profesionalisme Guru
1. Peningkatan profesionalisme guru
Dalam kaitan ini, menurut Supriadi (1988) untuk menjadi profesional
seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
a. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
b. Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya
serta cara mengajarnya kepada siswa.
c. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai
cara evaluasi
d. Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belejar
dari pengalamannya
e. Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam
lingkungan profesinya.
2. Peningkatan kelayakan mengajar dan kesejahteraan guru
3. Memberikan tunjangan layak hidup bagi guru yang masuk purnatugas
4. Membentuk kebiasaan guru efektif.
SaranTindakan
Seharusnya pemerintah mulai membangun dan memperhatikan kembali
berbagai permasalahan guru di Indonesia. Saya yakin jika pemerintah

76
mau peduli akan kondisi yang terjadi di lapangan, kondisi keterpurukan
pendidikan di negeri ini akan teratasi. Kuncinya adalah istiqomah dan
bersungguh-sungguh dalam memikirkan dan melaksanakan berbagai
solusi yang ada.

77
BAB 9
PERAN LPTK DAN PENGEMBANGAN PENDIDIK PROFESIONAL

A. Konsep Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)


Selama ini (sebelum diberlakukannya UU tentang Guru dan Dosen), secara
eksplisit lembaga yang menghasilkan tenaga kependidikan (guru) di jenjang
pendidikan tinggi adalah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Bentuk
pendidikannya dapat berupa Sekolah Tinggi (STKIP), Institut (IKIP) atau FKIP (di
bawah universitas), dan lain-lain. Adapun penyelenggaraan pendidikannya bersifat
pendidikan akademik maupun profesional. Sebagaimana disebutkan oleh Ibrahim
(1993) bahwa : ‘Dari kedua karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing pendidikan
ini (akademik dan profesional), maka LPTK mempunyai kedua ciri tersebut di atas,
artinya LPTK merupakan pendidikan yang akademik professional”.
Secara umum ada dua fungsi LPTK yaitu : pertama, LPTK yang fungsinya
hanya menyelenggarakan pendidikan prajabatan, dan kedua adalah LPTK yang hanya
menyelenggarakan pendidikan dalam jabatan (Natawidjaya, 1992).
Lebih lanjut Natawidjaja (1993) menyebutkan :
Ada LPTK yang bertugas menghasilkan guru TK, SD, SMP, SMA. Dan ada
LPTK yang khusus bertugas menyediakan guru untuk jenis sekolah tertentu atau
bidang studi misalnya guru pendidikan luar biasa atau guru olahraga kesehatan.
Dengan kata lain tugas pokok LPTK adalah menyelenggarakan pendidikan untuk calon
tenaga kependidikan untuk semua jenjang pendidikan serta keahliannya.
Dari tujuan umum di atas, dirinci tujuan secara khusus yang bersifat operasional, yaitu:
a. Menghasilkan guru SD, SMP dan SMA yang bermutu dan meliputi berbagai
bidang studi sesuai dengan kebutuhan.
b. Menghasilkan tenaga kependidikan lain yang menunjang berfungsinya sistem
pendidikan, seperti petugas administrasi pendidikan , petugas bimbingan dan
konseling, pengembang kurikulum dan teknologi pendidikan, petugas
pendidikan luar sekolah, dan lain-lain sesuai dengan ketentuan sistem.

78
c. Menghasilkan tenaga ahli pendidik dalam membagi bidang studi, yang mampu
memenuhi kebutuhan tenaga pendidik/instruktur bagi lembaga pendidikan
pemerintah maupun swasta.
d. Menghasilkan ilmuan/peneliti dalam ilmu pendidikan baik bidang studi
maupun bidang pendidikan lainnya.
e. Mengembangkan ilmu, teknologi dan seni kependidikan untuk menunjang
praktek profesional kependidikan.
f. Mempersiapkan dan membina tenaga akademik untuk LPTK, sesuai dengan
kebutuhan.
g. Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam jabatan (in-
service) untuk tenaga kependidikan.
h. Melayani usaha perbaikan dan pengembangan aparat pengelola pendidikan
sesuai dengan pengembangan ilmu, metodologi dan teknologi serta seni
kependidikan.
i. Melaksanakan penelitian dalam bidang kependidikan, baik pendidikan formal
maupun pendidikan nonformal dan informal.
j. Melaksanakan program pengabdian pada masyarakat, yang berhubungan
dengan masalah-masalah kependidikan (Natawidjaya, 1993)
Menurut Nurulpaik (2008) bahwa selama ini dikenal ada dua model penyelenggaraan
pendidikan guru yaitu concurrent model dan consecutive model.
1. Concurrent model (model seiring).
Concurrent model yaitu suatu model penyelenggaraan pendidikan guru yang
menyiapkan calon guru yang dilakukan dalam satu napas, satu fase, antara penguasaan
bidang studinya (subject matter) dengan kompetensi pedagogi (ilmu pendidikan).
Model inilah yang dipakai selama lebih dari 50 tahun dalam penyelenggaraan
pendidikan guru di Indonesia. PTPG, FKIP, IKIP, SGB, SGA, SPG, SGO, PGA,
sebagai bentuk LPTK yang pernah ada di Indonesia mengguna-kan model ini.
Model ini mengasumsikan bahwa seorang calon guru sejak awal sudah mulai
memasuki iklim, menjiwai, menyadari akan dunia profesinya. Seorang guru tidak
hanya dituntut menguasai bidang studi yang akan diajarkannya, melainkan juga

79
kompetensi pedagogi, sosial, akademik, dan kepribadian sebagai pendidik. Kompetensi
tersebut bukan sesuatu yang terpisah, melainkan jadi ramuan komposisi yang khas
yang dijiwainya. Kalau guru diasumsikan sebagai petugas profesional, harus disiapkan
secara profesional, secara sengaja untuk jadi guru, juga di lembaga yang sengaja dibuat
dan dipersiapkan untuk mendidik calon guru. Kritik terhadap model ini, penguasan
subject matter (bidang ilmu) dianggap lemah karena perolehan kemampuan bidang
ilmu yang diajarkannya dianggap kurang dari sarjana bidang ilmu (murni). Ini
dianggap kelemahan dan dinisbahkan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan
rendahnya kompentensi guru yang selama ini dipersipkan di LPTK.
2. Consecutive model (pendekatan berlapis).
Asumsi yang dipakai dalam model ini menghendaki penyiapan guru dilakukan
dalam napas atau rangkaian yang berbeda. Artinya, calon guru sebelumnya tidak
dididik dalam setting LPTK. Mereka adalah para sarjana bidang ilmu, kemudian
setelah itu menempuh pendidikan lanjutan di LPTK untuk memperoleh akta
kependidikan yang selama ini diposisikan sebagai lisensi profesi guru. Model ini
menghendaki sarjana dulu di bidangnya kemudian mengikuti pendidikan akta
kependidikan sebagai sertifikasi profesi kependidikan. Keunggulan model ini dianggap
memiliki penguasaan bidang studi lebih baik unggul, tetapi lemah dari aspek
kompetensi ilmu pendidikan (pedagogis), sosial, dan kepribadian sebagai calon guru.
Dalam pola ini penyiapan subject matter.

dengan kompetensi pedagogi, sosial, dan kepribadian adalah hal yang berbeda,
bukan desain pendidikan profesional yang terpadu.
Sejak diberlakukannya UU Guru dan Dosen, nampaknya penyelenggaraan
pendidikan guru saat ini cenderung dilakukan dengan menggunakan concecutive
model, ini dapat dilihat pada 12 yang berbunyi : “Setiap orang yang telah
memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat
menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu”. Salah satu dampak nya adalah
meningkatnya minat dan apresiasi masyarakat terhadap profesi guru. Disamping itu,
UU tersebut juga menggariskan bahwa profesi guru minimal berpendidikan S-1 atau
D-4, baik kependidikan maupun no- nkependidikan. Hal ini mengisyaratkan bahwa

80
profesi guru merupakan profesi yang bersifat terbuka, bukan hanya bagi lulusan dari
lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), melainkan pula dari non-LPTK.
Lalu apa urgensi eksistensi LPTK kalau profesi guru itu pun secara yuridis
dan akademik berhak dimasuki oleh mereka yang tidak dipersiapkan di LPTK.
Mereka yang berlatar pendidikan dari non-LPTK/nonkependidikan untuk menjadi
guru cukup mengikuti pendidikan sertifikasi profesi guru.
Pertanyaannya sekarang adalah manakah yang lebih baik dari kedua model
penyelenggaraan pendidikan tersebut (concurrent atau consesutive). Jawabannya
masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan, disamping itu tergantung
kepada penafsiran apakah sebaiknya profesi guru merupakan profesi yang tertutup
atau terbuka. Artinya :
 Jika profesi guru adalah “profesi tertutup’, maka concurrent model yang
dijadikan acuannya dengan memberikan penguatan lebih dalam pada
penguasaan bidang ilmu (subject matter). Artinya, perguruan tinggi yang
berperan sebagai LPTK harus semakin diperkuat dan didorong untuk lebih bagus
lagi. Pemerintah pun wajib memberikan perhatian yang tinggi terhadap
penyelenggaraan pendidikan guru di LPTK. Sejalan dengan semakin
bergengsinya profesi guru maka LPTK akan semakin menjadi perhatian publik
dan minat menjadi guru akan semakin kompetitif.
 Jika profesi guru adalah “profesi terbuka”, maka berarti model concecutive yang
dijadikan acuan. Akibatnya akan terjadi kecenderungan tereduksinya
keberadaan LPTK hanya sebagai lembaga sertifikasi profesi guru semakin
mendekati kenyataan, sebab untuk menjadi guru, tidak perlu studi di LPTK.
Berlatar belakang perguruan tinggi apapun (sepanjang bidang studinya relevan)
bila akan jadi guru cukup mengikuti pendidikan sertifikasi profesi guru yang
diselenggarakan oleh pemerintah di LPTK. Lebih lanjut Nurulpaik (2008)
mengatakan bahwa : “disinilah keharusan redefinisi dan refungsi kelembagaan
LPTK. Yang diperlukan adalah keputusan yang jelas dan tegas dari pemerintah
dalam menetapkan model mana yang akan dipilih dalam penyelenggaraan
pendidikan guru”.
Dari kedua model di atas dan jika melihat semangat UU No. 14 Tahun 2005,
nampaknya yang dijadikan rujukan dewasa ini tampaknya consecutive model akan

81
menjadi arah baru model pendidikan guru di Indonesia. Dengan demikian, menurut
Nurulpaik (2008) implikasinya bahwa LPTK hanya akan difungsikan sebagai
lembaga sertifikasi dan universitas eks IKIP harus secara total berubah menjadi
universitas biasa, tidak lagi menjadi universitas yang diperluas fungsinya (wider
mandate) dengan basis ke-LPTK-an.
Kalau dicermati dari pendapat Nurulpaik (2008) di atas, tampaknya ini
merupakan tantangan yang dihadapi oleh LPTK saat ini.
Belum lagi adanya “pengakuan” yang muncul dari seorang mantan mahasiswa
LPTK, bahwa LPTK banyak mengajarkan hal-hal yang tidak maching dengan apa
yang diperlukan guru di sekolah. Saya tidak pernah diajarkan cara membuat program
tahunan atau semesteran. LPTK hanya mengajarkan membuat satuan pelajaran.
(http://webersis.com/2007/05/19/guru-dan-lptk/ ).
Dari “pengakuan” di atas, juga merupakan tantangan bagi LPTK, artinya
hal-hal yang berkenaan dengan perencaaan pembelajaran seharusnya memang
menjadi tugas LPTK membekali mahasiswa calon guru. Akan tetapi masalahnya
sekarang apakah pengakuan tersebut benar adanya ? artinya apakah tidak mungkin
bahwa yang bersangkutan saja yang tidak mengetahui hal tersebut ? Kalaupun
seandainya benar adanya, mungkin itu hanya terjadi pada LPTK dimana mahasiswa
tersebut belajar. Terlepas dari apapun faktanya, kiranya perlu dicermati artinya
LPTK hendaknya berupaya sebisa mungkin untuk memberkali mahasiswanya
dengan kompetensi yang dibutuhkan mereka kelak menjadi seorang guru yang
profesional. Bagaimana sesunguhnya yang dikatakan dengan guru yang profesional
? yang dijelaskan pada uraian berikut ini.

B. Guru yang profesional


Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah, demikian disebutkan di dalam pasal 1 UU No.14 Tahun 2005. Selanjutnya
disebutkan di dalam pasal 8 bahwa : Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan

82
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selain itu guru saat ini dituntut untuk
memiliki kualifikasi akademik minimal S1 atau D IV, serta memiliki kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi
Menjadi guru yang profesional haruslah dimulai dari sejak awal ketika seseorang
bercita-cita untuk menjadi guru. Arends (1989:37) menyebutkan :
...how beginning teachers can start the process of becoming effective teachers by
learning how to access the knowledge base on teaching an how to reflect on their
experiences.
Bagaimana kriteria seorang pendidikan yang dikatakan profesional ? Untuk
menjawab pertanyaan ini, terlebih dulu kita harus mengetahui apa arti profesional.
Berdasarkan pasal 1 UU No. Tahun 2003 dinyatakan bahwa: profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Di dalam pasal 7 UU No. 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa prinsip
profesionalitas dari profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang
diselenggara-kan berdasar-kan prinsip :
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Dalam upaya menghasilkan guru yang profesional tersebut berbagai harapan
yang ditumpukan kepada LPTK. Ersis (2008) mengatakan bahwa “mendidik guru di
LPTK idealnya memang “siap pakai”. Tetapi ingat, pada dasarnya sifatnya adalah
pre-service training. Mahasiswa dipersiapkan sesuai kondisi obyektif ketika dididik,
sesuai “kemampuan” LPTK. Selanjutnya Ersis mengatakan apabila sudah menjadi

83
guru, apa yang didapat di LPTK jangan dijadikan sesuatu yang permanen. Harus ada
in service training. Ini garapan Dinas Pendidikan Kota, Kabupaten, atau Provinsi.
Jika dicermati dari pendapat di atas, tentu kita setuju sebab faktanya adalah
ilmu pengetahuan, keterampilan dan teknologi tidaklah bersifat statis melainkan
dinamis. Artinya ilmu pengetahuan dan keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan
dan keterampilan di bidang keguruan) berkembang sangat cepat.

Teori-teori baru, kurikulum baru, metode baru, dan seterusnya, bisa jadi
merupakan bahan yang up-to date ketika mereka masih belajar di LPTK, namun
ketika mereka kelak menjadi guru beberapa tahun kemudian ilmu pengetahuan,
teknologi dan keterampilan yang mereka tersebut sudah ketinggalan atau bahkan
tidak digunakan lagi. Dengan demikian seakan-akan yang telah mereka dapatkan di
bangku kuliah sudah tidak terpakai lagi.
Sejak diberlakukannya UU Guru dan Dosen, profesi guru semakin bergengsi
dan menjadi profesi yang dicita-citakan, terlebih lagi UU tersebut mengisyaratkan
bahwa profesi guru merupakan profesi yang terbuka, maka beberapa harapan yang
muncul terhadap LPTK sebagai “produsen guru” atau sebagai penyelenggaraan
pendidikan guru, diantaranya hendaknya LPTK dapat senantiasa meningkatkan
kualitasnya, baik di segi sumber daya manusianya, fasilitas, sarana dan
prasarananya.
 dalam upaya meminimalisir kemungkinan munculnya “kesenjangan” antara apa
yang telah dipelajari oleh mahasiswa ketika mereka masih di LPTK dengan
kenyaataan yang ditemui ketika mereka kelak menjadi guru, hendaknya LPTK
senantiasa mengevaluasi kurikulum-nya secara berkala dan kontinu.
 Hendaknya LPTK menjalin kerjasama dengan Lembaga Penjamin Mutu
Pendidikan setempat dan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui
peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan
 Menjalin kerjasama dengan dinas pendidikan dan instansi lain yang relevan guna
memperoleh masukan mengenai pelaksanaan tugas guru-guru yang berada di
wilayahnya, mengadakan kerjasama dalam melaksanakan in service training.

84
BAB 10
PERAN PENDIDIK DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM,
PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN DI PERSEKOLAHAN DAN
PERGURUAN TINGGI

A. Pendidik Dalam Pengembangan Kurikulum


Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Sebagai suatu rencana atau program, kurikulum tidak akan bermakna manakala tidak
diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga sebaliknya, tanpa
kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka pembelajaran tidak akan berlangsung secara
efektif. Persoalan tentang bagaimana mengembangkan suatu kurikulum, bukanlah hal
yang mudah dan tidak sesederhana yang kita bayangkan. Dalam pengembangan
kurikulum ada komponen-komponen kurikulum yang harus diperhatikan antara lain
komponen tujuan, komponen isi, komponen metode dan komponen evaluasi.

Dalam pembahasan ini, lebih menitik beratkan pada komponen metode.


Dimana komponen metode merupakan komponen yang memiliki peran sangat penting,
sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum. Metode meliputi rencana, dan
perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Upaya untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun tercapai secara optimal, dinamakan metode. Kaitannya dengan
pembelajaran, ada yang disebut metode pembelajaran. Metode pembelajaran
merupakan adalah pola umum rencana interaksi antara siswa dengan guru dan sumber
belajar lainnya pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Dalam pembelajaran guru memiliki peran penting, karena guru yang
berinteraksi langsung dengan peserta didik (subjek kurikulum 2013) sehingga secara
tidak langsung kesuksesan untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 tergantung
pada keterampilan guru. Karena mereka mempunyai andil besar dalam menerapkan
kurikulum tersebut.
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (siswa)

85
untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Pendidik, peserta didik, dan tujuan
pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk suatu
triangle, jika hilang salah satu komponen, hilang pulalah hakikat pendidikan. Dalam
situasi tertentu tugas guru dapat diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti oleh
media teknologi, tetapi tidak dapat digantikan. Mendidik adalah pekerjaan
professional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan
pendidik professional. (Sukmadinata, 2002 : 191)
Departemen pendidikan dan kebudayaan (1980) telah merumuskan
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokkannya atas tiga
dimensi umum kemampuan, yaitu; kemampuan professional, kemampuan sosial, dan
kemampuan personal (Arif, 2009: 130). Kemampuan professional disini bukan hanya
dalam penguasaan materi pelajaran, akan tetapi juga memiliki dan mengetahui strategi,
permainan edukasi, ide atau sesuatu yang dapat menciptakan suasana aktif dalam
pembelajaran yang bermakna.
Kurikulum memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab berkaitan
dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan
kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Seiring dengan perkembangan jaman
dan tuntutan dari masyarakat, maka dunia pendidikan harus melakukan inovasi dalam
pendidikan. Inovasi pendidikan akan berjalan dan mencapai sasarannya jika progam
pendidikan tersebut dirancang dan di implementasikan sesuai dengan kondisi dan
tuntutan jaman. Sebagai implikasi dari pentingnya inovasi pendidikan menuntut
kesadaran tentang peranan guru.
Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru mempunyai
kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Murray peran guru dalam kurikulum adalah sebagai berikut:

86
(Sumardi, 2009: 19) Pertama, sebagai implementers, guru berperan untuk
mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya, guru
hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum. Dalam pengembangan
kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam
mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. Akibatnya kurikulum bersifat
seragam antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru hanya
sekadar pelaksana kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam
merekayasa pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai
pembaruan. Mengajar dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai
tugas rutin atau tugas keseharian.
Kedua, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana
kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan
kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan
kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini
sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para perancang kurikulum hanya
menentukan standat isi sebagai standar minimal yang harus dicapai, bagaimana
implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya
ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas
dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
Ketiga, peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenganan
dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi
pelajaran yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus
dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang
kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik,
visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.
Keempat, adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum
researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang
memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam
melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji
berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji

87
efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya
termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum.
Metode yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson
Study.
B. Definisi Pengembangan Kurikulum
Pada dasarnya pengembangan kurikulum adalah mengarahkan kurikulum
sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang
sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam diri sendiri dengan harapan
agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Definisi lain
menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum
agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan
dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar mengajar
antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang
disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber, dan alat pengukur pengembangan
kurikulum yang mengacu pada kreasi sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran
kurikulum lainnya untuk memudahkan proses belajar mengajar.
1. Berikut ini adalah beberapa karakteristik dalam pengembangan kurikulum:
Rencana kurikulum harus dikembangkan dengan tujuan (goals dan general
objectifes) yang jelas.
2. Suatu progam atau kegiatan yang dilaksanakan di sekolah merupakan bagian
dari kurikulum yang dirancang selaras dengan prosedur pengembangan
kurikulum.
3. Rencana kurikulum yang baik dapat menghasilkan terjadinya proses belajar
yang baik karena berdasarkan kebutuhan dan minat siswa.
4. Rencana kurikulum harus mengenalkan dan mendorong difersitas diantara para
pelajar.
5. Rencana kurikulum harus menyiapkan semua aspek situasi belajar mengajar,
seperti tujuan konten, aktifitas, sumber, alat pengukuran, penjadwalan, dan
fasilitas yang menunjang.
6. Rencana kurikulum harus dikembangkan dengan karakteristik siswa pengguna.

88
7. Rencana kurikulum sebaiknya merefleksikan keseimbangan antara kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
Beauchamp mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum yaitu,
( Ibrahim, 2006 ) :

1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengn perumusan tentang rangkaian


kejadian yang dicakupnya.
2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai – nilai dan
sumber-sumber yang menjadi titik tolaknya.
3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik desain kurikulumnya.
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan
kurikulum serta interaksi diantara proses tersebut.
5. Setiap teori kurikulum hendaknya mempersiapkan ruang untuk dilakukannya
proses penyempurnaan
C. Kerangka Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum harus mengacu pada sebuah kerangka umum, yang
berisikan hal – hal yang diperlukan dalam pembuatan keputusan. Ada beberapa hal
yang diperlukan dalam pengembangan kurikulum.
Asumsi, Tujuan pengembangan kurikulum, Penilaian kebutuhan, Konten
kurikulum, Sumber materi kurikulum, Implementasi kurikulum, Evaluasi kurikulum,
Keadaan di masa mendatang. Pesatnya perubahan dalam kehidupan sosial, ekonomi,
teknologi, politik serta berbagai peristiwa lainnya memaksa kita semua berfikir dan
merespon setiap perubahan yang terjadi. Dalam pengembangan kurikulum, pandangan
dan kecenderungan pada kehidupan masa datang sudah menjadi hal yang urgen. Setiap
rencana pengembangan kurikulum harus memasukkan pertimbangan kehidupan di
masa depan, serta implikasinya Kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya
yakni kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai
sebuah dokumen kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum
sebagai implementasi adalah realisasi dari pedoman tersebut dalam kegiatan
pembelajaran. Guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi

89
kurikulum.
Dalam Bahan Uji Publik Kurikulum 2013, proses pembelajaran dirancang
berpusat pada peserta didik (student centered active learning), tidak lagi berpusat pada
guru (teacher centered learning). Selain itu, sifat pembelajaran yang kontekstual
artinya, guru tidak hanya beracuan pada buku teks saja tetapi juga harus mampu
mengkaikan materi yang disampaikannya secara kontekstual. Selain itu, rancangan
kurikulum 2013 bersifat sentralistik, dimana pemerintah pusat dan daerah memiliki
kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
Pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks dan pedoman,
termasuk penyusunan silabus dan RPP. Karena semua komponen kurikulum sudah
diatur oleh pemerintah, maka guru perlu menyesuaikan diri (beradaptasi) agar
implementasi kurikulum 2013 dapat terlaksana dengan baik. Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Mohammad Nuh menuturkan untuk menghadapi penerapan Kurikulum
2013 ini, guru harus mengikuti pelatihan cara mengajar yang mesti dijalani selama 52
jam. Waktu pelatihan 52 jam ini hanya pelatihan awal saja, ke depannya ada model
pendampingan dalam pelaksanaan guru mengajar.
D. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Kurikulum memiliki dua sisi yang sama penting, yaitu kurikulum sebagai
dokumen dan kurikulum sebagai implementasi. Sebagai sebuah dokumen kurikulum
berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi merupakan
realisasi dari dokumen dalam bentuk kegiatan pembelajaran di kelas. Keduanya
merupakan dua hal yang tak terpisahkan, ada kurikulum berarti ada pembelajaran, dan
sebaliknya ada pembelajaran ada kurikulum.
Implementasi kurikulum memerlukan seseorang yang berperan sebagai
pelaksananya. Guru merupakan factor penting dalam implementasi kurikulum karena
ia merupakan pelaksana kurikulum. Karena itu guru dituntut memiliki kemampuan
untuk mengimplemntasikannya, tanpa itu Kurikulum tidak akan bermakna sebagai alat
pendidikan, dan sebaliknya pembelajaran tidak akan efektif tanapa kurikulum sebagai
pedoman.
Dengan demikian guru menempati posisi kunci dalam implenentasi kurikulum.

