Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA

“PERAN DAN FUNGSI TENAGA GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

DHEA ISTIQOMAH SYAHFITRI


FAHRIL
MARIANA ESUWE
OLIVIA MINA SAMBERI

SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA

TAHUN 2021
A. PENDAHULUAN

Julukan sebagai negara dengan laboratorium bencana sudah melekat bahkan tidak asing
lagi terdengar untuk negara Indonesia. Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara yang
sangat rawan dengan bencana alam. Bukan hanya dikenal rawan bencana, bencana alam yang
sering melanda Indonesia bahkan beberapa tidak pernah terjadi atau baru pertama kalinya terjadi
di Indonesia. Potensi bencana tersebut yaitu gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, gunung api, dan masih banyak lagi (Oktari, 2019).

Bencana merupakan kejadian luar biasa yang terjadi diluar kendali manusia. Tanpa
diketahui waktu terjadinya dan seberapa besar dampak kerugian yang akan ditimbulkan. Dampak
bencana dapat berupa rusaknya lingkungan dan menyebabkan kematian masal. Besarnya dampak
tersebut membuat pentingannya perhatian seluruh masyarakat untuk kesiapsiap-siagaan dalam
menghadapi bencana (Sinaga, 2015)

Tidak hanya bencana alam, Indonesia juga sering dilanda bencana nonalam seperti
konflik sosial. Letak geografis, kondisi demografis serta keragaman sosio-kultural masyarakat
Indonesia menjadi salah satu potensi terjadinya gesekan yang mengakibatkan terjadianya konflik
sosial. Secara fisik bencana-bencana tersebut tentu berdampak pada rusaknya saran dan
prasarana, pemukiman, juga fasilitas umum lainnya termasuk fasilitas kesehatan. Hal ini
membuka peluang munculnya bencana baru seperti KLB penyakit tertentu. Masalah yang sering
kali luput dari perhatian ialah kecukupan gizi bagi penyintas bencana. Penurunan status gizi
pasca bencana dapat terjadi akibat layanan kesehatan terbatas, terputusnya jalur distribusi
makanan serta sanitasi yang buruk (Kementrian Kesehatan RI, 2016)

Kebutuhan layanan kesehatan dan pangan jelas akan meninggkat pada daerah pasca
bencana. Untuk itu manajemen penanggulangan terkhusus untuk pemenuhan status gizi
penyintas bencana, perlu menjadi perhatian semua pihak. Khususnya kebutuhan nutrisi bayi,
balita, anak-anak, ibu hamil serta lansia yang rentan terserang penyakit pasca bencana terjadi
(Tumenggung, 2018).

Masalah mendasar yang selalu terjadi pasca bencana yaitu penurunan status gizi
masyarakat diwilayah bencana. Sayangnya dalam manajemen penanggulangan bencana, kurang
adanya perhatian terhadap masalah gizi dalam kedaruratan. Penurunan status gizi masyarakat
penyintas bencana dapat menyebabkan munculnya masalahmasalah kesehatan lainnya seprti
diare, yang bisa mengamcam nyawa para penyintas bencana. Keterbatasan fasilitas kesehatan,
kondisi pengungsian yang tidak layak, sanitasi yang buruk juga dapat menjadi pemicu
memburuknya derajat kesehatan penyintas bencana (Suryani, 2017)

