Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

PENGELOLAAN NYERI PADA KLIEN PALIATIF

Disusun Oleh
Kelompok 5:
Indana Zulfa
Lidia Elvana Dewi
Nadhya Ayuningtyas

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yng berjudul “Pengelolaan Nyeri Pada Klien Paliatif”. Pada kesempatan
ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para mahasiswa dan dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa.

Lampung, Agustus 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi Nyeri
B. Pengkajian Nyeri
C. Menilai Skala Nyeri
D. Manajemen Nyeri .

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri adalah pengalaman
perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan
alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang paling
sering terjadi di bidang medis, nyeri merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri
merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya. Perawat meggunakan berbagai intervensi untuk dapat
menghilangkan nyeri (manajemen nyeri) tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan
merasakan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Nyeri dapat diekspresikan melalui menangis,
pengutaraan, atau isyarat perilaku. Nyeri yang bersifat subjektif membuat perawat harus mampu dalam memberikan asuhan
keperawatan secara holistic dan menanganinya.
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-
anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit
melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik,
psikologis, sosial atau spiritual.

Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola komplikasi penyakit dan pengobatan,
mengelola rasa sakit dan gejala lain, memberikan perawatan psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat saat sekarat
dan berduka (Matzo & Sherman, 2015).Penyakit dengan perawatan paliatif merupakan penyakit yang sulit atau sudah tidak
dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan kualitas hidup (WHO,2016). Perawatan paliatif meliputi
manajemen nyeri dan gejala; dukungan psikososial, emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan
perawatan yang tepat, baik dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien. Perawatan paliatif dilakukan sejak
awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan menggunakan pendekatan tim multidisiplin untuk mengatasi
kebutuhan pasien dan keluarga mereka

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengelolaan nyeri pada klien paliatif
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi nyeri
b. Mengatahui pengkajian dan karakteristik nyeri
c. Mengetahui cara menilai skala nyeri
d. Mengetahui manajemen nyeri secara farmakologis dan non-farmakologi

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Nyeri

Nyeri adalah perasaan tidak nyaman dan sangat individual yang tidak dapat dirasakan atau dibagi dengan orang
lain. Secara umum nyeri adalah suatu rasa tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri menyangkut dua aspek
yaitu psikologis dan fisiologis yang keduanya dipengaruhi fakor-faktor seperti budaya, usia, lingkungan dan sistem
pendukung, pengalaman masa lalu, kecemasan dan stress (Potter, 2006; Smeltzer , 2002). Nyeri menurut International
Association for study of pain (IASP) nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensia, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.Menurut Potter (2005) nyeri didefinisikan sebagai suatu kondisi perasaan yang tidak menyenangkan,
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya.
Fisiologis nyeri menurut (Potter & Perry, 2006) adalah reseptor nyeri berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri.Organ tubuh ini berperan hanya terhadap stmulus kuat yang secara potensial merusak.Reseptor nyeri disebut
juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri bermyelin dan ada juga yang tidak bermyelin dari syaraf perifer.
Nyeri merupakan campuran dari reaksi fisik, emosi, dan tingkah. Nyeri dapat dirasakan penderita jika reseptor
nyeri menginduksi serabut saraf perifer aferen, yaitu serabut A-delta dan serabut C. Serabut A-delta memiliki myelin
yang menyampaikan impuls nyeri dengan cepat, menimbulkan sensasi yang tajam, dan melokalisasi sumber nyeri
serta mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C tidak memiliki myelin sehingga menyampaikan impuls lebih lambat dan
berukuran sangat kecil. Serabut A-delta dan serabut C akan menyampaikan rangsangan dari serabut saraf perifer
ketika mediator-mediator biokimia yang aktif terhadap respon nyeri seperti pottasium dan prostaglandin dibebaskan
akibat adanya jaringan yang rusak (Potter & Perry, 2006).
Transmisi stimulus nyeri berlanjut disepanjang serabut saraf aferen (sensori) dan berakhir di bagian kornu dorsalis
medulla spinalis.Di dalam kornudorsalis, neurotransmitter seperti substansi P dilepaskan sehingga menimbulkan suatu
transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus.Impuls atau informasi nyeri selanjutnya disampaikan
dengan cepat ke pusat thalamus (Potter & Perry, 2006).

