Anda di halaman 1dari 10

REGULASI dan ETIKA FARMASI

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Regulasi dan Etika Farmasi

Dosen :
Dra. Lucky S. Slamet, MSc, Apt

Disusun oleh :

Nama : Andini Nur Fatimah, S.Farm.,Apt.


NPM : 5414220004

PROGRAM MAGISTER BISNIS FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2015
RESUME DRUG EFFECTIVE REGULATION

Latar Belakang
Banyak masalah yang berkaitan dengan keamanan dan mutu obat di seluruh negara di
dunia. Beberapa insiden merupakan tragedi, umumnya anak-anak yang menjadi korban. Ini
disebabkan karena penggunaan obat yang mengandung zat aktif yang toksik, obat diklaim
belum diverifikasi dengan baik, penggunan obat dengan bahan lain yang menyebabkan efek
samping, pengolahan yang substandar, atau penyalahgunaan obat. Regulasi Obat yang Efektif
dibutuhkan untuk emnjamin keamanan, efikasi, dan mutu obat, sebagaimana ketepatan dan
kesesuaian informasi obat yang diumumkan kepada publik.
Dokumen ini merupakan proyek WHO, yaitu “Studi multinasional dalam regulasi
obat yang efektif”. Tujuannya untuk menentukan dan mendokumentasikan pengalaman dari
berbagai negara dimana regulasi obat di daerahnya dapat diidentifikasi kelebihan dan
kekuarangannya. 10 negara yang berpartisipasi dalam studi ini adalah : Australia, Kuba,
Siprus, Estonia, Malaysia, Belanda, Tunisia, Uganda, Venezuela, dan Zimbabwe.
Intinya, dokumen ini mereview pengalaman dengan regulasi obat dengan tujuan
mengambil kesimpulan dari kelebihan dan kekurangan dari sistem yang berbeda dan
mengidentifikasi pengaruh ke depannya mengenai regulasi obat.
Dalam regulasi obat, pemerintah bekerja sebagai pengawal masyarakat melalui
pengawasan dengan tujuan untuk masyarakat. Menjamin keamanan, efikasi, dan mutu obat
untuk masyarakat adalah tujuan utama dari regulasi obat. Jika tujuan regulasi ini inginnya
tercapai, maka sumber daya dan pekerjaan yang mendukung regulasi tersebut harus
dikembangkan/ditegakkan, yaitu review hukum secara komprehensif dan terbaru (up to date);
organisasi yang terpadu dan independen; SDM yang berkompeten; bebas dari pengaruh
politik dan komersial; sumber daya keuangan yang memadai; prosedur yang bersih dan
transparan; pengerjaan yang berorientasi hasil; serat monev yang sistematis dalam
mengembangkan regulasi obat yang efektif.

Drug Regulation : Objective and Issues


Pada pertengahan tahun 1930-an, banyak industri farmasi baru bermunculan.
Kemunculan industri farmasi saat itu, diiringi pula dengan banyaknya kasus keracunan obat,
obat sbstandar, dan penyalahgunaan obat yang dilaporkan. Penyebab utamanya karena
regulasi/peraturan yang ada tidak efektif dalam mengawasi produksi obat. Contoh : kasus

1
Sulfanilamide yang menyebabkan kematian terhadap 107 anak-anak di USA pada
pertenagahan 1930-an dan kasus Thalidomide, dimana menyebabkan keguguran janin pada
tahun 1960an.

Multicountry study on effective drug regulation


Tujuan studi ini adalah untuk :
1. Untuk memetakan struktur organisasi dan struktur hukum regulasi obat pada negara
yang dipilih
2. Untuk menentukan apakah fungsi regulasi tetap eksis, seberapa banyak sumber daya
keuangan dan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk
mengimplemenatsikannya
3. Untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan suatu regulasi obat
4. Untuk tujuan stratejik dimana dapat membantu pembuat kebijakan dan pelaksana
untuk mengimprovisasi regulasi obat