90
Selanjutnya dalam proses pengembangan kurikulum peran guru lebih banyak dalam
tataran kelas. Murray Print (1993) mengemukakan peran guru dalam tingkatan tersebut
sebagai berikut:
1. Implementer
Sebagai implementer, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang
sudah ada. Di sini guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus
kurikulum. Guru tidak memiliki kesempatan baik untuk menentukan isi
kurikulum maupun menentukan target kurikulum. Peran guru hanya sebatas
menjalankan kurikulum yang telah disusun. Peran ini pernah dilaksanakan di
Indonesia yaitu sebelum reformasi, yaitu guru sebagai implementator
kebijakan kurikulum yang disusun secara terpusat, dituangkan dalam Garis-
Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Dalam GBPP yang berbentuk
matrik telah ditentukan dari mulai tujuan yang harus dicapai, materi pelajaran
yang harus disampaikan, cara yang harus dilakukan, hingga alokasi waktu
pelaksanaan. Dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga
teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai
ketentuan. yang ada. Kurikulum bersifat seragam, sehingga apa yang
dilakukan guru di Indonesia bagian timur sama dengan apa yang dilakukan
guru di Indonesia bagian barat. Dengan terbatasnya peran guru di sini, maka
kreatifitas guru dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran tidak
berkembang. Guru tidak ada motivasi untuk melakukan berbagai pembaruan.
Mengajar mereka anggap sebagai tugas rutin dan keseharian, dan bukan
sebagai tugas profesional
2. Adapter
Pada peran ini guru memiliki peran lebih dari sekedar pelaksana kurikulum,
tetapi sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan dan kebutuhan
siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberikan kewenangan untuk
mnyesuaikan kurikuum dengan kebutuhan daerah ataupun karakteristik
sekolah. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
sekarang dikembangkan di Indonesia, terdapat peran guru dalam fase ini,

91
yaitu bahwa para perancang kurikulum hanya menentukan standar isi sebagai
standar minimal yang harus dicapai, bagaimana implementasinya, kapan
waktunya, dan hal-hal teknis lainnya ditentukan oeh guru. Dengan demikian
peran guru sebagai adapter lebih luas dibandingkan dengan peran sebagai
implementer
3. Developer
Dalam tingkat ini guru berperan sebagai pengembang kurikulum, guru
memiliki kewenangan dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru tidak hanya
bisa menentukan tujuan dan isi pelajaran yang akan disampaikan, tetapi bahkan
dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan dan system evaluasi
apa yang akan digunakannya. Sebagai pengembang kurikulum guru
sepenuhnya dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, misi dan
visi sekolah/madrasah, serta sesuai dengan pengalaman belajar ayang
diperlukan anak didik. Dalam KTSP peran ini dapat dilihat dalam
pengembangan kurikulum muatan lokal. Dalam pengembangan kurikulum
muatan lokal, sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing satuan
pendidikan, karena itu kurikulum yang berkembang da;at berbeda antara
lembaga yang satu dengan lembaga yang lainnya. Kurikulum dikembangkan
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan
4. Researcher
Fase terakhir adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum
researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas professional
gurub yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai
guru. Dala mperan ini guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai
komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji
efektivitas program, strategi maupun model pembelajaran, termasuk
mengumpulkan data tenatang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum.
Salah satu metode yang dianjurkan dalam penelitian adalah metode Penelitian
Tindakan Kelas (PTK), yakni metode peneitian yang berangkat dari masaah
ayang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru

92
berinisiatif melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian, PTK merupakan salah
satu metode yang tidak hanya menambah wawasan guru dan menambah
profesionalismenya, tetapi secara terus-menerus dapat meningkatkan kualitas
kinerjanya.
E. Peran Pendidik Dalam Pembelajaran
Merujuk pada fungsi kurikulum dalam proses pembelajaran yang menjadi alat
mencapai tujuan pendidikan, maka sebagai alat pendidikan, kurikulum mempunyai
komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lain. Yang mana
salah satu komponen tersebut adalah komponen proses belajar mengajar. Komponen
ini tentunya sangatlah penting dalam suatu proses pembelajaran. Tujuan akhir dari
proses belajar mengajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku anak. Komponen ini
juga punya kaitan erat dengan suasana belajar di ruangan kelas maupun diluar
kelas.Berbagai upaya pendidik untuk menumbuhkembangkan motivasi dan kreativitas
dalam belajar, baik di dalam kelas maupun individual (di luar kelas), merupakan suatu
langkah yang tepat.
Dalam kaitannya peran guru dalam proses pembelajaran, Gage dan Berliner
(dalam Suyono dan Hariyanto) melihat ada tiga fungsi utama guru dalam pembelajaran,
yaitu sebagai perencana (planner), pelaksana dan pengelola (organizer) dan penilai
(evaluator). Sementara itu, Abin Syamsuddin Makmur (2000) dalam kaitan dengan
pendidikan sebagai media dan wahana transfer sistem nilai berpendapat bahwa ada
lima peran dan fungsi guru, yaitu sebagai konservator (pemelihara) sistem nilai yang
merupakan sumber norma-norma kedewasaan, innovator (pengembang) sistem nilai
ilmu pengetahuan, sebagai transmitor (penerus) sistem nilai tersebut kepada peserta
didik, transformator (penerjemah) sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam
pribadi dan perilaku, melalui proses interaksi dengan peserta didik, serta organisator
(penyelenggara) terciptanya proses edukasi yang dapat dipertanggung jawabkan dalam
proses transformasi sistem nilai.
Dari gambaran kelas masa depan, Gary Flewelling dan William Higginson
(2003) menggambarkan peran guru sebagai berikut:

93
1. Memberikan stimulasi kepada siswa dengan menyedian tugas-tugas
pembelajaran yang kaya (rich learning tasks) dan terancang dengan baik untuk
meningkatkan perkembangan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial;
2. Berinteraksi dengan siswa untuk mendorong keberanian, mengilhami,
menantang, berdiskusi, berbagi, menjelaskan, menegaskan, merefleksi, menilai
dan merayakan perkembangan, pertumbuhan dan keberhasilan;
3. Menunjukkan manfaat yang diperoleh dari mempelajari suatu pokok bahasan;
4. Berperan sebagai seseorang yang membantu, seseorang yang mengerahkan dan
memberi penegasan, seseorang yang memberi jiwa dan mengilhami siswa
dengan cara membangkitkan rasa ingin tahu, rasa antusias, gairah dari seorang
pembelajar yang berani mengambil resiko (risk taking learning), dengan
demikian guru berperan sebagai pemberi informasi (informer), fasilitator, dan
seorang artis
Dalam kaitan ini Earl V. Pullias dan James D. Young (1968)9 dalam bukunya
A Teacher Is a Many Thing mengutarakan ada empat belas karakteristik yang melekat
pada guru yang unggul itu adalah sebagai berikut:(guru sebagai guru), (Guru sebagai
teladan), (Guru sebagai penasihat), (Guru sebagai pemegang otoritas), (Guru sebagai
pembaharu), (Guru sebagai pemandu), (Guru sebagai pelaksana tugas rutin), (Guru
sebagai insan visioner), (Guru sebagai pencipta), (Guru sebagai orang yang realistis),
(Guru sebagai penutur cerita dan seorang actor), (Guru sebagai pembongkar kemah),
(Guru sebagai peneliti), (Guru sebagai penilai).
Dr. Oemar Hamalik dalam bukunya Psikologi Belajar dan Mengajar menulis
peran guru peran guru yang pertama sebagai pengajar, salah satu tugas yang harus
dilaksanakan oleh guru disekolah ialah memberikan pelayanan kepada para siswa agar
mereka menjadi siswa atau anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah itu. kedua
sebagai pembimbing, guru memberikan bimbingan bantuan terhadap individu untuk
mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan
penyesuaian diri secara maksimum terhadap sekolah, keluarga, serta masyarakat.
Peranan guru dianggap dominan menurut Dr Rusman, Mpd diklasifikasikan
sebagai berikut:

94
1. Guru sebagai demonstrator Melalui perannya sebagai demonstrator,
guru hendaknya menguasai bahan atau materi belajaran yang akan
diajarkan dan mengembangkannya, karena hal ini akan sangat
menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
2. Guru sebagai pengelola kelas Dalam perannya sebagai pengelola kelas
(learning managers). Guru hendaknya mampu melakukan penanganan
pada kelas, karena kelas merupakan lingkungan yang perlu diorganisasi.
3. Guru sebagai mediator dan fasilitator Sebagai mediator, guru
hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup untuk
media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat
komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Begitu
juga guru sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan
sumber belajar yang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian
tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku
teks, majalah, ataupun surat kabar.
4. Guru sebagai evaluator Guru sebagai evaluator yang baik, guru
hendaknya melakukan penilaian untuk mengetahui apakah tujuan yang
telah dirumuskan itu tercapai apa tidak, apakah materi yang diajarkan
sedah dikuasai atau belum oleh siswa, dan apakah metode yang
digunakan sudah cukup tepat.
Sementara itu Ivor K. Davies (dalam Suyono dan Hariyanto)12
mengungkapkan adanya enam peran dan fungsi guru terdiri dari; a scene
designer (perancang adegan) dengan asumsi suasana pembelajaran adalah
teater dengan guru sebagai sutradaranya, a builder (pembangun) membangun
kecakapan dan keterampilan peserta didik secara utuh, a learner (pembelajar)
bahwa sambil mengajar guru belajar, sehingga siswa adalah seorang co-learner.
Kemudian juga sebagai an-emancipator (penggagas dan pelaksana emansipasi)
guru harus secara adil memberikan kesempatan kepada semua murid untuk
mengembangkan potensinya dengan tidak memandang jenis kelamin, ras,
bangsa, suku, agama, dan posisi sosial ekonominya, a conserver (pemelihara,

95
pelestari) melalui pembelajaran guru melakukan pelestarian nilai-nilai luhur
bangsa, serta a culminate (peraih titik puncak), guru merancang pembelajaran
dari awal sampai akhir (kulminasi) dari yang sederhana menuju yang kompleks,
selanjutnya bersama siswa meraih titik puncak berupa kesuksesan
pembelajaran.

96
BAB 11
PENGEMBANGAN KODE ETIK PADA PROFESI KEPENDIDIKAN

A. Pengertian Kode Etik Guru


Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata
cara sebagai pedoman berperilaku.
Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau
aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik
menggambarkan nilainilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam
standaart perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk
memberikan pengabdian kepada masyarakat.
Berikut beberapa pengertian kode etik :
1. Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Pasal 28 menyatakan bahwa "Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik
sebagai pedoman sikap, tingkah laku perbuatan di dalam dan di luar kedinasan".
Dalam Penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan dengan adanya Kode
Etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, Abdi Negara, dan Abdi
Masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam
melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya
dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip
pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari
uraian ini dapat di simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup
sehari- hari.
2. Kongres PGRI ke XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa
Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah
laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiaan bekerja
sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: (1) sebagai

97
landasan moral, dan (2) sebagai pedoman tingkah laku.
Berikut ada pengertian, tujuan dan fungsi kode etik guru indonesia :
Pasal 1
1. Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh
guruguru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas
profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
2. Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pasa ayat (1) pasal ini
adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang
boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugastugas profesionalnya
untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar
sekolah.
Pasal 2
1. Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan
menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang
dilindungi undang-undang.
2. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral
yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam
hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan
seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama,
pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.
B. Tujuan Kode Etik Guru
Pada dasarnya tujuan merumuskankode etik dalam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum
tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:
1. Menjunjung tinggi martabat profesi Dalam hal ini kode etik dapat menjaga
pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan
sampai memandang rendah atau remes terhadap profesi akan melarang. Oleh
karenya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-
tanduk atauk kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik

98
profesi terhadap dunia luar. Dari segin ini, kode etik juga sering kali disebut
kode kehormatan.
2. Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya Kesejahteraan di sini
meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin
(spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi,
kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan kesejahteraan para
anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorium
anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang
mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan
rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi,
kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk para anggotanya untuk
melaksanakan profesinya.
3. Meningkatkan pengabadian para anggota profesi Tujuan lain kode etik dapat
juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabian profesi, sehingga bagi
anggota profesi daapat dengan mudah megnetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik
merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi
dalam menjalankan tugasnya.
4. Meningkatkan mutu profesi Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga
memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha
untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
5. Meningkatkan mutu organisasi profesi Untuk meningkatkan mutu organisasi
profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartispasi
dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang
organisasi. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu
profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi,
menjaga dan memelihara kesejateraan para anggota, meningkatkan pengabdian
anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.
C. Penetapan Kode Etik Guru

99
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku
dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu
kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh
dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang
yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota yang bukan atau tidak menjadi
anggota profesi tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh
yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang
yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi
profesi yang bersangkutan. Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara
otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada
jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap
anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat
dikenakan sanksi.
D. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Adapun sanksi yang dikenakan kode etik guru tersebut adalah guru dapat
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru, karena : 1. Melanggar
sumpah dan janji jabatan. 2. Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama. 3. Melalaikan kewajiban dalam melaksanakan tugas selama 1 bulan atau lebih
secara terus menerus.
Sanksi terhadap guru dapat juga berupa : 1. Teguran 2. Peringatan tertulis 3.
Penundaan pemberian hak guru 4. Penurunan Pangkat 5. Pemberhentian dengan
hormat 6. Pemberhentian tidak dengan hormat.
Berikut ini ada pelaksanaan, pelanggaran dan sanksi dalam kode etik guru indonesia :
Pasal 7
1. Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kode
Etik Guru Indonesia.
2. Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru
Indonesia kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan
pemerintah.
Pasal 8

100
1. Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakana Kode
Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan
dengan profesi guru.
2. Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku. (3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran
ringan, sedang, dan berat.
Pasal 9
1. Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran
terhdap Kode Etik Guru Indonesia menjadi wewenang Dewan Kehormatan
Guru Indonesia.
2. Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak
bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan
perundang-undangan.
3. Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
4. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan
kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan
martabat profesi guru.
Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia
wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru,
atau pejabat yang berwenang.
E. Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan
norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam dalam
suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode etik Guru Indonesia adalah sebagai
landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan
tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian maka Kode Etik Guru
Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional

101
para anggota profesi keguruan.
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada
umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa pancasila dan setiap Undang-Undang Dasar
1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk
menunaikan karyanya dengan memedomani pedoman dasar-dasar sebagai berikut :
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia
pembangun yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai
dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi
tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk
penyalahgunaan.
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan
dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
5. Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya
maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha
mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya.
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik
berdasarkan lingkungan maupun didalamhubungan keseluruhan.
8. Guru bersama-sama memelihara membina dan meningkatkan mutu
Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengabdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
Pemerintah dalam bidang Pendidikan.

102
BAB 12
PERAN PENDIDIK DALAM LAYANAN BP DAN BK DI SEKOLAH DAN
PERGURUAN TINGGI

A. Guru sebagai pendidik dan pembimbing


1. Guru Sebagai Pendidik

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi
para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki
standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakaup tanggung jawab, wibawa,
mandiri, dan disiplin.9 Dalam tugasnya yang pokok yaitu mendidik, guru harus
membantu agar anak mencapai kedewasaan secara optimal, artinya kedewasaan
yang sempurna sesuai dengan norma dan sesuai pula dengan kodrat yang
dimilikinya.
Guru juga harus bisa menanamkan konsep diri pada si anak didik. Yang
dimaksud konsep diri ini adalah ”pandangan sesorang tentang dirinya sendiri yang
menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan
perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang
lain.”
Konsep diri yang dimaksud adalah bayangan seseorang tentang keadaan
dirinya sendiri pada saat ini dan bukanlah bayangan ideal dari dirinya sendiri
sebagaimana yang diharapkan atau yang disukai oleh individu yang bersangkutan.
Konsep diri berkembang dari pengalaman seseorang tentang berbagai hal
mengenai dirinya sejak ia kecil, terutama yang berkaitan dengan perlakuan orang
lain terhadapnya.
Dalam peranan ini guru harus memperhatikan aspek-aspek pribadi setiap
murid, antara lain aspek kematangan, bakat, kebutuhan, kemampuan, sikap dan
sebagainya agar kepada mereka dapat diberikan bantuan dalam mencapai tingkat
kedewasaan yang optimal. Hal ini mengandung arti bahwa gurupun turut
bertanggungjawab dalam penyelenggaraan Bimbingan dan Penyuluhan. Guru

103
harus terlibat di dalamnya.
Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta memahami
nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berprilaku dan berbuat sesuai
dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap
segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Berkenaan dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan dalam
merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam
pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan.
2. Guru Sebagai Pembimbing
Sebagai seorang petugas bimbingan guru merupakan tangan pertama dalam
usaha membantu memecahkan kesulitan murid-murid yang menjadi anak didiknya.
Gurulah yang paling banyak dan sering berhubungan dengan murid- murid, terutama
dalam kegiatan kurikuler. Jadi jelaslah bahwa tugas guru tidak hanya terbatas dalam
memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada murid-muridnya,
akan tetapi guru mempunyai pula tanggungjawab untuk membantu dan mengawasi
murid-murid.
Guru berkewajiban memberikan bantuan kepada murid agar mereka mampu
menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenal diri
sendiri, dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Muruid-murid membutuhkan
bantuan guru dalam hal mengatasi kesulitan-kesulitan pribadi, kesulitan pendidikan,
kesulitan memilih pekerjaan, kesulitan dalam hubungan sosial, dan interpersonal
Karena itulah guru perlu memahami dengan baik tentang teknik bimbingan
kelompok, individual, teknik mengumpulkan keterangan, teknik evaluasi, statistik
penelitian, psikologi kepribadian, dan psikologi belajar. Harus dipahami bahwa
pembimbing yang terdekat dengan murid adalah guru. Karena murid menghadapi
masalah di mana guru tidak sanggup memberikan bantuan cara memecahkannya, baru
meminta bantuan kepada ahli bimbingan (guidance specialist) untuk memberikan
bimbingan kepada anak yang bersangkutan.

104
Sehubungan dengan peranannya sebagai pembimbing, maka seorang
guru harus:
a. Mengumpulkan data tentang murid.
b. Mengamati tingkah laku murid dalam situasi sehari-hari.
c. Mengenal murid-murid yang memerlukan bantuan khusus.
d. Mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orang tua murid,
baik secara individuil maupun secara kelompok untuk memperoleh
saling pengertian dalam pendidikan anak.
e. Bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya
untuk membantu memecahkan masalah murid.
f. Membuat catatan pribadi murid serta menyiapkannya dengan baik.
g. Menyelenggarakan bimbingan kelompok atau individuil.
h. Bekerja sama dengan petugas-petugas lainnya untuk
membantu memecahkan masalah murid-murid.
i. Bersama-sama dengan petugas lainnya, menyusun program
bimbingan sekolah.
j. Meneliti kemajuan murid baik di sekolah maupun di luar sekolah
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (Journey), yang
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran
perjalanan itu. Istilah perjalanan merupakan suatu proses belajar, baik dalam kelas
maupun di luar kelas yang mencakup seluruh kehidupan. Analogi dari perjalanan itu
sendiri merupakan pengembangan setiap aspek yang terlibat dalam proses
pembelajaran. Setiap perjalanan tentu mempunyai tujuan, kecuali orang yang berjalan
secara kebetulan. Keinginan, kebutuhan, dan bahkan naluri manusia menuntut adanya
suatu tujuan. Suatu rencana dibuat, perjalanan dilaksanakan, dan dari waktu ke waktu
terdapatlah saat berhenti untuk melihat kebelakang serta mengukur sifat, arti, dan
efektivitas perjalanan sampai tempat berhenti tadi.
Berdsarkan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagai pembimbing
perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal
berikut:

105
Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi
yang hendak dicapai. Tugas guru adalah menetapkan apa yang telah dimiliki oleh
peserta didik sehubungan dengan latar belakang dan kemampuannya, serta kompetensi
apa yang mereka perlukan untuk dipelajari dalam mencapai tujuan.
Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran,
dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu
tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis.
Dengan kata lain, peserta didik harus dibimbing untuk mendapatkan pengalaman,
dan membentuk kompetensi yang akan mengantar mereka mencapai tujuan.
Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar. Hal ini memungkinkan
merupakan tugas yang paling sukar tetapi penting, karena guru harus memberikan
kehidupan dan arti terhadap kegiatan belajar.
Keempat, guru harus melaksanakan penilaian. Dalam hal ini diharapkan guru
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Bagaimana keadaan peserta didik
dalam pembelajaran? Bagaimana peserta didik membentuk kompetensi? Bagaimana
peserta didik mencapai tujuan? Apakah peserta didik dilibatkan dalam menilai
kemajuan dan keberhasilan, sehingga mereka dapat mengarahkan dirinya (self
directing)? Seluruh aspek pertanyaan tersebut merupakan kegiatan penilaian yang
harus dilakukan guru terhadap kegiatan pembelajaran, yang hasilnya sangat bermanfaat
terutama untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.
Dalam buku Drs. H. Soebroto Tortoatmodjo dkk, ”Guru harus mampu
membimbing pribadi siswa. Bimbingan pribadi merupakan bimbingan untuk
membantu siswa menemukan dan memahami serta mengembangkan pribadi yang
beriman dan bertakwa, aktif dan kreatif, serta sehat jasmani dan rohani”.15 Di samping
membimbing pribadi siswa, guru juga harus bisa melakukan bimbingan belajar.
”Bimbingan belajar membantu siswa mengembangkan kebiasaan belajar yang baik
dalam menguasai pengetahuan dan keterampilan, serta menyiapkan untuk melanjutkan
pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi”.
B. Guru sebagai informan (pemberi informasi) siswa yang bermasalah

Dalam kurikulum Sekolah Dasar 1975, Pedoman Bimbingan dan

106
Penyuluhan, Buku III C, disebutkan Kepala Sekolah, Guru Kelas dan Penyuluh
Pendidikan. Kepala Sekolah berkedudukan sebagai penanggung jawab penuh dan
bertugas merencanakan program bimbingan, mengintegrasikan program
bimbingan dengan program pengajaran, mengawasi pelaksanaan program
bimbingan, serta menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.
Dalam bukunya W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan, ”Guru kelas berkedudukan sebagai pelaksana utama program
bimbingan dan bertugas menjadi penyuluh bagi kelas tertentu, mengumpulkan
informasi, serta melakukan tindak lanjut”.17 Penyuluh pendidikan berkedudukan
sebagai pejabat untuk suatu wilayah, yang mencakup beberapa sekolah dasar, dan
bertugas mengkoordinasi kegiatan bimbingan di wilayah, melakukan
pengumpulan data, memberikan penataran bagi guru-guru, serta membahas
kasus- kasus khusus dengan kepala sekolah dan guru kelas.
Dalam Kurikulum Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah
Atas 1976, Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan, Buku III C, disebutkan Kepala
Sekolah, Penyuluh Pendidikan, Guru Penyuluh atau Wali Kelas, Guru dan
Petugas Administrasi. Kepala Sekolah berkedudukan sebagai penanggung jawab
tertinggi dan bertugas merencanakan program kegiatan sekolah secara
keseluruhan, mendelegasikan tanggung jawab tertentu kepada jajaran tenaga
bimbingan, mengawasi pelaksanaan program bimbingan, dan menyediakan
fasilitas yang dibutuhkan.
Penyuluh pendidikan berkedudukan sebagai koordinator bimbingan dan
bertugas menyusun program bimbingan, mempertanggungjawabkan kegiatan
bimbingan kepada Kepala Sekolah, mengatur administrasi bimbingan,
memberikan berbagai layanan bimbingan kepada siswa, menjadi konsultan bagi
guru dan orang tua, menyelenggarakan pertemuan staf, serta mengadakan evaluasi
program.

