Anda di halaman 1dari 64

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN 19
TENTANG
PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
Catatan: judul disesuaikan dengan ruang lingkup pengaturan dalam batang
tubuh, yaitu pelayanan kesehatan terhadap PAK yang berkaitan dengan
diagnostik dan tata laksananya. Sehingga rancangan permenkes ini tidak
dimaknai sebagai pengaturan mengenai standar teknis kesehatan secara luas
terhadap PAK, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 8 PP Kesja.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk menjamin pemenuhan hak setiap pekerja


terhadap risiko gangguan kesehatan yang disebabkan
oleh proses kerja, lingkungan kerja dan perilaku kerja
pekerja, diperlukan pelayanan yang optimal dalam
diagnosis dan tatalaksana Penyakit Akibat Kerja;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf a
Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2019 tentang
Kesehatan Kerja, perlu mengatur standar kesehatan kerja
dalam pelayanan penyakit akibat kerja;
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2019 tentang
Kesehatan Kerja, perlu mengatur standar kesehatan kerja
dalam pelayanan penyakit akibat kerja;
catatan: landasan yuridis permenkes ini bukan
ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf a PP 88/2019,
melainkan dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (3)
-2-

yang menyatakan bahwa diagnostik dan tata laksana


memerlukan pengaturan tersendiri dengan mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun
2016 tentang tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Penyakit Akibat Kerja perlu disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan
hukum;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat
Kerja;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Dan
Jaminan Kematian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5714) sebagaimana telah
diubah…;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi
Pegawai Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 212, Tambahan
-3-

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5740)


sebagaimana telah diubah…;
6. PP 102 Tahun 2015
7. Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2019 tentang
Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6444);
8. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
9. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 165) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018
Tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 130);
10. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2019 tentang
Penyakit Akibat Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 18);
11. Peraturan Menteri Keuangan 141/PMK.02/2018 tentang
Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan Dalam
Pemberian Manfaat Pelayanan Kesehatan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1489);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PENYELENGGARAAN PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA.

Perlu didefinisikan mengenai agen penyebab, pajanan


Pasal 1
Pengaturan penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat kerja
bertujuan untuk:
a. memberikan acuan dalam pemberian pelayanan penyakit
akibat kerja yang bermutu dan dapat
dipertanggungjawabkan; dan
-4-

b. memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi


pemberi dan penerima pelayanan penyakit akibat kerja,
penyelenggara jaminan dalam pemberian manfaat
pelayanan penyakit akibat kerja, dan pemangku
kepentingan terkait.

Pasal 2
(1) Pelayanan penyakit akibat kerja diberikan pada pekerja
yang menderita atau diduga menderita penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.
(2) Pelayanan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berlaku untuk semua pekerja baik sektor
formal maupun informal, termasuk Aparatur Sipil
Negara, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

Pasal 3
Pelayanan penyakit akibat kerja meliputi:
a. diagnosis penyakit akibat kerja; dan
b. tata laksana penyakit akibat kerja.

Pasal 4
(1) Diagnosis penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf a dilaksanakan melalui kegiatan
dengan pendekatan 7 (tujuh) langkah yang meliputi:
a. penegakan diagnosis klinis;
b. penentuan pajanan yang dialami pekerja di tempat
kerja;
c. penentuan hubungan antara pajanan dengan
diagnosis klinis;
d. penentuan besarnya pajanan;
e. penentuan faktor individu yang berperan;
f. penentuan faktor lain di luar tempat kerja; dan
g. penentuan diagnosis okupasi.
(2) Pendekatan 7 (tujuh) langkah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan seorang
-5-

pekerja terkena penyakit akibat kerja dan jenis penyakit


akibat kerja.

Pasal 5
Dalam proses penegakan diagnosis penyakit akibat kerja
dengan pendekatan 7 (tujuh) langkah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, ditetapkan 2 (dua) kategori yang meliputi:
a. penyakit akibat kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan
tertentu; dan
b. dugaan penyakit akibat kerja.

Pasal 6
(1) Penyakit akibat kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a
dapat ditegakkan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan.
Catatan: ayat (1) dipindah setelah ayat (3)
(2) Penyakit akibat kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi kriteria, meliputi:
a. penyakit memiliki penyebab yang jelas dan spesifik;
b. memiliki hubungan waktu antara pajanan dan
timbulnya penyakit yang jelas;
c. besar pajanan dapat diketahui/diakui secara umum;
dan
d. pengaruh faktor individu dan faktor lain di luar
tempat kerja dapat disingkirkan dengan sederhana.
(3) Penyakit akibat kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) termasuk gangguan atau penyakit yang disebabkan
oleh kecelakaan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Penegakan diagnosis penyakit akibat kerja yang spesifik
dilakukan oleh dokter atau dokter spesialis yang
berkompeten di bidang kesehatan kerja sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
-6-

(5) Diagnosis penyakit akibat kerja yang spesifik pada jenis


pekerjaan tertentu tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(6) Menteri dapat menetapkan daftar diagnosis penyakit
akibat kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan tertentu
lain berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan.
Catatan: lampiran memuat diagnosis dan tata laksana
PAK secara umum, termasuk contoh penetapan diagnosis
PAK spesifik dan PAK dugaan. Namun demikian, daftar
diagnosis PAK secara definitif ditetapkan dalam
Kepmenkes.

Pasal 7
(1) Dugaan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf b merupakan penyakit yang diduga
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
(2) Dugaan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memiliki kriteria sebagai berikut:
a. penyakit memiliki satu atau lebih agen penyebab;
b. terdapat beberapa pajanan tempat kerja yang
kompleks sebagai penyebab penyakit;
c. membutuhkan keahlian khusus untuk
menginterpretasikan hubungan waktu dan besarnya
pajanan tempat kerja yang dapat menimbulkan
penyakit akibat kerja;
d. membutuhkan keahlian khusus untuk
menginterpretasikan pengaruh faktor individu dan
faktor lain di luar tempat kerja yang dapat menjadi
perancu;
e. penyakit baru yang diduga penyakit akibat kerja
(penyakit baru dan/atau disebabkan pajanan baru);
f. membutuhkan peran lintas profesi dalam
menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja;
dan/atau
g. adanya keraguan dan atau ketidakpuasan pihak
tertentu tentang diagnosis penyakit akibat kerja.
-7-

Catt:
Kemenkeu: Kriteria tidak kumulatif?
(3) Penegakan diagnosis pada dugaan penyakit akibat kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
dokter spesialis yang berkompeten di bidang penyakit
akibat kerja sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(4) Daftar contoh penyakit yang dapat menjadi dugaan
penyakit akibat kerja tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Catt:
Kemenkeu: dugaan penegakkannya dimana? Di FKRTL?

Pasal 8
(1) Tata laksana penyakit akibat kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilakukan sesuai
dengan kebutuhan medis yang meliputi:
a. tata laksana medis; dan
b. tata laksana okupasi.
(2) Tata laksana medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan, dan standar operasional prosedur.
(3) Tata laksana okupasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b terdiri atas tata laksana okupasi pada
individu dan tata laksana okupasi pada komunitas.
(4) Tata laksana okupasi pada individu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. edukasi dan konseling;
b. tindakan untuk mencegah komplikasi atau
keparahan;
c. pelayanan penilaian kelaikan kerja;
d. pelayanan penilaian kembali bekerja; dan
e. pelayanan penilaian kecacatan.
(5) Tata laksana okupasi pada komunitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. pelayanan pencegahan penyakit akibat kerja; dan
b. pelayanan penemuan dini penyakit akibat kerja.
-8-

(6) Tata laksana medis dan okupasi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan oleh dokter dan/atau dokter
spesialis, sesuai dengan kompetensi dan kewenangan
masing-masing.
(7) Tata laksana okupasi pada komunitas berupa pelayanan
pencegahan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf a dilakukan dokter, dokter spesialis,
dan/atau tenaga lain di bidang kesehatan kerja.

Pasal 9
(1) Sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pelayanan
penyakit akibat kerja sesuai dengan kebutuhan
pelayanan masing-masing penyakit akibat kerja.
(2) Dalam hal di fasilitas pelayanan kesehatan tidak tersedia
sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan
pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
dilakukan rujukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.

Pasal 10
Pembiayaan pelayanan penyakit akibat kerja dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11
(1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara
pelayanan penyakit akibat kerja wajib melakukan
pencatatan terhadap pekerja yang menderita atau diduga
menderita penyakit akibat kerja.
Catt:
Kemenkeu klarifikasi kata “wajib”, apa implikasinya
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaporkan secara berjenjang kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan
Kementerian Kesehatan.
(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian dari surveilans kesehatan pekerja.
-9-

(4) Pencatatan kasus diduga penyakit akibat kerja dan kasus


penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terintergrasi dengan sistem informasi mengenai
kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 12
(1) Selain pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan penyakit akibat kerja
wajib melapor ke badan penyelenggara jaminan
pelayanan penyakit akibat kerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Catt:
Kemenkeu klarifikasi kata “wajib”, apa implikasinya

(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


menggunakan sistem informasi yang berlaku di fasilitas
pelayanan yang terintegrasi dengan sistem informasi
badan penyelenggara jaminan penyakit akibat kerja.

Pasal 13
Ketentuan mengenai diagnosis dan tata laksana penyakit
akibat kerja dan penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat
kerja tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 14
(1) Menteri Kesehatan, menteri terkait, kepala dinas
kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota, dan instansi daerah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat
kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
- 10 -

(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dapat melibatkan organisasi profesi.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi;
b. pendidikan dan pelatihan; dan/atau
c. pemantauan dan evaluasi.

Pasal 15
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1750), dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
- 11 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

TERAWAN AGUS PUTRANTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR

Telah diperiksa dan disetujui:


Kepala Biro Hukum dan Direktur Jenderal Sekretaris Jenderal
Organisasi Kesehatan Masyarakat
Tanggal Tanggal Tanggal
Paraf Paraf Paraf

LAMPIRAN
- 12 -

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
PENYELENGGARAAN PELAYANAN
PENYAKIT AKIBAT KERJA

PENYELENGGARAAN PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jumlah usia kerja yang besar merupakan tantangan sekaligus
peluang dalam terwujudnya keberhasilan pembangunan bangsa. Pekerja
yang sehat merupakan aset bangsa. Dalam melakukan pekerjaannya,
pekerja memiliki risiko terhadap gangguan kesehatan yang disebabkan
oleh proses kerja, lingkungan kerja serta perilaku kesehatan pekerja.
Sehingga pekerja tidak hanya berisiko menderita penyakit yang terjadi
secara umum pada masyarakat, tetapi juga dapat menderita penyakit
akibat kerja dan kecelakaan kerja. Untuk itu pekerja perlu mendapatkan
pelayanan kesehatan yang komprehensif baik sebagai anggota masyarakat
dan sebagai pekerja. Setiap pengelola tempat kerja harus mengupayakan
tempat kerja yang aman dan sehat agar pekerjanya sehat dan produktif.

Amanah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


menyatakan bahwa seluruh pekerja baik sektor formal dan informal
memiliki hak dalam akses pelayanan kesehatan kerja termasuk pelayanan
penyakit akibat kerja. Upaya perlindungan kesehatan dan deteksi dini
penyakit akibat kerja sangat penting dilakukan untuk mencegah
timbulnya penyakit akibat kerja, membatasi keparahan penyakit dan
menghindari kecacatan yang mungkin timbul. Dokter memiliki peran
penting dalam deteksi dini penyakit akibat kerja agar dapat dilakukan
penanganan yang cepat (prompt treatment) dan tatalaksana penyakit yang
komprehensif serta mendorong upaya pencegahan dan pengendalian
potensi bahaya di lingkungan kerja yang dapat melindungi pekerja lain
- 13 -

dari penyakit akibat kerja.

Di Indonesia, gambaran penyakit akibat kerja saat ini seperti


fenomena “Puncak Gunung Es” dimana penyakit akibat kerja yang
diketahui dan dilaporkan masih sangat terbatas. Kondisi ini belum
menggambarkan besarnya masalah kesehatan kerja di Indonesia karena
masih banyaknya tempat kerja yang belum memahami keselamatan dan
kesehatan kerja. Tidak terdiagnosisnya penyakit akibat kerja juga
menyebabkan terhalangnya hak-hak pekerja serta minimnya data
nasional penyakit akibat kerja yang berdampak pada ketidakseimbangan
penggunaan manfaat antar badan penyelenggara jaminan dan menjadi
beban negara. Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya penguatan
penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat kerja di fasilitas pelayanan
kesehatan khususnya dalam penegakkan diagnosis penyakit akibat kerja
berdasarkan jenis penyakit akibat kerja yang tertuang dalam Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja.

B. Sasaran
1. Dokter;
2. Dokter spesialis;
3. Tenaga kesehatan lain;
4. Tenaga lain di bidang kesehatan kerja
5. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama;
6. Fasilitas pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan;
7. Dinas Kesehatan;
8. Dinas Ketenagakerjaan;
9. Pemberi kerja;
10. Pekerja/asosiasi pekerja;
11. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan;
12. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan;
13. PT. ASABRI;
14. PT. TASPEN; dan
15. Pemangku kepentingan terkait lainnya.
- 14 -

BAB II
PENYAKIT AKIBAT KERJA

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan


dan/atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja umumnya timbul dalam
jangka waktu yang relatif lama setelah terpajan dengan bahaya potensial dan
sering kali dapat dipulihkan dengan penghentian pajanan. Penyakit akibat
kerja dapat bersifat irreversible apabila tidak ditangani sedini mungkin.
Pajanan yang menyebabkan penyakit akibat kerja dibagi menjadi 5 (lima),
yaitu:
1. Pajanan fisika
Suhu ekstrem, bising, pencahayaan, vibrasi, radiasi pengion dan non
pengion dan perubahan tekanan udara.
2. Pajanan kimia
Semua bahan kimia dalam bentuk padat, cair, dan gas.
3. Pajanan longan biologi
Bakteri, virus, jamur, mamalia parasite, fauna dan flora lainnya
4. Pajanan ergonomi
Angkat angkut berat, posisi kerja janggal, posisi kerja statis, gerak
repetitif, penerangan, Visual Display Terminal (VDT) dan lain-lain.
5. Pajanan psikososial
Beban kerja kualitatif dan kuantitatif, organisasi kerja, kerja monoton,
hubungan interpersonal, kerja shift, lokasi kerja dan lain-lain.