Metode studi :
1. Framework untuk koleksi data
Regulasi farmasi untuk manusia, memiliki 4 dimensi : administrasi; teknis; regulatory;
dan level regulasi
Administrasi, termasuk  kebijakan pemerintah, struktur organisasi, sumber daya
keuangan dan manusia, dll.
Rugulatory  termasuk tempat dan praktek, inspeksi farmasi, asesmen produk dan
registrasi, QC, dan kontrol promosi dan iklan obat.
Teknis  Standar yang digunakan, pedoman, spesifikasi, dan prosedur.
Level regulasi  Struktur politik dari suatu negara menentukan regulasi obat
pemerintah secara keseluruhan.
2. Pemilihan negara studi  mewakili region yang ada, misal Asia Tenggara oleh
Malaysia
Kriterianya :
a. Eksistensi dari Otoritas Regulatory Obat
b. Jenis pemerintahan
c. Negara berkembang, atau negara maju, atau negara miskin
d. Kesediaan pemerintah untuk berpartisipasi dalam studi ini

2
3. Metode Koleksi Data
a. Penelitian dari arsip negara
b. Interview dengan informan kunci, misalnya agensi regulator obat, kelompok
perusahaan (pabrik farmasi & importir), kalangan profesional, dan kelompok
konsumen
4. Metode analisis data dan sintesis

Selain melakukan studi, dilakukan juga perbandinagn regulasi obat di tiap negara.
Ada 3 alasan utama, mengapa digunakan perbandingan di antara negara-negara terpilih
tersebut :
1. Pengembangan strategi  membandingkan cara yang berbeda dalam mengatasi
masalah regulasi obat, misalnya mengetahui pedoman apa saja yang digunakan dan
apa yang tidak digunakan dari suatu negara tertentu
2. Kesepahaman  membandingkan kebijakan publik dapat membantu meng-improve
pemahaman bagaimana pemerintah mengaplikasikan regulasi tersebut
3. Saling ketergantungan  Karena negara adalah saling ketergantungan, baik karena
perjanjian internasional, pengelompokkan kawasan ekonomi regional, hubungan
bilateral, dll.

Profil Negara Terpilih


Negara terpilih dalam studi ini diambil dari berbagai belahan dunia, dengan profil
yang berbeda-beda. Profil negara yang dapat mempengaruhi regulasi obat salah duanya,
adalah pendapatan per kapita negara dan angka mortalitas penduduk. Negara terpilih dengan
pendapatan kapita terbesar per tahunnya adalah Australia dan Belanda, sedangkan yang
paling rendah adalah Uganda. Untuk angka kelahiran tiap tahun, angka mortalitas Negara
Uganda lebih tinggi dibanding dengan negara lainnya.
Kemudian, pengaruh politik juga mempengaruhi pelaksanaan regulasi obat di tiap
negara terpilih. Di Kuba yang menganut sistem unipartai, semua kegiatan kefarmasian
dimiliki dan diatur oleh pemerintah. Sebanyak 54 industri farmasi adalah bagian dari Sistem
Kesehatan Nasional di Negaranya. Selain itu, ada beberapa profil lain yang harus
diperhatikan dalam studi ini, yaitu :
1. Jumlah pabrik farmasi
2. Jumlah supplier dan ritel farmasi
3. Jumlah produk farmasi yang diproduksi

3
Regulatory Framework
Dalam bab ini, dibahas misi dan tujuan dari regulasi obat di tiap negara terpilih untuk
dipetakan tujuan utamanya dari adanya regulasi obat. Mayoritas negara terpilih menyebutkan
“menjamin keamanan, efikasi, dan mutu obat sesuai dengan populasi” untuk menjadi tujuan
utama pemerintah dalam pelaksanaan regulasi obat. Sebagian negara, seperti Australia dan
Malaysia menyebutkan misi regulasi obat merupakan fungsi pengawasan pemerintah yang
berhubungan dengan pengobatan. Sebagian negara lain, ditambahkan hubungannya denga
harga obat, misalnya Siprus dan Zimbabwe.