B. PEMBAHASAN
1. Masalah yang Terjadi Pada Saat Bencana
Dalam penanganan di daerah terkena bencana dan terisolir, banyak terdapat
beberapa permasalahan yang terjadi, seperti:
a. ketersediaan dan pasokan air bersih yang minim ke daerah yang
terdampak bencana
b. Akses dalam penyaluran bantuan sulit dijangkau
c. Ketersedian bahan pangan dalam keadaan darurat sangat minim untuk
memenuhi kebutuhan energi dan gizi masyarakat terdampak bencana
d. Bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati
masa kadaluarsa, tidak terdapat label keterangan halal
e. Kurangnya pengetahuan dalam penyampaian makanan buatan lokal
khususnya untuk bayi dan balita
f. Melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu, menurut WHO
( World Health Organization) jika pemberian susu formula yang
berlebihan kepada bayi akan mengakibatkan bayi menjadi diare.
g. Bantuan terlambat dan tidak berkesinambungan, maksudnya adalah daerah
yang terdampak bencana diaanggap sudah mampu dan siap dalam
mengatasi kehidupan masyarakat sehingga bantuan dari pusat tidak
diberikan lagi, dan penyebaran bantuan tidaklah merata sampai ke daerah
yang terisolir.
2. Penanganan Bencana dan Pasca Bencana
a. Kegiatan pra bencana dilakukan sebagai antisipasi dan mengurangi risiko
dampak bencana. Kegiatannya anatara lain sosisalisasi dan pelatihan
petugas, seperti manajemen gizi bencana, penyusunan rencana kegiatan
gizi, konseling, pengumpulan data awal daerah rentan bencana,
pendampingan petugas dll.
b. Situasi keadaan darurat bencana terbagi menjadi 3 tahap, yaitu siaga
darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat.
1) Siaga darurat, adalah suatu keadaan potensi terjadinya bencana
yang ditandai dengan adanya pengungsi dan pergerakan sumber
daya.

2) Tanggap darurat
 pada fase 1 tanggap darurat awal dilakukan pemeberian
makanan yang bertujuan agar pengungsi tidak lapar dan
dapat mempertahankan status gizinya, mengawasi
pendistribusian bantuan bahan makanan, dan menganalisis
hasil Rapid Health Assessement.