Dalam bukunya W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi


Pendidikan, Guru penyuluh atau wali kelas berkedudukan sebagai tenaga
bimbingan untuk satuan kelas tertentu dan bertugas mengumpulkan data tentang

107
siswa, menyelenggarakan bimbingan kelompok, menyampaikan Informasi,
menyelenggarakan wawancara konseling, serta berpartisipasi dalam pertemuan
kasus. ”Guru bidang studi berkedudukan sebagai pembantu dalam melaksanakan
program bimbingan dan bertugas memperhatikan perkembangan siswa,
menyampaikan informasi, serta meneruskan kasus-kasus tertentu kepada
penyuluh pendidikan”.
Para guru juga dapat menyisipkan unsur-unsur bimbingan dalam
pengajaran, misalnya memberikan informasi tentang aneka teknik belajar yang
tepat, tentang bidang-bidang studi di perguruan tinggi, tentang lapangan-lapangan
pekerjaan, tentang pergaulan yang sehat, dan tentang sikap yang tepat dalam
menghadapi suatu masalah. Selain itu mereka dapat menampung siswa yang ingin
berbicara secara pribadi, menjadi penasihat/pendamping dalam berbagai kegiatan
ekstrakurikuler, dan melaporkan kasus-kasus tertentu kepada konselor sekolah
untuk ditangani lebih lanjut.
Dalam uraian diatas, mengenai peran guru bidang studi sebagai informan penulis
sedikit menyimpulkan bahwa
a. Guru bidang studi adalah orang yang paling tahu keadaan seorang murid
di kelas. Apakah dia sedang dalam masalah (dengan orang tua, guru, ata
teman- temannya), mendapatkan kesulitan dalam belajar, atau minder?
b. Guru bidang studi adalah orang pertama yang mengidentifikasi suasana
kelas, sehingga dia bisa mengetahui mana siswa yang sedang dalam
masalah atau tidak.
c. Setelah identifikasi itu mencapai pada sebuah kesimpulan, bahwa si A,
C, dan E sedang dalam masalah guru menginformasikannya kepada
guru BK.
C. Guru sebagai pembantu guru BK
Dalam buku Manajemen Bimbingan dan Koseling terdapat rincian tugas guru mata
pelajaran, di antaranya:
1. Membantu guru pembimbing dalam mengidentifikasi siswa yang
memerlukan layanan bimbingan dan konseling

108
2. Membantu memberikan data atau informasi siswa baik individual
mapupun kelompok untuk keperluan layanan.
3. Membantu pelaksanaan treatment/pemberian bantuan kepada siswa
melalui proses belajar mengajar.
4. Memberikan pengajaran perbaikan (remedial teaching) ataupun
pengayaan (enrichment) dalam rangaka pelasanaan layanan bimbingan
dan konseling.
5. Mengikuti konferensi kasus siswa terutama bagi guru yang mengajar pada
kelas dimana persoalan siswanya dibicarakan dalam konferensi kasus.
6. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan
konseling kepada guru pembimbing.
Berpartisipasi dalam upaya pencegahan munculnya masalah siswa, dalam
pengembangan potensi, dan turut bertanggung jawab dalam upaya mengatasi
masalah siswa di sekolah.

Dalam buku Pengantar Kurikulum SMA 1984 disebutkan wali kelas dan
guru mata pelajaran berkedudukan sebagai pembantu dalam pelaksanaan
bimbingan karier. Orang tua, pejabat, dan tokoh masyarakat berkedudukan
sebagai narasumber dan bertugas membantu dalam pelaksanaan bimbingan
karier.
Dalam Kurikulum Sekolah Pendidikan Guru 1976, Pedoman Bimbingan
dan Penyuluhan, Buku III D, disebutkan wali kelas berkedudukan sebagai
penanggung jawab terhadap satuan kelas tertentu dalam hal-hal akademik dan
non-akademik. Guru bidang pengajaran berkedudukan sebagai penyelenggara
pengajaran remedial dalam bidang studinya dan dalam keadaan sehari-hari
bertindak sebagai penyuluh, dengan tugas mengumpulkan data dan memberi
bantuan kepada siswa.
Dalam buku Pedoman Pembinaan Program Bimbingan di Sekolah, untuk
Pembina Pendidikan Guru, 1981, disebutkan: Guru berkedudukan sebagai partisipan
dalam melaksanakan program bimbingan dan bertugas memberikan bimbingan
kelompok, mengidentifikasikan berbagai gejala salah suai, mengumpulkan data

109
tentang murid, serta melaksanakan penyuluhan terbatas, wali kelas berkedudukan
sebagai penanggung jawab utama dari kesejahteraan siswa kelas yang dipimpinnya,
bertugas melakukan kegiatan bimbingan kelompok di kelasnya, dan memberikan
layanan konseling kepada siswa-siswi di kelasnya, serta mendalami informasi yang
diperoleh tentang siswa di kelasnya
D. Prinsip- Prinsip BK
Prinsip yang berasal dari kata prinsipia, dapat diartikan ”sebagai permulaan
yang dengan suatu cara tertentu melahirkan hal-hal lain, yang keberadaannya
tergantung dari pemula itu" (M.I Soelaeman: 1989:15). Dengan kata lain, bahwa
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling adalah seperangkat landasan praktis atau
aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah.

Menurut Prayitno dan Erman Amti (1994:220) "Rumusan prinsip-prinsip


bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan,
masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan dan
penyelenggaraan pelayanan".31
Prinsip-prinsip yang dimaksud ialah landasan yang mendasri pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling, agar layanan tersebut dapat lebih terarah dan
berlangsung dengan baik. Bagi para konselor dalam melaksanakan kegiatan ini
perlu sekali memperhatikan prinsip-prinsip tersebut, yaitu:
a. Prinsip-prinsip umum
b. Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan individu yang dibimbing
c. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu yang
memberikan bimbingan
d. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan
administrasi bimbingan.
E. Fungsi BK
Sesuai dengan uraian sebelumnya bahwa bimbingan dan konseling
bertujuan agar peserta didik dapat menemukan dirinya, mengenal dirinya dan
mampu merencanakan masa depannya. Dalam hubungan ini bimbingan dan

110
konseling berfungsi sebagai pemberi layanan kepada peserta didik agar masing-
masing peserta didik dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi pribadi
yang utuh dan mandiri. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling
mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan bimbingan
dan konseling. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pemahaman, fungsi
pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan, pengembangan, dan fungsi
advokasi.
Fungsi bimbingan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan tertentu yang
mendukung atau mempunyai arti terhadap tujuan bimbingan. Fungsi bimbingan sering
diartikan sebagai sifat bimbingan. Mortensen membagi fungsi bimbingan menjadi:

a. Memahami Individu (understanding-individu). Seorang guru dan


pembimbing dapat memberikan bantuan yang efektif jika mereka
dapat memahami dan mengerti persoalan, sifat, kebutuhan, minat,
dan kemampuan anak didiknya. Karena itu bimbingan yang efektif
menuntut secara mutlak pemahaman diri anak secara keseluruhan.
Tujuan bimbingan dan pendidikan dapat tercapai jika programnya
didasarkan atas pemahaman diri anak didiknya.
b. Preventif dan Pengembangan Individual. Preventif dan
Pengembangan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Preventif
berusaha mencegah kemerosotan perkembangan anak dan minimal
dapat memelihara apa yang telah dicapai dalam perkembangan anak
melalui perkembangan anak melalui pemberian pengaruh-pengaruh
positif. Sedangkan bimbingan yang bersifat pengembangan
(developmental guidance) memberikan bantuan untuk
mengembangkan sikap dan pola prilaku yang dapat membantu
setiap individu untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
c. Membantu individu untuk menyempurnakan cara-cara
penyelesaiannya. Setiap manusia pada saat tertentu membutuhkan
pertolongan dalam menghadapi situasi lingkungannya. Pertolongan
yang dibutuhkan untuk setiap individu tidak sama. Perbedaannya

111
umumnya lebih pada tingkatannya daripada macamnya. Fungsi
preventif dan pengembangan memang ideal, tetapi hanya fungsi ini
saja tidaklah cukup. Pada suatu saat kita membutuhkan tindakan
korektif yang tujuannya tetap pada pengembangan kekuatannya
sendiri untuk mengatasi masalahnya

Fungsi utama dari bimbingan adalah membantu murid dalam masalah-


masalah pribadi dan sosial atau penempatan dan juga menjadi perantara dari siswa
dalam hubungannnya dengan guru maupun tenaga administrasi. Adapun fungsi
bimbingan ada empat macam:
a. Preservatif : Memelihara dan membina suasana dan situasi yang
baik dan tetap diusahakan terus bagi lancarnya belajar mengajar.
b. Preventif : Mencegah sebelum terjadi masalah.
c. Kuratif : Mengusahakan ”penyembuhan” pembetulan dalam
mengatasi masalah.
d. Rehabilitasi : Mengadakan tindak lanjut secara penempatan sesudah
diadakan treatment yang memadai.35
Dalam buku Dra. Hallen A. M. Pd., Bimbingan dan Konseling, terdapat satu
fungsi lagi yaitu Represif : ”yakni tindakan untuk menindas dan menahan
kenakalan remaja seringan mungkin atau menghalangi timbulnya peristiwa
kenakalan yang lebih hebat”.
F. Tujuan BK
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada uraian terdahulu bahwa bimbingan dan
konseling menempati bidang pelayanan pribadi dalam keseluruhan proses dan
kegiatan pendidikan. Dalam hubungan ini pelayanan dan bimbingan konseling
diberikan kepada siswa "dalam rangka upaya agar siswa dapat menemukan
pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan". (Priyanto,
1997:23)
Dalam buku W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah:
Tujuan bimbingan dapat dibedakan atas tujuan sementara dan tujuan ahkir.

112
Tujuan sementara adalah: supaya orang bersikap dan bertindak sendiri
dalam situasi hidupnya sekarang ini, misalnya melanjutkan atau memutuskan
hubungan percintaan, mengambil sikap dalam pergaulan, mendaftarkan diri pada
fakultas perguruan tinggi tertentu. Tujuan ahkir ialah: supaya orang mampu
mengatur kehidupannya sendiri, mengambil sikap sendiri, mempunyai pandangan
sendiri dan menanggung sendiri konsekuensi atau resiko dari tindakan-
tindakannya. Diharapkan supaya orang yang dibimbing sekarang ini akan
berkembang lanjut, sehingga semakin memiliki kemampuan berdiri sendiri.

Tujuan bimbingan yang merupakan penjabaran dari tujuan umum telah


banyak dirumuskan dalam definisi bimbingan, antara lain bimbingan dinyatakan
sebagai bantuan yang diberikan kepada individu agar individu tersebut:
1. Mengerti dirinya dan lingkungan. Mengerti diri meliputi pengenalan
kemampuan, bakat khusus, minat, cita-cita, dan nilai-nilai hidup
yang dimilikinya untuk perkembangan dirinya. Mengerti
lingkungan meliputi penegnalan baik lingkngan fisik, sosial,
maupun budaya. Informasi lingkungan data dibedakan: informasi
pendidikan, karier, dan sosial- pribadi.
2. Mampu memilih, memutuskan, dan merencanakan hidupnya secara
bijaksana baik dalam bidang pendidikan pekerjaan dan sosial-
pribadi Termasuk di dalamnya membantu individu untuk memilih bidang
studi, karier, dan pola hidup pribadinya.
3. Mengembangkan kemampuan dan kesanggupannya secara maksimal.
4. Memecahkan masalah yang dihadapi secara bijaksana. Bantuan ini
termasuk memberikan bantuan menghilangkan kebiasaan-
kebiasaan buruk atau sikap hidup yang menjadi sumber timbulnya
masalah.
5. Mengelola aktivitas kehidupannya, menegembangkan sudut
pandangnya, dan mengambil keputusan serta
mempertanggunjawabkannya.
6. Memahami dan mengarahkan diri dalam bertindak serta bersiap

113
sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungannya.
G. Jenis- Jenis Kegiatan BK
Berdasarkan pada fungsi dan prinsip bimbingan, maka kerangka kerja
layanan bimbingan dan konseling itu dikembangkan dalam suatu program
bimbingan dan konseling yang dijabarkan dalam empat kegiatan utama yaitu: 1)
layanan dasar bimbingan; 2) layanan responsif; 3) layanan perencanaan individual
dan; 4) dukungan sistem.

1. Layanan Dasar Bimbingan

Layanan dasar bimbingan adalah layanan bimbingan yang bertujuan


untuk membantu seluruh peserta didik mengembangkan perilaku efektif dan
keterampilan-keterampilan hidupnya yang mengacu pada tugas-tugas
perkembangan peserta didik. Tugas-tugas perkembangan peserta didik itu
sebagai berikut:
a. Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis
terhadap perubahan fisik yang terjadi pada diri sendiri untuk
kehidupan yang sehat.
c. Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam
peranannya sebagai pria atau wanita
2. Layanan Responsif
Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan ntuk
membantu memenuhi kebutuhan yang diraskan sangat penting oleh peserta didik
saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventif atau mungkin kuratif. Strategi yang
digunakan adalah konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi.
Layanan responsif ini adalah:
a. Bidang pendidikan
b. Bidang belajar
c. Bidang sosial

114
d. Bidang pribadi
e. Bidang karir
f. Bidang tata tertib sekolah
g. Bidang narkotika dan perjudian
h. Bidang perilaku seksual
i. Bidang kehidupan lainnya
3. Layanan Perencanaan Individual
Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang bertujuan
membantu seluruh peserta didik membuat dan mengimplementasikan rencana-
rencana pendidikan, karir, dan sosial pribadinya. Tujuan utama dari layanan ini
adalah “membantu peserta didik memantau dan memahami pertumbuhan dan
perkembangannya sendiri, kemudian merencanakan dan mengimplementasikan
rencana-rencana itu atas dasar hasil pemantauan dan pemahamannya itu. Strategi
peluncurannya adalah konsultasi dan konseling”.
4. Dukungan Sistem

Dukungan system adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang


bertujuan untuk memantapkan, memlihara, dan meningkatkan program
bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan professional; hubungan
masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat, masyarakat
yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan (Thomas
Ellis, 1990).
Kegiatan utama layanan dasar bimbingan, responsif, perencanaan
individual, dan dukungan system, dalam implementasinya didukung dengan
beberapa jenis layanan bimbingan dan konseling antara lain: “1) Layanan
pengumpulan data; 2) layanan informasi; 3) layanan penempatan; 4) layanan
konseling; 5) layanan referal; dan 6) layanan penilaian dan tindak lanjut”.46
Untuk mengungkapkan segala sesuatu yang menjadi sebab
kemunduran prestasi belajar, maka anak yang dibimbing perlu didekati
melalui metoda sebagai berikut:
a. Metoda wawancara

115
b. Metoda 'group guidance' (bimbingan secara kelompok)
c. Metoda non-directif (cara yang tidak mengarah)
d. Metoda psikoanalisis (penganalisaan jiwa)
e. Metoda directif (metoda yang bersifat mengarahkan)
Sebagaimana telah dijelaskan di awal, bab ini bahwa semua jenis layanan
bimbingan dan konseling di sekolah mengacu pada bidang-bidang bimbingan dan
konseling. Sedangkan bentuk dan isi layanan disesuaikan dengan karakteristik
dan kebutuhan peserta didik.
Tohirin, dalam bukunya yang berjudul Bimbingan dan Konseling di
Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), menyebutkan terdapat jenis-jenis
pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah yaitu: ”Layanan
Orientasi Layanan Informasi, Layanan Penenmpatan dan Penyaluran, Layanan
Penguasaan Konten, Layanan Konseling Perorangan, Layanan Bimbingan
Kelompok, Layanan Konseling Kelompok, Layanan Konsultasi, dan Layanan
Mediasi,

116
BAB 13
PERAN PENDIDIK DALAM SUPERVSI PENDIDIKAN

A. Pengertian Supervisi Pendidikan


Supervisi secara etimologis berasal dari bahasa inggris “to supervise” atau
mengawasi. Secara terminologi, Wiles (1967) mendefinisikan dengan aktivitas
pelayanan yang dilakukan untuk membantu dalam melaksanakan pekerjaan agar
memperoleh hasil yang lebih baik. Pada bagian lain, Wiles juga menyatakan bahwa
supervisi merupakan bantuan yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan
kegiatan belajar mengajar agar memperoleh hasil yang lebih baik.
Istilah supervisi merupakan hasil terjemahan dari kata ”Supervision”
mempunyai akar kata ”super” berarti ”greater or more than usual”, sedang kan vision
berarti ability to see. Dengan demikian supervisi diartikan sebagai kemampuan untuk
melihat yang lebih dari biasanya (Proter: 1983). Dalam dunia pendidikan kepala
sekolah digambarkan sebagai seorang “expert” dan “superior”, sedangkan guru
digambarkan sebagai orang yang memerlukan kepala sekolah.
Supervisi dapat diartikan sebagai suatu aktifitas pembinaan yang telah
direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai serta staf sekolah lainnya dalam
melakukan pekerjaan secara efektif sehingga memperoleh hasil yang baik. Manullang
(2005) menyatakan bahwa supervisi merupakan suatu proses yang diterapkan terhadap
suatu pekerjaan yang telah dilaksanakan bahkan menilai dan mengoreksi pekerjaan
tersebut agar sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sejak awal. Supervisi juga dapat
diartikan sebagai pelayanan yang diberikan kepada guru agar guru dapat menjadi
seorang yang profesional dan dapat melaksanakan dan mengerjakan tugasnya dengan
baik terhadap peserta didiknya (Thaib, dkk, 2005)
Supervisi merupakan bantuan dari para pemimpin sekolah, yang diberikan
dengan maksud untuk perkembangan kepemimpinan dan keprofesionalan guru-guru
dan pegawai serta staf sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Supervisi merupakan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan teknis edukatif di
sekolah, bukan sekedar pengawasan fisik terhadap fisik material. Supervisi merupakan

117
pengawasan.
terhadap kegiatan akademik yang berupa proses belajar mengajar, pengawasan
terhadap guru dalam mengajar dan lainnya Pada penerapannya atau pelaksanaannya
supervisi tidak hanya mengawasi guru dan pegawai serta staf lainnya, tetapi juga
mengawasi apakah pekerjaan yang dilakukan telah berjalan baik dan sesuai ketentuan
atau belum, serta juga memberikan solusi dan mencari cara secara bersama dalam
memperbaiki pekerjaannya ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan (Rahmi & Afriansyah, 2019)
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai defenisi dari supervisi pendidikan
diantaranya adalah :
1. Adam dan Dickley dalam bukunya “basic principle of supervision”,
mendefinisikan supervisi adalah suatu program yang berencana untuk
memperbaiki pengajaran. Pengajaran yang dimaksud yaitu proses belajar
mengajar.
2. Mc Nerney menjelaskan bahwa supervisi adalah suatu langkah yang
memberikan arah dan bimbingan dalam proses pengajaran.
3. Burton dan Bruckner, memberikan pandangannya atau pendapatnya mengenai
supervisi dimana mereka menjelaskan bahwa supervisi ini merupakan suatu
pelayanan yang diberikan kepada guru dalam memperbaiki perkembangan
guru.
4. Boardman dalam bukunya “democratic supervision in secondary school”
bahwa supervisi merupakan suatu usaha yang mengorganisir, mendorong dan
mengarahkan guru-guruyang ada di sekolah agar lebih mengerti dalam
menjalankan seluruh fungsi pengajaran baik secara individu maupun secara
bersama (Muwahid,2004)
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian supervisi
adalah kegiatan membina dan membantu pertumbuhan agar setiap guru mengalami
peningkatan pribadi dan profesinya.
Apabila supervisi dikaitkan dengan pendidikan, maka muncullah istilah
supervisi pendidikan yang artinya pembinaan kearah perbaikan situasi pendidikan.

118
Pendidikan yang dimaksud adalah berupa bimbingan atau tuntutan kearah perbaikan
situasi pendidikan pada umumnya, dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada
khususnya (Amatembun:1991).
Supervisi pendidikan adalah proses pemberian bantuan kepada guru/staf
sekolah untuk memperbaiki atau mengembangkan situasi belajar mengajar kearah yang
lebih baik, dengan kata lain supervisi pendidikan adalah suatu proses pemberian
layanan, bimbingan dan bantuan kepada guru-guru baik secara individual maupun
kelompok dalam rangka memperbaiki pengajaran guru di kelas yang mencakup segala
aspek tugas pengajaran yang dilakukan guru.
Dalam kamus Dictionary of Education (Good Carter: 1973) istilah supervisi
pendidikan adalah upaya memimpin guru dan petugas lainnya dalam memperbaiki
pengajaran, termasuk menstimuler, seleksi, pertumbuhan jabatan dan pengembangan
guru-guru, dan memperbaiki tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran,
metode dan evaluasi pengajaran.
Menurut Wiles (1985) supervisi pendidikan adalah segenap bantuan yang
diberikan oleh seseorang dalam mengembangkan situasi belajar mengajar di sekolah
ke arah yang lebih baik. Supervisi meliputi segenap aktivitas yang dirancang untuk
mengembangkan pengajaran dan atau pembelajaran pada semua tingkatan organisasi.
Neagley dan Evans (1980) mendefinisikan supervisi pendidikan adalah bantuan
yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, pendidikan,
dan kurikulum. Supervisi pendidikan menurut Burton dan Brueckner (1955) adalah
suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara
bersamasama faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak.
Sergiovani dan J. Starrat (1979) mengatakan bahwa pengertian dalam batasan
yang lebih luas supervisi pendidikan mencakup semua fungsi dan masalah relevansinya
dengan peningkatan prestasi kerja di lembaga kependidikan, khususnya di sekolah. Ia
juga mengemukakan sebagai aktivitas yang dilakukan personil sekolah yang ada
hubungannya dengan orang dewasa dan benda-benda untuk memelihara atau
mengubah cara kerja sekolah yang berpengaruh langsung terhadap proses

119
pembelajaran, dan digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar.
Berdasarkan beberapa kutipan para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
supervisi pendidikan adalah proses pemberian bantuan kepada guru/staf sekolah untuk
memperbaiki atau mengembangkan situasi belajar mengajar kearah yang lebih baik,
dengan kata lain supervisi pendidikan adalah suatu proses pemberian layanan,
bimbingan dan bantuan kepada guru-guru baik secara individual maupun kelompok
dalam rangka memperbaiki pengajaran guru di kelas yang mencakup segala aspek
tugas pengajaran yang dilakukan guru. Tujuan Supervisi Pendidikan.
Secara kongkrit supervisi memiliki sejumlah tujuan, yang sekaligus merupakan
tugas-tugas khusus seorang supervisor di bidang pendidikan dan pengajaran. Burton
dan Bruckner dalam Sergiovani (1979) telah merumus kan tujuan khusus supervisi atau
yang disebut mereka sebagai tujuan langsung supervisi (The immediate purpose of
supervision), yakni: mengem bangkan ”setting” belajar mengajar yang lebih baik
secara kooperatif. Tujuan tersebut mereka perinci lagi menjadi beberapa tujuan yang
lebih kongkrit yaitu:
1. Supervisi, dengan segala ikhtiarnya, berusaha mencari dan mengembangkan
metode belajar mengajar.
2. Supervisi, diarahkan pada penciptaan iklim psikis lingkungan belajar mengajar
yang menyenangkan.
3. Supervisi mengkondisikan/mengintegrasikan semua usaha pendidikan dan
bahan yang disediakan secara terus menerus.
4. Supervisi akan mengerahkan kerja sama seluruh staf dalam memenuhi
kebutuhan mereka, maupun situasi yang dihadapi, memberikan kesempatan
yang lebih luas untuk bertumbuh dalam jabatan dengan jalan melakukan
perbaikan-perbaikan dan tindakan pencegahan terhadap kesulitan-kesulitan
pengajaran yang muncul, serta memikul tanggung jawab yang baru.
5. Supervisi akan membantu, membangkitkan semangat memimpin dan
mengembangkan daya kreativitas yang ada.
Tujuan supervisi pendidikan di Indonesia tidak lepas dari tujuan pendidikan
nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

120
Indonesia seutuhnya dalam arti manusia yng beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan nasional ini akan berimplikasi yang luas
terhadap tujuan supervisi pembelajaran itu sendiri yang pada hakekatnya
mensukseskan pencapaian tujuan pendidikan nasional secara komprehensip.
B. Fungsi Supervisi Pendidikan
Dalam mencapai tujuan-tujuan supervisi, supervisi memiliki kegiatan- kegiatan
pokok yang selanjutnya disebut dengan fungsi supervisi. Wiles dan Lovel (1975)
menyebutkan bahwa ada tujuh fungsi supervisi yaitu: (1) mengembangkan tujuan, (2)
mengembangkan program, (3) koordinasi dan pengawasan, (4) motivasi, (5)
pemecahan masalah, (6) pengembangan profe sional, dan (7) penilaian keluaran
pendidikan.
Swearingan dalam Shertian & Mataheru (1981) merinci fungsi supervisi
sebagai berikut: (1) mengkoordinasikan semua usaha sekolah, (2) memperlengkapi
kepemimpinan kepala sekolah, (3) memperluas pengalaman guru, (4) menstimuler
usahausaha yang kreatif, (5) memberikan fasilitas dan penilaian yang terus menerus,
(6) menganalisis situasi belajar mengajar, (7) memberikan pengetahuan dan skill
kepada setiap anggota staf, dan (8) meng integrasikan tujuan pendidikan dan membantu
meningkatkan kemampuan guru mengajar.
Sedangkan Sergiovani (1987) mengatakan ada tiga fungsi supervisi pendidikan
di sekolah, yaitu fungsi pengembangan, fungsi motivasi dan fungsi kontrol.
1. Fungsi pengembangan, berarti supervisi pendidikan apabila dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya dapat meningkatkan keterampilan guru dalam
mengelola proses pemebelajaran.
2. Fungsi motivasi, berarti supervisi pendidikan apabila dilaksanakan dengan
sebaikbaiknya dapat menumbuhkan motivasi kerja guru.
3. Fungsi kontrol, berarti supervisi pendidikan apabila dilaksanakan dengan
sebaikbaiknya memungkinkan supervisor (kepala sekolah dan pengawas
sekolah) melaksanakan kontrol terhadap pelaksanaan tugas-tugas guru.