Secara epidemiologis adanya hubungan sebab akibat antara pajanan dan


penyakit akibat kerja dapat diketahui melalui:
1. Hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit. Secara spesifik
pajanan yang sama konsisten menyebabkan penyakit akibat kerja yang
sama;
2. Frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi daripada
masyarakat, dan lebih tinggi pada kelompok pekerja yang terpajan
dibandingkan dengan yang tidak terpajan di tempat kerja; dan
3. Penyakit dapat dicegah dengan melakukan upaya promotif dan preventif
di tempat kerja.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit


Akibat Kerja, penyakit akibat kerja meliputi jenis penyakit:
1. yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas pekerjaan;
- 15 -

2. berdasarkan sistem target organ;


3. kanker akibat kerja; dan
4. spesifik lainnya

Berbeda dengan kecelakaan kerja yang terjadi secara akut dan mudah
diketahui penyebabnya, perjalanan penyakit akibat kerja umumnya
berlangsung cukup lama dan kurang/tidak adanya dokumentasi data
lingkungan kerja menyebabkan kesulitan dokter dalam mengkorelasikan klinis
penyakitnya dengan penyebab penyakit yang berasal dari tempat kerja. Namun
demikian dengan perkembangan profesi ilmu kedokteran saat ini telah
meningkatkan kemampuan dokter dalam melakukan diagnosis penyakit akibat
kerja untuk memastikan penyebab penyakit berasal dari pekerjaan baik dari
proses, bahan, alat, perilaku maupun lingkungan kerja.

Pelayanan penyakit akibat kerja merupakan bagian penting dari upaya


kesehatan kerja. Pelayanan penyakit akibat kerja merupakan pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk mengobati penyakit, membatasi keparahan,
memulihkan kesehatan dan mencegah kecacatan yang ditimbulkan akibat
penyakit akibat kerja, serta tindak lanjut pelayanan penyakit akibat kerja
secara komunitas untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja pada
kelompok pekerja yang memiliki risiko yang sama. Untuk itu penegakkan
diagnosis penyakit akibat kerja berfungsi sebagai :

1. Aspek medik: dasar tata laksana medis dan tata laksana okupasi serta
membatasi kecacatan dan keparahan penyakit.
2. Aspek komunitas: upaya untuk pencegahan dan perlindungan pekerja
lain, sehingga penegakkan diagnosa akibat kerja merupakan Public Health
Concern.
3. Aspek legal: pemenuhan hak pekerja.

Penyakit akibat kerja dapat dicegah dengan melakukan upaya kesehatan


kerja. Untuk itu Pemerintah, Pemberi kerja dan Pekerja memiliki peran dan
tanggung jawab dalam mewujudkan tempat kerja yang sehat dan terbebas dari
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan melalui kegiatan promotif
dan preventif.

Kegiatan promotif (promosi kesehatan) di tempat kerja diselenggarakan


agar dapat membudayakan perilaku hidup sehat pada semua orang yang
berada di tempat kerja agar dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya secara mandiri sehingga menjadikan yang sehat tetap sehat,
- 16 -

mencegah yang sehat menjadi sakit, dan meningkatkan produktivitas. Promosi


kesehatan di tempat kerja dapat diselenggarakan melalui penerapan kebijakan,
peraturan dan prosedur di tempat kerja yang mengakomodir aspek kesehatan
pada setiap kegiatan di tempat kerja, peningkatan pengetahuan kesehatan,
dan kegiatan lainnya.

Kegiatan preventif penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan


penerapan standar kesehatan kerja dan juga deteksi dini penyakit akibat kerja.
Penanganan penyakit akibat kerja sedini mungkin akan membatasi terjadinya
keparahan penyakit dan mencegah kecacatan yang mungkin timbul. Selain itu
tindakan pencegahan tertier kepada pekerja lainnya harus dilakukan dengan
memberikan masukan terhadap tempat kerja untuk melakukan perbaikan
lingkungan kerja.

Pekerja yang mengalami penyakit akibat kerja, selain dilakukan tata


laksana medis juga harus dilakukan tatalaksana okupasi agar mencegah dan
membatasi terjadinya kecacatan lebih lanjut. Kegiatan evaluasi kecacatan pada
pekerja yang mengalami penyakit akibat kerja juga diperlukan untuk
menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi dan kemampuan pekerja sehingga
produktifitas pekerja akan optimal tanpa menganggu status kesehatan pekerja.
- 17 -

BAB III
DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA

Dokter yang memberikan pelayanan kesehatan pada setiap pasien dengan


status pekerja harus mempertimbangkan adanya pengaruh pekerjaan dan
lingkungan kerja sebagai penyebab terjadinya penyakit. Diagnosis penyakit
akibat kerja penting dilakukan agar penanganan penyakitnya dapat dilakukan
secara tepat untuk mencegah terjadi keparahan dan kecacatan.

Jenis penyakit akibat kerja yang tercantum dalam Peraturan Presiden


Nomor 7 Tahun 2019 tentang Jenis Penyakit Akibat Kerja belum memberikan
gambaran diagnosis klinis yang diperlukan dalam penegakan diagnosis
penyakit akibat kerja. Untuk itu diperlukan penjelasan lebih lanjut tentang
jenis penyakit akibat kerja sesuai dengan kode penyakit dalam ICD
(International Classification of Diseases) yang digunakan dokter dalam
mendiagnosis penyakit akibat kerja.

A. Kewenangan Dokter dalam Diagnosis Penyakit Akibat Kerja


Dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pekerja dan
menemukan adanya kecurigaan penyakit akibat kerja, maka dokter
memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan diagnosis penyakit akibat
kerja dalam rangka kesembuhan pasien (pekerja) dan perlindungan
kesehatannya. Dokter sebagai profesional memiliki pengetahuan,
keilmuan serta tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan
terhadap pasien serta terikat sumpah profesi dan kode etik profesi.

Penegakkan diagnosis penyakit akibat kerja harus dilakukan dengan


sebenar-benarnya berdasarkan fakta, data, etik, keilmuan, kompetensi,
kewenangannya berdasarkan standar prosedur opearsional, standar
pelayanan dan standar profesi yang dilindungi oleh Undang-Undang
tentang Praktik Kedokteran. Penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat
kerja dilaksanakan secara bertanggung jawab dan nondiskriminatif serta
didokumentasikan dengan penerapan medical record yang baik.

Diagnosis penyakit akibat kerja dilakukan oleh dokter atau dokter


spesialis yang kompeten di bidang kesehatan kerja, dimana dokter dan
dokter spesialis yang kompeten di bidang kesehatan kerja memiliki
kompetensi dalam melakukan langkah-langkah diagnosis,
penatalaksanaan serta pelaporan penyakit akibat kerja sesuai standar.
Kompetensi dokter dan dokter spesialis di bidang kesehatan kerja
- 18 -

diperoleh melalui pendidikan formal atau pelatihan mengenai diagnosis


dan tata laksana penyakit akibat kerja yang terstandar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan bidang kesehatan.

B. Prinsip Penegakan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja.


Penegakkan diagnosis penyakit akibat kerja dilakukan dengan
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan
dalam melakukan intepretasi secara tepat. Pendekatan tersebut
menggunakan 7 langkah diagnosis penyakit akibat kerja untuk dapat
memastikan penyebab penyakit berasal dari pekerjaan baik dari proses,
bahan, alat dan perilaku maupun lingkungan kerja. Adapun 7 langkah
diagnosis penyakit akibat kerja adalah sebagai berikut:
1. Penegakan Diagnosis Klinis
Langkah ini dilakukan oleh dokter dan/atau dokter spesialis klinis
terkait penyakitnya. Diagnosis klinis harus ditegakkan terlebih
dahulu dengan melakukan:
a. anamnesa;
b. pemeriksaan fisik;
c. bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
khusus dan rujukan.
Setelah diagnosis klinis tegak kemudian dilakukan langkah
selanjutnya.

2. Penentuan Pajanan yang Dialami Pekerja di Tempat Kerja


a. Penentuan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja
dilakukan dengan anamnesa yang lengkap mengenai pekerjaan
pasien, mencakup:
1) deskripsi semua pekerjaan secara kronologis dan pajanan
yang dialami (pekerjaan terdahulu sampai saat ini);
2) periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan;
3) produk yang dihasilkan;
4) bahan yang digunakan;
5) cara bekerja;
6) proses kerja;
7) riwayat kecelakaan kerja; dan
8) Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan atau upaya
perlindungan lain yang telah dilakukan.
- 19 -

b. Anamnesa tersebut dapat ditunjang dengan data yang


objektif, seperti catatan perusahaan mengenai informasi pajanan
atau kunjungan ke tempat kerja serta telaah pustaka terkait
pajanan kerja suatu industri atau pekerjaan tertentu.

3. Penentuan Hubungan antara Pajanan dengan Diagnosis Klinis


Untuk menentukan apakah ada hubungan antara diagnosis klinis
dan pajanan yang dialami pasien, menggunakan referensi dan hasil
kajian yang ada sebagai berikut:
a. identifikasi hubungan penyakit yang dialami (diagnosis klinis)
dengan pajanan yang ada, didasarkan pada evidence based,
yang dapat mengacu pada List ILO Occupational Dieases dan
ICD OH (International Classification of Diseases Occupational
Health) atau data evidence based lainnya.
b. hubungan pajanan dengan diagnosis klinis dipengaruhi oleh
waktu timbulnya gejala setelah terpajan oleh bahan tertentu.
c. umumnya penyakit lebih sering timbul apabila berada di tempat
kerja dan berkurang saat libur atau cuti.
d. umumnya terdapat pekerja dengan pajanan yang sama
menderita penyakit yang serupa.
e. hasil pemeriksaan kesehatan pra-kerja, berkala dan purna kerja
dapat digunakan sebagai salah satu data untuk menentukan
penyakit berhubungan dengan pekerjaannya.

4. Penentuan besarnya pajanan


Langkah selanjutnya menentukan besarnya pajanan, apakah cukup
untuk menimbulkan penyakit tersebut.
a. Penentuan besarnya pajanan dilakukan melalui anamnesis
tentang pekerjaan yang lengkap, mencakup: jumlah jam
terpajan perhari, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri,
besarnya pajanan secara kualitatif dan/atau kuantitatif, ada
kecukupan besar pajanan yang menyebabkan adanya diagnosa
klinis (kecukupan dosis).
b. Anamnesa tersebut dapat ditunjang dengan data yang objektif,
seperti catatan perusahaan mengenai informasi tersebut diatas
dan hasil biomonitoring.
c. penentuan besarnya pajanan juga dapat dilakukan dengan
melihat referensi karakteristik besar pajanan pada industri atau
- 20 -

pekerjaan tertentu, dosis minimal dan masa kerja minimal.


d. apabila penyakit yang dialami pekerja disebabkan oleh beberapa
pajanan sekaligus, maka besarnya pajanan tidak bisa
dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) saja, tetapi
perlu juga melihat efek saling menguatkan beberapa pajanan
dalam menimbulkan penyakit.

5. Penentuan Faktor Individu yang Berperan


Langkah selanjutnya menentukan adanya faktor individu yang dapat
menjadi perancu.
a. faktor individu yang berperan terhadap timbulnya penyakit
antara lain: jenis kelamin, usia, kebiasaan, riwayat penyakit
keluarga (genetik), status gizi, riwayat atopi, dan penyakit
penyerta.
b. adanya faktor individu dapat menjadi perancu diagnosis
penyakit akibat kerja, namun belum tentu meniadakan adanya
penyakit akibat kerja. Sehingga intepretasi langkah ini harus
dilakukan secara hati-hati oleh dokter yang memiliki kompetensi
dalam diagnosis penyakit akibat kerja.

6. Penentuan Faktor Lain di Luar Tempat Kerja


Langkah selanjutnya menentukan adanya faktor lain/pajanan di luar
tempat kerja yang dapat menjadi perancu.
a. Faktor lain/pajanan di luar tempat kerja yang dapat menjadi
perancu diantaranya seperti tinggal di lingkungan rumah yang
terdapat pajanan serupa dengan tempat kerja, melakukan
kegiatan lain di luar tempat kerja dengan pajanan yang sama.
b. Adanya faktor lain di luar tempat kerja dapat menjadi perancu
diagnosis Penyakit akibat kerja, namun belum tentu
meniadakan adanya penyakit akibat kerja. Sehingga intepretasi
langkah ini harus dilakukan secara hati-hati oleh dokter yang
memiliki kompetensi dalam diagnosis penyakit akibat kerja.