 Kemudian untuk fase ke 2 tanggap darurat awal dilakukan


perhitungan kebutuhan gizi dan pengolahan
penyelenggaraan makanan di dapur umum.
 Saat fase 3 dilakukan dengan cara penanganan sesuai
tingkat kedaruratannya. Tahap ini telah memiliki informasi
yang lebih rinci dalam pembagian golongan seperti
golongan umur dan jenis kelamin. Serta melakukan
pengukuran status gizi ibu hamil, balita dan ibu menyusui.
Dan melaksanakan pemberian makanan tambahan serta
suplemen yang baik untuk kesehatannya.
3) Transisi darurat, suatu keadaan sebelum dilakukan rehabilitasi dan
rekontruksi, kegiatannyaa hampir sama seperti pada tanggap
darurat.
c. Pasca bencana, kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pemantauan
dan evaluasi sebagai bagian  surveilans, untuk mengetahui kebutuhan yang
diperlukan, dan melaksanakan kegiatan pembinaan gizi sebagai tindak
lanjut atau respon dari informasi yang diperoleh. Pembinaan gizi yang
dapat dilakukan seperti memberikan pendidikan gizi bagi masyarakat,
pemberian makanan tambahan bagi anak-anak, khususnya balita sesuai
dengan PMBA (pemberian makanan bayi dan anak) dan usia rentan. 
3. Peran Ahli Gizi dalam Penanggulangan Bencana
a. Pra-Bencana
 Memastikan tersedianya pedoman pelaksanaan penanggulangan gizi
 Menrencanakan kegiatan antisipasi bencana
 Melakukan sosialisasi dan pelatihan pada petugas terkait
 Melakukan pembinaan antisipasi bencana
 Menyediakan data awal daerah rentan bencana
b. Keadaan Darurat
 Pada fase pertama, beberapa hal yang wajib dipastikan oleh seorang
ahli gizi ialah, tersedianya data sasaran hasil RHA(rapid health
assessment), Tersedianya standar ransum di daerah bencana, dan
tersedianya daftar menu makanan di daerah bencana.
 Fase kedua, Ahli gizi akan melakukan analisis lanjutan terhadap RHA
sehingga diketahui jumlah pengungsi berdasarkan kelompok umur.
Dari hasil analisis tersebut dapat dihitung ransum yang dibutuhkan
oleh para pengungsi berdasarkan kebutuhan gizi masing- masing
pengungsi
c. Pasca Bencana
ahli gizi bersama pihak lain yang berkaitan harus melakukan
pengumpulan  dan analisis data perkembangan status gizi korban
bencana, pelaksanaan pembinaan teknis pasca bencana, dan sosialisasi
kebutuhan gizi yang harus dipenuhi oleh korban bencana, pasca
kejadian, agar tetap memiliki kesehatan yang baik.
Terdapat peraturan-peraturan pemerintah yang mengatur tentang gizi bencana
serta peran kita sebagai ahli gizi dalam membina dan membantu korban di daerah
bencana. Menurut Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2014 Pasal 5 berbunyi:
1. Menyusun dan menetapkan kebijakan bidang gizi
2. Melakukan koordinasi, fasilitasi, dan evaluasi surveilans kewaspadaan gizi
skala nasional
3. Melakukan penanggulangan gizi buruk skala nasional
4. Mengatur, membina, dan mengawasi pelaksaan urusan wajib
5. Mengupayakan pemenuhan kecukupan dan perbaikan gizi pada keluarga
miskin, rawan gizi, dan dalam situasi darurat.
Penanganan gizi dalam kedaruratan bencana sangat penting. Beberapa hal yang
menjadi penyebab pentingnya penanganan gizi yaitu keterbatasana dipengungsian,
bantuan makanan untuk mempertahankan status gizi, perlu adanya survailens gizi untuk
optimalisasi bantuan dan penanganan gizi yang sesuai (Salmayati, Hermansyah and
Agussabti, 2016).
Kegiatan dalam penanganan gizi pada kedaruratan meliputi beberapa kegiatan
yaitu pelayanan gizi, penyuluhan gizi, tenaga khusus atau sumber daya manusia dibidang
gizi, dan penyediaan makanan (Salmayati, Hermansyah and Agussabti, 2016).
Tujuan umum dari kegiatan ini yaitu meningkatkan, menjaga dan mencegah
memburuknya status gizi para penyintas bencana. Sementara tujuan khususnya yaitu
memantau perkembangan status gizi para penyintas bencana (Kementerian Kesehatan RI,
2015)
Pelayanan gizi dilakukan oleh tenaga gizi yang ditempatkan khusus dilokasi
pengungsian penyintas bencana untuk menyiapkan makanan darurat. Karena pada saat
ditetapkan untuk menggungsi, para penyintas tidak mungkin menyiapkan makanannya
sendiri (Salmayati, Hermansyah and Agussabti, 2016)
Selanjutnya kegiatan penyuluhan gizi bertujuan untuk merubah perilaku dan
membangun mental penyintas untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan status
gizinya. Kegiatan ini diharakan mampu memberikan pemahaman terhadap penyintas
akan pentingnya makanan bergizi meski dalam masa darurat bencana.
Dalam kedaruratan pasca bencana juga perlu adanya tenaga khusus dibidang gizi
yang diperbantukan untuk dapur-dapur umum yang menyediakan makanan bagi para
penyintas. Para tenaga gizi diharapkan dapat memberikan perhatian terhadap kebersihan
dan menu makanan yang akan diberikan bagi para penyintas. Yang perlu diperhatikan
juga pasca bencana, penyediaan bahan makanan harus dalam waktu yang sesingkat
mungkin untuk memenuhi kebutuhan gizi para penyintas (Salmayati, Hermansyah and
Agussabti, 2016
C. Referensi
file:///C:/Users/toshiba/Downloads/Nur%20Rahma%20Batalipu%20-%20MANAJEMEN
%20PENANGGULANGAN%20GIZI%20PASCA%20BENCANA.pdf

https://www.ilmagiindonesia.org/menyelami-bencana-alam-dengan-gizi-
bencana/#:~:text=Terdapat%20peraturan%2Dperaturan%20pemerintah
%20yang,membantu%20korban%20di%20daerah%20bencana.&text=Melakukan
%20koordinasi%2C%20fasilitasi%2C%20dan%20evaluasi,penanggulangan%20gizi
%20buruk%20skala%20nasional

Anda mungkin juga menyukai