121
Selain itu Sahertian dan Mataheru (1981) mengungkapkan bahwa fungsi
supervisi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1. Fungsi utama ialah membantu sekolah yang sekaligus mewakili pemerintah
dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yaitu membantu mengembangkan
potensi individu peserta didik.
2. Fungsi tambahan ialah membantu sekolah dalam membina para guru dan staf
personalia agar keinginan bekerja dan mengajar meningkat dengan baik dan
dalam mengadakan kontak dengan masyarakat dalam rangka menyesuaikan diri
dengan tuntutan masyarakat serta mempelopori kemajuan masyarakat sekitar.
Sedangkan menurut Asmani (2012: 31) fungsi supervisi pendidikan dipaparkan
sebagai berikut:
1. Sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
2. Sebagai pemicu atau penggerak terjadinya perubahan pada unsur-unsur yang
terkait dengan pendidikan.
3. Sebagai kegiatan dalam hal memimpin dan membimbing
C. Jenis- Jenis Supervisi
Jenis supervisi ada 3 yaitu; Supervisi umum, Supervisi pengajaran, dan Supervisi
klinis:
1. Supervisi umum
Supervisi umum adalah supervisi yang dilakukan terhadap kegiatan-
kegiatan atau pekerjaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan usaha
perbaikan pengajaran seperti supervisi terhadap kegiatan pengelolaan
bangunan dan perlengkapan sekolah atau kantor-kantor pendidikan, supervisi
terhadap kegiatan pengelolaan administrasi kantor, dan supervisi pengelolaan
keuangan sekolah atau kantor pendidikan.
2. Supervisi pengajaran
Supervisi pengajaran adalah serangkaian kegiatan guna membantu guru
dalam mengembangkan kemampuan mengelola proses pembelajaran demi
pencapaian tujuan pembelajran. Secara lebih rinci, supervisi pembelajaran
adalah serangkaian bantuan yang berwujud layanan profesional. Layanan

122
profesional tersebut diberikan oleh orang-orang yanglebih ahli (kepala sekolah,
penilik sekolah, pengawas dan ahli lainnya) kepada guru.
Tujuan dari supervisi pengajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan
profesional guru dalam meningkatkan proses hasil belajar melalui pemberian
bantuan yang terutama bercorak layanan profesional kepada guru. Secara lebih
jelas, tujuan supervisi pembelajaran adalah sebagai berikut:
- Memperbaiki proses belajar dan mengajar.
- Perbaikan tersebut dilaksanakan melaui supervisi.
- Supervisi dilakukan oleh supervisor.
- Sasaran supervisi adalah guru atau orang lain yang ada kaitannya atau
dalam rangka memberikan layanan supervisi kepada guru.
- Secara jangka panjang, maksudnya adalah memberikan kontribusi bagi
pencapian tujuan pendidikan.
3. Supervisi klinis
Supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk
membantu pengembangan profesional guru atau calon guru khususnya dalam
penampilan mengajar berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan
objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut.
Ibarat seorang dokter yang akan mengobati pasiennya, mula-mula dicari
dulu sebab dan jenis penyakitnya. Setelah diketahui dengan jelas penyakitnya
kemudian sang dokter memberikan saran bagaimana sebaiknya agar penyakit
itu tidak semakin parah dan pada waktu itu juga dokter memberikan resep
obatnya. Di dalam supervisi klinis cara yang dilakukan adalah supervisor
mengadakan pengamatan terhadap cara guru mengajar, setelah itu mengadakan
diskusi dengan guru yang bersangkutan dengan tujuan untuk memperoleh
kebaikan maupun kelemahan yang terdapat pada saat guru mengajar serta
bagaimana usaha untuk memperbaikinya (Shulhan, 2012)
Dalam supervisi klinis terdapat sejumlah prinsip umum yang menjadi
landasan praktek pelaksanaannya, antara lain :
a) Hubungan antara supervisor dengan guru adalah hubungan kolegial

123
yang sederajat dan bersifat interaktif. Hubungan semacam ini lebih
dikenal sebagai hubungan antara tenaga profesional berpengalaman
dengan yang kurang berpengalaman, sehingga terjalin dialog
professional yang interaktif dalam suasana yang intim dan terbuka.
Isi dialog bukan pengarahan atau instruksi dari supervisor/pengawas
melainkan pemecahan masalah pembelajaran.
b) Diskusi antara supervisor dan guru bersifat demokratis, baik pada
perencanaan pengajaran maupun pada pengkajian balikan dan
tindak lanjut. Suasana demokratis itu dapat terwujud jika kedua
pihak dengan bebas mengemukakan pendapat dan tidak
mendominasi pembicaraan serta memiliki sifat keterbukaan untuk
mengkaji semua pendapat yang dikemukakan didalam pertemuan
tersebut dan pada akhirnya keputusan ditetapkan atas persetujuan
bersama.
c) Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru serta
tetap berada di dalam kawasan (ruang lingkup) tingkah laku guru
dalam mengajar secara aktual.Dengan prinsip ini guru didorong
untuk menganalisis kebutuhan dan aspirasinya didalam usaha
mengembangkan dirinya.
d) Pengkajian balikan dilakukan berdasarkan data observasi yang
cermat yang didasarkan atas kontrak serta dilaksanakan dengan
segera. Dari hasil analisis balikan itulah ditetapkan rencana
selanjutnya.
e) Mengutamakan prakarsa dan tanggung jawab guru, baik pada tahap
perencanaan, pengkajian balikan maupun pengambilan keputusan
dan tindak lanjut. Dengan mengalihkan sedini mungkin prakarsa
dan tanggung jawab itu ke tangan guru diharapkan pada gilirannya
kelak guru akan tetap mengambil prakarsa untuk mengembangkan
dirinya (Shaifudin, 2015).
D. Peran Supervisi Pendidikan

124
Supervisi berfungsi membantu, memberi, mengajak. Dilihat dari fungsinya,
tampak dengan jelas peranan supervisi itu. Seorang supervisor dapat berperan sebagai:
a. Koordinator
Untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan tugasnya sebagai
supervisor, ia dapat mengkoordinasi program belajar mengajar, tugas-tugas
anggota staf berbagai kegiatan berbeda-beda diantara guru-guru.
b. Konsultan
Sebagai konsultan ia dapat memberi bantuan yaitu bersama
mengkonsultasikan masalah yang dialami guru baik secara individual maupun
kelompok. Pemimpin Kelompok Sebagai pemimpin kelompok ia dapat memimpin
sejumlah staf guru dalam mengembangklan potensi kelompok pada saat
mengembangkan kurikulum, materi pembelajaran dan kebutuhan professional
guru-guru secara bersama.
c. Evaluator
Setelah tahap pertama hingga ketiga telah dilakukan, supervisor harus
melakukan evaluasi gun melihat apakah kegiatan supervise berjalan lancar sesuai
rencana dan menuju arah yang tepat, yakni tercapainya target. Jika ternyata
kegiatan supervise tidak memenuhi harapan, supervisor harus merumuskan ulang
kegiatan supervise berikutnya dengan scenario yang lebih tepat. Namun, apapun
hasil supervise, kepala sekolah wajib mengkomunikasikannya dengan para guru.
Sehubungan peran supervisor dalam kegiatan supervisi, ametembun
menyatakan terdapat 4 fungsi supervisor:
1) Supervisor sebagai Peneliti (researcher) yaitu meneliti bagaimana keadaan
situasi pendidikan yang sebenarnya. Keadaan situasi pendidikan dapat
diketahui dari kesimpulan hasil-hasil pengolahan yang diperoleh.
2) Supervisor sebagai penilai(evaluator) yaitu menilai bagaimana keadaan suatu
situasi pendidikan.
3) Supervisor sebagai pemerbaik(improver) yaitu mengadakan perbaikan
terhadap situasi .
4) Supervisor pengembang (developer) yaitu mengembangkan atau

125
meningkatkan situasi ,agar keadaan yang sudah baik menjadi lebih baik.
E. Manfaat Supervisi Pendidikan
Kalau tujuan sudah dapat dicapai dengan baik berarti fungsi supervisi telah
dilaksanakandenganbaikpula,danpada akhirnya barudapatmemetik hasilnya,
yaitumanfaat supervisi pendidikan. Atau dengan kata lain, manfaat supervisi
pendidikan akan dapat dirasakan kalau supervisi pendidikan sudah berfungsi untuk
mencapai tujuan supervisi yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi hubungan antara
fungsi, tujuan dan manfaat adalah ibarat hubungan mata rantai. Menurut Harahap
(1983: 7) guna supervisi pendidikan itu adalah:
1. Dapat menemukan kegiatan yang sudah sesuai dengan tujuan;
2. Dapatmenemukankegiatanyang belumsesuaidengantujuan;
3. Dapat memberikan keterangan tentang apa yang perlu dibenahi terlebih dahulu
(yang diprioritaskan);
4. Dapat mengetahui petugas-petugas, seperti guru, kepala sekolah, pegawai tata
usaha, dan penjaga sekolah yang perlu di tatar; \
5. Dapat mengetahui petugas yang perlu diganti;
6. Dapat mengettahui buku-buku yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran;
7. Dapat mengetahui kelemahan kurikulum;
8. Dapat meningkatkan mutu proses belajar mengajar; dan
9. Dapat memertahankan sesuatu yang sudah baik.
Memetik manfaat akhir dari proses supervisi seperti yang disebutkan adalah
suatu hal yang tidak mudah dalam sistem manajemen personalia di Indonesia, seperti
untuk melakukan mutasi, demosi, apalagi pemecatan- pemecatan petugas-petugas
sekolah yang tidak becus. Begitu pula halnya dengan perubahan kurikulum yang sangat
bersifat sentralisasi yang kurang memperhatikan perbedaan masing-masing sekolah,
dan yang membuat sebuah standard keberhasilan sulit diukur secara merata, yang kalau
dilaksanakan akan menimbulkan frustasi pada pelaksana-pelaksana dilapangan,
terutama bagi guru-guru yang berada di daerah-daerah terpencil, bai secara fisik
maupun secara mental (Dedi Supriadi: 1990: 427). Namun demikian apapun
halangannya kegiatan supervisi harus tetap dilaksanakan, walaupuan hanya sampai

126
pada batas yang sangat bersahaja (Suhil Achmad, 2011).
F. Implementasi Supervisi Pendidikan di Sekolah
Implementasi supervisi disekolah sebagaimana menurut (Lazwardi, 2016)
banyak terjadi keragaman dalam memahami dan melaksanakan supervisi. Hal ini
terjadi karena diakibatkan oleh perbedaan latar belakang pendidikan dan tingkat
jabatan, perbedaan dalam orientasi profesional, perbedaan dalam tujuan dan
keterampilan menganalisa, perbedaan dalam kesangupan jasmani dan vitalitas hidup,
perbedaan dalam kualifikasi kemampuan untuk memimpin dan berdiri untuk dipimpin,
perbedaan dalam kondisi psikologis, perbedaan dalam pengalaman belajar mengajar,
serta perbedaan dalam kesanggupan dan sikap profesional. Perbedaan tersebut
seharusnya tidak menjadi penghambat dalam pencapaian tujuan supervisi profesional.
Sikap supervisor yang memaksakan kehendak, menekan guru, yang melumpuhkan
kreatifitas anggota staf perlu diubah. Sikap korektif yang mencari-cari kesalahan harus
diganti dengan sikap kreatif dimana setiap orang mau dan mampu menumbuh
kembangkan kreatifitasnya untuk perbaikan pengajaran. Penilaian pelaksanaan
supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah merupakan salah satu cara untuk
mengetahui kelemahan pelaksanaan pembinaan maupun faktor yang memberinya
harapan dalam kemudahan pelaksanan supervisi.
Implementasi supervisi disekolah masih sering menemui kendala diantaranya
pengadaan calon supervisor yang kurang tepat. Kepala sekolah adalah pejabat
supervisor di lingkungan sekolah masing- masing. Berarti pengadaan kepala sekolah
juga berarti pengadaan supervisor. Cara terbaik dalam pengadaan calon kepala sekolah
atau supervisor pada orang-orang yang sudah berpengalaman menjadi guru dan
memiliki keahlian sebagai sebagai kepala sekolah atau supervisor. Supervisi
memerlukan kerativitas tinggi dari pada supervisor untuk mencari solusi dari problem
yang ada di lapangan. Supervisor harus jeli membaca masalah, menganalisi,
menguraikan faktor
penyebab dan hal-hal terkait dengannya, menyuguhkan secara menyeluruh
problem yang dihadapi dan langkah yang harus diambil sebagai solusi efektif. Belum
banyak supervisor yang memiliki kreativitas tinggi dalam memecahkan masalah.

127
Disinilah pentingnya supervisor meningkatkan kompetensi secara maksimal, sehingga
ia mampu mengembangkan gaya berpikir yang kreatif, kritis, inovatif dan produktif.
Fasilitas sekolah merupakan sarana vital bagi realisasi tujuan yang direncanakan.
Laboratorium komputer, bahasa, fisika,biologi dan lainlain sangat membantu guru
dalam mempercapat pemahaman danmelahirkan skil berharga bagi peserta didik.
Fasilitas yang lengkap identik dengan sekolah maju,kuat pendanaan atau sekolah
negeri yang dijamin oleh pemerintah. Rendahnya kualitas lembaga pendidikan akan
berdampak pada kualitas guru dan kualitas guru yang berada dibawah standar akan
membawa pengaruh besar pada peserta dedik. Supervisor yang berkualitas adalah
supervisor yang dapat memberikan bantuan kepada guru ke arah usaha pemecahan
masalah dan perbaikan kualitas proses pembelajaran secara sistematis, berkelanjutan
dan komprehensif (Lazwardi, 2016)

128
BAB 14
KOMPETENSI KEPEMIMPINAN DAN TUGAS KOMPETENSI PENGAWAS
DAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN

A. Konsep Kompetensi Kepemimpinan


1. Komptensi
Kompetensi berasal dari kata dasar kompeten yang diartikan sebagai
kecakapan, keterampilan, kemampuan. Kompetensi adalah karakteristik dasar dari
seseorang yang memungkinkan mereka mengeluarkan kinerja superior dalam
pekerjaannya. Menurut Wibowo (2014, dalam Wardhani, 2017) kompetensi adalah
kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas berdasarkan keterampilan
dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.
Dengan demikian kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang
dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai suatu yang
terpenting.
Hutapea dan Thoha (2008:28) mengungkapkan bahwa ada empat komponen
utama pembentukan kompetensi yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang,
kemampuan, pengalaman, dan perilaku individu. Keempat komponen utama dalam
kompetensi dapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut. Pertama, pengetahuan adalah
informasi yang dimiliki oleh seseorang. Pengetahuan adalah komponen utama
kompetensi yang mudah diperoleh dan mudah diidentifikasi. Yuniarsih dan Suwatno
(2008:23) mengungkapkan bahwa ”Pengetahuan adalah suatu informasi yang dimiliki
seseorang khususnya pada bidang spesifik”
Kedua, keterampilan adalah faktor yang juga ikut mensukseskan pencapaian
tujuan organisasi, dalam hal ini faktor keterampilan karyawan. Bagi karyawan yang
mempunyai keterampilan kerja yang baik, maka akan mempercepat pencapaian tujuan
organisasi, sebaliknya karyawan yang tidak terampil akan memperlambat tujuan
organisasi. Karyawan-karyawan baru atau karyawan dengan tugas baru diperlukan
tambahan keterampilan guna pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Keterampilan merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau

129
pekerjaan. Yuniarsih dan Suwatno (2008:23) menyatakan bahwa ”Keterampilan (skill)
merupakan kemampuan untuk mampu melaksanakan tugas-tugas fisik dan mental.
Ketiga, perilaku adalah ketika karyawan mempunyai sifat yang mendukung pencapaian
tujuan organisasi, maka secara otomatis segala tugas yang dibebankan kepadanya akan
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Gitosudarmo dan Sudita (2008:23)
mengemukakan bahwa ”Perilaku kerja adalah sikap keteraturan perasaan dan pikiran
seseorang dan kecenderungan bertindak terhadap aspek lingkungannya.” Terakhir,
pengalaman Kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang
metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan
tugas pekerjaan dianggap sebagai suatu pengalaman kerja.
2. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu organisasi
karena dianggap dapat memberikan pengaruh yang baik kepada pegawai untuk
memaksimalkan pekerjaannya dan mencapai tujuan yang diinginkan organisasi. Tanpa
kepemimpinan, aktivitas-aktivitas suatu organisasi menjadi tidak teratur. Yukl (2013,
dalam Hutton, 2016) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi
orang lain untuk memahami dan menyetujui apa yang perlu dilakukan dan bagaimana
cara melakukannya, dan proses memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk
mencapai tujuan bersama.
Hoy dan Miskel (2008, dalam Faisol, et al., 2016) mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah pengaruh interpersonal yang berjalan dalam situasi tertentu,
yang diarahkan melalui proses komunikasi terhadap satu atau beberapa tujuan tertentu.
Menurut Rivai (2005:2) menyatakan bahwa definisi kepemimpinan secara luas, adalah
meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi
perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian
dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan
kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar
kelompok atau organisasi.

130
B. Hakikat Kepemimpinan Kepala Sekolah
Pengelolaan sekolah harus benar-benar dipimpin oleh seorang kepala sekolah
yang mempunyai acceptability, karena keberhasilan pendidikan di sekolah sangat
ditentukan oleh gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan motor penggerak aktivitas
yang ada dalam mencapai tujuan.
Aktivitas kepala sekolah sebagai seorang manajer meliputi pengelolaan 3 M,
yaitu pertama, manusia sebagai faktor penggerak utama aktivitas sekolah, kedua,
money yaitu sebagi modal aktivitas, ketiga, method sebagai alat untuk mengarahkan
manusia dan uang menjadi efektif dalam mencapai tujuan. Namun peranan kepala
sekolah sebagai manajer tidaklah cukup.
Pada era globalisasi ini paradigma kepala sekolah sebagai hanya manajer
kurang cocok, tetapi selain sebagai manajer, kepala sekolah harus mampu menjadi
seorang pemimpin yang menggerakkan bawahannya dan mengarahkan dalam
pencapaian tujuan.
Menurut Warren Bennis dan Robert Tonwsend, seperti yang dikutip Soetjipto
membedakan antara pemimpin dan manajer. Pemimpin adalah orang yang melakukan
hal-hal yang benar, dan manajer adalah orang yang melakukan hal-hal dengan benar.
Pemimpin berkepentingan dengan reaksi, wawasan, tujuan, sasaran, itikad,
maksud dan efektivitas hal-hal yang benar. Manajer berkepentingan dengan efesien,
cara melakukan, urusan sehari-hari jalan singkat untuk melakukan banyak hal dengan
benar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa manajer cenderung memikirkan anak buahnya
sebagai sumber daya, dan bertanyatanya dalam hati sebesar apa penghasilan mereka
dan bagaimana dia bisa membantu mereka menjadi pahlawan.
Orientasi kepala sekolah sebagai pemimpin sangatlah cocok dengan misi
daripada sekolah sebagai organisasi terbuka dan Agent of Change, yang mana sekolah
dituntut inovatif, aspiratif dan tanggap terhadap perkembangan zaman. Kesempatan ini
lebih didukung dengan adanya otonomi pendidikan dengan program Manajemen
Berbasis sekolah (School Based Management).
Dengan program tersebut kepala sekolah mempunyai kewenangan yang lebih
luas dalam rangka mengelola sekolah, sehingga dituntut memahami secara

131
komprehensif manajemen sekolah. Kemampuan manajerial yang tinggi menjadikan
sekolah efesien. Tetapi juga tidak dikendalikan dengan kemampuan kepemimpinannya
yang efektif, maka kepala sekolah akan menjadi manajer yang tangguh yang
menggunakan kekuasaannya dengan semena-mena, dengan kurang begitu
memperhatikan aspek-aspek moral, etika dan sosial. Harus diingat bahwa kepala
sekolah sebagai pemimpin harus memegang pada prinsip utama saat melaksanakan
tugasnya yaitu bahwa orang lebih penting ketimbang benda-benda mati.
C. Prinsip-prinsip Kepemimpinan
Sebagai pemimpin tentunya prinsip-prinsip kepemimpinannya harus dipahami
dalam rangka mengembangkan sekolahnya. Prinsip-prinsip kepemimpinan secara
umum antara lain:
1) Konstruktif kepala sekolah harus memberikan dorongan dan pembinaan
kepada setiap guru dan stafnya untuk mengembangkan kemampuannya
secara optimal.
2) Kreatif kepala sekolah jangan terjebak kepada pola-pola kerja lama yang
dikerjakan oleh kepala sekolah sebelumnya, namun dia harus selalu kreatif
mencari gagasan-gagasan baru dalam menjalankan tugasnya.
3) Partisipasif memberikan kepercayaan kepada semua pihak untuk selalu
terlibat dalam setiap aktivitas sekolah.
4) Kooperatif: kepala sekolah harus senantiasa bekerja sama dengan semua
komponen yang terkait dalam melaksanakan setiap kegiatan.
5) Delegatif: kepala sekolah berupaya memberikan kepercayaan kepada staf
untuk melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan deskripsi tugas/
jabatannya.
6) Integratif: untuk menghasilkan suatu sinergi yang besar, kepala sekolah
harus mengintegrasikan semua kegiatannya agar tujuan sekolah dapat
tercapai.
7) Rasional dan objektif: kepala sekolah berupaya untuk menjadi pemimpin
yang bijak dalam melaksanakan tugasnya dan bertindak berdasarkan
pertimbangan rasio dan obyektif, bukan dengan emosional.

