Anda di halaman 1dari 3

JAKARTA, KOMPAS.

com - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi Tjahjo Kumolo mengatakan, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tetap akan mengawasi para ASN di Pilkada
2020.

Berdasarkan hasil pengawasan, kedua lembaga ini nantinya akan menentukan


apakah ASN terbukti bersalah atau tidak dalam menjaga netralitas di pilkada.

Hal ini berkaitan dengan rencana penerapan sanksi pemblokiran data ASN yang
terbukti melanggar netralitas.

"Sudah dilakukan di pilkada sebelumnya, hanya saja kewenangan menyatakan


bersalahnya harus tetap di KASN dan Bawaslu," kata Tjahjo dalam keterangan
tertulisnya kepada wartawan, Selasa (1/9/2020).

Baca juga: Pemerintah Siapkan Sanksi Pemblokiran Data ASN yang Tak Netral pada
Pilkada 2020

Tjahjo memastikan, Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak dilibatkan dalam


menentukan status bersalah atau tidaknya ASN dalam menjaga netralitas.

Hanya saja, BKN yang akan mengeksekusi keputusan bersalah yang ditetapkan
Bawaslu dan KASN.

Caranya, dengan memblokir data kepegawaian ASN sebagai bentuk sanksi tegas
atas ketidaknetralan ASN.

"BKN hanya mengeksekusi keputusan bersalahnya. Ini untuk menjaga netralitas BKN
dan akuntabilitas prosesnya," tutur Tjahjo.

Sebelumnya, Tjahjo Kumolo menyebut, sanksi pemblokiran data kepegawaian ASN


itu merupakan usulan dari DPR.

Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan teknis pelaksanaan dan dasar hukum atas
sanksi itu.

Kami bersama KASN sedang merumuskan sanksi disiplin yang tegas, yaitu apabila
diketahui melanggar disiplin PNS, akan dilakukan pemblokiran data ASN yang
bersangkutan di BKN," kata Tjahjo dalam keterangan tertulisnya, Selasa.

"Dengan pemblokiran data tersebut maka hak-hak kepegawaian yang bersangkutan


tidak dapat dilayani," lanjut dia.

Pemblokiran data ini merupakan bagian dari kewenangan BKN dalam rangka
pengendalian ASN.
Tjahjo menegaskan, berdasarkan kesepakatan dengan KASN, pemblokiran
merupakan bagian penegakan disiplin netralitas ASN.

"Namun kegiatan tsb dirasakan perlu penguatan," ungkap Tjahjo.

"Sehingga rencananya pada 10 September nanti akan dilakukan Penandatanganan


SKB antara MenpanRB dengan KASN, Mendagri, dan Bawaslu," lanjutnya.

Baca juga: Masih Pakai Seragam Dinas, Oknum ASN di Bantaeng Ditangkap Usai
Transaksi Sabu

Lebih lanjut Tjahjo menjelaskan latar belakang kebijakan tersebut.

Dia menuturkan, ASN tetap memiliki hak politik yang dijamin oleh undang-undang
untuk mengikuti pemilihan umum.

Namun penggunaan hak tersebut dibatasi oleh peraturan perundang-undangan


sebagaimana termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin PNS.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa PNS harus bersikap etral dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pelayanan masyarakat, di lain pihak PNS melaksanakan hak politik
menyalurkan aspirasi politiknya melalui Pemilu.

Tjahjo Kumolo menyebut, jumlah ASN atau PNS sebanyak 4.189.121 orang


berdasarkan catatan pada 2019 lalu.

Baca juga: 14 ASN Tak Fasih Baca Al Quran Saat Seleksi Jabatan, Bupati Gowa:
Belajar Lagi 6 Bulan

"Sebagai birokrasi pelayanan publik, jumlah tersebut berpotensi untuk mengungkit


suara yang berpuluh kali lipat, sehingga menjadi rebutan para elite politik untuk
mencoba mengganggu netralitas dari ASN," tutur dia.

Dalam posisi yang harusnya netral sesuai dengan peraturan perundang-undangan


dalam beberapa kasus telah terjadi banyak pelanggaran terhadap netralitas.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut hanya sedikit yang dijatuhkan hukuman disiplin,


karena Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), yaitu Gubernur/Bupati/Walikota,
enggan menjatuhkan disiplin.

"Sebab itu menyangkut kepentingan yang bersangkutan sebagai elite politik," tambah
Tjahjo Kumolo.
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/02/06552551/langgar-netralitas-di-pilkada-sanksinya-
pemblokiran-data-asn?page=3

Anda mungkin juga menyukai