7. Penentuan Diagnosis Okupasi (Penyakit Akibat Kerja)


Setelah melakukan analisis 6 langkah di atas, maka dapat
disimpulkan penyakit yang diderita oleh pekerja adalah penyakit
akibat kerja atau bukan penyakit akibat kerja.
- 21 -

C. Kategori Penetapan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja


Dalam proses penetapan diagnosis penyakit akibat kerja dengan
pendekatan 7 (tujuh) langkah, ditetapkan 2 (dua) kategori yang meliputi:
1. Penyakit Akibat Kerja Yang Spesifik Pada Jenis Pekerjaan Tertentu
Penyakit akibat kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan tertentu
adalah penyakit akibat kerja yang dapat langsung ditegakkan oleh
dokter di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan kriteria yang
sudah ditentukan. Adapun kriteria penyakit akibat kerja yang
spesifik pada pekerjaan tertentu meliputi:
a. penyakit memiliki penyebab yang jelas dan spesifik;
b. memiliki hubungan waktu antara pajanan di tempat kerja dan
timbulnya penyakit yang jelas;
c. besar pajanan tempat kerja dapat diidentifikasi,
diketahui/diakui secara umum; dan
d. pengaruh faktor individu dan faktor lain di luar tempat kerja
dapat disingkirkan dengan sederhana.
Rincian kriteria beberapa penyakit akibat kerja yang spesifik pada
jenis pekerjaan tertentu tercantum dalam tabel rincian kriteria.
Apabila dokter yang memiliki kompetensi dalam diagnosis penyakit
akibat kerja dengan pertimbangan medis yang kuat berdasarkan 7
langkah diagnosis penyakit akibat kerja dan disertai data dukung
yang lengkap seperti hasil pemeriksaan kesehatan pra kerja, data
lingkungan kerja, data riwayat penyakit dan lain lain, maka dokter
tersebut dapat menetapkan penyakit akibat kerja selain penyakit
akibat kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan tertentu seperti yang
tercantum dalam tabel rincian kriteria.
Termasuk dalam penyakit akibat yang spesifik pada jenis pekerjaan
tertentu adalah gangguan atau penyakit yang disebabkan langsung
oleh kecelakaan kerja dan penyakit yang merupakan kelanjutan dari
kecelakaan kerja (penyakit akibat kecelakaan kerja), seperti Hepatitis
B, Hepatitis C dan HIV pasca kecelakaan kerja tertusuk jarum suntik
terkontaminasi pajanan biologi. Untuk itu tatalaksana dalam rangka
pencegahan penyakit akibat kecelakaan kerja (profilaksis) pada kasus
kecelakaan kerja merupakan bagian dari tatalaksana kecelakaan
kerja, seperti penanganan needle stick injury, penanganan luka
akibat terkena benda tajam terkontaminasi pajanan biologis, dan lain
lain.
- 22 -

2. Dugaan Penyakit Akibat Kerja


Dugaan penyakit akibat kerja adalah penyakit yang mungkin
disebabkan oleh pekerjaan/lingkungan kerja dimana membutuhkan
data dan informasi lengkap serta kompetensi khusus seorang dokter
untuk memastikan adanya hubungan klinis dengan penyebab
penyakitnya yang berasal dari pekerjaan/lingkungan kerja. Adapun
dugaan penyakit akibat kerja memiliki kriteria atau kondisi sebagai
berikut:
a. penyakit memiliki satu atau lebih agen penyebab;
b. terdapat beberapa pajanan tempat kerja yang kompleks sebagai
penyebab penyakit
c. membutuhkan keahlian khusus untuk menginterpretasikan
hubungan waktu dan besarnya pajanan tempat kerja yang dapat
menimbulkan penyakit akibat kerja;
d. membutuhkan keahlian khusus untuk menginterpretasikan
pengaruh faktor individu dan faktor lain di luar tempat kerja
yang dapat menjadi perancu;
e. penyakit baru yang diduga penyakit akibat kerja (penyakit baru
dan/atau disebabkan pajanan baru);
f. membutuhkan peran lintas profesi dalam menegakkan diagnosis
penyakit akibat kerja; dan
g. adanya keraguan dan atau ketidakpuasan pihak tertentu
tentang diagnosis penyakit akibat kerja.
Penentuan akhir diagnosa penyakit akibat kerja pada dugaan
penyakit akibat kerja ditetapkan oleh dokter spesialis yang
berkompeten di bidang kesehatan kerja sesuai dengan
kewenangannya. Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat dokter
spesialis yang berkompeten di bidang kesehatan kerja, penentuan
akhir diagnosa penyakit akibat kerja dapat dilakukan oleh dokter
spesialis yang terkait dengan bidang penyakit yang didiagnosis
dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter spesialis yang
berkompeten di bidang kesehatan kerja.
D. Daftar Beberapa Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Yang Spesifik Pada Jenis Pekerjaan Tertentu
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan

 Tenaga kesehatan
1 Tuberkulosis Penyakit yang Tuberkulosis Mycobacterium Tidak ada Minimal 1 Tidak ada Tidak ada Tuberkulosis Paru Akibat
yang melayani
Paru Akibat disebabkan oleh Paru Tuberculosis bulan kontak Kerja
pasien TB   
Kerja faktor biologi dari manusia dengan
 Petugas
dan penyakit yang terinfeksi penderita TB
ICD : laboratorium
infeksi atau di luar
memeriksa
parasit : tempat kerja.
specimen pasien
A15,- + Y96 tuberkulosis
TB
A16,- + Y96  Tenaga non
A17,- + Y96 kesehatan di
A18,- + Y96 fasilitas kesehatan
A19,- + Y96 yang kontak
dengan pasien/
spesimen TB

 Pekerja yang  isosianat


2 Asma Akibat Asma yang Asma Gejala timbul Tidak Tidak ada Tidak ada Asma Akibat Kerja
menggunakan  tepung dan
Kerja disebabkan oleh Bronchiale setelah terpajan berpengaruh riwayat alergen di
polyurethane debu biji
penyebab dan berkurang asma atau luar
ICD :  Pembuat roti, kue bijian
sensitisasi atau apabila alergi pekerjaan
dan makanan lain  detergen
zat iritan yang menghindari sebelumnya yang dapat
yang mengandung bubuk yang
J45.9 + Y96 dikenal dalam pajanan menyebabkan
tepung mengandung
proses timbulnya
pekerjaan  Pekerja pada enzym, asma
pembuatan  serbuk sari,
deterjen bubuk
 Pekerja laundry
terpajan deterjen
bubuk
 Pekerja meubel
 Pedagang bunga
 Pekerjaan yang  sabun /
3 Dermatitis Dermatosis Dermatitis Gejala Tidak Tidak ada Tidak ada Dermatitis kontak iritan
menggunakan deterjen,
kontak iritan kontak iritan kontak iritan berkurang berpengaruh kontak akibat kerja
bahan pajanan  pelarut,
akibat kerja yang apabila dengan
yang bersifat  minyak dan
disebabkan oleh menghindari bahan iritan
iritan seperti pelumas,
zat iritan yang agen penyebab, yang berada
pekerja bangunan  produk minyak
timbul dari morfologi lesi di luar
- 24 -
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan
kontak dengan bumi,
ICD : aktivitas sesuai dengan tempat kerja
semen ,  asam alkali,
pekerjaan, tidak pajanan pada
penata rambut  garam logam,
termasuk dalam area kontak
L24.0 + Y96  Pekerja di  semen
penyebab lain
lingkungan basah  terak dan kaca
(karena
(wet workers) wol atau
deterjen)
seperti nelayan, bahan iritan
penjual ikan lainnya.
L24.1 + Y96
(karena minyak
dan gemuk)

L24.2 + Y96
(karena pelarut)

L24.3 + Y96
(karena
kosmetik)

L24.4 + Y96
(karena obat
kontak dengan
kulit)

L24.5 + Y96
(karena produk
kimia lain)

L24.6 + Y96
(karena
makanan kena
kulit)

L24.7 + Y96
(karena
tanaman)

L24.8 + Y96
(karena agen
- 25 -
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan
lain)

 Pekerja logam,  logam


4 Dermatitis Dermatitis Dermatitis Area kontak Tidak Tidak ada Tidak ada Dermatitis kontak alergi
 Pekerja pembuat  perekat dan
kontak alergi kontak alergika kontak alergi sesuai dengan berpengaruh kontak akibat kerja
sepatu agen bonding
akibat kerja dan urtikaria pajanan, tidak dengan
yang  Penata rambut,  pewarna langsung timbul bahan
ICD :  Pekerja tekstil di  pengawet
disebabkan oleh setelah kontak pajanan di
faktor penyebab bagian pewarnaan tanaman dan luar tempat
alergi lain yang  Penyadap karet pohon kerja
L23.0 + Y96
timbul dari  Pekerja yang  produk karet
(karena logam)
aktivitas menggunakan  antiseptik
pekerjaan yang sarung tangan  antibiotik
L23.1 + Y96 karet
(karena perekat) tidak termasuk
dalam penyebab  Penyamak kulit
lain  Pekerja sektor
L23.2 + Y96 kesehatan
(karena bahan
kosmetik)

L23.3 + Y96
(karena obat
kontak dengan
kulit)

L23.4 + Y96
(karena
pewarna)

L23.5 + Y96
(karena produk
kimia lainnya)

L23.6 + Y96
(karena
makanan kena
kulit)

L23.7 + Y96
(karena
- 26 -
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan
tanaman)

L23.8 + Y96
(karena agen
lain)

5 Varicella Akibat Penyakit yang Varicella Tenaga kesehatan Virus varicella Tidak ada Minimal 14 Tidak ada Tidak kontak Varicella Akibat Kerja
Kerja disebabkan oleh zoster virus yang melayani zoster hari setelah dengan
faktor biologi dari manusia pasien varicella kontak penderita
ICD :
lain di tempat varicella di
B01.8 + Y96 kerja luar tempat
kerja.
B01.9 + Y96
 
 Infrared, Minimal 6  Tidak ada
6 Katarak Akibat Penyakit yang Katarak  Pekerja dengan Usia pekerja di Tidak ada Katarak Akibat Kerja
 Microwave bulan setelah riwayat
Kerja disebabkan oleh pajanan radiasi bawah 40 aktivitas
 Radiasi kontak. trauma
radiasi optik, pengion dari tahun terpajan di
ICD : pengion (rata-rata mata
meliputi mesin x-ray luar
terpajan sebelumn
H26.8 + Y96 ultraviolet,  Teknisi radar dan pekerjaan.
setiap hari ya,
radiasi microwave
kerja > 4 jam)  Tidak ada
elektromagnetik  Pekerja di reaktor
riwayat
(visible light), nuklir,
DM
infra merah,  Pandai besi,
sebelumn
termasuk laser.  Pekerja blower ya,
kaca
 Pekerja lain
terpajan infrared

7 Keratitis Akibat Penyakit yang Photokeratiti  Welders (pekerja Ultra Violet Gejala timbul Timbul < 24 Tidak ada Tidak ada Keratitis Akibat Kerja
Kerja disebabkan oleh s pengelasan) segera setelah jam setelah
radiasi optik,  Pekerja peleburan terpajan terpajan
ICD : meliputi logam, exposure las
ultraviolet,  Pekerja glass
H16.1 + Y96 radiasi blower,
elektromagnetik  Pekerja yang
(visible light), terpajan laser
infra merah, grade 3-4 (panjang
termasuk laser gelombang 532 -
- 27 -
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan
1064 nm)
 Pekerja terpajan
UV lainnya

8 Carpal Tunnel Carpal tunnel Carpal  Dokter gigi, Gerakan Tidak ada Minimal 8  Tidak ada Tidak ada Carpal Tunnel Syndrom
Syndrom Akibat syndrome Tunnel  Pekerja dengan berulang-ulang bulan. obesitas, aktifitas lain Akibat Kerja
Kerja karena periode Syndrom alat Jack (gerak repetitif), (rata-rata  Tidak ada di luar
berkepanjangan Hammer, pekerjaan yang terpajan kehamilan pekerjaan
ICD : dengan gerak  Pekerja mengetik, melibatkan setiap hari  Tidak ada yang dapat
repetitif yang  Pekerja pemotong getaran, Posisi kerja > 4 jam) riwayat menyebabkan
G56.0 + Y96 mengerahkan daging (butcher), ekstrim pada dislipidem CTS seperti
tenaga,  Pekerja pergelangan ia, gerakan
pekerjaan yang menggunakan tangan terutama hipertensi repetitif,
melibatkan gergaji (sawmill), kombinasi dari , DM, pekerjaan
getaran, posisi  Pekerja perakitan risiko tersebut Rheumath yang
ekstrim pada (manufacture) oid, melibatkan
pergelangan  Pekerja pelinting Arthritis getaran,
tangan rokok dengan  Tidak ada posisi ekstrim
tangan, riwayat pada
 Pekerja pemain cidera pergelangan
musik drum pada tangan.
 Pekerja lainnya pergelang
yang terpajan an
gerakan berulang tangan.
(gerak repetitif),
getaran, posisi
ekstrim pada
pergelangan
tangan.
- 28 -
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan

9 Rhinitis Akibat Kelainan Rhinitis  Pekerja di pabrik  isosianat Gejala timbul Segera setelah Tidak ada Tidak ada Rhinitis Akibat Kerja
Kerja saluran Alergi semen,  tepung dan setelah terpajan terpajan riwayat pajanan debu
pernafasan atas  Pekerja pabrik debu biji bijian dan berkurang alergi lain di luar
ICD : yang textile,  detergen apabila sebelumnya pekerjaan.
disebabkan oleh  Pekerja bubuk yang menghindari
J30.3 + Y96 sensitisasi atau pertambangan mengandung pajanan .
iritasi zat yang batubara, enzym,
ada dalam  serbuk sari,
proses
pekerjaan

10 Laringitis Akut Penyakit Laringitis  Penyanyi, Penggunaan pita Suara serak Segera setelah Tidak ada Tidak ada Laringitis Akut Akibat Kerja
Akibat Kerja saluran Akut  Presenter, suara setelah penggunaan riwayat
pernafasan lain (overuse of  Pembaca berita, berlebihan penggunakan suara infeksi
ICD : di mana ada voice  Guru, dosen, suara berlebihan saluran
hubungan laryngitis)  Pekerjaan lain berlebihan saat pernafasan
J04.0 + Y96 langsung antara yang bekerja atas
pajanan faktor menggunakan sebelumnya
risiko yang suara berlebihan.
muncul akibat
aktivitas
pekerjaan.