132
8) Pragmatis: kepala sekolah dalam menetapkan kebijakan dan target harus
mendasarkan pada kondisi dan kemampuan riil yang dimiliki oleh sekolah.
9) Tidak memaksakan diri untuk melakukan kegiatan di luar kemampuan dan
target.
10) Keteladanan : kepala sekolah sebagai seorang figur yang patut memberikan
keteladanan kepada seluruh staf, guru dan para siswa. Oleh karena itu
kepala sekolah harus senantiasa menunjukkan perilaku-perilaku yang baik
dan mampu menunjukkan perilakunya sebagai pemimpin.
11) Adaptable dan Fleksibel: kepala sekolah harus mampu beradaptasi dan
fleksibel dalam menghadapi situasi baru dan juga menciptakan kondisi
kerja yang mendukung staf untuk cepat beradaptasi
Dengan demikian seorang pemimpin yang memegang prinsip-prinsip tersebut
dapat bertahan di berbagai situasi mengintegrasikan secara maksimal produktivitas,
menguasai kedudukan kepemimpinan bentuk dasar yang paling penting terwujudnya
kebutuhan untuk memberikan kepuasan para bawahan.
D. Kepala Sekolah sebagai Supervisor Pembelajaran
Peraturan perundang-undangan telah menggariskan bahwa kepala sekolah
dalam satuan pendidikan menduduki dua jabatan penting untuk bisa menjamin
kelangsungan proses pendidikan. Pertama, kepala sekolah adalah pengelola pendidikan
di sekolah secara keseluruhan. Kedua, kepala sekolah adalah pemimpin formal
pendidikan di sekolahnya (Moch.Idochi Anwar, 2004: 86).
Kepala sekolah sebagai pengelola pendidikan bertanggung jawab terhadap
keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan
administrasi sekolah dengan seluruh substansinya. Di samping itu sebagai pengelola,
kepala sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan kinerja para personal terutama
guru ke arah profesionalisme yang diharapkan.
Kepala sekolah sebagai pemimpin formal, bertanggung jawab tercapainya
tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan para bawahan ke arah pencapaian
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tentunya bertugas melaksanakan fungsi-
fungsi kepemimpinan, baik fungsi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan

133
pendidikan maupun penciptaan iklim sekolah yang kondusif bagi terlaksananya proses
belajar mengajar secara efektif dan efisien.
Penciptaan iklim yang kondusif dalam proses belajar mengajar di dalam kelas
menjadi tanggung jawab guru. Guru sebagai anggota staf sekolah bertugas dalam
pelaksanaan pengajaran di sekolahnya berada dalam pantauan kepala sekolah. Sebagai
kepala sekolah yang baik, ia harus mendorong dan meningkatkan semangat kerja yang
tinggi, yang ditentukan pula oleh sikap para guru terhadap pekerjaan yang dihadapi.
Mantja (2002: 56) mengemukakan peran kepala sekolah dalam membina sikap
profesional para guru, agar mereka mudah digerakkan dalam melaksanakan tugas
mereka, maka kepala sekolah harus; (a) membina kerja sama yang harmonis dengan
stafnya, (2) membantu para guru untuk memahami kurikulum yang berlaku dan
menjabarkannya lebih rinci, (3) membina hubungan yang baik sekolah dan masyarakat,
dan (4) menyelenggarakan pendidikan dan membina staf.
Hubungan pembinaan oleh kepala sekolah kepada guru, terlebih pada
peningkatan kemampuan dalam mengelola pembelajaran di kelas disebut sebagai
supervisi pengajaran. Sebagai unsur pimpinan dalam sistem organisasi persekolahan,
kepala sekolah berhadapan langsung dengan unsur pelaksana proses belajar-mengajar,
yaitu guru. Dari konsep supervisi sebagai proses membantu guru guna memperbaiki
dan meningkatkan pembelajaran dan kurikulum (Oliva,1984: 32), terkandung makna
bahwa kepala sekolah adalah petugas pimpinan atau supervisor yang membantu guru
secara individual atau kelompok, untuk memperbaiki pengajaran dan kurikulum.
Suharsimi Arikunto yang dikutip oleh Sam M Chan dan Tuti T. Sam (2005: 91)
mengemukakan bahwa kunci keberhasilan kepala sekolah selaku supervisor di
sekolahnya adalah mengusahakan peningkatan kemampuan para guru dan stafnya
untuk secara bersama-sama mengembangkan situasi belajar mengajar yang kondusif.
Peningkatan ini menurut Stepen Robbin (1997) hanya akan dicapai melalui peran
komunikatif yang lebih efektif. Jadi kepala sekolah amat dituntut mempunyai
kemampuan berkomunikasi yang baik, sehingga perannya tersebut tidak lagi menjadi
sesuatu yang menakutkan atau mengkhawatirkan para guru.
Senada dengan pentingnya penciptaan situasi belajar-mengajar yang kondusif,

134
Moh Fakry Gaffar (1987: 126) memberi rambu-rambu agar keseluruhan kegiatan
manajemen sekolah yang dipimpinya digiring untuk menciptakan suatu situasi dimana
anak dapat belajar dengan baik, dan dimana anak merasa bahwa sekolah adalah tempat
yang baik bagi mereka untuk belajar. Untuk itu kepala sekolah perlu mengubah
orientasinya dengan menggiring keseluruhan fungsi berbagai unsur sekolah menuju
satu titik yaitu belajar anak.
Kepemimpinan kepala sekolah sebagai supervisor pengajaran dikaitkan dengan
manajemen mutu pendidikan sebagai suatu upaya kepedulian terhadap usaha-usaha
peningkatan mutu pendidikan di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Dalam
hubungan ini mutu pendidikan dapat diartikan sebagai kemampuan satuan pendidikan
baik teknis maupun pengolahan yang profesional yang mendukung proses belajar
peserta didik secara baik sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang optimal.
Lovell dan Willes yang dikutip Mantja (2002: 57) mengemukakan bahwa pada
umumnya kepala sekolah dipandang sebagai supervisor pengajaran di sekolahnya,
karena dialah yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan semua program
pengajaran. Karena itu para guru berharap agar kepala sekolah menggunakan sebagian
besar waktunya untuk perbaikan dan peningkatan pengajaran. Campbell yang dikutip
Mantja (2002: 54) menegaskan bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin siswa
diharapkan memberikan bimbingan dan pembinaan untuk keberhasilan belajar siswa,
melalui pembinaan siswa mencakup: (1) mengembangkan potensi-potensi dasar setiap
siswa, (2) membantu siswa agar memiliki kehidupan yang lebih baik, (3)
mengembangkan kemampuan intelektual, sosial, emosional, dan fisik.
Di samping itu kepala sekolah sebagai pemimpin masyarakat dan orang tua, ia
diharapkan memberikan informasi tentang berbagai masalah yang dihadapi siswanya.
Sedangkan sebagai pemimpin, guru, kepala sekolah diharapkan melakukan pembinaan
untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam melaksanakan tugasnya. Tugas ini
dikenal sebagai pemimpin pengajaran.
dimana kepala sekolah bertugas memberikan bimbingan kepada para guru,
khususnya dalam rangka memperbaiki pelaksanaan program pengajarannya. Sebagai
pemimpin pengajaran ia harus mengadakan pembinaan bagi guruguru secara kontinu,

135
sehingga mereka melaksanakan tugas dengan baik, agar mereka mampu membimbing
para siswanya.
E. Kompetensi Kepala Sekolah sebagai Jabatan Profesional
Kompetensi adalah kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui
pendidikan dan / atau latihan. Dalam hal ini kompetensi pada dasarnya merupakan
gambaran tentang apa yang seyogyanya dilakukan seseorang dalam suatu pekerjaan,
berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau
ditunjukkan. Amidjaja yang dikutip Mantja (2002: 3) mengemukakan bahwa
kompetensi mengacu kepada perbuatan dan kinerja yang bersifat rasional dan
memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas kependidikan. Dengan
demikian, kompetensi yang mengandung muatan akademik/teoritik dan praktik
seharusnya dikaji secara sistematik dengan persyaratan akademik tanpa meninggalkan
unsur administratifnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa jabatan, seperti kepala sekolah
memerlukan landasan dan sertifikasi melalui pendidikan profesional ataupun
akademik.
Wiles dan Bondi (1983: 112) menyarankan agar dalam penyiapan kepala
sekolah disediakan mata kuliah yang memberikan kompetensi manajemen sekolah,
pengembangan program dan kurikulum, undang-undang pendidikan/ peraturan
sekolah, supervisi pengajaran dan hubungan insani. Lipham dkk (1985: 65)
menekankan pula perlunya kepala sekolah memiliki keterampilanketerampilan
konseptual, teknis dan hubungan insani terutama dalam pencapaian tujuan sekolah.
Praktik pengangkatan kepala sekolah di Indonesia, sebelum tahun1992 masih
didasarkan kepada tenaga guru yang telah memiliki masa kerja dan golongan
kepangkatan tertentu dari pada didasarkan atas pendekatan karir dan pendidikan yang
dikhususkan untuk jabatan itu. Pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional
pengelola satuan pendidikan itu sendiri, masih mengandalkan pada upaya-upaya
insindental, seperti penataran, pelatihan, lokakarya, rapat dinas dan lain-lain.
Kebijakan pengangkatan kepala sekolah menjadi makin jelas, dengan di
keluarkannya PP No. 38 Tahun 1992 Pasal 20 ayat (3) yang pada intinya menyebutkan
bahwa calon tenaga kependidikan yang akan menduduki jabatan sebagai penilik,

136
pengawas, kepala sekolah dan sebagainya perlu dipersiapkan melalui pendidikan
khusus. Salah satu menindak lanjuti PP 38 Tahun 1992, di keluarkan keputusan
Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia No. 085/U /1994 tanggal 14
April 1994 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Sekolah di lingkungan
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Kepmendikbud ini antara lain menetapkan mengenai (1) Syarat-syarat
pengangkatan kepala sekolah, (2) masa jabatan kepala sekolah, (3) proses identifikasi
lowongan kepala sekolah, pengadaan calon dan pengangkatannya. Kepmen dikbud
juga menetapkan: (1) tata cara penilaian kepala sekolah, (2) tata cara pemberhentian
dan perpanjangan masa jabatan kepala sekolah, (3) kegiatan pendidikan dan pelatihan
calon kepala sekolah.
udarwan Danim (2002: 125) mengatakan bahwa pengangkatan kepala sekolah
dengan menggunakan prosedur tertentu menuju kondisi profesional, tampaknya sangat
mendesak. Ini dikarenakan sebagian besar kelemahan administrasi pendidikan kita
disebabkan oleh ketidak mampuan kepala sekolah dalam menjalankan fungsinya secara
profesional. Secara tegas Mantja (2002: 10) mengatakan bahwa jabatan kepala sekolah
adalah jabatan profesional yang mempersyaratkan kompetensi profesional pula.
Meskipun jabatan itu mempersyaratkan pengalaman kerja yang cukup panjang
(senioritas), pangkat dan beberapa syarat kepribadian, sebaiknya prosedur dalam
rekrutmen dan seleksi dikaitkan pula dengan persyaratan-persyaratan profesional
akademis. Dengan kata lain, latar belakang pendidikan dan latihan yang bermuatan
kompetensi kepala sekolah perlu mendapatkan pertimbangan sepantasnya.
Dengan demikian, jabatan kepala sekolah sebagai jabatan profesional menuntut
adanya persyaratan kompetensi profesioanal pula. Siapa saja yang menyandang profesi
sebagai kepala sekolah, dia harus secara kontinu menjalani profesionalisasi. Menurut
R.D. Lansbury yang dikutip Sudarwan Danim (2002: 25) dalam konteks
profesionalisasi, istilah profesi dapat dijelaskan dengan tiga pendekatan (approach),
yaitu pendekatan karakteristik, pendekatan institusioanal, dan pendekatan legalistik.
Pendekatan karakteristik (the trait approach) memandang bahwa profesi
mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakannya dari pekerjaan lainnya.

137
Seorang penyandang profesi dapat disebut profesional manakala elemen-elemen inti
itu menjadi bagian integral dari kehidupannya. Dari hasi studi beberapa ahli mengenai
sifat atau karakteristik profesi itu diantaranya adalah; (1) Kemampuan intelektual yang
diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan yang dimaksud adalah jenjang pendidikan
tinggi. Termasuk dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang berkaitan
dengan keilmuan yang dimiliki seorang penyandang profesi, (2) Memiliki pengetahuan
spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan penguasaan bidang
keilmuan tertentu, (3) Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung
oleh orang lain atau klien. Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif, yaitu didasari
kerangka teori yang jelas dan teruji.
Pendekatan Institusioanal (the instittutional approach) memandang profesi dari
segi proses institusional atau perkembangan asosiasional. Artinya kemajuan suatu
pekerjaan ke arah pencapaian status ideal suatu profesi dilihat atas dasar tahap-tahap
yang harus dilalui untuk melahirkan proses pelembagaan suatu pekerjaan menuju
profesi yang sesungguhnya. H.L Wilensky yang dikutip Sudarwan Danim (2002: 28)
mengemukakan lima langkah untuk memprofesionalkan suatu pekerjaan, yaitu; (1)
Memunculkan suatu pekerjaan yang penuh waktu atau fulltime bukan pekerjaan
sambilan, (2) menetapkan sekolah sebagai tempat menjalani proses pendidikan atau
pelatihan. (3) mendirikan asosiasi profesi, (4) melakukan agitasi secara politis untuk
memperjuangkan adanya perlindungan hukum terhadap asosiasi atau perhimpunan
tersebut, (5) mengadopsi secara formal kode etik yang ditetapkan. Kode etik
merupakan norma-norma yang menjadi acuan seorang penyandang pekerjaan
profesioanl dalam bekerja.
Pendekatan legalistik (the legalistic approach), yaitu pendekatan yang
menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi oleh negara atau pemerintah.
Menurut M.Friedman yang dikutip Sudarwan Danim(2002: 30) pengakuan atas suatu
pekerjaan menjadi suatu profesi sungguhan dapat ditempuh melalui tiga tahap, yaitu;
(1) Registrasi (registration) adalah suatu aktivitas yang jika seseorang ingin melakukan
pekerjaan profesional, terlebih dahulu rencananya harus diregristrasikan pada kantor
registrasi milik negara. Pada saat registrasi tersebut, semua persyaratan yang

138
diperlukan harus dipenuhi oleh yang bersangkutan. Kemudian diteliti persyaratannya
oleh staf kantor regristrasi dan dipertimbangkan secara seksama, (2) Sertifikasi
(certification) mengandung arti jika hasil penelitian atas persyaratan pendaftaran yang
diajukan calon penyandang profesi dipandang memenuhi persyaratan, kepadanya
diberikan pengakuan oleh negara atas kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya,dalam bentuk sertifikat, (3) Lisensi (licensing) mengandung arti bahwa
atas dasar sertifikat yang dimiliki seseorang, barulah orang tersebut memperoleh izin
atau lisensi dari negara untuk mempraktikkan pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya.
Dari tiga pendekatan tersebut di atas, maka kepala sekolah sebagai jabatan yang
menuju profesionalisasi menjadi sesuatu yang mendesak diwujudkan. Secara berurutan
dari pendekatan karakteristik menuntut kepala sekolah memenuhi jenjang pendidikan
tinggi dan pelatihan tertentu, serta pengetahuan spesialisasi; seperti pengetahuan
tentang administrasi pendidikan, pengembangan program dan kurikulum, undang-
undang pendidikan / peraturan sekolah, supervisi pengajaran dan hubungan insani.
Secara pendekatan institusional, kepala sekolah tentunya sebagai pekerjaan
fulltime, bukan pekerjaan sampingan. Profesi sebagai kepala sekolah sebagai pekerjaan
utamanya. Dan menggabungkan diri dalam sebuah asosiasi profesi perkepala
sekolahan seperti Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) dan Kelompok Kerja Guru
(KKG).
Sedangkan secara pendekatan legalistik, menuntut jabatan kepala sekolah,
sebagai profesi yang ditetapkan oleh pemerintah atau negara, dengan melalui tiga
tahapan yaitu; registrasi, sertifikasi dan lisensi.
F. Kompetensi Kepala Sekolah
Menurut Lipham dan Hoeh Jr. Yang dikutip Mantja (2002: 3) mengemukakan
bahwa dalam penyiapan khusus jabatan kepala sekolah, di bidang administrasi
pendidikan ada lima kelompok kompetensi yang diperlukan untuk memenuhi fungsi
dasar kepala sekolah, yakni; (1) program instruksional, (2) kepegawaian, (3)
kesiswaan, (4) sumber-sumber fisik dan finansial, dan (5) hubungan masyarakat dan
sekolah. Moch Idochi (2004: 88) mengatakan bahwa kepala sekolah untuk dapat

139
melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya dengan baik, kepala sekolah dituntut
memiliki tiga kompetensi, yaitu; (1) menunjuk pada karakteristik pribadi pemimpin
yang tercermin pada setiap sikap dan tindakannya, (2) mengacu pada suatu kemampuan
untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin melalui pendidikan dan
pelatihan, (3) menunjuk kepada suatu kinerja yang bersifat rasional dan memenuhi
spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas.
Sedangkan menurut Robert C. Bog sebagaimana dikutip oleh Dirawat dkk
(1983: 88) mengemukakan empat kemampuan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah,
yaitu; (1) kemampuan mengorganisasikan dan membantu staf di dalam merumuskan
perbaikan pengajaran di sekolah dalam bentuk program yang lengkap, (2) kemampuan
untuk membangkitkan dan memupuk kepercayaan pada diri sendiri dan guru-guru dan
anggota staf lainnya, (3) kemampuan untuk membina dan memupuk kerja sama dalam
mengajukan dan melaksanakan program-program supervisi, (4) kemampuan untuk
mendorong dan membimbing guru-guru dan anggota staf agar mereka dengan penuh
kerelaan dan tanggung jawab berpartipasi secara aktif pada setiap usaha-usaha sekolah
untuk mencapai tujuan sekolah itu sebaik-baiknya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik suatu benang merah, bahwa
kompetensi kepala sekolah bisa dibagi dalam tiga kelompok kompetensi, yaitu;
pertama kompetensi Profesional Kepala sekolah yang meliputi; (1) kompetensi
administrasi dan manajemen pendidikan, (2) kompetensi kepemimpinan pendidikan,
(3) kompetensi Supervisi pendidikan. Kedua kompetensi pribadi yang menunjuk
kepada suatu kemampuan yang sesuai dengan dasar dan tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi ini meliputi berjiwa Pancasila, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berkemampuan tinggi dalam menghayati dan mengamalkan
nilai-nilai Pancasila. Ketiga, kompetensi dasar berupa kompetensi dasar manajerial,
yaitu; (1) Keterampilan teknis (Technical Skill), (2) Keterampilan manusiawi (Human
Skill), dan (3) keterampilan konseptual (Conceptual Skill).
Sementara berdasarkan UU No.20 Sisdiknas dan PP.No 19 Tahun 2005 yang
terkait dengan pasal-pasal yang mengatur kompetensi kepala sekolah dan mengacu
pada Keputusan Menteri Pendidikan nasional Republik Indonesia Nomor 162/ 13/2003

140
tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah , pasal 9 ayat (2), dijelaskan
bahwa aspek penilaian kepala sekolah atas dasar tugas dan tanggung jawab kepala
sekolah sebagai; (1) pemimpin, (2) Manajer, (3) Pendidik, (4) Administrator, (5)
Wirausahawan, (6) Pencipta iklim kerja, dan (7) Penyelia.
Berdasarkan uraian di atas, maka kepala sekolah yang kompeten secara umum
harus memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, performance dan etika kerja sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala sekolah, yang diuraikan dalam
Kompetensi Profesional, Kompetensi Wawasan Kependidikan dan Manajemen,
Kompetensi Personal dan Kompetensi Sosial.
Diuraikan secara lebih jelas bahwa kompetensi Profesional meliputi peran
tanggung jawabnya kepala sekolah sebagai; (1) pemimpin, (2) Manajer, (3) Pendidik,
(4) Administrator, (5) Wirausahawan, (6) Pencipta iklim kerja, dan (7) Penyelia.
Kompetensi Wawasan Kependidikan dan Manajemen mencakup; (1) menguasai
landasan pendidikan, (2) menguasai kebijakan pendidikan, (3) menguasai konsep
kepemimpinan dan manajemen pendidikan. Kompetensi Kepribadian, mencakup; (1)
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki etos kerja
yang tinggi, (4) bersikap terbuka, (5) berjiwa pemimpin, (6) mampu mengendalikan
diri, (7) mampu mengembangkan diri, (8) memiliki integitas kepribadian. Dan
Kompetensi Sosial, mencakup; (1) mampu bekerja sama dengan orang lain, (2)
berpartisipasi dalam kegiatan kelembagaan /sekolah, dan (3) berpartisipasi dalam
kegiatan masyarakat.
G. Kepala Sekolah sebagai Supervisor Pembelajaran dalam Upaya Peningkatan
Kompetensi Guru
Tuntutan agar guru memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis
maupun isinya sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif
kebijakan pemerintah, maka menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu yang
sederhana, untuk mewujudkan dan meningkatkan kompetensi guru diperlukan upaya
yang sungguh-sungguh dan komprehensip.
Menyadari akan kenyataan tidak sesederhana tersebut, pemerintah berupaya
untuk memperbaiki sistem dan mutu pendidikan dengan jalan memperkenalkan sistem

141
pembinaan profesional kepada para guru, kepala sekolah, pengawas kepala sekolah dan
pembina lainnya. Sistem tersebut lebih menekankan kepada pembinaan dalam rangka
peningkatan kemampuan profesional pengelola pendidikan, dalam hal ini pimpinan
satuan pendidikan yakni kepala sekolah (Madyo Ekosusilo, 2003: 12)
Idochi dan Yayat Hidayat Amir (2000) mengemukakan bahwa “kepala sekolah
sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel, terutama
meningkatkan kompetensi profesional guru.” Upaya peningkatan kompetensi
profesional guru dapat dilakukan melalui optimalisasi peran kepala sekolah sebagai
supervisor pembelajaran.
Dengan demikian, jelas bahwa supervisi dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan tugas pokoknya sehari-hari
yaitu mengelola proses belajar mengajar dengan segala aspek pendukungnya sehingga
berjalan dengan baik.
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran,
kepala sekolah secara berkala perlu mengadakan supervisi, yang dapat dilakukan
melalui kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung,
terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan tingkat
keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi tersebut
dapat diketahui kelemahan sekaligus kelebihan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya
diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat
memperbaiki kekurangan yang ada dan meningkatkan kelebihannya dalam
melaksanakan pembelajaran.
Ada beberapa prinsip berikut, agar pembinaan profesional guru yang
dilaksanakan oleh kepala sekolah berhasil baik, kepala sekolah sebagai pembina harus
mengikuti prinsip-prinsip berikut ini:
1. Pembina harus memiliki kepercayaan bahwa guru-guru memiliki potensi untuk
mengembangkan dirinya. Karena itu potensi tersebut harus dikembangkan menjadi
kemampuan yang nyata. Gejala adanya keinginan untuk mencoba dan memulai
sesuatu gagasan oleh guru menunjukkan adanya kesanggupan untuk