Domain Pengawasan
Untuk tujuan menjamin bahwa obat sampai ke konsumen agar efektif, aman, dan
bermutu baik, pemerintah mungkin mengawasi beberapa area/aspek yang berhubungan
langsung dalam penjaminan ketiga hal tersebut. Namun, perusahaan juga memiliki tanggung
jawab langsung dalam mengawasi pembuatan obat, melalui QC lab, monitoring promosi dan
iklan obat, registrasi obat sebelum diedarkan, dll.
Berdasarkan Tabel 4.1, Fungsi Regulasi Obat untuk izin produksi, penilaian obat dan
registrasi, inspeksi GMP, dan QC produk dimiliki oleh 10 negara terpilih, termasuk
pengawasan impor obat. Namun, pengawasan impor obat tergantung kondisi dari produk
yang diimpor. Australia melakukan pengawasan impor obat, khususnya untuk produk biologi
dan steroid. Kuba, Belanda, Venezuela, dan Zimbabwe pengawasan impor obat dibutuhkan
untuk produk yang dalam tahap investigasi dan produk untuk penggunaan perorangan. Dalam
hal pengawasan harga, hanya pemerintah Siprus dan Tunisia yang memiliki kewenangan
untuk itu.
Pada Tabel 4.2, diperlihatkan perbedaan komponen 4 tujuan utama dari fungsi
regulasi obat di 10 negara terpilih. Dari tabel tersebut, 10 negara memiliki sistem registrasi
untuk obat modern/allopathic, tetapi hanya 7 negara yang membuat sistem registrasi
pengobatan herbal, yaitu Australia, Estonia, Malaysia, Belanda, Tunisia, Uganda, dan
Venezuela.
Di Belanda, registrasi herbal dan homeopathic drugs telah dilaksanakan sejak tahun
1995. Regsitrasi kedua jenis obat ini diaplikasikan hanya untuk menjamin mutu dan
keamanan, bukan efikasi. Produk herbal yang tidak memiliki klaim pengobatan atau indikasi
pengobatan tidak diregistrasikan sebagai pengobatan herbal. Sama dengan Belanda,
Malaysia, memandatkan registrasi pengobatan tradisional sejak tahun 1992, tetapi umumnya
untuk menjamin keamanan dan mutu produk, hanya segelintir saja yang menjamin

4
efikasinya. Di negara Siprus, tidak ada bagian legislatif/badan yang menangani pengobatan
herbal, homeopathic, dietary supplement, tetapi beberapa produk herbal diregistrasikan
sebagai obat biasa.
Dalam hal penentuan harga obat, tiap negara terpilih memiliki sistem yang berbeda-
beda. Di Siprus, penentuan harga obat merupakan bagian dari registrasi obat. Hukum di
negara mereka menyebutkan, bahwa harga untuk sediaan farmasi harus ditetapkan sebelum
dijual di pasaran. Ini juga diaplikasikan untuk importir. Harga obat di gudang (wholsale) dan
ritel dilebihkan (mark-up) sebanyak maksimal 30%. Di Tunisia, regulasi harga juga
ditentukan saat registrasi obat. Pihak perusahaan/produsen harus men-submit proposal harga
suatu produk ketika apply untuk registrasi. Nantinya, harga obat akan ditentukan oleh Komite
dari Kementrian Kesehatan dan Perdagangan negaranya. Di Kuba, harga obat diawasi oleh
Kementrian Keuangan. Pemerintahnya juga mensubsidi harga obat agar lebih murah untuk
masyarakatnya.

Sejarah Perkembangan Regulasi Obat (beberapa Negara terpilih)


Kuba memiliki sejarah yang panjang mengenai regulasi obat. Real Tribunal
Protomedicato (1709) merupakan regulasi yang berhubungan dengan obat pertama di Kuba.
Setelah revolusi tahun 1959, perusahaan swasta dan perusahaan farmasi di nasionalisasi.
Instansi Regulasi Nasional dan NCDQC diciptakan oleh Menteri 1989. Aturan registrasi obat
dibangun pada tahun 1995, juga oleh Menteri.
Venezuela membangunsistem regulasi obat nya sendiri relaatif cepat. Hukum yang
berhubungan dengan obat pertama kali muncul pada tahun 1883 sebagai Ordonansi dari
Konsul Dokter dalam Pengobatan. Hukum sistem regulasi obat didirikan pada tahun 1928.
Instansi Kesehatan Nasional didirikan pada tahun 1938 untuk menjadi otoritas regulasi obat
nasional. Aturan GMP mulai dibuat pada tahun 1990.
Tunisia, mulai pertama kali memperkenalkan regulasi obat negaranya tahun 1942.
Semua produk jadi farmasi, baik itu produksi sendiri atau impor, harus lulus dari penilaian
komite teknis dan memiliki sertifikat persetujuan dari Menteri Kesehatan sebelum dijual di
pasaran. Antara tahun 1985-1991, dilakukan kajian hukum mengenai GMP, uji klinis,
informasi kesehatan dan sains, prosedur untuk izin produksi dan registrasi. Organisasi Baru
mulai banyak didirikan karena hukum, contoh Direktorat Farmasi dan Kesehatan yang
didirikan tahun 1981, Pusat Farmakovigilans Nasional pada tahun 1984 dan Laboratorium
Pengawasan Kesehatan Nasional pada tahun 1990.

