ABSTRAK
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Opportunities (Kesempatan)
Populasi Indonesia yang besar dan konsumsi obat per kapita yang rendah
menunjukkan potensi untuk mengembangkan pasar. Peluang ekspor terbuka karena
globalisasi dan pasar terbuka serta pelaksanaan praktek manufaktur yang baik di
Indonesia. Sudah adanya kecenderungan untuk mengembangkan sistem kesehatan yang
tepat dalam hal distribusi dokter yang diperlukan termasuk spesialis. Adanya integrasi
MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani
penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak
asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan.
Threat (Ancaman)
Persaingan Global yang terjadi di dunia telah memengaruhi banyak hal, termasuk
menurunnya daya saing dan daya beli masyarakat dan industri Indonesia termasuk dalam
membeli obat atau dalam penyediaan obat. Kondisi ini merupakan ancaman untuk
kelangsungan hidup industri farmasi nasional, khususnya untuk pasar lokal. Salah satu
dampak globalisasi adalah ratifikasi ACFTA, GATT, termasuk TRIPs, Hukum Paten,
mobilitas sumber daya yang sangat tinggi dan persaingan bebas. Bagi industri farmasi
PMDN dan beberapa industri farmasi tertentu, investasi asing yang digunakan
mengandalkan produk mereka dengan menyalin strategi produk baru, yang masih dalam
paten, kondisi semacam ini dapat dianggap sebagai ancaman. Hukum Paten dapat
menjadi kesempatan bagi industri farmasi investasi dalam negeri untuk meningkatkan
kinerja, tetapi industri ini belum siap, terutama dalam dukungan riset mereka. Juga
dengan masih ditemukannya obat palsu yang beredar di pasaran yang menyebabkan
harga obat lebih sukar untuk dikendalikan.
PENUTUP
Mempertegas apa yang disampaikan pada Workshop bulan April ini, Program
kemandirian bahan baku obat perlu grand design, strategi jangka pendek, menengah dan
panjang, konsisten, terukur, untuk mewujudkan kemandirian dan kelayakan ekonomi;
inovasi tidak hanya pada temuan teknologi baru. Feed back adalah kunci tercapainya
kemandirian bahan baku obat. Di Indonesia, diperlukan cluster policy dalam sistem
inovasi obat untuk mewujudkan kemandirian bahan baku obat, perlu ditentukan sumber
daya lokal yang berpotensi untuk pengembangan bahan baku obat dan eksipien di
Indonesia; pengembangan bahan baku obat di Indonesia tidak bisa dilepas dari
commercial battle field untuk kemandiriannya, karena adanya proteksi yang kuat dari
negar-negara penghasil bahan baku obat. Untuk mencapai target Millennium
Development Goals, diperlukan usaha bersama yang sungguh-sungguh untuk
mengatasinya. Sementara, program intensif pajak bagi industri yang mengembangkan
bahan baku obat masih belum berjalan.
Salah satu usulan bagi industri farmasi dan industri jamu adalah untuk
menyisihkan dana penelitian bersama, dikumpulkan dan dikelola oleh mereka sendiri
atau suatu lembaga netral yang didukung oleh pemerintah untuk tujuan tersebut. Di
bidang farmasi dan bioteknologi kesehatan, dana bersama tersebut bisa dimanfaatkan
untuk pengembangan kapabilitas dan kompetensi penelitian dan pengembangan bahan
baku obat dengan kemitraan global. Strategi dan kehati-hatian dalam kemitraan global ini
perlu kajian dan studi yang mendalam, sehingga benar-benar lebih menguntungkan
Indonesia di masa depan.
Dengan demikian, kemitraan global untuk pengembangan bahan baku obat
memperoleh kemajuan yang berarti, sehingga obat-obat esensial menjadi terjangkau bagi
seluruh masyarakat, dan pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi lebih baik. Dalam
diskusi Pengembangan Bahan Baku Obat di Indonesia baru-baru ini, Dr. Roy Sparinga,
dari Kementrian Negara Riset dan Teknologi, mengusulkan langkah-langkah penguatan
sistem inovasi nasional obat yang berbasis bahan baku lokal antara lain: dirumuskannya
kebijakan untuk kemandirian/kemampuan nasional dalam produksi bahan baku obat,
ditetapkannya jenis bahan baku obat dan eksipien, ditetapkannya langkah-langkah yang
dilakukan dalam waktu tertentu dan kementrian, institusi dan aktor yang terlibat serta
sumber daya dan dana, disatukannya roadmap industri kimia, industri farmasi, riset dan
teknologi di semua kementrian yang terlibat, didorongnya investasi ke arah indusrti kimia
hulu untuk pengembangan bahan baku obat secara bertahap, adanya insentif riset dan
penguatan jejaring iptek untuk pengembangan bahan baku obat, adanya insentif pajak,
kepabeanan dan bantuan teknis bagi industri yang mengembangkan bahan baku obat, dan
adanya kebijakan penguatan kelembagaan, sumber daya dan jaringan dalam
pengembangan obat baru. Akhirnya, apakah program kemandirian bahan baku obat di
Indonesia ini akan menjadi kenyataan atau tetap menjadi wacana seperti tahun-tahun
sebelumnya, nampaknya masih diperlukan waktu lama untuk mengetahuinya.