142
mengembangkan diri. Perlu diupayakan bagaimana guru-guru memiliki dorongan
untuk berprestasi sehingga merasa puas dalam pekerjaannya.
2. Hubungan antara guru-guru dengan para pembina hendaknya didasarkan atas
hubungan kerabat kerja. Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan
pada umumnya dan penyempurnaan proses belajar mengajar khususnya, hubungan
antar pengawas dan guru hendaknya dipandang sebagai hubungan antara yang
memerlukan bantuan dan yang akan memberi bantuan. Agar yang memerlukan
bantuan dan pelayanan merasa puas diperlukan keterbukaan. Masalah yang
dihadapi guru-guru dalam proses belajar dikemukakan secara terbuka. Di pihak lain
pengawas dan kepala sekolah harus peka terhadap masalah yang dihadapi
guruguru. Atas dasar hubungan kerja bisa diadakan diskusi atau setidak tidaknya
dapat diungkap cara-cara pemecahannya. Dengan demikian terjadi dialog
profesional yang terus-menerus. Sikap yang ingin menonjolkan kedudukan sebagai
atasan dan menganggap guru-guru sebagai bawahan semata-mata akan melahirkan
hubungan yang kaku. Sikap yang demikian kurang menguntungkan bagi
terwujudnya dialog profesional
3. Pelayanan profesional hendaknya didasarkan pada pandangan yang obyektif.
Artinya setiap keadaan yang berhubungan dengan permasalahan proses belajar
mengajar harus diterima apa adanya, jangan didasarkan pada perasaan subyektif
atau sentimen pribadi. Para pengawas harus berani menyatakan bahwa usahanya
tidak berhasil atau berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima. Sebaliknya guru
harus berani mengakui, baik kepada dirinya, kepada rekan sejawatnya maupun
kepada pembinanya bahwa ia masih menghadapi persoalan-persoalan. Bila
pengawas belum memiliki kesanggupan untuk menyelesaikan suatu masalah, maka
sangat bijaksana apabila ia tidak bersikap pura-pura menguasai persoalan tersebut.
4. Pelayanan profesional hendaknya didasarkan atas hubungan manusiawi yang sehat.
Sebagai manusia biasa guru tidak luput dari kesalahan ataupun kekurangan, asal
kekeliruan tersebut tidak dijadikan alasan untuk menyelamatkan diri.
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh guruguru hendaknya ditamgani
secara bijaksana, dengan tidak menyinggung martabat kemanusiannya. Guru-guru

143
adalah tenaga profesional yang memerlukan landasan yang dipahami untuk
melaksanakan tugasnya. Kesuksesan yang dicapai oleh para guru sekalipun belum
berarti hendaknya mendapatkan pengakuan yang wajar dari kepala sekolah atau
pengawas sekolah (Depdikbud 1991/1992)

144
BAB 15
PERAN PENDIDIK DALAM INOVASI PEMBELAJARAN

A. Landasan Hukum Guru Berkualitas


Guru atau pendidik dalam Bab I Pasal 1 Ayat 6 Undang-undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.”.
Selanjutnya pada Bab XI Pasal 39 ayat 2, dinyatakan bahwa: ”Pendidik merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan
tinggi”.
Merujuk pada Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang dimaksud
dengan guru yang berkualitas adalah guru yang profesional. Ada beberapa istilah yang
bertautan dengan kata profesional, yaitu profesi, profesionalisme, profesionalitas dan
profesionalisasi. Tantangan baru yang muncul kemudian dalam rangka pelaksanaan
tugas keprofesionalan seorang guru atau pendidik, seiring dengan terbitnya UU No. 14
Tahun 2005 dan PP No. 19 tahun 2005 adalah tantangan normatif berupa sertifikasi
guru sebagai jaminan lulus uji kompetensi sebagai guru profesional.
Meskipun di dalamnya ada harapan baru berkaitan dengan tingkat
kesejahteraan guru, tetapi sekaligus menjadi buah kecemasan dan penantian yang
belum pasti bagi pendidik atau guru. Guru harus berkualitas menurut standar tertentu.
Bukti kualitas menurut standar tertentu yang menjamin seseorang dapat dikatakan
sebagai guru profesional adalah selembar sertifikat. Pemerolehan sertifikat sebagai
guru profesional harus melalui dan lulus uji kompetensi guru.
B. Inovasi Pendidikan
Menurut Roger inovasi adalah suatu gagasan, objek benda atau kegiatan yang
dianggap baru. Bagi Drucker inovasi adalah perubahan, ide atau gagasan yang

145
mendorong seseorang sebagai penggunanya bekerja dan berkarya dan lebih baik dari
sebelumnya atau menghasilkan dimensi kinerja baru. Inovasi terjadi secara beriringan
dengan timbulnya tantangan, karena setiap inovasi menyebabkan orang berada dalam
situasi berbeda dan memerlukan penyesuaian diri(dalam Prawiradilaga,2012.hal212).
Menurut Roger suatu inovasi dapat diterima oleh masyarakat banyak,
sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan yang dimaksud yaitu sifat-sifat
khusus atau kekhasan yang dapat mempermudah proses penebaran atau inplementasi
inovasi itu sendiri. Kekhasaan itu antara lain
1. Manfaat Relatif
Inovasi mempunyai keuntungan ekonomis dan dapat menaikkan gengsi sosial atau
pandangan masyarakat lain terhadap orang tertentu(Adopter) yang menggunakan
inovasi itu
2. Sesuai
Inovasi tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku dimayarakat.
Semakin sesuai suatu inovasi dengan nilai dan masyrakat semakin mudah
masyarakat menerimanya.
3. Rumit
Inovasi dapat diterima karena inovasi tersebut mudah diterapkan atau digunakan oleh
masyarakat.
4. Dapat dicoba
Mayarakat atau Khalayak diberi kesempatan untuk melaksanakan uji coba terhadap
inovasi. Dengan demikian masyarakat dapat melihat dan memutuskan kegunaan
inovasi itu bagi mereka.
5. Dapat diamati
Inovasi bersifat nyata dan berwujud membuat inovasi itu dapat diamati oleh
mayarakat.
Inovasi pendidikan adalah inovasi untuk memecahkan masalah dalam
pendidikan. Inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan
komponen sistem pendidikan, baik dalam arti sempit tingkat lembaga pendidikan
maupun arti luas di sistem pendidikan nasional.Kemajuan suatu lembaga pendidikan

146
sangat berpengaruh pada outputnya sehingga akan muncul pengakuan yang rill dari
siswa, orang tua dan masyarakat. Namun sekolah/ lembaga pendidikan tidak akan
meraih suatu pengakuan rill apabila warga sekolah tidak melakukan suatu inovasi di
dalamnya dengan latar belakang kekuatan, kelemahan tantangan dan hambatan yang
ada.
Tujuan inovasi pendidikan adalah meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas
dan efektivitas : sarana serta jumlah peserta didik sebanyak-banyaknya dengan hasil
pendidikan sebesar-besarnya (menurut kriteria kebutuhan peserta didik, masyarakat
dan pembangunan) dengan menggunakan sumber, tenaga, uang, alat dan waktu dalam
jumlah yang sekecil-kecilnya.
Seiring dengan peningkatan mutu pendidikan, inovasi pendidikan khususnya
inovasi pembelajaran dilakukan agar terciptanya program pembelajaran yang inovatif.
Program pembelajaran yang inovatif didesain menjadi sebuah kegiatan yang menarik
agar suasana pembelajaran di dalam kelas tidak membosankan. Kreativitas dan inovasi
juga dapat mencorakkan situasi pembelajaran yang ceria. Sebagai pendidik, kita harus
mengetahui dan dapat menerapkan inovasi-inovasi agar dapat mengembangkan proses
pembelajaran yang kondusif sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal. Faktor-
Faktor yang mesti diperhatikan dalam Inovasi pembelajaran antara lain :
1. Guru
Guru adalah orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar.
Oleh karena itu, guru harus betul-betul membawa siswanya kepada tujuan yang ingin
dicapai. Guru harus mampu mempengaruhi siswanya. Guru harus berpandangan luas
dan kriteria bagi seorang guru ialah harus memiliki kewibawaan karena dapat
memberikan suatu kekuatan yang dapat memberikan kesan dan pengaruh. Dengan
uraian di atas dapat dikemukakan bahwa untuk mengadakan pembaharuan dalam
pendidikan, kita harus meningkatkan profesionalisme guru.
2. Siswa
Siswa merupakan objek utama dalam proses belajar mengajar. Siswa dididik
oleh pengalaman belajar mereka, dan kualitas pendidikannya bergantung pada
pengalamannya, kualitas pengalaman-pengalaman, sikap-sikap, temasuk sikap-

147
sikapnya pada pendidikan. Dan belajar dipengaruhi oleh orang yang dikaguminya.
Oleh karena itu, dalam mengadakan pembaharuan pendidikan, kita harus
memperhatikannya dari segi murid karena murid merupakan objek yang akan
diarahkan
3. Materi ajar
Materi ajar adalah segala bentuk materi yang digunakan untuk membantu
guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Materi yang dimaksud
bisa berupa materi tertulis, maupun materi tidak tertulis. Materi ajar disusun secara
sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam
kegiatan pembelajaran.Isi materi ajar pada hakikatnya merupakan ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang perlu dipelajari siswa agar memiliki komptensi yang
diharapkan. Dengan materi ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu
kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis, sehingga secara
akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Materi ajar
merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru untuk perencanaan dan
penelaahan implementasi pembelajaran.
4. Lingkungan
Proses pembelajaran berlangsung dalam banyak lingkungan berbeda.
Lingkungan belajar merupakan lingkungan atau situasi fisik yang ada di dalamnya
pembelajaran diharapkan berlangsung. Selain ruang kelas, pembelajaran juga
berlangsung dalam laboratorium(lab komputer, lab sains atau lab bahasa),
perpustakaan, pusat media, taman bermain, kunjungan lapangan, teater, aula belajar
dan dirumah. Agar suasana belajar tidak membosan, guru bisa menyelenggarakan
proses belajar tidak hanya diruang kelas tetapi guru bisa mengadakannya di luar,.
Misalnya proses belajar di ditaman sekolah.
C. Peran Guru Dalam Inovasi Pembelajaran
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak
yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan
guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun
efeknya di luar kelas.Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang

148
hendak dicapai. Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain
adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi
dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama
guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti adminstrator,
misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan
keterampilan guru itu sendiri.
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan
berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan
interaksi dalam proses komunikasi. Belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh kemampuan atau kompetensi yang diinginkan. Dalam
proses belajar guru menyampaikan pesan berupa ilmu Proses komunikasi akan
mencapai tujuan apabila kedua belah pihak-pengirim dan penerima dapat memiliki
kesamaan pemahaman terhadap pesan dan informasi yang dikomunikasikan. Aktivitas
belajar pada dasarnya merupakan suatu proses yang bersifat individual, namun
demikian dalam prosesnya belajar juga terjadi dalam bentuk kelompok atau klasikal.
Proses belajar yang sengaja dirancang biasanya memiliki tujuan yang spesifik, yaitu
membentuk seseorang agar memiliki kemampuan dan kompetensi tertentu disebut
pembelajaran.
Lalu bagaimanakah pembelajaran yang disebut sukses? Smith dan Ragan
mengemukakan beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menentukan
keberhasilan sebuah proses pembelajaran, antara lain :efektivitas; efisiensi dan daya
tarik. Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang mampu membawa siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi seperti yang diharapkan. Pembelajaran
efisien memiliki makna adanya aktivitas pembelajaran yang berlangsung dengan
menggunakan waktu dan sumber daya yang relatif sedikit. Pembelajaran perlu
diciptakan agar menjadi sebuah peristiwa yang menarik minat dan motivasi belajar
siswa( dalam Pribadi,2011.hal15-16).
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru
mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan

149
evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi
pendidikan.
Secara umum banyak sekali peranan guru yang mesti dilakukan dalam
melaksanakan inovasi pembelajaran, namun secara profesional meliputi tugas
1. Sebagai pengajar
Mengajar berarti memberikan pengajaran dalam bentuk penyampaian pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor) pada diri siswa agar dapat
menguasai dan mengembangkan ilmu dan teknologi.Pada proses belajar-mengajar
akan terjadi interaksi antara guru dengan siswa.Sebagai pengajar yang kompeten
seorang guru harus bisa mengubah diri siswa dalam arti luas menumbuhkembangkan
keadaan siswa, sehingga pengalaman yang diperoleh siswa dalam ia mengikuti proses
pembelajaran dirasakan manfaatnya secara langsung bagi perkembangan diri siswa.
2. Sebagai pendidik
Mendidik berarti pemberian bimbingan kepada siswa (anak didik) agar potensi yang
dimilikinya berkembang seoptimal mungkin dan dapat meneruskan serta
mengembangkan nilai-nilai kehidupan. Dalam mencapai tujuan proses belajar-
mengajar seorang guru tidak pernah terlepas dari suatu seni atau kiat mendidik.
Startegi, pendekatan, siasat atau taktik perlu diciptakan sendiri oleh guru sebagai
pendidik berdasarkan pengetahuan, logika dan pengalamannya. Setiap guru pada
umumnya memiliki kiat-kiat sendiri yang sudah tentu tidak sama dengan yang lain.
Sebab itu kiat sering disebut sebagai seni mendidik.
3. Sebagai pengembang bahan ajar
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis
materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur),
keterampilan, dan sikap atau nilai. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi
pembelajaran meliputi: (a) prinsip relevansi, (b) konsistensi, dan (c) kecukupan. Prinsip
relevansi artinya materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan
pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya

150
adanya keajegan antara bahan ajar dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa.
Misalnya, kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar
yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya
materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai
kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh
terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar.
4. Sebagai pengembang metode pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan proses atau prosedur yang digunakan oleh
guru untuk mencapai tujuan atau kompetensi. Beberapa metode yang dilakukan oleh
guru di ruang kelas antara lain 1) Presentasi; 2) Demonstrasi; 3)latihan dan praktek;
4)tutorial; 5) Diskusi;6) belajar koopratif; 7) permainan; 8) Simulasi ; 9) Penemuan
5. Sebagai pengembang strategi-strategi pembelajaran
Startegi pembelajaran yaitu cara-cara spesifik yang dapat dilakukan oleh indidu
untuk membuat siswa mencapai tujuan pembelajaran atau standar kompetensi. Guru
perlu melakukan upaya kreaktif dalam menggunakan strategi pembelajaran. Sebagai
pengembang strategi-strategi pembelajaran, guru harus tahu upaya atau strategi apa
yang harus dilakukan untuk menarik dan memelihara minat siswa agar tetap mampu
memusatkan perhatian terhadap penyampaian materi atau substansi pembelajaran yang
disampaikan. Ketika mengindetifikasi strategi pembelajaran, guru harus memilih dua
jenis : strategi yang berpusat pada guru dan strategi yang berpusat pada siswa.

6. Sebagai pengembang media pembelajaran


Media adalah sarana pembelajaran yang dapat digunakan untuk memfasilitasi
aktivitas belajar. Ragam media yang dapat digunakan dapat diklasifikasi sebagai teks,
audio, video, komputer dan jaringan intenet. Pemilihan media pembelajaran perlu
dilakukan secara cermat. Setiap jenis media pembelajaran memiliki kekuatan dan juga
kelemahan yang perlu dipertimbangkan sebelum diplih dan diimplementasikan dalam
aktivitas pembelajaran. Guru sebagai pengembang media pembelajaran harus tahu
mengombinasikan media yang diperlukan dalam menyelenggarakan program

151
pembelajaran(kombinasi media yang dipilih tentunya harus dapat menunjang
efektifitas pada sekolah tempat aktivitas pembelajaran berlangsung. Guru dalam
memilih media harus mempunyai inovasi dalam pemanfaatan teknologi. Teknologi dan
media yang dissesuaikan dan dirancang secar khusus bisa memberikan kontribusi bagi
pengajaran yang efektif dari seluruh siswa dan bisa membantu siswa mencapai potensi
tertinggi mereka.
7. Sebagai penilai pembelajaran
Evaluasi adalah proses yang dilakukan oleh seorang untuk memberikan
penilaian terhadap sesuatu. Evaluasi ada dua yaitu evaluasi hasil belajar dan evaluasi
program. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dapat dinilai dengan menggunakan tes
dan penilaian. Ada dua kategori tes yang dapat digunakan yaitu tes obejektif dan essai.
Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa terkait dengan aspek kognitif.
Untuk mengukur aspek-aspek hasil belajar yang lain diperlukan beberapa jenis
penilaian dan instrument pengukuran yang disebut dengan istilah penilaian alternatif.
Evaluasi program ada 2 yaitu evaluasi sumatif bertujuan untuk menilai efisiensi
dan daya tarik program setelah program tersebut dimplementasikan dalam situasi yang
telah ditentukan serta evaluasi formatif yang bertujuan untuk mengembangkan
program pembelajaran agar dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk
menunjang atau memfasilitasi berlangsungnya proses pembelajaran. Seorang guru
sebagai pengembang evaluasi, melakukan evaluasi program pembelajaran bertujuan
untuk mengetahu beberapa hal yaitu :
 Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan
 Peningkatan kompetensi dalam diri siswa yang merupakan dampak dari
keikutsertaan dalam program pembelajaran
 Keuntungan yang dirasakan oleh sekolah akibat adanya peningkatan
kompetensi siswa setelah mengikuti program pembelajaran

152
BAB 16
PERAN PENDIDIK SEBAGAI ASESOR KOMPETENSI PADA
PENGELOLAAN LSP DAN UJI KOMPETENSI

A. Pengertian Asesor
Assesor berasal dari kata assessment berarti taksiran/penaksiran, penilaian,
penilaian keadaan, beban, pembebanan atau pemikulan. Sedangkan dalam ruang
lingkup akreditasi assesor adalah tenaga profesional yang telah memenuhi persyaratan
untuk diangkat dan ditugasi oleh BAN S/M atau BAP S/M untuk melakukan penilaian
dan visitasi di sekolah/madrasah sebagai bagian dari proses akreditasi.
Assessment hanya bisa dilaksanakan oleh assesor yang sudah memiliki license
atau memiliki tanda pengakuan/sertifikat dari suatu institusi yang berkompeten dan
diakui oleh penggunanya untuk menerbitkan sertifikat tersebut. Dalam kaitan ini,
assesor yang dimaksud adalah seseorang yang memahami prosedur pelaksanaan
assessment dan telah mengikuti pelatihan assesor serta telah mendapat sertifikat
kompeten sebagai assesor yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP).
Dalam proses akreditasi sekolah, jumlah tim assesor disesuaikan dengan
kebutuhan dengan jumlah minimal 2 (dua) orang untuk setiap sekolah/madarsah.
Assesor diangkat untuk periode tertentu sesuai surat tugas yang dikeluarkan oleh BAP
S/M dan dapat diangkat kembali jika kinerjanya dianggap layak untuk melaksanakan
tugas tersebut. Assesor harus memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya
secara sungguh-sungguh dengan berpedoman kepada norma-norma pelaksanaan
visitas.
Kelayakan seorang assesor ditentukan oleh kompetensi yang dimilikinya.
Untuk itu sangatlah penting setiap assesor menguasai pengetahuan, ketrampilan dan
sikap yang dipersyaratkan dalam melaksanakan tugasnya sebagai assesor. Selain itu
kehandalan dan keberhasilan assesor dalam bertugas perlu dibingkai dengan
kompetensi kepribadian dan sosialnya.
Assesor memiliki peran penting dalam proses akreditasi, mulai dari Desk

153
Assessment, visitasi, validasi, surveilen, narasumber sosialisasi dan lokakarya,
narasumber bimbingan teknis, fasilitator pelatihan assesor, Review instrumen dan
tugas lainnya.
B. Peran Asesor
Definisi umum dari peran adalah sebuah harapan budaya terhadap suatu posisi
atau kedudukan. Peran lebih berkaitan kepada harapan daripada perilaku aktual, dan
peran lebih bersifat normatif daripada deskriptif. Dari sudut pandang sosiologi dikenal
pula konsep permainan peran yang beroperasi pada level prasadar, otomatis, pasif,
stabil, dan sesuai dengan konsensus sistem sosial.
Peran asesor yakni sebagai wakil BAN S/M maupun BAP S/M dalam
melaksanakan tugas pengawasan sistem penjaminan mutu pada setiap satuan lembaga
pendidikan melalui klarifikasi, verifikasi, dan validasi data serta informasi sebagai
bagian dari proses akreditasi.
C. Tugas Asesor
1. Melakukan visitasi
a. Mempelajari dan mencermati hasil Instrumen Akreditasi dan data pendukung
dari Sekolah/Madrasah yang bersangkutan
b. Membuat surat pernyataan asesor tentang pelaksanaan tugas visitasi
2. Klarifikasi, verivikasi, validasi dan informasi
a. Temu awal
b. Membandingkan data dan informasi melalui instrumen akreditasi dengan
kondisi nyata melalui pengamatan, observasi kelas, pencermatan ulang
data/informasi
c. Mencari data/informasi tambahan
d. Poin b & c : setiap asesor berdiri sendiri-sendiri, masing-masing asesor
meliputi 8 komponen, dilarang diadakan pembagian komponen
e. Kepala S/M membuat surat pernyataan tentang pelaksanaan visitasi.
3. Klarifikasi temuan
a. Temu asesor dengan warga Sekolah/Madrasah.
b. Pencocokan hasil visitasi dengan instrumen akreditasi setiap komponen,

154
seperti poin 2.d (setiap asesor berdiri sendiri-sendiri, masing-masing asesor
meliputi 8 komponen, dilarang diadakan pembagian komponen)
c. Sekolah/Madrasah memiliki hak jawab
4. Penyusunan laporan
a. Tim asesor menyusun laporan individual Catatan: dibuat oleh masing-
masing asesor, dilarang kompromi
b. Diskusi laporan individual, dengan hasil: laporan “hasil visitasi” (bukan
hasil jumlah (dua) asesor dibagi 2 dan “perumusan rekomendasi” yang
dibuat pada lembar tersendiri) laporan tim.
5. Penyerahan Laporan
a. Laporan individual
b. Laporan tim
c. Pernyataan Kepala Sekolah/Madrasah tentang pelaksanaan visitasi
d. Saran-saran pembinaan, pengembangan, dan lain-lain 5) Disampaikan
kepada BAP S/M
- TK/RA, SD/MI, SMP/MTs ke UPA Wil. S/M
- SMA/MA, SMK ke BAP S/M
- Segera setelah visitasi selesai (sangat diharapkan 2 (dua) hari setelah
visitasi dan paling lambat 6 (enam) hari / 1 (satu) minggu setelah
visitasi )
D. Kinerja Asesor
1. Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti
prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian
kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang diacapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Whitmore secara sederhana mengemukakan, kinerja adalah pelaksanaan
fungsi-fungsi yang dituntut lagi seseorang. Pengertian yang menurut Whitmore
merupakan pengertian yang menuntut kebutuhan paling minim untuk berhasil. Oleh

155
karena itu, Whitmore mengemukakan pengertian kinerja yang dianggapnya
representatif, maka tergambarnya tanggung jawab yang besar dari pekerjaan seseorang.
Pandangan lain dikemukakan King, yang menjelaskan kinerja adalah aktivitas
seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepadanya.
Berbeda dengan King, ahli lain Galton dan Simon, memandang bahwa kinerja
atau “Performance” merupakan hasil interaksi atau berfungsinya unsur-unsur motivasi
(m), kemampuan (k), dan persepsi (p) pada diri seseorang.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka kinerja dapat disimpulkan sebagai
perilaku seseorang yang membuahkan hasil kerja tertentu setelah memenuhi sejumlah
persyaratan.
2. Indikator Kinerja
Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada lima indikator,
yaitu:
a. Kualitas, kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan
dan kemampuan karyawan
b. Kuantitas, merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah
seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan
c. Ketepatan waktu, merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu
yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain
d. Efektivitas, merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi
(tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud
menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya
e. Kemandirian, merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan
dapat menjalankan fungsi kerjanya. Komitmen kerja merupakan suatu
tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan
tanggung jawab karyawan terhadap kantor.
3. Evaluasi/Pengukuran Kinerja
Evaluasi kinerja (appraisal of performance) adalah proses yang mengukur

156
kinerja seseorang. Dalam proses pengukuran ini sudah tentu dibandingkan dengan
berbagai kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran, atau kriteria yang telah
ditetapkan lebih dahulu dan telah disepakati bersama. Evaluasi kinerja merupakan
salah satu fungsi mendasar personalia, kadang- kadang disebut juga dengan review
kinerja, penilaian karyawan, atau rating personaia
Dengan kata lain, evaluasi kinerja adalah proses penentuan seberapa baik
karyawan melaksanakan tugas mereka. Sementara itu, Suprihanto menyatakan,
evaluasi kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui
apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara
keseluruhan. Sedangkan evaluasi adalah proses penilaian sejak pemberian,
pengumpulan, dan pemberian data (informasi) kepada pengambilan keputusan yang
akan dipakai untuk pertimbangan apakah program perlu diperbaiki, diteruskan atau
diberhentikan.
4. Tujuan pengukuran kinerja
a. Menciptakan akuntabilitas publik. Dengan melakukan pengukuran kinerja,
akan diketahui apakah sumber daya digunakan secara ekonomis, efisien, sesuai
dengan peraturan, dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan
b. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi. Pengukuran kinerja sangat
penting untuk melihat apakah suatu organisasi berjalan sesuai dengan yang
direncanakan atau menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan
c. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya. Pengukuran kinerja akan
sangat membantu pencapaian tujuan organisasi dalam jangka panjangserta
membentuk upaya pencapaian budaya kerja yang lebih baik di masa
mendatang.
d. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai. Dengan adanya pengukuran atas
kinerja pegawai, dapat diketahui apakah mereka telah bekerja dengan baik atau
sebaliknya. Pengukuran kinerja dapat menjadi media pembelajaran bagi
pegawai untuk meningkatkan kinerja dimasa mendatang dengan melihat
cerminan kinerja di masa lalu dan dan evaluasi kinerja di masa sekarang.
e. Memotivasi pegawai. Pengukuran kinerja dapat dijadikan alat untuk

157
memotivasi pegawai dengan memberikan imbalan kepada pegwai yang
memiliki kinerja yang baik.