11 Tuli sensori Kerusakan Efek  Pekerja drilling, Bising berlebih Pemeriksaan Terpajang  Tidak Tidak ada Tuli sensori neural akibat
neural akibat pendengaran kebisingan  Pekerja bengkel, audiometri bising ditemuka hobi bising di tempat kerja.
bising di tempat yang pada telinga  Pengemudi alat nada murni berlebihan n riwayat mendengarka
kerja disebabkan oleh bagian dalam berat, didapatkan tuli minimal 6 genetik n musik
(Noise Induced kebisingan  Pekerja kamar sensorineural tahun. pada keras,
Hearing Loss) mesin kapal, pada frekuensi telinga menembak,
 Pekerja ruang antara 3000 –  Tidak ada dan lain lain
ICD : mesin kompresor 6000 Hz. riwayat
hiperbarik, minum
H90.3 + Y96  Teknisi pesawat, obat
 Penerbang (ototoksik)
helicopter  Tidak ada
 Pekerja di riwayat
landasan pesawat, infeksi
 Tenaga kesehatan telinga
kronik
- 29 -
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan
evakuasi medis  Tidak ada
udara riwayat
 Pandai besi, trauma
 Personil militer kepala,
dan kepolisian trauma
yang telinga
menggunakan
senjata api
 Pekerjaan lainnya
yang terpajan
bising tinggi.

12 Nyeri Punggung Penyakit otot Nyeri  Perawat yang Mengangkat Keluhan terjadi Bersifat akut  Tidak ada Tidak ada Nyeri Punggung Bawah
Bawah Akibat dan kerangka Punggung angkat angkut beban berat saat sedang segera setelah riwayat aktivitas Akibat Kerja
Kerja lain Bawah pasien bekerja atau terpajan (< 24 trauma manual
(Low Back Pain Sederhana  Pekerja kuli segera setelah jam setelah tulang handling di
Akibat Kerja) (Low Back panggul angkat angkut terpajan). punggung luar
Pain)  Pekerjaan dengan saat bekerja sebelumn pekerjaan.
ICD : mengangkat ya,
beban berat  Tidak ada
M54.5 + Y96 lainnya riwayat
RA/OA
pada
tulang
punggung
sebelumn
ya.

13 HNP Akibat Penyakit otot HNP  Perawat yang Manual  Keluhan Bersifat akut  Tidak ada Tidak ada HNP Akibat Kerja
Kerja dan kerangka angkat angkut handling. terjadi saat segera setelah riwayat aktivitas
lain pasien, sedang terpajan (< 24 trauma manual
ICD :  Pekerja kuli bekerja atau jam setelah tulang handling di
panggul, segera setelah terpajan) punggung luar
M51.1 + Y96  Pekerjaan dengan angkat angkut sebelumn pekerjaan.
mengangkat saat bekerja ya,
beban berat  Hasil rontgen  Tidak ada
lainnya. Lesi di L3, L4, riwayat
L5 RA/OA
pada
tulang
- 30 -
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan
punggung
sebelumn
ya.

14 Otitic Penyakit yang Aero otitic  Penerbang Perubahan Tidak ada Bersifat akut Tidak ada Tidak ada Otitic barotrauma akibat
barotrauma disebabkan oleh barotrauma  Awak kabin tekanan segera setelah kerja
akibat kerja udara  Atlet dirgantara, terpajan
bertekanan atau  Pekerja penyelam,
ICD : udara yang  Tenaga kesehatan
didekompresi pendamping
T70.0 + Y96 ruang udara
Hypobarik dan
Hyperbarik
(TOHB),
 Pekerja di bawah
tanah
(Compressed Air
Worker /CAW)
 Tenaga kesehatan
evakuasi medis
udara

15 Sinus Penyakit yang Sinus  Penerbang, Perubahan Tidak ada Bersifat akut Tidak ada Tidak ada Sinus barotrauma akibat
barotrauma disebabkan oleh barotrauma  Awak kabin tekanan segera setelah kerja
akibat kerja udara  Atlet dirgantara, terpajanan
bertekanan atau penyelam,
ICD : udara yang  Tenaga kesehatan
didekompresi pendamping
T70.1 + Y96 ruang udara
Hypobarik dan
Hyperbarik
(TOHB),
 Pekerja di bawah
tanah
(Compressed Air
Worker/CAW)
 Tenaga kesehatan
evakuasi medis
udara
- 31 -
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan
16 Barotrauma Penyakit yang Barotrauma  Penerbang, Perubahan Tidak ada Bersifat akut Tidak ada Tidak ada Barotrauma Akibat Kerja
Akibat Kerja disebabkan oleh (Mata,  Awak kabin tekanan segera setelah (Mata, Saluran Cerna
(Mata, Saluran udara Saluran  Atlet dirgantara, terpajanan Saluran Napas, Kulit, Gigi)
Cerna Saluran bertekanan atau Cerna  Penyelam,
Napas, Kulit, udara yang Saluran  Tenaga kesehatan
Gigi) didekompresi Napas, Kulit, pendamping
Gigi) ruang udara
ICD : Hypobarik dan
Hyperbarik
T70.2 + Y96 (TOHB),
 Pekerja di bawah
tanah
(Compressed Air
Worker/CAW),
 Tenaga kesehatan
evakuasi medis
udara

17 Penyakit Penyakit yang Penyakit  Penerbang, Perubahan Tidak ada Bersifat akut Tidak ada Tidak ada Penyakit Dekompresi Akibat
Dekompresi disebabkan oleh Dekompresi  Awak kabin tekanan segera setelah Kerja (Caisson Disease
Akibat Kerja udara (Caisson  Atlet dirgantara, terpajanan Akibat Kerja)
(Caisson bertekanan atau Disease)  Penyelam,
Disease Akibat udara yang  Tenaga kesehatan
Kerja) didekompresi pendamping
ruang udara
ICD : Hypobarik dan
Hyperbarik
T70.3 + Y96 (TOHB),
 Pekerja di bawah
tanah
(Compressed Air
Worker/CAW),
 Tenaga kesehatan
evakuasi medis
udara
- 32 -
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan

18 Hepatitis B Penyakit yang Hepatitis B  Tenaga kesehatan Virus Hepatitis Pernah Kurang dari 6 Tidak ada Tidak ada Hepatitis B Akibat kerja
Akibat kerja disebabkan oleh Akut yang merawat B dari darah mengalami bulan riwayat riwayat
faktor biologi pasien dan/ cairan needle stick Hepatitis B transfusi
ICD : dan penyakit  Tenaga tubuh yang injury atau sebelumnya darah
infeksi atau laboratorium terinfeksi terkena benda (Pemeriksa
B16.9 + Y96 parasite, virus tajam an
hepatitis terkontaminasi sebelumnya
pasien Hepatitis negatif)
B

19 Hepatitis C Penyakit yang Hepatitis C  Tenaga kesehatan Virus Hepatitis Kurang dari 6 Tidak ada Tidak ada Hepatitis C Akibat kerja
Akibat kerja disebabkan oleh Akut yang merawat C dari darah/ Pernah bulan riwayat riwayat
faktor biologi pasien cairan tubuh mengalami Hepatitis C transfusi
ICD : dan penyakit  Tenaga yang terinfeksi needle stick sebelumny darah
infeksi atau laboratorium injury atau (Pemeriksa
B17.1 +Y96 parasit, virus terkena benda an
hepatitis tajam sebelumnya
terkontaminasi negatif)
pasien Hepatitis
C

20 Mesothelioma Penyakit kanker Mesotheliom  Pekerja pada Asbes  Tidak ada Masa laten > Tidak ada Tidak ada Mesothelioma pleura Akibat
Akibat Kerja akibat kerja a pleura industri asbes 15 tahun, riwayat Kerja
disebabkan oleh  Pekerja konstruksi durasi menggunaka
ICD : asbestos  Pekerja bengkel pajanan tidak n atap asbes
otomotif berpengaruh di luar
C45.0 + Y96 tempat kerja,
Tidak tinggal
di area
sekitar
industri
asbes

21 Asbestosis Pneumokoniosis Pneumoconio  Pekerja pada Asbes Pleural plaque Masa laten > Tidak ada Tidak ada Asbestosis Akibat Kerja
Akibat Kerja yang sis karena industri asbes, 15 tahun, riwayat
disebabkan oleh asbes dan  Pekerja durasi menggunaka
J61 + Y96 debu mineral serat mineral konstruksi, pajanan n atap asbes
pembentuk lainnya /  Pekerja bengkel minimal 15 di luar
jaringan parut Asbestosis aotomotif, tahun tempat kerja,
asbestos Tidak tinggal
- 33 -
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan
di area
sekitar
industri
asbes

22 COVID-19 Faktor biologi COVID-19  Tenaga kesehatan Coronavirus - Gejala muncul Tidak ada a. Dalam COVID-19 Akibat Kerja
Akibat Kerja lain di tempat a. Konfirmasi yang SARS-COV-2 dalam < 14 kurun
kerja dimana b. Probable melayani/merawat yang bersumber hari sejak waktu < 14
ada hubungan /kontak dengan dari pasien dan kontak hari
langsung antara pasien COVID-19 pengunjung dengan pasien sebelum
paparan faktor (konfirmasi/proba fasyankes yang COVID-19 sakit tidak
biologi yang ble/suspek) berstatus atau kontak ada
muncul akibat  Tenaga COVID-19 dengan keluarga
aktivitas kesehatan/petuga spesimen satu
pekerjaan s laboratorium pasien rumah/ko
dengan penyakit yang memeriksa COVID-19 ntak
yang dialami spesimen (pada kasus dengan
oleh pekerja, pasien COVID-19 ekstrim dapat kerabat
yang dapat (konfirmasi terjadi lebih dekat di
dibuktikan /probable/ dari 14 hari). luar
secara ilmiah suspek) tempat
dengan  Tenaga non kerja yang
menggunakan kesehatan di berstatus
metode yang fasilitas kesehatan COVID-19
tepat. yang kontak (konfirmasi
dengan /probale/s
pasien COVID-19 uspek),
(mengantar atau
pasien, b. Tidak ada
membersihkan riwayat
ruangan di tempat bepergian
perawatan pasien ke luar
COVID-19 negeri/dae
(konfirmasi rah
/probable/suspek) terjangkit
 Tenaga dalam
kesehatan/tenaga waktu < 14
non kesehatan hari
yang melakukan sebelum
tugas di luar area sakit.
fasilitas kesehatan
- 34 -
Diagnosis Kriteria 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Penyakit
Akibat Kerja Jenis Penyakit Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7
No yang Spesifik Akibat Kerja
Pada Jenis (Perpres Nomor Faktor Lain
Diagnosis Tanda Faktor Diagnosis Okupasi
Pekerjaan 9 Tahun 2019) Pekerjaan Agen / Pajanan Lama Pajanan Di Luar
Klinis Patognomonik Individu (Penyakit Akibat Kerja)
Tertentu Pekerjaan
dalam rangka
penanganan
COVID-19
(petugas
penyelidikan
epidemiologi/traci
ng, petugas
ambulans, petugas
pemulasaran
jenazah dan lain-
lain).
E. Daftar Beberapa Contoh Penyakit yang Dapat Menjadi Dugaan Penyakit Akibat Kerja

JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA PEKERJAAN /
PENYAKIT AGEN KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)

Penyakit yang Tuberkulosis paru Mycobacterium Pekerjaan Tuberkulosis pada tenaga


disebabkan oleh
tuberculosis dari manusia perawatan kesehatan namun belum
faktor biologi dan Tuberkulosis Nervous yang terinfeksi kesehatan, laborato memenuhi kriteria 7
penyakit infeksi
dan organ lain rium medis langkah diagnosa penyakit
atau parasite akibat kerja yang spesifik
Milier tuberculosis pada pekerjaan tertentu.

Tuberkulosis bovis pada


Mycobacterium bovis dari Pekerjaan rumah pekerja rumah potong
hewan yang terinfeksi potong hewan, hewan dan pekerjaan
pekerjaan hewan terkait hewan yang
memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.

Anthrax Bacillus anthracis dari Pertanian dan Anthrax pada petani,


produk hewani peternakan, bekerja peternak, pekerja rumah
di rumah potong potong hewan, dokter
hewan, pekerjaan hewan, petugas lab hewan
terkait kedokteran yang memerlukan
hewan, pekerjaan penentuan 7 langkah
laboratorium diagnosis penyakit akibat
binatang. kerja.

Brucellosis Brucella spesies dari ternak Pertanian dan Brucellosis pada petani,


peternakan, bekerja peternak, pekerja rumah
yang melibatkan potong hewan, petugas lab
hewan, pekerjaan hewan yang memerlukan
rumah potong penentuan 7 langkah
hewan, pekerjaan diagnosis penyakit akibat
laboratorium hewan kerja.

Erysipeloid Erysipelothrix Pertanian dan Erysipeloid pada petani,


Cutaneous erysipeloid rhusiopathiae dari hewan peternakan peternak, pekerja rumah
yang terinfeksi pekerjaan rumah potong hewan, penjual
potong hewan, daging yang memerlukan
pekerjaan penentuan 7 langkah
pengolahan daging diagnosis penyakit akibat
dan pekerjaan lain kerja.
yang melibatkan
kontak dengan
babi, sapi, unggas
atau ikan.

Leptospirosis Interrogans Leptospira dari Pertanian dan Leptospirosis pada petani,


hewan (terutama tikus), peternakan, peternak, pekerja rumah
urin hewan atau tanah yang pekerjaan rumah potong hewan, penjual
tercemar potong hewan, daging yang memerlukan
pekerjaan susu, penentuan 7 langkah
pekerjaan diagnosis penyakit akibat
pengolahan daging, kerja.
bekerja
dengan kontak
dengan tanah yang
terkontaminasi.