5
Malaysia, mulai memperkenalkan pengawasan regulator di sektor farmasi pada tahun
1950an, dimulai dengan 3 ordinansi: Ordonansi Penjualan Obat dan Makanan (1952),
Ordonansi Bahan Berbahaya (1952), daan Ordonansi Obat yang Berbahaya (1952).
Kombinasi ini bertujuan untuk mengatur penanganan sediaan farmasi, termasuk bahan
berbahaya dan narkotik.
Sejarah Perkembangan Regulasi Obat di tiap Negara terpilih sangatlah penting untuk
menunjang studi ini. Dengan menggali informasi ini, dapat mengetahui secara tidak langsung
kebijakan-kebijakan yang diambil terkait obat di masing-masing negara terpilih.

Komponen utama dalam regulasi obat :


1. Izin produksi, distribusi, dan ritel
2. Inspeksi dan Surveilans
3. Penilaian produk dan registrasi
4. Pengawasan Promosi dan Iklan Obat
5. Laboratorium Pengawasan Mutu Obat

Izin Produksi, Distribusi, dan Ritel


Kriteria dasar dalam pemberian izin adalah kualifikasi dari personel teknis dan
kelayakan dari bangunan, proses dan peralatan. Beberapa negara menambahkan kriteria lain
sesuai dengan mutu dari produk farmasi. Sebagai contoh, regulasi Uganda secara umum
memberikan izin produksi dan importasi hanya produk obat esensial, dimana menjadi
prioritas nasional. Di Belanda, dispensing obat oleh doketr diperbolehkan ketika apoteker
tidak ada di tempat.
Izin Produksi, Distribusi, dan Ritel tergantung dari :
1. Sumber Daya Manusia yang cukup (yang berkompeten) sebagai penanggung
jawabnya, yaitu farmasis (apoteker)
2. Biaya perizinan

Inspeksi dan Surveilans


Inspeksi dan surveilan hubungannya dengan instansi regulator obat adalah untuk
memonitor apakah kegiatan pharmaceutical masih sesuai dengan pedoman dan standar yang
telah ditetapkan atau tidak. Hal ini karena tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan
atau error pada saat produksi obat, di QC, penyimpanan, dan distribusi obat. Kegiatan ini
termasuk inspeksi secara fisik dan pengujian mutu pada sampel produk. Untuk mendukung

6
pekerjaan ini, inspektor yang menginspeksi harus disetujui berdasarkan kekuatan hukum.
Inspektor harus sudah terkualifikasi dan bebas dari konflik kepentingan dan tekanan politik.

Penilaian produk dan registrasi


Penilaian produk dan registrasi (juga dikenal dengan otoritas marketing dan izin edar
produk) dilakukan untuk menjamin bahwa sediaan/produk farmasi sudah diuji dan dievaluasi
dengan benar terkait keamanan, efikasi, dan mutu serta informasi produk sesuai dengan yang
diklaim. Regulator menilai data teknis dan administratif tentang produk obat, kemudian
memutuskan apakah disetujui atau ditolak produknya. Keseluruhan proses membutuhkan
hukum yang kuat, dan personil yang terkualifikasi, sistem data yang dapat disimpan dan
diambil dengan mudah, sistem untuk menjamin bebas dari konflik kepentingan, akuntabel,
dan transparan.

Pengawasan Promosi dan Iklan Obat


Produsen/Perusahaan farmasi dan Supplier mempromosikan dan/atau mengiklankan
produknya kepada profesioanl kesehatan dan masyarakat umum melalui berbagai metode.
Diantaranya : iklan pada jurnal atau media lain; pengiriman langsung; penjualan secara
personal melalui sales representative; pemberian gift dan sampel; sponsor kegiatan
simposium dan sponsor publikasi bahan informasi lainnya. Promosi bertujuan untuk
mempengaruhi perilaku orang, agar percaya dan bangga menggunakan produk brand
ternama.