158
BAB 17
SETIFIKASI TENAGA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

A. Sertifikasi Guru
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen
atau bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai
tenaga professional. Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Pasal 61 menyatakan bahwa
sertifikat dapat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang
diperoleh melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, dan
symposium. Namun sertifikat kompetensi diperoleh dari penyelenggara pendidikan
dan lembaga pelatihan setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan
pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan dosen Bab I pada Ketentuan Umum Pasal 1diterangan bahwa “Sertifikasi
adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.”
Istilah sertifikasi dalam makna kamus berarti surat keterangan (sertifikat) dari
lembaga berwenang yang di berikan kepada jenis profesi dan sekaligus pernyataan
(lisensi) terhadap kelayakan profesi untuk melaksanakan tugas. Bagi guru agar
dianggap baik dalam mengemban tugas profesi mendidik. Sertifikat pendidik tersebut
diberikan kepada guru dan dosen yang telah memenuhi persyaratan.
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru.
Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional
guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sebuah sistem dan
praktik pendidikan yang berkualitas.
Menurut Martinis Yamin, sertifikasi adalah pemberian sertifikat pendidik untuk
guru dan dosen atau bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan
dosen sebagai tenaga profesional.
Menurut Masnur Muslich sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu kualifikasi

159
akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang dibarengi dengan peningkatan
kesejahteraan yang layak.
B. Manfaat dan Tujuan Sertifikasi guru
Pada sup bab ini akan di terangkan tentang manfaat dan tujuan dari sertifikasi.
Sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan tingkat kelayakan seorang guru dalam
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah dan sekaligus memberikan
sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus uji sertifikasi
Sertifikasi guru bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan seorang guru
dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah dan sekaligus
memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus
uji sertifikasi.
Menurut Wibowo, dalam bukunya E. Mulyasa, mengatakan bahwa sertifikasi
dalam kerangka makro adalah upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan
bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan
2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga
merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan.
3. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan
menyediakan rambu-rambu dan instrument untuk melakukan seleksi
terhadap pelamar yang kompeten
4. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga
kependidikan
5. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan .
Sedang dalam buku panduan dari kemendiknas, kita bias mengetahui bahwa
tujuan diadakannya sertifikasi guru ini sebagaimana barikut:a) Menentukan kelayakan
guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. b) Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan c)
Meningkatkan martabat guru. d) Meningkatkan profesionalisme guru .

160
Sendangkan manfaat dai sertifikasi guru tidak hanya terkait hanya terkait
dengan kualitas semata, lebih jauh lagi dari itu, sertifikasi guru juga berakses pada
peningkatan kesejahtraan guru yang selama ini banyak disindir sebagai pahlawan tanpa
tanda jasa, tapa imbalan uang untuk kesejahtraannya yang layak dan juga tanpa bintang
dari pemerintah, inilah beberapa manfaat sertifikasi guru :
1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat
merusak citra profesi guru.
2. Melindugi masyarakat dari praktik praktik pendidikan yang tidak professional
dan tidak berkualitas
3. Meningkatkan kesejahtraan guru.
Manfaat dari diadakan program sertifikasi guru dalam jabatan adalah sebagai
berikut:
a. Pengawasan Mutu
1) Lembaga sertifikasi yang telah mengidentifikasi dan menentukan
seperangkat kompetensi yang bersifat unik.
2) Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para profesi untuk
mengembangkan tingkat kompetensinya secara berkelanjutan.
3) Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada
waktu awal masuk organisasi profesi maupun pengembangan karir
selanjutnya.
4) Proses yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu maupun
usaha belajar secara mandiri untuk mencapai profesionalisme.
b. Penjaminan Mutu
1) Adanya pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja
praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi
lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya.
2) Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para pelanggan
atau pengguna yang ingin memperkerjakan orang dalam bidang keahlian
dan keterampilan tertentu.

161
Undang-Undang Guru dan Dosen menyatakan bahwa sertifikasi sebagai bagian
dari peningkatan mutu guru dan peningkatan kesejahteraannya. Oleh karena itu, lewat
sertifikasi diharapkan guru menjadi pendidik yang profesional, yaitu yang
berpendidikan minimal S-I /D-4 dan berkompetensi sebagai agen pembelajaran yang
dibuktikan dengan memiliki sertifikat pendidik yang nantinya akan mendapatkan
imbalan (reward) berupa tunjangan profesi dari pemerintah sebesar satu kali gaji
pokok.
Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi juga diharapkan sebagai
upaya peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru
bagus yang diikuti dengan penghasilan bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus.
Apabila kinerjanya bagus maka KBM-nya juga bagus. KBM yang bagus diharapkan
dapat membuahkan pendidikan yang bermutu. Pemikiran itulah yang mendasari bahwa
guru perlu untuk disertifikas
C. Sertifikasi
Secara umum siapa saja dalam dunia pendidikan ini yang harus di sertifikasi,
maka jawabnya dengan jelas dapat di tebak yaitu tenaga pendidik. Mengapa ? karena
mereka yang berkaitan langsung dengan proses pendidikan. Tetapi apabila dipilih dan
dipilih lebih sempit lagi mereka adalah guru dan dosen.
Selanjutnya guru yang mana yang berhak melakukan sertifikasi ? ada dua
sasaran yang menjadi tujuan dalam proses sertifikasi : Pertama mereka para lulusan
sarjana pendidikan maupun non pendidikan yang menginginkn guru sebagai piliha
profesinya. Kedua para guru dalam jabatannya. Bagi para lulusan sarjana pendidikan
maupun non kependidikan yang menginginkan guru sebagai pilihan profesinya,
sebelum mengikuti proses sertifikasi mereka harus terlebih dahulu mengikuti tes awal
dan kemudian menempuh pendidika proofesi baru mengikuti proses sertifikasi.
Setelah mereka lulus uji kompetensi, maka mereka dikatakan sebagai guru
berspektif profesi. Oleh sebab itu harus ada mekanisme khusus bagi lulusan S-1
kepndidikan yang tidak ingin menjadi guru dan ‘pintu’ masuk bagi lulusan dari non-
pendidikan yang ingin masuk menjadi guru. Adapun bagi mereka yang sudah menjabat
guru, terdapat beberapa syarat yang harus dilalui. Secara yuridis dasr hukum kewajiban

162
sertifikasi bagi guru, tertuang dalam pasal 11 UUGD yang menjelaska, bahwa
sertifikasi pendidik hanya diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Adapun persyaratan untuk memperoleh sertifikasi pendidikan, menurut pasal 9 UUGD,
bahwa guru tersebut harus memiliki kualifikasi pendidikanminimal program sarjana
[S-1] atau program diploma empat [D-IV]
Secara normative berdasarkan ketentuan tersebut tidak ada alaternatif lain
untuk mengikuti sertifikasi selain harus berpendidikan sarjana atau diploma empat.
Menurut ketentuan Rancangan Peraturan Pemerintah, bahwa bagi para guru yang sudah
memilikipendidikan minimal sarjana di katagrikan dalam dua kelompok, Pertama bagi
guru yang memiliki sertifikasi pendidikan S1/D4 kependidikan atau memilki
kualifikasi pendidikan S1/D4 non-kependidikan ang telah menempuh akta mengajar
yang relevan langsung dapat mengikuti sertifikasi guru melalui uji kopetensi sesuai
jenjang dan jenis pendidikan sampai dinyatakan lulus dan memperoleh sertifikasi
pendidik; kedua, bagi guru yang memiliki kualifikasi pendidikan S1/D4 non-
kependidikan yang belum memiliki akta mengajar yang relevan langsung wajib
mengikuti pendidikan profesi dengan mempertimbangkan penilaian hasil
belajarmelalui pengalaman sebelum mengikuti sertifikasi guru melalui koppetensi
sesuai jenjang dan jenis pendidikan sampai dinyatakan lulus da memperoleh sertifikasi
pendidikan..
D. Penyelenggaran Sertifikasi Guru
Lembaga penyelenggara Sertifikasi telah diatur oleh Undang- Undang Nomor
14 Tahun 2005, pasal 11 (ayat2) yaitu; perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.
Maksudnya penyelenggaraan dilakukan oleh perguruan tinggi yang memiliki fakultas
keguruan, seperti FKIP dan Fakultas Tarbiyah UIN, IAIN, STAIN, STAIS yang telah
terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia dan ditetapkan oleh pemerintah.20 Dengan
demikian jelaslah, bahwa kualifikasi kesejanaan calon guru atau guru dpat berasal dari
S-1/D-4 kependidikan yang dihasilkan olah lembaga pengadaan tenaga kependidikan
[LPTK] seperti IKIP,FIKIPdan STIKIP untuk jenjang pendidikan tinggi umumserta

163
Tarbiyah Institut Agama Islam [IAI] atau Sekolah Tinggi Agalam Islam [STAI] pada
jenjang pendidikan tinggi Agama.
Pelaksanaan Sertifikasi diatur oleh penyelenggara, yaitu kerjasama antara
Diknas Pendidikan Nasional daerah atau Departemen Agama Provinsi dengan
Perguruan Tinggi yang ditunjuk. Kemudian pendanaan Sertifikasi ditanggung oleh
pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005, pasal 13 (ayat 1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan
anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan Sertifikasi pendidik bagi guru
dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
E. Dasar Hukum Sertifikasi Guru
Dasar hukum dari sertifikasi guru ini kami mengutip dari Buku Pedoman Sertifikasi
Guru, Sertifikasi Guru Rayon 14 Unesa Surabaya dalam websaitnya saifudin
didalamnya tercantum 7 dasar hukum yaitu23 :
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pedoman
Penetapan Peserta Sertifikasi Guru 2010
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2012
tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan
- Keputusan MendiknasNomor 76/P/2011tentang Pembentukan
Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).
- Keputusan Mendiknas Nomor 75/P/2011tentang Penetapan Perguruan
Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
F. Alur Sertifikasi Guru

164
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan KebudayaanNomor 5 tahun 2012,
guru dalam jabatan yang telah memenuhi persyaratan dapat mengikuti sertifikasi
melalui: (1) Pemberian Sertifikat Pendidik secara Langsung (PSPL), (2) Portofolio
(PF), (3) Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), atau (4) Pendidikan Profesi
Guru (PPG). Khusus sertifikasi guru dalam jabatan melalui PPG diatur dalam buku
panduan tersendiri
1. Pemberian Sertifikat Pendidik secara Langsung (Pola PSPL)
Sertifikasi guru pola PSPL didahului dengan verifikasi dokumen. Peserta
sertifikasi guru pola PSPL sebagai berikut
a. Guru yang sudah memiliki kualifikasi akademik S-2 atau S-3 dari perguruan
tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan
dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya dengan
golongan paling rendah IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara
dengan golongan IV/b.
b. Guru kelas yang sudah memiliki kualifikasi akademik S-2 atau S-3 dari
perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi
yang relevan dengan tugas yang diampunya dengan golongan paling rendah
IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b
c. Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang sudah memiliki kualifikasi
akademik S-2 atau S-3 dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang
kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan tugas bimbingan dan
konseling dengan golongan paling rendah IV/b atau yang memenuhi angka
kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b
d. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas pada satuan pendidikan yang sudah
memiliki kualifikasi akademik S-2 atau S-3 dari perguruan tinggi terakreditasi
dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan tugas
kepengawasan dengan golongan paling rendah IV/b atau yang memenuhi angka
kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b; atau
e. Guru yang sudah mempunyai golongan paling rendah IV/c, atau yang memenuhi
angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/c (melalui in passing)

165
2. Penilaian Portofolio (Pola PF)
Sertifikasi guru pola PF dilakukan melalui penilaian dan verifikasi terhadap
kumpulan berkas yang mencerminkan kompetensi guru. Komponen penilaian
portofolio mencakup: (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3)
pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian
dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi,
(8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang
kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang
pendidikan.
Peserta Sertifikasi pola Portofolio adalah guru dan guru yang diangkat dalam
jabatan pengawas satuan pendidikan yang telah memenuhi persyaratan akademik
dan administrasi serta memiliki prestasi dan kesiapan diri. Sementara itu, bagi guru
yang telah memenuhi persyaratan akademik dan administrasi namun tidak memiliki
kesiapan diri untuk mengikuti sertifikasi melalui pola PF, dibolehkan mengikuti
sertifikasi pola PLPG setelah lulus Uji Kompetensi Awal (UKA).
3. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) merupakan pola sertifikasi
dalam bentuk pelatihan yang diselenggarakan oleh Rayon LPTK untuk
memfasilitasi terpenuhinya standar kompetensi guru peserta sertifikasi. Beban
belajar PLPG sebanyak 90 jam pembelajaran selama 10 hari dan dilaksanakan
dalam bentuk perkuliahan dan workshop menggunakan pendekatan pembelajaran
aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM). Perkuliahan
dilaksanakan untuk penguatan materi bidang studi, model-model pembelajaran,
dan karya ilmiah.
Workshop dilaksanakan untuk mengembangkan, mengemas perangkat
pembelajaran dan penulisan karya ilmiah. Pada akhir PLPG dilaksanakan uji
kompetensi. Peserta sertifikasi pola PLPG adalah guru ang bertugas sebagai guru
kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling atau konselor, serta guru
yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memilih: (1)
sertifikasi pola PLPG, (2) pola PF yang berstatus tidak mencapai passing grade

166
penilaian portofolio atau tidak lulus verifikasi portofolio (TLVPF), dan (3) PSPL
tetapi berstatus tidak memenuhi persyaratan (TMP) yang lulus UKA
Sertifikasi guru Pola PSPL, PF dan PLPG dilakukan oleh Rayon LPTK
Penyelenggara Sertifikasi Guru yang ditunjuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Rayon LPTK Penyelenggara terdiri atas LPTK Induk dan LPTK
Mitra. Bagi Rayon LPTK yang ditugasi oleh KSG untuk mensertifikasi mata
pelajaran khusus dapat didukung oleh perguruan tinggi yang memiliki program
studi yang relevan dengan mata pelajaran yang disertifikasi. Penyelenggaraan
sertifikasi guru dikoordinasikan oleh Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG). Secara
umum, alur pelaksanaan Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2012 disajikan
pada Gambar

Penjelasan Prosedur Sertifikasi bagi guru dalam Jabatan


a. Guru berkualifikasi akademik S-2/S-3 dan sekurang-kurangnya golongan IV/b
atau guru yang memiliki golongan serendah-rendahnya IV/c, mengumpulkan
dokumen untuk diverifikasi asesor Rayon LPTK sebagai persyaratan untuk
menerima sertifikat pendidik secara langsung. Penyusunan dokumen mengacu
pada Pedoman Penyusunan Portofolio. LPTK penyelenggara sertifikasi guru

167
melakukan verifikasi dokumen. Apabila hasil verifikasi dokumen, peserta
dinyatakan memenuhi persyaratan (MP) maka yang bersangkutan memperoleh
sertifikat pendidik. Sebaliknya, apabila tidak memenuhi persyaratan (TMP),
maka guru menjadi peserta sertifikasi pola PLPG.
b. Guru berkualifikasi S-1/D-IV; atau belum S-1/D-IV tetapi sudah berusia
minimal 50 tahun dan memiliki masa kerja minimal 20 tahun, atau sudah
mencapai golongan IV/a; dapat memilih pola PF atau PLPG sesuai dengan
kesiapannya melalui mekanisme pada SIM NUPTK
c. Bagi guru yang memilih pola PF, mengikuti prosedur sebagai berikut.
1) Portofolio yang telah disusun diserahkan kepada Rayon LPTK melalui
LPMP untuk dinilai oleh asesor. (1) Apabila hasil penilaian portofolio
peserta sertifikasi guru dapat mencapai target yang ditentukan, dilakukan
verifikasi terhadap portofolio yang disusun. Sebaliknya, jika hasil
penilaian portofolio peserta sertifikasi guru tidak mencapai target yang
ditentukan, guru yang bersangkutan menjadi peserta pola PLPG setelah
lulus UKA. (2) Apabila skor hasil penilaian portofolio mencapai passing
grade, namun secara administrasi masih ada kekurangan maka peserta
harus melengkapi kekurangan tersebut (melengkapi) administrasi atau
MA) untuk selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap portofolio yang
disusun. (3) Apabila hasil verifikasi mencapai batas kelulusan dan
dinyatakan lulus, guru yang bersangkutan memperoleh sertifikat
pendidik. Sebaliknya, apabila hasil verifikasi portofolio tidak mencapai
target yang ditentukan, guru menjadi peserta sertifikasi pola PLPG.
2) Peserta PLPG terdiri atas guru yang memilih (1) sertifikasi pola PLPG,
(2) pola PF tetapi tidak mencapai ketentun penilaian portofolio atau tidak
lulus verifikasi portofolio (TLVPF), dan (3) PSPL tetapi berstatus tidak
memenuhi persyaratan (TMP) yang lulus UKA. Waktu pelaksanaan
PLPG ditentukan oleh Rayon LPTK sesuai ketentuan yang tertuang
dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru

168
d. . Prinsip Pelaksanaan Sertifikasi Guru
Sesuai denganPermendikbud Nomor 5 tahun 2012 sertifikasi guru dalam
jabatan tahun 2012 dilaksanakan berbasis program studi. Berdasarkan ketentuan itu
maka prinsip sertifikasi guru tahun 2012 dilaksanakan sebagai berikut. 1) Sertifikasi
guru dilaksanakan oleh program studi yang relevan dengan mata pelajaran guru. 2)
Apabila Rayon LPTK tidak memiliki program studi yang relevan dengan mata
pelajaran guru yang disertifikasi tetapi ditugasi melaksanakan sertifikasi guru dari
mata pelajaran tersebut, harus melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi
pendukung (PT Pendukung) yang memiliki program studi nonkependidikanyang
relevan. 3) Kerjasama antara Rayon LPTK dengan PT Pendukung lebih lanjut diatur
dalam Buku 4 Pedoman Sertifikasi Guru Tahun 2012: Ramburambu Pelaksanaan
PLPG

169
BAB 18
PENGEMBANGAN KOMPETENSI ABAD 21 DAN ERA SOCIETY 5.0

A. Konsep Peradaban Society 5.0


Dalam pertemuan tahunan forum Ekonomi Dunia 2019 di Davos, Swiss
tanggal 23 Januari 2019, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menjelaskan
visi baru Jepang tentang Society 5.0atau disebut juga Super Smart Society. Society
5.0didefinisikan sebagai masyarakat yang berpusat pada manusia
yangmenyeimbangkan antara kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah
sosial melalui sistem dengan mengintegrasikan ruang maya dan ruang fisik
(Tempo, 2019).
Society 5.0menggambarkan bentuk ke-5 dari perkembangan
kemasyarakatan dalam sejarah manusia, secara kronologis dimulai masyarakat
perburuan (Society 1.0), masyarakat pertanian (Society 2.0), masyarakat industri
(Society 3.0), dan masyarakat informasi (Society 4.0). Revolusi industri keempat
menciptakan layanan nilai-nilai baru yang mengantarkan manusia padahidup yang
lebih baik. Society 5.0menggapai derajat yang lebihtinggi dalam konvergensi
cyberspace (ruang virtual) dan physical space (ruang nyata). Di masyarakat
informasi (Society 4.0), orang-orang mengakses sebuahcloud service dalam ruang
virtual melalui internet dan kemudian mencari, memperoleh, dan menganalisa
informasi atau data.Dalam Society 5.0, sejumlah besar informasi dari sensor-sensor
dalam ruang nyata diakumulasi dalam ruang virtual. Dalam ruang virtual, data yang
besar ini dianalisa oleh Artificial Intelligence (AI), dan hasil analisis akan
diberikan kembali kepada manusia di ruang nyata dalam berbagai bentuk. Dalam
masyarakat informasi, praktek umumnya adalah dengan mengumpulkan
informasi melalui jaringan dan informasi tersebut dianalisa oleh manusia. Namun,
dalam Society 5.0, masyarakat, benda-benda, dan sistem-sistem semuanya
dihubungkan dalam ruang virtual dam hasil-hasil yang optimal diperoleh oleh AI,
yang mampu melampaui kemampuan manusia, dan akan diberikan kembali ke
ruang nyata. Akibatnya, proses ini akan memberikan nilai baru kepada industri

170
dan masyarakat dalam berbagai cara yang sebelumnya mustahil untuk dilakukan.
Konsep Society 5.0bagiIndonesia merupakan suatu era yang mau tidak mau
harus dihadapi pada masa yang akan datang. Indonesialangsung berhadapan dengan
dua era canggih, yaitu era Industry 4.0 dan Society 5.0. Kedua momentum ini harus
diantisipasi dengan penguatan pendidikan dan kebudayaan bersifat nasional sehingga
nantinya akan terjadi transformasi yang matang dengan mitigasi faktor resiko
yang dapat ditimbulkan.Permasalahanyangdihadapi oleh Jepang dan Indonesia
memangberbeda, khususnya terkait demografi penduduk, namun masalah kesehatan
dan infrastruktur yang dihadapi kurang lebih sama.Di bidang kesehatan, Society
5.0menawarkan gagasan atau konsep bagaimana menyelesaikan masalah jumlah
harapan hidup masyarakat. Society 5.0memberikan solusi seluruh data kesehatan
masyarakat di simpan dalam satu pusat data besar untuk dianalisis oleh kecerdasan
buatan atau Artificial Intelegence (AI), kemudian ditindaklanjuti melalui program
preventif kesehatan. Di bidang infrastruktur, masalah tingginya dan cepatnya
kerusakan infrastruktur publik yang dapat berpotensi memperlambat kegiatan
ekonomi masyarakat. Society 5.0memberikan solusi yaitu memanfaatkan sensor
dan robot untuk menginspeksi sarana infrastruktur dan sanitasi yang rusak.
Denganmenggunakan kecerdasan buatandapat mengidentifikasi, mana infrastruktur
dasar yang prioritas diperbaiki dengan merujuk pada aktivitas ekonomi masyarakat
pengguna sarana prasarana.Sedangkan untuk dibidang distribusi barang yang
lambat akibat sistem transportasi yang padat dan belum disertai denganinfrastruktur
jalan yang ideal, solusi yang ditawarkanSociety 5.0adalah dengan menerapkan
sistem transportasi barang dengan memanfaatkan teknologi Drone sebagai alternatif
sarana distribusi barang.
Indonesia harus siap menghadapi berbagai tantangan sekaligus peluang
era Society 5.0yang penuh dengan perkembangan teknologi canggih agar tetap
dapat menggapai cita-cita dan tujuan bangsa, yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa.Untuk menggapai tujuan tersebut, terdapat dua faktor penting yang dapat
menentukan arah kemana suatu bangsa akan berjalan, yakni Pendidikan dan
Kebudayaan(Sriyadi, 2019). Pendidikan dan kebudayaan dapat diibaratkan sebagai