Tetanus Clostridium tetani dari Pertanian dan kerja Tetanus pada petani,


tanah, limbah atau hewan militer, pekerjaan tentara, pekerjan
melalui luka yang dalam konstruksi, konstruksi, pekerja
dan kotor pekerjaan pengelola limbah yang
mengelola limbah. memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.
-36-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)

Rabies Virus biasanya dari gigitan Peternakan, Rabies pada peternak,


hewan liar atau domestic pekerjaan yang dokter hewan, petugas lab
yang terinfeksi melibatkan hewan, hewan, pekerja pengelola
pekerjaan hewan, pekerja satwa liar
laboratorium yang memerlukan
hewan, pengelola penentuan 7 langkah
hewan, pekerja diagnosis penyakit akibat
satwa liar kerja.

Varicella Varicella zoster virus dari Perawatan Varicella pada tenaga


manusia kesehatan dan kesehatan namun belum
pekerjaan memenuhi kriteria 7
laboratorium langkah diagnosa penyakit
akibat kerja yang spesifik
pada pekerjaan tertentu.

Campak Virus dari manusia Perawatan Campak pada tenaga


kesehatan dan kesehatan yang
pekerjaan memerlukan penentuan 7
laboratorium. langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.

Hepatitis B akut Virus hepatitis B dari darah Perawatan Hepatitis B akut pada
yang terinfeksi kesehatan dan tenaga kesehatan, petugas
pekerjaan lab, namun belum
laboratorium. memenuhi kriteria 7
langkah diagnosa penyakit
akibat kerja yang spesifik
pada pekerjaan tertentu.

Hepatitis C akut Virus hepatitis C dari darah Perawatan Hepatitis virus C akut pada
yang terinfeksi kesehatan dan tenaga kesehatan, petugas
pekerjaan lab yang memerlukan
laboratorium. penentuan 7 langkah
diagnosis penyakit akibat
kerja.

Hepatitis E akut Virus hepatitis E dari darah Perawatan Hepatitis virus E akut pada
yangterinfeksi kesehatan dan tenaga kesehatan, petugas
pekerjaan lab yang memerlukan
laboratorium. penentuan 7 langkah
diagnosis penyakit akibat
kerja.

Penyakit Human Virus Human Perawatan Penyakit HIV AIDS pada


immunodeficiency virus Immunodeficiency dari darah kesehatan dan tenaga kesehatan, petugas
(HIV) dan AIIDS yang terinfeksi pekerjaan lab yang memerlukan
laboratorium penentuan 7 langkah
diagnosis penyakit akibat
kerja.

Histoplasmosis Histoplasma Pekerja pertanian, Histoplasmosis pada


capsulatum dari tanah bekerja dengan petani, pekerja unggas,
;burung atau kotoran unggas, pekerjaan petugas lab hewan yang
kelelawar laboratorium memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.
-37-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)

Sporotrichosis Schenkii Sporothrix dari Pertanian , tukang Sporotrichosis pada petani,


sisa-sisa tanaman, pohon kebun, toko bunga pekerja unggas, petugas
dan tanaman lab hewan yang
memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.

Toksoplasmosis Toxoplasma gondii dari Pertanian, Toksoplasmosis pada


kucing (atau burung, pekerjaan Pertanian, pekerjaan
domba, kambing, babi, sapi melibatkan hewan, melibatkan hewan,
dll) pekerjaan rumah pekerjaan rumah potong
potong hewan, toko hewan, toko hewan
hewan peliharaan peliharaan yang
memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.
Schistosomiasis Schistosoma spesies dari Pertanian, Schistosomiasis pada
kontak dengan air yang pengairan pekerja di pertanian dan
terkontaminasi (misalnya pengairan di daerah
pembangunan epdidemis yang
bendungan, bekerja memerlukan penentuan 7
dengan kolam langkah diagnosis penyakit
irigasi dan kanal) akibat kerja.

Pneumonitis hipersensitif Pneumonitis hipersensitif Pekerjaan yang Pneumonitis hipersensitif


akibat debu organik dapat disebabkan jamur melibatkan pajanan pada pekerjaan yang
Farmer’s Lung dari sumber yang berbeda jamur atau spora melibatkan pajanan jamur
Bagassosis atau debu organik lainnya jamur atau spora jamur yang
Bird pelamun' s Lung memerlukan penentuan 7
Suberosis langkah diagnosis penyakit
Maltworker’ s Lung akibat kerja.
Jamur-pekerja' s
Lung
Maple-kulit-stripper ' s
Lung
Air-conditioner dan
humidifier’ s Lung
Pneumonitis hipersensitif
akibat debu organik
lainnya

Granuloma disorder of Mycobacterium marinum Nelayan penyelam Granuloma (swimmer


skin and subcutaneus elbow) pada nelayan
tissue (swimmer elbow) penyelam yang
memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.

Penyakit Kanker Angiosarkoma hati Vinil klorida, monomer Pembuatan vinil Angiosarkoma hati pada
klorida, Industri pekerja pembuatan dan
polimerisasi vinil polimerisasi vinil klorida
klorida yang memerlukan
penentuan 7 langkah
diagnosis penyakit akibat
kerja.
-38-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)

Karsinoma rongga hidung Debu kayu, Senyawa Pembuat furniture Karsinoma rongga hidung
Chromium (VI), Senyawa kayu, Industri pada pekerja pembuat
Nikel pelapisan logam, furniture kayu, industri
pembuatan pelapisan logam,
kromium, pembuatan kromium,
pigmen/pewarna, pembuatan
Industri peleburan pigmen/pewarna,
nikel, pemurnian peleburan nikel, pemurnian
baja, industri baja, industri pembuatan
pembuatan baterai. baterai yang memerlukan
penentuan 7 langkah
diagnosis penyakit akibat
kerja.

Karsinoma laring Asbestos Industri asbes Karsinoma laring pada


pekerja industri asbes yang
memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja

Karsinoma tulang dan Radiasi pengion Pekerjaan dengan Karsinoma tulang dan
tulang rawan artikular pajanan radiasi tulang rawan articular
pengion dari mesin pada pekerja dengan
x-ray, reaktor pajanan radiasi pengion
nuklir, pekerjaan yang memerlukan
yang melibatkan penentuan 7 langkah
isotop diagnosis penyakit akibat
kerja.
-39-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)

Karsinoma bronkus Asbes Industri asbes Karsinoma bronkus dan


dan paru-paru paru-paru pada pekerja
Arsen dan  Pertambangan industri asbes,
Senyawa nya arsen, peleburan arsen,tembaga, pestisida
tembaga, produksi arsenik, herbisida,
dan penggunaan insektisida, tanning, kaca,
pestisida arsenik, kromium, nikel, kadmium,
herbisida dan pelapisan/pewarnaan
insektisida, logam, nikel, baja,
pembuatan baterai,
Senyawa Tanning, produsen radioaktif yang
Chromium VI kromium memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
Senyawa Pelapisan logam akibat kerja.
Nikel pewarna /
manufaktur pigmen
nikel

Radon dan turunanya Pengolahan bijih


dan produk
radioaktif, industri
kedirgantaraan,
industri nuklir.

Silica Penambangan
bawah tanah,
Pertambangan,
penggalian,
pengecoran,
peledakan pasir,
pekerjaan
konstruksi,
pekerjaan yang
melibatkan penggili
ngan, pengeboran
atau terputusnya
silika yang
mengandung batu,
keramik dan
pembuatan kaca

Soots Peleburan dan


pemurnian,
stainless steel

Cadmium Produksi dan


pembuatan baterai
nikel-kadmium,
pewarna dan
pigmen
manufaktur,
cerobong asap
menyapu, jalan
paving, isolasi,

Bis- (kloro- metil) eter Industri kimia


berilium Ekstraksi berilium
dan metalurgi,
-40-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)

Karsinoma sel – Arsen Pertambangan Karsinoma sel –squamous,


squamous,
arsen, peleburan non melanoma pada
non melanoma tembaga, produksi pekerja pertambangan
dan penggunaan arsen, peleburan tembaga,
pestisida yang produksi dan penggunaan
mengandung arsen, pestisida yang
herbisida dan mengandung arsen,
insektisida, herbisida dan insektisida,
penyamakan, penyamakan, pembuatan
pembuatan kaca kaca, manufaktur
pewarna, cerobong asap
Sisa produk dari
Manufaktur menyapu, pekerja di trotoar
penyulingan batubara:
pewarna, cerobong jalan, pekerjaan dengan
jelaga, tar, pitch, minyak
asap menyapu, pajanan radiasi pengion
mineral
pekerja di trotoar dari mesin x-ray, reaktor
jalan. nuklir, pekerjaan yang
melibatkan isotop yang
Radiasi pengion Pekerjaan dengan memerlukan penentuan 7
pajanan radiasi langkah diagnosis penyakit
pengion dari mesin akibat kerja.
x-ray, reaktor
nuklir, pekerjaan
yang melibatkan
isotop

Mesothelioma Asbestos Industri asbes dan Mesothelioma pada pekerja


pengguna, asbes dan yang terkait
penambang asbes, asbes namun belum
(tambang misalnya memenuhi kriteria 7
asbes dan langkah diagnosa penyakit
pertambangan, akibat kerja yang spesifik
industri yang pada pekerjaan tertentu.
menggunakan
produk asbes,
pekerjaan insulasi,
pekerjaan
konstruksi, kerja
galangan kapal,
kerja di bengkel,
pekerjaan yang
melibatkan
pemindahan bahan
yang mengandung
asbes.

Karsinoma kandung Amina aromatic Pekerja di industri Karsinoma kandung kemih


kemih karet dan pewarna. pada pekerja di industri
karet dan pewarnaan yang
memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.

Limfoid leukemia Radiasi pengion Pekerjaan dengan Limfoid leukemia, Myeloid


Myeloid leukemia pajanan radiasi leukemia, Leukemia lain
Leukemia lain dari jenis pengion dari mesin dari jenis sel tertentu pada
sel tertentu x-ray, reaktor pekerja yang terpajan
nuklir, pekerjaan radiasi pengion dan
yang melibatkan benzene yang memerlukan
isotop. penentuan 7 langkah
diagnosis penyakit akibat
Benzene Pekerjaan dengan kerja.
pajanan benzena,
misalnya coke oven,
penggunaan pelarut
yang mengandung
benzene.
-41-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)

Penyakit yang Anemia hemolitik non- Arsenik hidrida (arsine) Proses elektrolisis, Anemia hemolitik non-
disebabkan oleh autoimun Naftalin pengolahan mineral autoimun pada pekerja
faktor kimia Tributyl timah arsen terpajan arsenik hidrida
Trinitrotoluena Industri kimia (arsine), naftalin, tributyl
Memproduksi dan timah, trinitrotoluene yang
menggunakan memerlukan penentuan 7
biosida langkah diagnosis penyakit
Industri bahan akibat kerja.
peledak.
Anemia aplastik karena Benzene Pekerjaan dengan Anemia aplastik karena
agen eksternal pajanan benzena agen eksternal pada
misalnya pekerja terpajan benzene
penggunaan pelarut dan radiasi pengion yang
mengandung memerlukan penentuan 7
benzene, industri langkah diagnosis penyakit
minyak bumi, coke akibat kerja.
oven.
Radiasi pengion pekerjaan dengan
pajanan radiasi
pengion dari mesin
x-ray, reaktor
nuklir, pekerjaan
yang melibatkan
isotop

Anemia sideroplastik Timbal Pertambangan Anemia sideroplastik


sekunder akibat obat dan timbal dan seng sekunder akibat obat dan
toxin. dan metalurgi, toxin pada pekerja terpajan
industri konstruksi, timbal yang memerlukan
pipa, tanaman, penentuan 7 langkah
pembuatan diagnosis penyakit akibat
amunisi, kerja.
pembuatan keramik
atau kristal,
pembuatan baterai
berisi timbal,
pengelasan dan
pemotongan

Agranulositosis Benzene Pekerjaan dengan Agranulositosis pada


pajanan benzena pekerja terpajan benzene,
misalnya radiasi pengion yang
penggunaan pelarut memerlukan penentuan 7
mengandung langkah diagnosis penyakit
benzene, industri akibat kerja.
minyak bumi, coke
oven.

Radiasi pengion Pekerjaan dengan


pajanan radiasi
pengion dari mesin
x-ray, reaktor
nuklir, pekerjaan
yang melibatkan
isotop.

Methaemoglobinaemia Amino aromatik dan Industri Bahan Methaemoglobinaemia


nitrocompounds peledak dan pada pekerja industri
pewarna bahan peledak dan
pewarna yang memerlukan
penentuan 7 langkah
diagnosis penyakit akibat
kerja.
-42-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)
Parkinson sekunder Mangan Pertambangan dan Parkinson sekunder
karena penyebab pengolahan karena penyebab eksernal
eksternal lainnya mangan, metalurgi, pada pekerja
pembuatan baterai, pertambangan dan
pengelasan pengolahan mangan,
industri baterai, pekerja
pengelasan yang
memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.

Gangguan Merkuri dan senyawanya Pekerja industri Gangguan ekstrapiramidal


ekstrapiramidal lainnya baterai, fungisida, lainnya pada pekerja
pembuatan industri baterai, fungisida,
peralatan yang penembang emas skala
mengandung kecil yang memerlukan
merkuri, penentuan 7 langkah
penambang emas diagnosis penyakit akibat
skala kecil. kerja.