DAFTAR PUSTAKA
Aiman, S.A., Laporan Teknis Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik, disampaikan pada
Rapat Kerja LIPI, Surakarta, 12 Februari 2010.
Cheenpracha, S. C. Karalai, S. Subhadhirasakul , H. Ponglimanont, and S. Tewtrakul.
Anti-HIV-1 protease activity of compounds from Boesenbergia pandurata.
Bioorganic & M edicinal Chemistry 14 2006 1710–1714
Cheng, Ming-Jen, K-H. Lee, I.-L. Tsai and I-S. Chen. Two new sesquiterpenoids and
anti-HIV principles from the root bark of Zanthoxylum ailanthoides. Bioorganic
& Medicinal Chemistry 1 3 2005 5915–5920.
Hardoyo, Drug Development Based on Indonesian Petrochemicals, presented at National
Seminar on Pharmaceutical Technology Business, Ed. Hardoyo, Ministry of
Industry and Trade, Semarang, 21 Oktober 2003.
ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Strategi Pengembangan Bahan Baku Obat
Indonesia, Naskah Akademis Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, disampaikan
kepada Menteri Negara Hortikultura dan Obat, 1997.
Kardono, L.B.S. 2001. Developing Pharmaceuticals Suitable for Indonesian
Pharmaceutical Industries, Workshop on Developments in Drugs and
Pharmaceutical Technology, Indian Institute of Technology, November 6-10,
2001, Hyderabad, India.
Kardono, L.B.S., 2003, Progress and Development of Indonesian Traditional Medicines,
Presented at Expert Group Meeting on Traditional Medicine and Herbal
Technology, Asia Pacific Center for Transfer of Technology, Wuhan, China, 16--
20 September 2003.
Kardono, L.B.S., Drug Development Based on Indonesian Biodiversity, presented at
National Seminar on Pharmaceutical Technology Business, Ed. Hardoyo,
Ministry of Industry and Trade, Semarang, 21 Oktober 2003.
Kardono, L.B.S. 2004. Developing Drugs and Pharmaceuticals Small and Medium Scale
Enterprises: An Indonesian Case Study, 2nd International symposium on Current
Trend on Drug Discovery Research, Lucknow, India, 17--20 February, 2004.
Kardono, L.B.S., Various efforts to improve the role of Indonesian Traditional Medicines
serving in the national health care, Presented at China-ASEAN Summit Forum on
Traditional Medicines, October 28-29, 2009, Nanning, Guangxi, China.
Laure, H., P. Raharivelomanana, J-F. Butaud, J-P. Bianchini, E. M. Gaydou. Screening
of anti-HIV-1 inophyllums by HPLC–DAD of Calophyllum inophyllum leaf
extracts from French Polynesia Islands. Analytica Chimica Acta 6 2 4 2008 147–
153
Marks, J. International Collaboration of Agencies the European Science Foundation
Experience, Presented at Korea Research Foundation Workshop, Seoul 14
November 2007.
Matsuse, I.T., Y.A. Lim, M. Hattori, M. Correa, M.P. Gupta. A search for anti-viral
properties in Panamanian medicinal plants. The effects on HIV and its essential
enzymes. Journal of Ethnopharmacology 64 (1999) 15–22
Sakurai, N., T. Nikaido, J-H. Wu, K. Koike, Y. Sashida, H. Itokawa, Y. Mimaki,and K-
H. Lee, Anti-AIDSAgents.Part57:Actein,an anti-HIVprinciple from the rhizome
of Cimicifuga racemosa (blackcohosh),and the anti-HIV activity of related
saponins. Bioorganic & Medicinal Chemistry Letters14(2004)1329–1332
Sparinga, R. Pengembangan Bahan Baku Obat di Indonesia, Disampaikan pada
Workshop Pengembangan Bahan Baku Obat Berbasis Sumber Daya Lokal,
Jakarta, 21 April 2010.
Tewtrakul, S., A. Itharat, P. Rattanasuwan. Anti-HIV-1 protease- and HIV-1 integrase
activities of Thai medicinal plants known as Hua-Khao-Yen. Journal of
Ethnopharmacology 105 2006 312–315
WHO. World health statistics 2007. WHO Press, Geneva, Switzerland.