B. Pengkajian Nyeri
1. Anamnesis umum
2. Pemeriksaan fisik
3. Anamnesis spesifik nyeri dan evaluasi ketidakmampuan yang ditimbulkan nyeri:
a. Anamnesa umum
b. Pemeriksaan fisik
Dalam penanganan nyeri, perawat terlebih dahulu mengkaji tingkat nyeri yanag dirasakan pasien dengan
karakteristik nyeri PQRST.
1) Provokating/ penyebab: apa penyebab timbulnya nyeri? Apakah karena terkena benturan, sayatan,
atau lainnya?
2) Quality/kualitas: nyeri seperti tertusuk, tertekan atau tertimpa benda berat, diiris-iris, dll.
3) Region/lokasi: dimana lokasi nyeri dirasakan? Apakah menyebar ke daerah lain?
4) Severate/skala dengan cara penilain skala nyeri
5) Time/waktu: kapan keluhan nyeri dirasakan? Seberapa sring? Apakah terjadi secara mendadak atau
bertahap? Akut atau kronis?

C. Menilai Skala Nyeri


1. Verbal Descriptor Scale (VDS)
Verbal Descriptor Scale (VDS) adalah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang
telah disusun dengan jarak yang sama sepanjang garis. Ukuran skala ini diurutkan dari “tidak terasa nyeri”
sampai “nyeri tidak tertahan”.Perawat menunjukkan ke klien tentang skala tersebut dan meminta klien untuk
memilih skala nyeri terbaru yang dirasakan.Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling
menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa tidak menyakitkan.Alat VDS memungkinkan klien untuk
memilih dan mendeskripsikan skala nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2006).
2. Visual Analogue Scale (VAS)
VAS merupakan suatu garis lurus yang menggambarkan skala nyeri terus menerus.Skala ini menjadikan klien
bebas untuk memilih tingkat nyeri yang dirasakan.VAS sebagai pengukur keparahan tingkat nyeri yang lebih
sensitif karena klien dapat menentukan setiap titik dari rangkaian yang tersedia tanpa dipaksa untuk memilih
satu kata (Potter & Perry, 2006).

Penjelasan tentang intensitas digambarkan sebagai berikut:


Gambar 1: Skala pengukur Nyeri VAS
Skala nyeri pada skala 0 berarti tidak terjadi nyeri, skala nyeri pada skala 1-3 seperti gatal, tersetrum,
nyut-nyutan, melilit, terpukul, perih, mules.Skala nyeri 4-6 digambarkan seperti kram, kaku, tertekan, sulit
bergerak, terbakar, ditusuk-tusuk.Skala 7-9 merupakan skala sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh
klien, sedangkan skala 10 merupakan skala nyeri yang sangat berat dan tidak dapat dikontrol.Ujung kiri pada
VAS menunjukkan “tidak ada rasa nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan “nyeri yang paling berat”.

3. Numeric Rating Scale (NRS)

Gambar 2: Skala Pengukur Nyeri NRS

Skala nyeri pada angka 0 berarti tidak nyeri, angka 1-3 menunjukkan nyeri yang ringan, angka 4-6
termasuk dalam nyeri sedang, sedangkaan angka 7-10 merupakan kategori nyeri berat. Oleh karena itu, skala
NRS akan digunakan sebagai instrumen penelitian (Potter & Perry, 2006). Menurut Skala nyeri dikategorikan
sebagai berikut:
a. 0 : tidak ada keluhan nyeri, tidak nyeri.
b. 1-3 : mulai terasa dan dapat ditahan, nyeri ringan.
c. 4-6 : rasa nyeri yang menganggu dan memerlukan usaha untuk menahan, nyeri sedang.
d. 7-10 : rasa nyeri sangat menganggu dan tidak dapat ditahan, meringis, menjerit bahkan
teriak, nyeri berat.
4. Wong-Baker FACES Pain Rating Scale
Skala ini terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah yang sedang
tersenyum untuk menandai tidak adanya rasa nyeri yang dirasakan, kemudian secara bertahap meningkat
menjadi wajah kurang bahagia, wajah sangat sedih, sampai wajah yang sangat ketakutan yang berati skala
nyeri yang dirasakan sangat nyeri (Potter & Perry, 2005).

Gambar 3: Skala Pengukur Nyeri FRS

Skala nyeri tersebut Banyak digunakan pada pasien pediatrik dengan kesulitan atau keterbatasan
verbal.Dijelaskan kepada pasien mengenai perubahan mimik wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih
sesuai rasa nyeri yang dirasakannya.