Polineuropati karena Arsen dan yang Senyawa Pertambangan Polineuropati karena agen
agen beracun lainnya Acrylamide, karbon arsen, peleburan beracun lainnya pada
disulfida, etilen oksida, N- tembaga, produksi pekerja pertambangan
Hexane dan Metil n, butil dan penggunaan arsen, peleburan tembaga,
keton, Pb, merkuri, pestisida, herbisida produksi dan penggunaan
Organophosphorous. dan insektisida pestisida, herbisida dan
Radiasi yang mengandung insektisida yang
arsen, tanning mengandung arsen,
penyamakan, tanning penyamakan,
pembuatan kaca, pembuatan kaca, industri
industri plastic, plastic, Rayon
Rayon manufaktur, manufaktur, dan karet.
dan karet. Pekerjaan laboratorium,
Pekerjaan pekerjaan melibatkan
laboratorium, Etilena oksida,
pekerjaan Penggunaan n-heksana
melibatkan Etilena atau metil n, pelarut butil
oksida, keton yang memerlukan
Penggunaan n- penentuan 7 langkah
heksana atau metil diagnosis penyakit akibat
n, pelarut butil kerja.
keton

Ensefalopati toksik Pb, merkuri, pelarut seperti Pertambangan Ensefalopati toksik pada
toluene, xylene, styrene, timah dan seng, pekerja pertambangan
pentane, white spirit, 1,1,2, industri timah dan seng, industri
trichlorethane konstruksi, pipa, konstruksi, pipa,
pembuatan pembuatan amunisi,
amunisi, pembuatan keramik atau
pembuatan kristal, pembuatan baterai
keramik atau mengandung timbal,
kristal, pembuatan pengelasan dan
baterai pemotongan, produksi
mengandung elektrolit klorin, produksi
timbal, pengelasan baterai, pembuatan
dan pemotongan, fungisida, industri
produksi elektrolit merkuri, Pekerjaan dengan
klorin, produksi pajanan pelarut yang
baterai, pembuatan memerlukan penentuan 7
fungisida, industri langkah diagnosis penyakit
merkuri, Pekerjaan akibat kerja
dengan pajanan
pelarut.

Konjungtivitis Banyak alergen yang Lihat asma kerja


disebutkan dalam asma
kerja dan rhinitis kerja juga
dapat menyebabkan
konjungtivitis kerja
-43-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)

Tubulointerstitial dan kadmium, karbon Industri Tubulointerstitial dan


tubular nefropati tetraklorida, manufaktur tubular nefropati
disebabkan oleh berat trichloroethylene pewarna/pigmen, disebabkan oleh berat
logam. baterai nikel- logam pada pekerja
kadmium, elektro industri manufaktur
plating, industri pewarna/pigmen, baterai
plastic, dengan nikel-kadmium, elektro
eksposur, pelarut plating, industri plastic,
yang mengandung dengan eksposur, pelarut
hidrokarbon yang mengandung
terhalogenasi hidrokarbon terhalogenasi
yang memerlukan
penentuan 7 langkah
diagnosis penyakit akibat
kerja

Efek toksik dari Tembakau, nikotin Petani tembakau, Efek toksik dari tembakau
tembakau dan nikotin pekerja tepajan dan nikotin pada petani
(Green Tobacco Sickness) daun tembakau tembakau, pekerja
lainnya. terpajan daun tembakau
lainnya yang memerlukan
penentuan 7 langkah
diagnosis penyakit akibat
kerja.

Gangguan otot dan Polineuropati lainnya Getaran (misalnya tangan) Pekerja Polineuropati lainnya pada
kerangka menggunakan alat pekerja yang mengunakan
kerja yang bergetar alat kerja bergetar yang
memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.

Carpal tunnel syndrome Pekerjaan berulang-ulang, Pekerjaan yang Carpal tunnel syndrome
getaran dan postur ekstrim melibatkan gerakan pada pekerja yang
pergelangan berulang dan melibatkan gerakan
tangan. terutama membutuhkan berulang dan
kombinasi dari risiko kekuatan, bekerja membutuhkan kekuatan,
tersebut dengan alat yang bekerja dengan alat yang
menimbulkan menimbulkan getaran,
getaran, pekerjaan pekerjaan melibatkan
melibatkan postur postur ekstrim
ekstrim pergelangan tangan,
pergelangan misalnya pengolah daging,
tangan, misalnya unggas dan ikan, pekerja
pengolah daging, penggergajian, pekerja
unggas dan ikan, konstruksi yang belum
pekerja memenuhi kriteria 7
penggergajian, langkah diagnosa penyakit
pekerja konstruksi akibat kerja yang spesifik
pada pekerjaan tertentu.

Raynaud's sindrom Getaran Lumberjacks, Raynaud's sindrom pada


penebang kayu, pekerja lumberjacks,
penggiling, penebang kayu, penggiling,
pengebor pengebor batu, pemotong
batu, pemotong batu, operator bor yang
batu, operator bor. memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.
-44-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)

Sinovitis dan Gerakan berulang, Pekerjaan yang Sinovitis dan tenosinovitis


tenosinovitis pengerahan tenaga dengan melibatkan gerakan Radial styloid
Radial styloid kekuatan dan postur berulang dan tenosynovitis (de Quervain)
tenosynovitis (de ekstrim pergelangan membutuhkan pada pekerja yang
Quervain) tangan. Terutama kekuatan, bekerja menggunakan alat yang
kombinasi faktor-faktor dengan alat yang menimbulkan getaran dan
risiko. menimbulkan postur ekstrim
getaran, pekerjaan pergelangan tangan,
melibatkan postur misalnya pengolah daging,
ekstrim unggas dan ikan, pekerja
pergelangan penggergajian, konstruksi.
tangan, misalnya perakitan elektronik,
pengolah daging, industri tekstil yang
unggas dan ikan, memerlukan penentuan 7
pekerja langkah diagnosis penyakit
penggergajian, akibat kerja.
pekerja konstruksi
dan pertukangan,
perakitan
elektronik,
pekerjaan tekstil

Medial epicondylitis Kerja kuat berulang-ulang pekerja konstruksi Medial epicondylitis,


Lateral epicondylitis installator, tukang lateral epicondilytis pada
atap dan tukang pekerja konstruksi, tukang
batu, pemotong batu, pemotong daging
daging, yang memerlukan
pengepakan, penentuan 7 langkah
pekerjaan lain yang diagnosis penyakit akibat
melibatkan gerakan kerja.
berulang dan kuat

Penyakit saluran Coalworker's debu batu bara Penambang Pneumoconiosis pada


pernafasan pneumoconiosis batubara penambang batubara yang
memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja
Pneumoconiosis karena Asbes Industri asbes dan Asbestosis pada pekerja
asbes dan serat mineral pengguna, pada industri terkait
lainnya (Asbestosis) penambang asbes, asbes, konstruksi, bengkel
(tambang misalnya aotomotif di luar kriteria
asbes dan penyakit akibat kerja yang
pertambangan, spesifik pada pekerjaan
industri yang tertentu dan memerlukan
menggunakan penentuan 7 langkah
produk asbes, diagnosis penyakit akibat
pekerjaan isolasi, kerja.
pekerjaan
konstruksi, kerja
galangan kapal,
kerja di bengkel,
pekerjaan yang
melibatkan
pemindahan bahan
yang mengandung
asbes.
-45-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)

Pneumoconiosis akibat Talk Pekerja pengolahan Pneumoconiosis (silikosis)


debu yang mengandung bedak, pada pekerja pengolahan
Silika
silika (Silikosis) pertambangan bedak, keramik, kaca dan
silika, industri silika yang memerlukan
Pneumokoniosis akibat
kosmetik, penentuan 7 langkah
debu bedak penggalian, diagnosis penyakit akibat
pengecoran, pasir kerja.
peledakan,
pekerjaan
konstruksi,
pekerjaan yang
melibatkan
penggilingan,
pengeboran atau
terputusnya silika
yang mengandung
batu, keramik
dan pembuatan
kaca

Pneumoconiosis karena Aluminium Pembuatan dan Pneumokoniosis pada


debu anorganik lainnya. Bauksit pengolahan pekerja pembuatan dan
 Aluminosis (paru-paru) aluminium pengolahan aluminium
 Bauksit fibrosis (paru- dan bauksit dan bauksit yang
memerlukan penentuan 7
paru)
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.

Asma Isosianat, tepung dan debu pekerjaan kimia, Asma pada pekerja yang
biji-bijian Epitel penyemprot menggunakan
dan ekskresi hewan, debu lukisan, polyurethane, pembuat
kayu, debu Tanaman, pembuatan busa roti, kue dan makanan
pewarna reaktif, poliuretan, lain yang mengandung
Persulfates, Lateks (karet penggunaan tepung, pekerja pada
alam), perekat pembuatan deterjen
polyurethane- , bubuk, pekerja laundry
pertanian, pekerja terpajan deterjen bubuk,
laboratorium, pekerja meubel, pedagang
tukang kayu, bunga namun belum
Pekerjaan dengan memenuhi kriteria 7
pajanan debu dari langkah diagnosa dalam
tanaman, pencelup penyakit akibat kerja yang
Tekstil, penata spesifik pada pekerjaan
rambut, pekerjaan tertentu.
perawatan
kesehatan

Bisinosis Kapas, rami, dan debu Pekerja industri Bisinosis pada pekerja
sintetis cotton- debu rami, kapas, bekerja industri kapas, pekerja
debu organik, seperti debu dengan pajanan dengan pajanan debu
gandum, debu yang berasal debu organik organik yang memerlukan
dari hewan, jamur atau (misalnya pekerja penentuan 7 langkah
debu mikroba lainnya. pertanian) diagnosis penyakit akibat
kerja.
Penyakit kulit Urtikaria kontak Lateks (karet alam) pekerja kesehatan, Urtikaria kontak pada
produk makanan (tepung, pembuatan produk pekerja kesehatan,
buah-buahan, sayuran, makanan, pekerja pembuatan produk
epitel hewan. laboratorium, makanan, pekerja
agriculture. laboratorium, agriculture
yang memerlukan
penetapan 7 langkah
diagnosis penyakit akibat
kerja.
-46-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)
Radiodermatitis akut Radiasi pengion Pekerjaan dengan Radiodermatitis akut dan
dan kronis. pajanan radiasi kronis pada pekerja radiasi
pengion dari mesin pengion yang memerlukan
x-ray, reaktor penetapan 7 langkah
nuklir dll, diagnosis penyakit akibat
pekerjaan yang kerja.
melibatkan isotop

Acne Chloracne: Industri Pestisida Acne pada pekerja


hidrokarbon aromatik dan herbisida, menggunakan pestisida,
terhalogenasi (misalnya bekerja dengan herbisida, minyak dan
Polychlorinated biphenyls, kondensor dan aspal yang memerlukan
PCB) Lainnya kimia transformer, penentuan 7 langkah
diinduksi jerawat: Aspal, Penyulingan penyakit akibat kerja.
Creosote, Minyak, Grease, minyak, pekerjaan
pitch, Tar aspal

Dermatitis kontak alergi Antibiotik, Pengawet, Berbagai pekerjaan Dermatitis kontak alergi
kelompok agen penyebab Tanaman dan pohon, dalam pembuatan pada pekerja logam,
utama. Antiseptik, produk karet, dan penggunaan pembuat sepatu, penata
... karena logam pewarna, Perekat dan agen dari masing-masing rambut, tekstil di bagian
... karena perekat bonding, Logam agen penyebab pewarnaan, penyadap
... karena kosmetik karet, pekerja yang
... karena obat kontak menggunakan sarung
dengan kulit tangan karet, penyamak
... karena pewarna kulit, pekerja sektor
... karena produk kimia kesehatan namun belum
lainnya memenuhi kriteria 7
... karena makanan kena langkah diagnosa dalam
kulit penyakit akibat kerja yang
... karena tanaman, spesifik pada pekerjaan
kecuali makanan tertentu.
... karena agen lain

Dermatitis kontak iritan Sabun / Deterjen, Pelarut, Berbagai pekerjaan


Dermatitis kontak iritan
kelompok agen penyebab Minyak dan pelumas, dalam pembuatan pada pekerja yang
utama. produk minyak bumi, dan penggunaan
menggunakan bahan yang
Asam,alkali, Semen, garam dari masing-masing
... karena deterjen bersifat iritan seperti
logam, terak dan kaca wol agen penyebab
pekerja bangunan kontak
... karena minyak dan dengan semen ,
gemuk penata rambut, pekerja di
... karena pelarut lingkungan basah (wet
workers) seperti nelayan,
... karena kosmetik penjual ikan namun belum
... karena obat kontak memenuhi kriteria 7
dengan kulit langkah diagnosa dalam
penyakit akibat kerja yang
... karena produk kimia spesifik pada pekerjaan
lainnya tertentu.
... karena makanan kena
kulit
... karena tanaman,
kecuali makanan
... karena agen lain

Penyakit yang Noise induced hearing kebisingan yang berlebihan Berbagai industri NIHL pada pekeja terpapar
disebabkan oleh loss (NIHL) dan pekerjaan bising namun belum
faktor fisika memenuhi kriteria 7
langkah diagnosa dalam
penyakit akibat kerja yang
spesifik pada pekerjaan
tertentu.
-47-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)
Sindrom mata kering Kelembaban, suhu Penerbang, Sindrom mata kering pada
pemandu lalu penerbang. Pemandu lalu
lintas udara lintas udara yang
memerlukan penentuan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.

Stressful work schedule Jadwal kerja yang ketat Penerbang, Stressful work schedule
pramugari/a, pada penerbang,
pengatur lalu lintas pramugari/a, pengatur
udara, pekerja di lalu lintas udara, pekerja
landasan pesawat di landasan pesawat
udara, anak buah udara, anak buah kapal
kapal. yang memerlukan
penentuan 7 langkah
diagnosis diagnosis
penyakit akibat kerja.

Burn-Out Jadwal kerja, beban kerja Penerbang, Burn-Out pada penerbang,


fisik dan mental pramugari/a, pramugari/a, pengatur
pengatur lalu lintas lalu lintas udara yang
udara memerlukan penetapan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.

Osteonecrosis in caisson Tekanan udara tinggi Penyelam, Osteonecrosis in caisson


disease compressed air disease pada penyelam,
worker, attendance compressed air worker,
terapi oksigen attendance terapi oksigen
hiperbarik. hiperbarik yang
memerlukan penetapan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.