Laboratorium Pengawasan Mutu Obat


Melakukan pengawasan mutu obat sebelum dan setelah dijual di pasaran merupakan
isu penting untuk menjamin mutu dan keamanan obat. Otoritas Regulasi Obat harus memiliki
akses ke laboratorium QC. Kapasitas Otoritas Regulasi Obat Nasional untuk mengambil
surveilan mutu obat secara langsung berhubungan dengan kapabilitas operasional
laboratorium QC. Hasil pengujian laboratorium terhadap sampel di pasaran memperbolehkan
otoritas regulasi untuk menilai mutu produk yang sebenarnya dan untuk mengidentifikasi
masalah yang berkaitan dengan mutu obat.

Penilaian Performa Regulasi


Penilaian fungsi pemerintah  Bagian terpenting dari pembuat kebijakan

7
Dalam menegakkan/melaksanakan regulasi obat, harus dinilai dalam jangka waktu
tertentu, apakah berjalan efektif dan efisien atau tidak. Efektif adalah sejauh mana regulasi
tersebut sesuai dengan tujuan utamanya. Efisiensi, berbicara mengenai akuntabilitas dan
transparansi. Efisiensi berarti dalam melaksanakan regulasi tersebut membutuhkan sumber
daya yang seminimal mungkin (manusia, keuangan, waktu).
Pemerintah bertanggung jawab untuk menentukan mekanisme penilaian fungsi
mereka sendiri. Instansi pemerintah harus memonitor dan menilai kegiatan regulasi yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk memastikan mereka responsif/tanggap kepada perubahan.
Monitoring dan evaluasi regulasi yang sedang berjalan sangatlah penting agar instansi
pemerintah terus belajar mengenai performanya dan mengidentifikasi adanya masalah serta
kesempatan untuk improvement.

KESIMPULAN
Dalam menyusun rancangan regulasi obat atau legislasi obat, harus :
1. Tentukan kategori produk kesehatan dan kegiatan yang harus diatur
2. Tuliskan misi dan tujuan utama dari adanya regulasi obat tersebut
3. Buat dokumentasi administrasi untuk mengimplementasikan regulasi obat, dan
tentukan hubungan struktural dan fungsional
4. Tuliskan peranan, tanggung jawab, aturan, dan fungsi semua hal yang berhubungan
dengan regulasi obat
5. Tentukan kualifikasi dan standar yang dibutuhkan dalam menangani obat
6. Buat sistem/mekanisme untuk menjamin semua tanggung jawab kelompok terinspeksi
dan menjamin sesuai dengan legislasi obat serta dengan standar dan spesifikasi untuk
orang, bangunan, dan praktek
7. Tentukan aturan, standar, dan spesifikasi yang dapat menjamin keamanan, efikasi, dan
mutu obat
8. Buat mekanisme untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dari otoritas regulasi
obat untuk pemerintah, masyarakat, dan konsumen.

REKOMENDASI UNTUK REGULASI OBAT YANG EFEKTIF


1. Memahami misi otoritas regulasi dengan baik adalah penting dalam memotivasi staf
Otoritas Regulasi Obat untuk melaksanakan regulasi obat
2. Hukum/ Undang-undang mengenai obat sebaiknya dibuat secara komprehensif, meng-
cover semua kegiatan terkait obat dan informasi, serta selalu update

8
3. Satu instansi pusat sebaiknya akuntabel untuk semua efektivitas regulasi obat
4. Personel yang melaksanakan regulasi obat sebaiknya individu yang berintegritas, telah
dilatih dan terkualifikasi
5. Pedoman dan standar yang digunakan sebaiknya dikembangkan dan dipakai sebagai
tools untuk aplikasi semua proses regulasi
6. Keuangan yang sehat sangat penting untuk promosi regulasi obat yang efektif
7. Setiap fungsi regulator berkontribusi untuk menjamin keamanan, mutu dan efikasi
obat
8. Proses regulasi sebaiknya termonitor secara sistematis dengan tujuan mengidentifikasi
masalah dan menetukan apakah kegiatan sebenarnya sesuai dengan aksi yang telah
dilakukan

DAFTAR PUSTAKA
Effective Drug Regulation A Multicountry Study by Ms. Sauwakon Ratanawijitrasin dan Mr.
Eshetu Wondemagegnehu WHO 2002.

Anda mungkin juga menyukai