D. Manajemen Nyeri
Potter & Perry (2006), membagi dua cara yang digunakan untuk metode penanggulangan nyeri:
1. Tindakan Farmakologi
a. Analgesik narkotika (opioid)
Analgesik opioid terdiri dari berbagai derivat opium seperti morfin dan kodein.Opioid berfungsi sebagai
pereda nyeri yang akan memberikan efek euphoria (kegembiraan) karena obat ini menyebabkan ikatan
dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekan nyeri endogen yang terdapat di susunan saraf pusat.
Narkotik tidak hanya menekan stimulasi nyeri, namun juga akan menekan pusat pernafasan dan batuk yang
terdapat di medulla batang otak. Dampak penggunaan analgesik narkotika adalah sedasi dan peningkatan
toleransi obat sehingga kebutuhan dosis obat akan meningkat (Tamsuri, 2007). Obat-obat yang termasuk
opioid analgesik adalah adalah morfin, metadon, meperidin (petidin), fentanil, buprenorfin, dezosin,
butorfanol, nalbufin, nalorfin, dan pentasozin. Jenis obat tersebut memiliki rata-rata waktu paruh selama 4
jam (Biworo, 2008).
b. Analgesik non narkotika (non opioid)
Analgesik non narkotika sering disebut Nonsteroid Anti- Inflammatory Drugs (NSAIDs) seperti aspirin,
asetaminofen, dan ibuprofen.Obat jenis ini tidak hanya memiliki efek antinyeri namun dapat memberikan efek
antiinflamasi dan antipiretik.Efek samping yang paling sering terjadi pada pengguna adalah gangguan
pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster. NSAIDs mungkin dikontraindikasikan pada
klien yang memiliki gangguan pada proses pembekuan darah, perdarahan gaster atau tukak lambung, penyakit
ginjal, trombositopenia, dan mungkin juga infeksi (Tamsuri, 2007).
Ketorolak merupakan salah satu obat NSAID sebagai analgesik, anti inflamasi, dan antipiretik.Ketorolak
mudah diserap secara cepat dan lengkap. Obat ini dimetabolisme di dalam hati dengan waktu paruh plasma
3,5-9,2 jam (Widodo, 2011).
2. Tindakan Non Farmakologis
a. Penanganan fisik/ stimulasi fisik
1) Stimulasi kulit
Masase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketergantungan otot. Rangsangan masase
otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau
menurunkan implus nyeri.
2) Stimulasi electric (TENS)
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara ini bisa melepaskan
endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. TENS merupakan stimulasi pada kulit
menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.
3) Akupuntur
Akupuntur merupakan pengobatan tradisional menggunakan jarum-jarum kecil yang dimasukkan
ppada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu tergantung pada lokasi nyeeri yang dapat
memblok transmisi nyeri ke otak.
b. Intervensi perilaku kognitif
1. Relaksasi
Relaksasi dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa
nyeri. Teknik relaksasi perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil optimal. Dengan relaksasi
pasien dapat mengubahh persepsi terhadap nyeri.
2. Umpan balik biologis
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan informasi tentang respon nyeri fisiologis dan
cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi
ketegangan otot dan migrain dengan cara memasang elektroda pada pelipis.

3. Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
4. Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan hingga sedang. Distraksi terdiri
dari distraksi visual, audio, sentuhan, dan intelektual.
5. Guided imagery (imajinasi terbimbing)
Klien berimajinasi membayangkan hal yang menyenangkan. Tindakan ini memerlukan suasana dan
ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien gelisah, tindakan harus dihentikan.
Tindakan ini dilakukan pada klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
1
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan
dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang
menunjukkan kerusakan jaringan. Penilaian nyeri merupakan hal yang penting untuk mengetahui intensitas dan
menentukan terapi yang efektif. Intensitas nyeri sebaiknya harus dinilai sedini mungkin dan sangat diperlukan
komunikasi yang baik dengan pasien. Derajat nyeri dapat dibagi secara sederhana menjadi ringan, sedang, berat.
Nyeri dapat digolongkan dalam berbagai cara, yaitu menurut jenisnya, menurut timbulnya nyeri, menurut
penyebabnya, menurut derajat nyerinya.
Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan skala assessment nyeri
unidimensional (tunggal) atau multidimensi. Skala assessment nyeri unidimensional ini meliputi Visual Analog
Scale (VAS), Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS), Wong Baker Pain Rating Scale. Skala
multidimensional ini meliputi McGill Pain Questionnaire (MPQ), The Brief Pain Inventory (BPI), Memorial
Pain Assessment Card, Catatan harian nyeri (Pain diary).

DAFTAR PUSTAKA

Mangku G, Senapathi TGA. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks.
Ali N, Lewis M. (2015). Understanding Pain, An Introduction for Patients and Caregivers. Rowman &
Littlefield.
Wilkinson P, Wiles J. (2013). Guidelines for Pain Management Programmes for
adults. The British Pain Society
Yudiyanta, Novita. (2015). Assessment Nyeri. Patient Comfort Assessment Guide
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia. (2009). Panduan Tatalaksana
Nyeri Operatif. Jakarta: PP IDSAI.

Anda mungkin juga menyukai