Toxic effect of carbon Udara tekanan tinggi Nelayan penyelam Toxic effect of carbon
monoxide tradisional monoxide pada nelayan
penyelam tradisional

Toxic effect of oxigen Oksigen tekanan tinggi Pekerja attendant Toxic effect of oxygen pada
terapi oksigen pekerja attendant terapi
hiperbarik, oksigen hiperbarik,
penyelam sirkuit penyelam sirkuit tertutup
tertutup.

Toxic effect of nitrogen Udara tekanan tinggi Penyelam, Toxic effect of nitrogen
compressed air pada penyelam,
worker, pekerja compressed air worker,
attendant terapi pekerja attendant terapi
oksigen hiperbarik oksigen hiperbarik

Malignan melanoma of UV Nelayan, petani Malignan melanoma of


skin skin pada nelayan, petani
yang memerlukan
penetapan 7 langkah
diagnosis penyakit akibat
kerja.

Akut mieloblastik Hidrocarbon aromatic Anak buah kapal, Akut mieloblastik leukemia
leukemia nelayan, pekerja pada anak buah kapal,
anjungan lepas nelayan, pekerja anjungan
kapal. lepas kapal yang
memerlukan penetapan 7
langkah diagnosis penyakit
akibat kerja.
-48-
JENIS PENYAKIT
AKIBAT KERJA AGEN PEKERJAAN /
PENYAKIT KETERANGAN
(PERPRES No.7 INDUSTRI
TAHUN 2019)
Keratitis superfisial tanpa Radiasi UV Pekerjaan dengan Keratitis superfisial tanpa
konjungtivitis pajanan radiasi UV, konjungtivitis
(photokeratitis) seperti pengelasan, (photokeratitis) pada
pekerja pengelasan namun
belum memenuhi kriteria 7
langkah diagnosa dalam
penyakit akibat kerja yang
spesifik pada pekerjaan
tertentu.

Katarak Ultra Violet, Infrared, Teknisi microwave Katarak pada pekerja


Microwave, Pengion Radiasi dan radar, dengan pajanan radiasi
pekerjaan dengan pengion dari mesin x-ray,
pajanan radiasi teknisi radar dan
Pengion Radiasi pengion dari mesin microwave, pekerja di
x-ray, reaktor reaktor nuklir, pandai
nuklir, pekerjaan besi, pekerja blower kaca,
Inframerah radiasi yang melibatkan pekerja lain terpajan
isotop ,Pandai Besi, infrared namun belum
blower kaca, petani, memenuhi kriteria 7
trinitrotoluena nelayan langkah diagnosa penyakit
akibat kerja yang spesifik
pajanan laser pada pekerjaan tertentu.
industri Explo sives
naftalin industri
Industri kimia
Dinitrofenol, dinitro-kresol
Bahan peledak,
pewarna, herbisida
Ethylene oxide dan pestisida
industri Ethylene
operator sterilisasi
oksida

Nistagmus Kegelapan/pencahayaan penambang Nistagmus pada


kurang penambang.

Ketentuan lebih lanjut mengenai diagnosis dalam penentuan penyakit akibat kerja
mengacu pada standar pelayanan kedokteran yang berlaku sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
TATALAKSANA DAN ALUR RUJUKAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

A. Tata Laksana Penyakit Akibat Kerja


Pekerja yang mengalami penyakit akibat kerja harus diberikan tata
laksana yang sesuai dan komprehensif agar dapat memberikan
kesembuhan yang paripurna dan tidak terjadi kekambuhan serta
keparahan. Tata laksana penyakit akibat kerja secara garis besar dibagi
menjadi dua yaitu tata laksana medis dan tata laksana okupasi.
1. Tata Laksana Medis
Tata laksana medis dilakukan setelah diagnosis klinis pada langkah
pertama diagnosis penyakit akibat kerja ditegakkan. Tata laksana
medis berupa rawat jalan dan/atau rawat inap yang dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh dokter sesuai dengan
kompetensinya. Terapi yang diberikan berupa medikamentosa
dan/atau non medikamentosa seperti edukasi, exercise, fisioterapi,
konseling, psikoterapi dan nutrisi. Rujukan klinis dilakukan apabila
diagnosis klinis belum dapat ditegakkan karena :
a. Timbul keraguan dari dokter yang melakukan pemeriksaan.
b. Sumber daya manusia, sarana, dan prasarana yang tidak
memadai.
2. Tata Laksana Okupasi
Tatalaksana okupasi adalah penatalaksanaan penyakit akibat kerja
yang berkaitan dengan pekerjaan dimana sasarannya adalah individu
pekerja dan komunitas pekerja. Tata laksana okupasi terdiri atas tata
laksana okupasi pada individu dan tata laksana okupasi pada
komunitas.

a. Tata Laksana Okupasi Pada Individu


Tata laksana okupasi pada individu meliputi:
1) Edukasi dan Konseling
Edukasi dan konseling diberikan khususnya dalam rangka
pembatasan/penghilangan keterpaparan bahaya/hazard
pekerjaan/lingkungan kerja yang menjadi penyebab
penyakit pada pasien. Edukasi dan konseling dilakukan
sesuai dengan kondisi pasien dan kondisi pekerjaannya,
dapat dilakukan melalui pemberian rekomendasi untuk
-50-

memperbaiki cara kerja, penggunaan alat pelindung diri dan


menjauhi bahan / alat yang menjadi penyebab.
2) Tindakan untuk mencegah komplikasi atau keparahan
Apabila diperlukan dapat dilakukan tindakan untuk
mencegah komplikasi atau keparahan, misalnya dengan
pemberian imunisasi, dan lain lain.
3) Pelayanan Penilaian kelaikan kerja
Penilaian kelaikan kerja adalah penilaian terhadap kondisi
kesehatan pekerja dikaitkan dengan jenis pekerjaan tertentu
yang meliputi penilaian risiko, kapasitas dan tolerasi pekerja
dengan tuntutan pekerjaan yang ada di tempat kerja. Faktor
pekerjaan yang mempengaruhi dan dijadikan dasar
pertimbangan dalam menentukan kelaikan kerja
diantaranya adalah:
a) Tingkat ketrampilan, kapasitas fisik, mental, ketajaman
sensoris dan ketelitian yang dibutuhkan.
b) Potensi dampak negatif pekerjaan atau lingkungan
pekerjaan terhadap kesehatan pekerja.
c) Potensi dampak negatif terhadap kesehatan dan
keselamatan bagi pekerja lain dan atau lingkungan
sekitarnya.
d) Apakah pekerjaan menuntut kesiapan untuk keadaan
darurat sehingga membutuhkan tingkat kebugaran
yang lebih tinggi.
Hasil penilaian digunakan untuk menentukan pekerja
tersebut dapat kembali bekerja pada pekerjaan sebelumnya,
bekerja dengan keterbatasan (limitasi) ataupun restriksi
tertentu atau perlu menyesuaikan pekerjaannya dengan
kondisi kesehatan pekerja. Rujukan penentuan kelaikan
kerja diperlukan jika:
a) status kesehatan pasien kompleks (melibatkan lebih
dari 1(satu) sistem organ atau melibatkan hanya 1
(satu) sistem organ tetapi sistem organ yang vital).
b) pajanan faktor risiko yang ada di tempat kerja kompleks
dan saling berkaitan.
c) terdapat keraguan dalam menentukan besaran risiko
yang ada dan risiko yang dapat diterima (acceptable
-51-

risk).
d) terdapat ketidakpuasan pekerja atas penetapan
kelaikan kerja.
e) SDM dan sarana prasarana di fasilitas pelayanan
kesehatan tidak memadai.
4) Pelayanan Penilaian Kembali Bekerja
Suatu upaya terencana agar pekerja yang mengalami
cedera/sakit dapat segera kembali bekerja secara produktif,
aman dan berkelanjutan. Dalam upaya ini termasuk
pemulihan medis, pemulihan kerja, pelatihan keterampilan,
penyesuaian pekerjaan, penyediaan pekerjaan baru,
penatalaksanaan biaya asuransi dan kompensasi serta
partisipasi pemberi kerja.
5) Pelayanan Penilaian Kecacatan
Apabila penyakit akibat kerja yang telah ditatalaksana
secara tuntas masih terdapat sequele berupa gangguan
fungsi permanen (kecacatan), maka dokter dapat melakukan
perhitungan prosentase kecacatan atas permintaan pasien
atau pemberi kerja sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya.
Dalam hal diperlukan rekomendasi kepada instansi tempat kerja
sebagai tatalaksana okupasi individu, dapat menggunakan Form
C.

b. Tata Laksana Okupasi Pada Komunitas


Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan/lingkungan kerja, sehingga hal ini memungkinkan
adanya kasus penyakit akibat kerja yang sama pada pekerja lain
yang berada pada lingkungan yang sama. Untuk itu penyakit
akibat kerja termasuk permasalahan kesehatan masyarakat
(public health concern) yang harus ditatalaksana secara
komunitas. Tata laksana okupasi pada komunitas pekerja dapat
dilakukan dengan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit
akibat kerja melalui hierarki pengendalian pajanan dalam
program kesehatan kerja dan penemuan dini penyakit akibat
kerja pada pekerja lainnya. Untuk penyampaian rekomendasi
kepada instansi tempat kerja sebagai tata laksana okupasi pada
-52-

komunitas pekerja dapat menggunakan Form C.

B. Alur Rujukan Penyakit Akibat Kerja


1. Rujukan klinis dilakukan apabila diagnosis klinis belum dapat
ditegakkan karena perlunya pemeriksaan lebih lanjut sesuai
dengan kompetensi, sumber daya, sarana, dan prasarana yang
ada.
2. Rujukan okupasi diperlukan jika:
a. adanya keraguan/kesulitan dalam penegakkan diagosis
penyakit akibat kerja, sehingga mempengaruhi tatalaksana
yang dibutuhkan pasien pekerja.
b. Adanya kesulitan dalam penetapan kelaikan kerja dan
perhitungan persentase kecacatan yang tidak dapat
dilakukan di FKTP.
3. Pasien yang didiagnosis penyakit akibat kerja di FKRTL atau
dirujuk dari FKTP dapat dirujuk balik ke FKTP sesuai
pertimbangan dokter di FKRTL.
4. Rujukan horizontal antar fasilitas pelayanan kesehatan yang
setara dimungkinkan (kepada fasyankes yang memiliki dokter
yang kompeten dalam diagnosis penyakit akibat kerja), apabila
dalam satu wilayah belum terdapat sumber daya yang dapat
memenuhi layanan yang dibutuhkan untuk tatalaksana
penyakit akibat kerja.

Alur Kategori Penetapan Penyakit Akibat Kerja


-53-

Penjelasan:
1. Pasien pekerja yang datang ke FKTP dilakukan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan dilakukan
diagnosis klinis terhadap penyakitnya.
2. Apabila terindikasi penyakit disebabkan oleh pekerjaannya,
maka dilakukan diagnosis penyakit akibat kerja dengan
pendekatan tujuh langkah diagnosis okupasi.
3. Apabila sesuai dengan kriteria diagnosis untuk penyakit akibat
kerja yang spesifik pada pekerjaan tertentu, maka didiagnosis
penyakit akibat kerja.
4. Apabila diagnosis klinis belum dapat tegak karena keterbatasan
sumber daya di FKTP, maka dilakukan rujukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Apabila terindikasi penyakit disebabkan oleh pekerjaannya,
maka dilakukan diagnosis penyakit akibat kerja dengan
pendekatan tujuh langkah diagnosis okupasi.
6. Apabila sesuai dengan kriteria penyakit yang spesifik pada
pekerjaan tertentu, maka didiagnosis penyakit akibat kerja.
-54-

7. Apabila di FKTP ditemukan pasien pekerja terindikasi penyakit


akibat kerja, dan belum dapat ditegakkan diagnosis penyakit
akibat kerja, maka dirujuk kepada dokter spesialis yang
berkompeten di bidang kesehatan kerja sesuai dengan indikasi
penyakitnya sebagai dugaan penyakit akibat kerja.
8. Dokter spesialis yang berkompeten di bidang kesehatan kerja
menegakkan penyakit akibat kerja berdasarkan kompetensinya.
9. Apabila di FKRTL ditemukan pasien pekerja terindikasi penyakit
akibat kerja, dan belum dapat ditegakkan diagnosis penyakit
akibat kerja, maka dirujuk kepada spesialis yang berkompeten
di bidang kesehatan kerja sebagai dugaan penyakit akibat kerja.
10. Dokter spesialis yang berkompeten di bidang kesehatan kerja
menegakkan penyakit akibat kerja berdasarkan kompetensinya.
11. Apabila dugaan penyakit akibat kerja memerlukan pemeriksaan
dan analisis lebih lanjut, maka dokter spesialis spesialis yang
berkompeten di bidang kesehatan kerja bersama tim lintas
profesi terkait menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja.
BAB V
PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Pencatatan
Setiap dokter yang melayani kasus penyakit akibat kerja wajib
melakukan pencatatan status medis dalam rekam medis. Pencatatan
status medis pasien pekerja dengan dugaan atau konfirmasi penyakit
akibat kerja dilakukan dengan menggunakan Form A. Pencatatan dan
pelaporan penyakit akibat kerja wajib dilakukan sebagai bagian dari
surveilans nasional kesehatan pekerja.