171
suatu roda yang saling terhubung satu sama lainnya. Pendidikan sebagai
saranauntuk mempersiapkan aspek intelektual anak bangsa, sedangkan kebudayaan
sebagai sarana memperkuat aspek “soft skill”sehingga terbentuk manusia-manusia
unggul yang siap menghadapi kehidupan masyarakat era Society 5.0. Penguatan
pendidikan dalam rangka pembentukan intelektual bangsa merupakan kewajiban
dan tugasmulianlembaga-lembaga pendidikanformal maupun pendidikan non formal.
Lembaga pendidikan sebagai pencetak sumber daya manusia, untuk
menghadapi era society 5.0 ke depan perlu memiliki rancangan kurikulum yang
bermuatan kompetensi berupa kecakapan yang dibutuhkan masyarakat Society 5.0
dan era Industry 4.0. Era Industry 4.0 lebih dominan ke aspek teknologinya,
bukan pada manusia sebagai pusatnya, Artificial Intelegence (AI) dan Internet of
Things (IoT) dimanfaatkansebagai perangkat bantuan untuk manusia agar hidup lebih
berkualitas. Jangan sampai terbalik, manusia menjadi korban kecanggihan teknologi,
diantaranya muncul gejala tidak lagi mampu berpikir kritisdan percaya sepenuhnya
pada kemampaun teknologi.
Lembaga pendidikan berkewajiban menyiapkan sumber daya manusia yang
memiliki kecakapan hidup berkarier, selalu belajar dan berinovasi,
menguasai teknologi media informasi, berpikir kritis dalam memecahkan persoalan,
terampil berkomunikasi, berjiwa kreatif dan inovatif serta dapat berkerjasama
dalam suatu kelompok. Model pembelajaran yang berorientasi penguatan kompetensi
atau kecakapan hidup berkarier, selalu belajar dan berinovasi, menguasai
teknologi media informasi, berpikir kritis dalam memecahkan persoalan, terampil
berkomunikasi, berjiwa kreatif dan inovatif serta dapat berkerjasama dalam suatu
kelompok, sangat diperlukandan dikembangkan secara kreatif oleh para pendidik.
B. Kompetensi dan Kecakapan Abad 21
Kompetensi adalah seperangkat kemampuan yang menyangkut sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah
menyelesaikan suatu kegiatan pembelajaran. Kecakapan (Skills) menurut Tim Broad-
Based Education Depdiknas, diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang
untuk mau dan berani menghadapi problema kehidupan secara wajar tanpa merasa

172
tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi
sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Depdiknas, 2002).
Kompetensikecakapanabad 21 dalam makalah ini akan disajikan dua pandangan
yang saling melengkapi, yaitu pandangan dari ahli dan Dirjen Dikdasmen
Kemendikbud. Bernie Trillingdan Charles Fadel(2009)berpendapat bahwa kecakapan
abad 21 mencakup tigamacam, yaitu (1)lifeandcareerskills,(2)learningandinnovation
skills,dan(3)Informationmedia and technology skills. Ketiga kecakapantersebut
diilustrasikandalam sebuah skema yang disebut dengan pelangi kompetensi-
pengetahuan abad 21 (21 stcentury knowledge-skillsrainbow). Gambar berikut ini
menunjukkan skema pelangikompetensi-pengetahuan abad 21.

Deskripsi penjelasancoresubject21stcenturyskillspada gambar tersebut adalah seperti


uraian berikut ini.
1. Life and Career Skills
Deskripsi kompetensi berkaitan dengan kecakapanhidup dan berkarir (Life and
Career Skills) dapat dibaca pada tabel nomor satu berikut ini.

173
2. Learning and Innovation Skills Deskripsi
kompetensi berkaitan kecakapan dalam Belajardan Berinovasi(Learning and
Innovation Skills)dapat dibaca pada tabel nomer dua berikut ini.

3. Information Media and Technology Skills


Deskripsi kompetensi berkaitan dengan kecakapanteknologi dan media
informasi (Information Media and Technology Skills) dapat dibaca pada tabel
nomor tiga berikut ini.

174
Kecakapan abad 21yang disosialisasikanKemendikbud sebagaimana tercantum
dalam buku panduan implementasi pembelajaran kecakapan abad 21 adalah seperti
berikut ini.
1. Critical Thinking and Problem solving Skill (Kecakapan Berpikir Kritis dan
Pemecahan Masalah)
Berpikir kritis bersifat mandiri, berdisiplin diri, dimonitor diri, memperbaiki proses
berpiki rsendiri. Hal itu dipandang sebagai asset penting terstandar dari cara kerja dan
cara berpikir dalam praktek. Hal itu memerlukan komunikasi efektif dan pemecahan
masalah dan juga komitmen untuk mengatasi sikap egosentris dan sosiosentris bawaan
(PaulandElder,2006:xviii) .Berpikir kritis menuru tBeyer(1985)adalah:1) menentukan
kredibilitas suatu sumber,2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak
relevan,3)membedakan fakta dan penilaian subyektif,4) mengidentifikasidan
mengevaluasiasumsi,5) mengidentifikasibiasyang ada,6 )mengidentifikasi sudut
pandang,dan7) mengevaluasi bukti untuk mendukung pengakuan.
2. Communication Skills (Kecakapan Berkomunikasi)
Komunikasi merupakan proses transmisi informasi, gagasan, emosi, serta
keterampilan dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, grafis, dan
angka.Raymond Ross (1996) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses menyortir,
memilih, dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa aga rmembantu pendengar
membangkitkan respons/ makna dari pemikiran yang serupa dengan yangd
imaksudkan oleh komunikator.
Kecakapan komunikasi dalam proses pembelajaran antara lain sebagai berikut,

175
memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai
bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia (ICT Literacy). Kompetensi
kecakapan berkomunikasi diantaranya seperti berikut ini.
a) Menggunakan kemampuan untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada
saat berdiskusi, di dalam dan di luar kelas, maupun tertuang pada tulisan.
b) Menggunakan bahasa lisan yang sesuai konten dan konteks pembicaraan
dengan lawan bicara atau yang diajak berkomunikasi.
c) Selain itu dalam komunikasi lisan diperlukan juga sikap untuk dapat
mendengarkan, dan menghargai pendapat orang lain, selain pengetahuan
terkait konten dan konteks pembicaraan.
d) Menggunakan alur pikir yang logis, terstruktur sesuai dengan kaidah yang
berlaku.
e) Dalam abad 21 komunikasi tidak terbatas hanya pada satu bahasa, tetapi
kemungkinan multi-bahasa.
3. Creativity and Innovation (Kreativitas dan Inovasi)
Guilford (1976) mengemukakan bahwa kreatifitas adalah cara-cara berpikir
yang divergen, berpikir yang produktif, berdaya cipta berpikir heuristik dan berpikir
lateral. Beberapa kompetensi terkait kreatifitas yang dapat dikembangkan dalam
pembelajaran sebagai berikut.
a) Memiliki kemampuan dalam mengembangkan, melaksanakan, dan
menyampaikan gagasan-gagasan baru secara lisan atau tulisan.
b) Bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
c) Mampu mengemukakan ide-ide kreatif secara konseptual dan praktikal.
d) Menggunakan konsep-konsep atau pengetahuannya dalam situasi baru dan
berbeda, baik dalam mata pelajaran terkait, antar mata pelajaran, maupun dalam
persoalan kontekstual
e) Menggunakan kegagalan sebagai wahana pembelajaran.
f) Memiliki kemampuan dalam menciptakan kebaharuan berdasarkan pengetahuan
awal yang dimiliki.
g) Mampu beradaptasi dalam situasi baru dan memberikan kontribusi positif

176
terhadap lingkungan.
4. Collaboration (Kolaborasi)
Kecakapan kolaborasi dalam proses pembelajaran merupakan suatu bentuk kerjasama
dengan satu sama lain saling membantu dan melengkapi untuk melakukan tugas-tugas
tertentu agar diperoleh suatu tujuan yang telah ditentukan. Kompetensi terkait dengan
kecakapan kolaborasi dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut.
a) Memiliki kemampuan dalam kerjasama berkelompok.
b) Beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab, bekerja secara produktif
dengan yang lain.
c) Memiliki empati dan menghormati perspektif berbeda.
d) Mampu berkompromi dengan anggota yang lain dalam kelompok demi
tercapainya tujuan yangbtelah ditetapkan.
C. Pembelajaran Kompetensi Abad 21
Kehidupan masyarakat 5.0 yang penuh nuansa mega kompetisi disertai gelombang
perubahan yang sedemikian cepat, secara langsung atau tidak langsung mendorong
kebutuhan model pembelajaran yang mampu menjamin peserta didik memiliki
kompetensi belajar dan berinovasi, menggunakan teknologi dan media informasi, serta
dapat bekerja dan bertahan dengan menguasai sejumlah kecakapan untuk hidup. Model
pembelajaran untuk mempersiapkan peserta didik sebagai sumber daya manusia masa
depan hendaknya tetap mengacu pada konsep belajar yang dicanangkan oleh Komisi
UNESCO dalam wujud “the four pillars of education” yaitu belajar untuk mengetahui
(“learning to know”), belajar melakukan sesuatu (“learning to do”), belajar hidup
bersama sebagai dasar untuk berpartisipasi dan bekerjasama dengan orang lain dalam
keseluruhan aktivitas kehidupan manusia (“learning to life together”), dan belajar
menjadi dirinya (“learning to be”). Hasil pembelajaran yang terpenting adalah peserta
didik memiliki kekuatan dan kemampuan belajar mengembangkan diri lebih lanjut,
bukan hanya memperoleh sejumlah pengetahuan, kompetensi, dan sikap, tetapi juga
lebih penting adalah mengembangan kemampuan metakognisi, yaitu bagaimana
pengetahuan, kompetensi, dan sikap itu diperoleh dan digunakan (Schunk, 2012).
Model pembelajaran eksperimen yang berpusat pada peserta didik merupakan

177
alternatif pilihan model untuk mempersiapkan peserta didik menjadi sumber daya
manusia unggul siap menghadapi masyarakat 5.0 yang penuh dengan tantangan
sekaligus peluang. Berikut ini alternatif konsep model pembelajaran berparadigma
konstruktif, berpusat pada peserta didik dan berbasis eksperimen untuk membelajarkan
kompetensi kecakapan abad 21 dalam upaya menyiapkan peserta didik menghadapi
tantangan era society 5.0, yaitu model: inquiry training, inkuiry jurisprudensi, group
investigation dan Project Based Learning (PjBL). Deskripsi singkat prinsip, prosedur
dan efek pembelajaran dari model-model pembelajaran tersbut adalah seperti uraian
berikut ini.
1. Inquiry Training
Untuk model ini, terdapat tiga prinsip utama, yaitu bahwa pengetahuan bersifat
tentatif, manusia memiliki sifat alamiah ingin tahu, dan manusia mampu
mengembangkan dirinya secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses
penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingkan peserta
didik melakukan eksplorasi, dan yang ketiga kemandirian, akan bermuara pada
integritas dan sikap ilmiah
Sistem sosial yang dikembangkan dalam kelas adalah kerjasama, kebebasan
intelektual, dan kesamaan derajat. Dalam proses kerjasama, interaksi peserta didik
harus didorong dan digalakkan. Lingkungan intelektual ditandai oleh sifat terbuka
terhadap berbagai ide yang relevan. Partisipasi guru dan peserta didik dalam
pembelajaran dilandasi oleh paradigma persamaan derajat dalam mengakomodasikan
segala ide yang berkembang. Prinsip-prinsip reaksi yang harus dikembangkan adalah:
pengajuan pertanyaan yang jelas dan lugas, menyediakan kesempatan kepada peserta
didik untuk memperbaiki pertanyaan, menunjukkan butir-butir yang kurang sahih,
menyediakan bimbingan tentang teori yang digunakan, menyediakan suasana
kebebasan intelektual, menyediakan dorongan dan dukungan atas interaksi, hasil
eksplorasi, formulasi, dan generalisasi peserta didik. Sarana pembelajaran yang
diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses
intelektual peserta didik dan masalah-masalah yang menantang peserta didik untuk
melakukan penelitian. Dampak pembelajaran model ini adalah menguasai model

178
penelitian dan semangat kreatif. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat
memahami tentatif krilmuan, memliki keterampilan proses keilmuan, memiliki sikap
otonomi, dan toleransi terhadap ketidakpastian.
2. Inquiri Jurisprudensi.
Model inquiri jurisprudensi dikembangkan Donald Oliver dan James Shaver P.
(1966/1974), startegi ini dikembangkan untuk membantu peserta didik belajar berpikir
sistematis tentang berbagai isu-isu kontemporer. Kemampuan berpikir sistematis
dibutuhkan siswa untuk menyikapi isu-isu terkini berkaitan dengan kebijakan
kepentingan publik serta menganalisis posisi-posisi alternatif yang tepat sebagai warga
negara. Model Inkuiri Jurisprudensi didasarkan pada konsepsi masyarakat dimana
setiap orang memiliki pandangan dan prioritas yang berbeda-beda dan nilai-nilai sosial.
seringkali berbenturan satu dengan lainnya. Untuk mengatasi isu-isu kompleks
dan kontroversial dalam konteks masyarakat yang produktif mengharuskan setiap
warga negara memiliki kemampuan untuk saling berdiskusi dan menegosiasikan
perbedaan mereka Efek lansung pembelajaran inquiri jurisprudensi adalah penguasaan
kemampuan menganalisa masalah, kemampuan untuk melakukan dialog intensif
dengan orang lain, memotivasi untuk terlibat kegiatan sosial dan membangkitkan
keinginan melakukan aksi-aksi sosial. Sikap memelihara nilai-nilai pluralisme dan
penghormatan terhadap sudut pandang orang lain dan juga mendukung penggunaan
emosi dalam merespon kebijakan sosial. Penguasaan keterampilan dalam
mengidentifikasi permasalahan kebijakan; penerapan nilai-nilai sosial; penggunaan
analogi untuk mengeksplorasi isuisu; dan kemampuan untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah faktual dan nilai. Hal ini dapat meningkatkan respon emosi
pebelajar dalam hal kebijakan sosial, meskipun model ini membawa ke dalam
bermacammacam tanggapan emosional siswa.
Efek lansung model pembelajaran model inkuiri jurisprudensi yaitu peserta
didik menguasai kemampuan menganalisa masalah, kemampuan untuk melakukan
dialog intensif dengan orang lain, memotivasi untuk terlibat kegiatan sosial dan
membangkitkan keinginan melakukan aksi sosial Memelihara nilai-nilai pluralisme
dan penghormatan terhadap sudut pandang orang lain dan juga mendukung

179
penggunaan emosi dalam merespon kebijakan sosial. Peserta didik menguasai
keterampilan mengidentifikasi permasalahan kebijakan, penerapan nilai-nilai sosial,
penggunaan analogi untuk mengeksplorasi isu-isu, dan kemampuan untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah faktual dan nilai. Hal ini dapat
meningkatkan respon emosi pebelajar dalam hal kebijakan sosial, meskipun model ini
membawa ke dalam bermacam-macam tanggapan emosional siswa.
3. Group Investigation
Model pembelajaran group investigation bermula dari perpsektif filosofis
terhadap konsep belajar John Dewey. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah
buku Democracy and Education (Arends, 1998). Dewey menggagas konsep
pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi
sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang
utama tentang pendidikan (Jacob.1996), adalah: (1) peserta didik hendaknya aktif,
learning by doing; (2) belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik; (3) pengetahuan
adalah berkembang, tidak bersifat tetap; (4) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan
kebutuhan dan minat peserta didik; (5) pendidikan harus mencakup kegiatan belajar
dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya
prosedur demokratis sangat penting; (6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan
dengan dunia nyata. Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model
group-investigation yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen
menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan
mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi (Arends, 1998).
Sistem sosial yang dikembangkan adalah meminimalisir arahan guru,
demokratis, guru dan peserta didik memiliki status yang sama yaitu menghadapi
masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan. Prinsip reaksi yang dikembangkan
adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif.
Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan
pemaknaan perseorangan. Dampak pembelajaran yang timbul adalah memiliki
pandangan konstruktivistik tentang pengetahuan, penelitian yang berdisiplin, proses
pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam. Sebagai dampak pengiring

180
pembelajaran adalah hormat terhadap HAM dan komitmen dalam bernegara,
kebebasan sebagai peserta didik, penumbuhan aspek sosial, interpersonal, dan
intrapersonal.
Sistem sosial yang dikembangkan adalah meminimalisir arahan guru,
demokratis, guru dan peserta didik memiliki status yang sama yaitu menghadapi
masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan. Prinsip reaksi yang dikembangkan
adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif.
Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan
pemaknaan perseorangan. Dampak pembelajaran yang timbul adalah memiliki
pandangan konstruktivistik tentang pengetahuan, penelitian yang berdisiplin, proses
pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam. Sebagai dampak pengiring
pembelajaran adalah hormat terhadap HAM dan komitmen dalam bernegara,
kebebasan sebagai peserta didik, penumbuhan aspek sosial, interpersonal, dan
intrapersonal.
4. Project Based Learning (PjBL)
Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang
memperhatikan pemahaman peserta didik dalam melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi dan mensintesis informasi melalui cara yang bermakna (Bell, 2005).
Pembelajaran berbasis proyek juga merupakan suatu model pembelajaran yang
menyangkut pemusatan pertanyaan dan masalah yang bermakna, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, proses pencarian berbagai sumber, pemberian kesempatan
kepada anggota untuk bekerja secara kolaborasi, dan menutup dengan presentasi
produk nyata. Pembelajaran berbasis proyek ini tidak hanya mengkaji hubungan antara
informasi teoritis dan praktek, tetapi juga memotivasi peserta didik untuk merefleksi
apa yang mereka pelajari dalam pembelajaran dalam sebuah proyek nyata serta dapat
meningkatkan kinerja ilmiah mereka Grant (2008)
Sistem sosial yang dikembangkan oleh peserta didik dalam tim adalah
merencanakan, mengorganisasikan, negosiasi, dan membuat konsensus tentang tugas
yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan apa, dan bagaimana mengumpulkan
informasi yang dibutuhkan dalam berinvestigasi. Keterampilan yang akan

181
dikembangkan peserta didik merupakan keterampilan yang esensial sebagai landasan
untuk keberhasilan proyek mereka. Keterampilan-keterampilan yang dikembangkan
melalui kolaborasi dalam tim menyebabkan pembelajaran menjadi aktif, di mana setiap
individu memiliki keterampilan yang bervariasi sehingga setiap individu mencoba
menunjukkan keterampilan yang mereka miliki dalam kerja tim mereka. Prinsip reaksi
yang dikembangkan guru adalah pembelajaran secara aktif dapat memimpin peserta
didik ke arah peningkatan keterampilan dan kinerja ilmiah. Kinerja ilmiah tersebut
mencakup prestasi akademis, mutu interaksi hubungan antar pribadi, rasa harga diri,
persepsi dukungan sosial lebih besar, dan keselarasan antar para peserta didik. Dampak
model pembelajaran berbasis proyek adalah memberikan kebebasan kepada peserta
didik untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif,
dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada
orang lain. Peserta didik terdorong lebih aktif dalam belajar sehingga dapat
meningkatkan kinerja ilmiah peserta didik, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator
dan mengevaluasi proses dan produk hasil kinerja peserta didik meliputi outcome yang
mampu ditampilkan dari hasil proyek yang dikerjakan.

182
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Putri.2019. Konsep Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.[online]


tersedia https://osf.io/pz3yj/?pid=yguet
Mahsunah, Dian. Dkk. 2012. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru. Kebijakan
Pengembangan Profesi Guru–Badan PSDMPK-PMP.[online]
tersedia:https://www.usd.ac.id/fakultas/pendidikan/f1l3/PLPG2017/K
EBIJAKAN%20PEMBINAAN%20DAN%20PENGEMBANGAN%2
0GURU.pdf
Suib, Masluyah. Kebijakan Dan Pengembangan Mutu Dosen.[online] tersedia:
https://media.neliti.com/media/publications/218521-kebijakan-dan-
pengembangan-mutu-dosen.pdf
Anonim. 2019. Pengertian Guru Profesional, Kriteria dan Pendidikannya.

Ibeng, Parta. 2021. Pengertian Guru Profesional, 16 Kriteria, dan Kompetensi

Menurut Para Ahli.

Rismawansyah, Abdul (2014). PENGEMBANGAN PROFESI KEGURUAN SERTA

MASALAH DAN SOLUSINYA. Nusa Tenggara Timur. FKIP


Universitas Mataram

Sennen, Eliterius (2017). PROBLEMATIKA KOMPETENSI DAN

PROFESIONALISME GURU. Nusa Tenggara Timur. STKIP Santu


Paulus Ruteng

Santos, Sedya.2010. Profesionalisme Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Berbasis


Sistem Dan Kreatifitas. AI-Bidayah, Vol. 2 No.2, Desember 2010: 149-
170
Idris, Muh. Standar Kompetensi Guru Profesional. STAI Luqman Al Hakim Surabaya
Bahar, Herwina. 2016. Etika dan Profesi Kependidikan. Jakarta: FIP UMJ
Chotimah, Umi. 2009. Peranan Lptk Dalam Mewujudkan Guru Yang Profesional :

183
Suatu Tantangan Dan Harapan. [online] tersedia
https://repository.unsri.ac.id/25873/1/1._Makalah_Semnas_2009_%28
Peranan_LPTK%29-UC.pdf
Patimah. 2016. Pendidik Dalam Pengembangan Kurikulum. Al Ibtida, Vol. 3 No. 1,
Juni 2016
Kirom, Askhabul. 2017. Peran Guru Dan Peserta Didik Dalam Proses Pembelajaran
Berbasis Multikultural. Volume 3, Nomor 1, Desember 2017
Elvianasti, Mega. 2020. Modul Profesi Pendidikan.[online] tersedia:
http://repository.uhamka.ac.id/5785/1/MODUL%20PROFESI%20PE
NDIDIKAN%20%28EDIT%29.pdf
Sudarmawan, Bangbang. 2008. Peranan Guru Dalam Pelaksanaan Kegaitan
Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 48 Kebayoran Lama.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7235/1/BA
MBANG%20SUDARMAWAN-FITK.pdf
Afroni, Akhmad.2009. Kompetensi Kepala Sekolah Sebagai Supervisor Pembelajaran
Dalam Upaya Peningkatan Kompetensi Guru. FORUM TARBIYAH
Vol. 7, No. 1, Juni 2009
Sumarno. 2019. Pembelajaran Kompetensi Abad 21 Menghadapi Era Society. [online]
tersedia
http://ojs.semdikjar.fkip.unpkediri.ac.id/index.php/SEMDIKJAR/articl
e/view/28/26
Ruhania, Ismi Nur’Ani. 2016. Kinerja Asesor Badan Akreditasi Provinsi
Sekolah/Madrasah (Bap S/M) Terhadap Penjaminan Mutu Eksternal
Pada Satuan Pendidikan Madrasah Tsanawiyah Di Surabaya.
SKRIPSI [online] tersedia
https://minio1.123dok.com/dt03pdf/123dok/000/561/561475.pdf.pdf?
X-Amz-Content-Sha256=UNSIGNED-PAYLOAD&X-Amz-
Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz-
Credential=HBT28R878GBP52A279VA%2F20210630%2F%2Fs3%2
Faws4_request&X-Amz-Date=20210630T001249Z&X-Amz-

184
SignedHeaders=host&X-Amz-Expires=600&X-Amz-
Signature=ff71db5a63a396c2c73be3e2c644976434cd179f154e949017
7d9bc88dd3d593

185

Anda mungkin juga menyukai