B. Pelaporan
Pelaporan dilakukan secara berjenjang dari fasilitas pelayanan
kesehatan (dokter praktik mandiri, klinik, puskesmas dan fasyankes di
tempat kerja lainnya serta Rumah sakit) kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota, dilanjutkan ke dinas kesehatan provinsi, dan
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat menggunakan format Laporan Triwulan Kesehatan Pekerja
sesuai Form D, E, F (dapat melalui Sistem Informasi Terpadu Kesehatan
Kerja dan Olahraga/sitko.kemkes.go.id, SIRS). Sedangkan pelaporan
terkait pembiayaan kasus penyakit akibat kerja dilakukan melalui Surat
Keterangan Dokter dengan menggunakan Form B sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaporan terkait penyakit akibat kerja dapat ditembuskan oleh
dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota kepada instansi daerah yang
menangani bidang ketenagakerjaan dalam rangka melakukan
pembinaan terhadap program kesehatan kerja.
-56-

Alur pelaporan penyakit akibat kerja:

Sistem Pelaporan Pembiayaan


Surveilans Nasional Jaminan Kecelakaan Kerja

KEMENTERIAN KESEHATAN

DINAS KESEHATAN PROVINSI Instansi Pengawas Ketenagakerjaan,


Pembinaan Tempat Kerja

DINAS KESEHATAN KAB/KOTA Pembinaan Tempat Kerja

RUMAH SAKIT
PUSKESMAS

PRAKTIK MANDIRI KLINIK FASYANKES DI TEMPAT KERJA

Pelaporan Data (Form D, E, F atau sitko.kemkes.go.id, SIRS)

Pelaporan Pembiayaan
-57-

BAB VI
PENUTUP

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan


dan/atau lingkungan kerja, sehingga penyakit dapat dicegah dengan upaya
pengendalian lingkungan kerja dan/risiko pekerjaan. Pelayanan kesehatan
penyakit akibat kerja sangat penting dilakukan karena berhubungan dengan
aspek medik (penatalaksanaan penyakit dan pembatasan keparahan penyakit),
aspek komunitas (pencegahan dan perlindungan pekerja lain) serta aspek legal
(pemenuhan hak pekerja).
Dengan ditetapkannya permenkes ini diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman dan kewaspadaan dokter dalam diagnosis penyakit akibat kerja
dalam rangka upaya perlindungan pekerja dan peningkatan kesehatan pekerja.

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

TERAWAN AGUS PUTRANTO


-58-

Form A
FORMULIR
STATUS MEDIS PENYAKIT AKIBAT KERJA

No. Rekam Medis : Praktik Mandiri / Klinik / Puskesmas / RS :

Nama : Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Alamat : Tempat/tanggal lahir :


Pendidikan (lingkari)
Pekerjaan:
1. tamat SD 4. D3/ Akademi
Nama Perusahaan : 2. tamat SMP 5. S1
3. tamat SMA 6. S2/S3
Jenis Industri:

Kepesertaan Jaminan : (lingkari)


1. BPJS Kesehatan
2. BPJS Ketenagakerjaan / Taspen/ ASABRI
3. Lainnya ....
4. Tidak ada

I. DIAGNOSIS KLINIS - Langkah 1

A. Anamnesis
Keluhan utama
(termasuk keluhan yang masih dirasakan pada kunjungan ulangan, harapan kekhawatiran,
persepsi pasien mengenai keluhan/penyakit )
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
Riwayat penyakit, riwayat penyakit keluarga (yang terkait)
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
B. Temuan Klinis (pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan data obyektif lainnya)
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
C. Diagnosis Klinis
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
D. Diagnosis Diferensial (jika ada)
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................

II. DIAGNOSIS OKUPASI

A. Apakah Terdapat Pajanan Yang Dialami Pekerja di Tempat Kerja –


Langkah 2
1.Tuliskan secara rinci jenis pekerjaan saat ini dan pekerjaan dahulu
(termasuk tempat kerja dan lama/masa kerja)
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
2.Uraian tugas/pekerjaan
(cara /proses bekerja yang dianggap berisiko untuk terjadinya keluhan, bahan/material
yang dipergunakan, Alat Pelindung Diri yang dipergunakan)
-59-

..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
3.Pajanan / Hazard / Agen Yang Terkait dengan Diagnosis Klinis
(hazard fisika, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang dialami saat bekerja)
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
B. Apakah Ada Hubungan Antara Pajanan Dengan Diagnosis Klinis –
Langkah 3
(evidence Based, termasuk ditanyakan apakah keluhan berkurang saat libur atau keluhan bertambah
setelah bekerja beberapa saat)
.................................................................................................................................
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
C. Apakah Besarnya Pajanan Cukup – Langkah 4
(lama terpajan perhari, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri, data lingkungan jika ada).
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
D. Apakah Ada Faktor Individu Yang Berperan – Langkah 5
(singkirkan faktor individu yang menjadi faktor perancu)
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
E. Apakah Ada Faktor Lain di Luar Tempat Kerja – Langkah 6
(singkirkan faktor lain di luar tempat kerja yang menjadi faktor perancu)
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
F. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja – Langkah 7
(ICD Penyakit Akibat Kerja)
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................

I. TATALAKSANA
A. Tatalaksana Medis
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
B. Tatalaksana Okupasi
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
C. Keterangan Rujuk (Jika dirujuk)
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................

Tanggal ...... Bulan ...... Tahun .........

dr. _
No. SIP.
-60-

Form B

SURAT KETERANGAN DOKTER

Yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : dr.
No.SIP :
Fasyankes :

Adalah dokter yang menangani/merawat pasien,


Nama :
Instansi Tempat Kerja/Perusahaan :
Umur :
NIK :
No Kepesertaan : (BP. Jamsostek/Taspen/Asabri)*

Menyatakan bahwa pasien tersebut mengalami PENYAKIT AKIBAT KERJA dengan


Diagnosa Penyakit Akibat Kerja ................................................................ atas dasar,

I. DIAGNOSIS KLINIS
(disertai hasil Lab/pemeriksaan penunjang mendukung diagnosis klinis)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
II. PEKERJAAN
Uraian tugas/proses pekerjaan yang dianggap berisiko untuk terjadinya keluhan.
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
III. HUBUNGAN ANTARA PAJANAN/PEKERJAAN DENGAN DIAGNOSIS KLINIS
A. Agen/Pajanan Yang Terkait dengan Diagnosis
Klinis .........................................................................................................
..........
...................................................................................................................
B. Lama/Besarnya Pajanan
(lama terpajan perhari, masa kerja, data lingkungan kerja jika ada)
...................................................................................................................
...................................................................................................................
IV. FAKTOR LAIN DI LUAR TEMPAT KERJA
A. Faktor Individu
(Ada/tidak, faktor individu yang menjadi faktor perancu)
...................................................................................................................
B. Faktor Lain di Luar Tempat Kerja
(Ada/tidak, faktor lain di luar tempat kerja yang menjadi faktor perancu)
...................................................................................................................
V. TATALAKSANA
 Tatalaksana Medis
...................................................................................................................
...................................................................................................................
 Tatalaksana Okupasi
...................................................................................................................
...................................................................................................................
VI. TINDAK LANJUT
Rujuk/Tidak* (*pilih salah satu)

Tanggal ...... Bulan ...... Tahun .........

dr. _
No. SIP.

* Pilih salah satu


-61-

Form C

Yth Pimpinan Instansi/Perusahaan ....................................


di Tempat

SURAT REKOMENDASI DOKTER

Yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : dr.
No.SIP :
Fasyankes :

Adalah dokter yang menangani/merawat pasien,


Nama :
Umur :
Instansi Tempat Kerja/Perusahaan :
NIK :
No Kepesertaan : (BP. Jamsostek/Taspen/Asabri)*

Menyatakan bahwa pasien tersebut mengalami PENYAKIT AKIBAT KERJA yang


berkaitan dengan pajanan di tempat kerja berupa ....................................................,
sehingga direkomendasikan agar,
A. Bagi pasien

B. Bagi Tempat Kerja

Tanggal ...... Bulan ...... Tahun .........

dr. _
No. SIP.

*pilih salah satu


-62-

Form D
FORMULIR LAPORAN TRIWULAN KESEHATAN PEKERJA
(Maret, Juni, September, Desember)

Fasyankes :................................................
Kecamatan :................................................
Kabupaten/Kota :................................................
Provinsi :................................................
Bulan Pelaporan :................................................

No Uraian Jumlah Jumlah Keterangan**


Kasus* Kunjungan
A Kasus penyakit akibat kera yang spesifik
pada pekerjaan tertentu ;
1. TB Paru Akibat Kerja
2. Asma Akibat Kerja
3. Dermatitis kontak iritan akibat kerja
4. Dermatitis kontak alergi akibat kerja
5. Varicella Akibat Kerja
6. Carpal Tunnel Syndrom Akibat Kerja
7. Low Back Pain Akibat Kerja
8. Katarak Akibat Kerja
9. Keratitis Akibat Kerja
10. Rhinitis Akibat Kerja
11. Laringitis Akut Akivat Kerja
12. Tuli sensori neural akibat bising di
tempat kerja.
13. HNP Akibat Kerja
14. Otitic barotrauma akibat kerja
15. Sinus barotrauma akibat kerja
16. Barotrauma Akibat Kerja
17. Penyakit Dekompresi Akibat Kerja
18. Hepatitis B Akibat kerja
19. Hepatitis C Akibat kerja
20. Mesothelioma Akibat Kerja
21. Asbestosis Akibat Kerja
22. COVID-19 Akibat Kerja
23. Penyakit Akibat Kerja Lainnya
TOTAL
B Kasus diduga penyakit akibat kerja
C Kasus kecelakaan kerja
1. Kecelakan kerja di jalan raya
2. Kecelakaan kerja bukan di jalan raya
a. Cedera Kepala
b. Cedera Ekstremitas Atas
c. Cedera Ekstremitas Bawah
d. Lainnya
TOTAL
3. Needle Stick Injury
* kasus baru
** Jika diperlukan keterangan nama tempat kerja

Mengetahui, Tanggal …..., Bulan .........., Tahun ..........


Pimpinan Fasyankes Pengelola program/data

Nama .................................... Nama .......................................

Tembusan (bagi FKTP selain Puskesmas) :


1. Puskesmas ................................... (wilayah setempat)
-63-

Form E
FORMULIR LAPORAN TRIWULAN KESEHATAN PEKERJA
(Maret, Juni, September, Desember)

Dinas Kesehatan Kab/Kota :................................................


Provinsi :................................................
Bulan Pelaporan :................................................

No Uraian Jumlah Jumlah Keterangan**


Kasus* Kunjungan
A Kasus penyakit akibat kera yang spesifik
pada pekerjaan tertentu ;
1. TB Paru Akibat Kerja
2. Asma Akibat Kerja
3. Dermatitis kontak iritan akibat kerja
4. Dermatitis kontak alergi akibat kerja
5. Varicella Akibat Kerja
6. Carpal Tunnel Syndrom Akibat Kerja
7. Low Back Pain Akibat Kerja
8. Katarak Akibat Kerja
9. Keratitis Akibat Kerja
10. Rhinitis Akibat Kerja
11. Laringitis Akut Akivat Kerja
12. Tuli sensori neural akibat bising di
tempat kerja.
13. HNP Akibat Kerja
14. Otitic barotrauma akibat kerja
15. Sinus barotrauma akibat kerja
16. Barotrauma Akibat Kerja
17. Penyakit Dekompresi Akibat Kerja
18. Hepatitis B Akibat kerja
19. Hepatitis C Akibat kerja
20. Mesothelioma Akibat Kerja
21. Asbestosis Akibat Kerja
22. COVID-19 Akibat Kerja
23. Penyakit Akibat Kerja Lainnya
TOTAL
B Kasus diduga penyakit akibat kerja
C Kasus kecelakaan kerja
1. Kecelakan kerja di jalan raya
2. Kecelakaan kerja bukan di jalan raya
a. Cedera Kepala
b. Cedera Ekstremitas Atas
c. Cedera Ekstremitas Bawah
d. Lainnya
TOTAL
3. Needle Stick Injury
* kasus baru
** Jika diperlukan keterangan nama tempat kerja

Mengetahui, Tanggal …..., Bulan .........., Tahun ..........


Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota Pengelola program/data

Nama .................................... Nama .......................................

Tembusan :
1. Dinas Ketenagakerjaan Kab/Kota ...........................
-64-

Form F

FORMULIR LAPORAN TRIWULAN KESEHATAN PEKERJA


(Maret, Juni, September, Desember)

Dinas Kesehatan Provinsi :................................................


Bulan Pelaporan :................................................

No Uraian Jumlah Jumlah Keterangan**


Kasus* Kunjungan
A Kasus penyakit akibat kera yang spesifik
pada pekerjaan tertentu ;
1. TB Paru Akibat Kerja
2. Asma Akibat Kerja
3. Dermatitis kontak iritan akibat kerja
4. Dermatitis kontak alergi akibat kerja
5. Varicella Akibat Kerja
6. Carpal Tunnel Syndrom Akibat Kerja
7. Low Back Pain Akibat Kerja
8. Katarak Akibat Kerja
9. Keratitis Akibat Kerja
10. Rhinitis Akibat Kerja
11. Laringitis Akut Akivat Kerja
12. Tuli sensori neural akibat bising di
tempat kerja.
13. HNP Akibat Kerja
14. Otitic barotrauma akibat kerja
15. Sinus barotrauma akibat kerja
16. Barotrauma Akibat Kerja
17. Penyakit Dekompresi Akibat Kerja
18. Hepatitis B Akibat kerja
19. Hepatitis C Akibat kerja
20. Mesothelioma Akibat Kerja
21. Asbestosis Akibat Kerja
22. COVID-19 Akibat Kerja
23. Penyakit Akibat Kerja Lainnya
TOTAL
B Kasus diduga penyakit akibat kerja
C Kasus kecelakaan kerja
1. Kecelakan kerja di jalan raya
2. Kecelakaan kerja bukan di jalan raya
a. Cedera Kepala
b. Cedera Ekstremitas Atas
c. Cedera Ekstremitas Bawah
d. Lainnya
TOTAL
3. Needle Stick Injury
* kasus baru
** Jika diperlukan keterangan nama tempat kerja

Mengetahui, Tanggal …..., Bulan .........., Tahun ..........


Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Pengelola program/data

Nama .................................... Nama .......................................

Tembusan :
1. Dinas Ketenagakerjaan Provinsi ...........................

Anda mungkin juga menyukai