SKRIPSI
Disusun Oleh :
HERNINGTYAS KURNIAWATI
NIM : 053114004
YOGYAKARTA
2009
i
STATISTICAL ANALYSIS OF MEASUREMENT INSTRUMEN VALIDITY
THESIS
In Mathematics
by :
HERNINGTYAS KURNIAWATI
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
v
Yang Allah Janjikan
Allah tidak pernah menjanjikan
Langit yang selalu biru,
Jalan yang bertabur bunga
Di sepanjang kehidupan kita
vi
ABSTRAK
Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian sosial dan psikologi adalah
masalah cara memperoleh data informasi yang akurat dan objektif. Hal ini sangat
penting artinya dikarenakan kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya
apabila didasarkan pada informasi yang juga dapat dipercaya. Oleh sebab itu prosedur
pengujian validitas terhadap alat ukur menjadi komponen penting dalam ilmu
pengukuran.
Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau alat ukur dapat dikatakan
mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut mampu memberikan hasil ukur
yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Dari cara dan
estimasinya validitas pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content
validity (validitas isi), criterion-related validity (validitas berdasarkan kriteria), serta
construct validity (validitas konstruk ) yang dibedakan menjadi validitas multisifat-
multimetode dan validitas faktorial dengan konsep dasar analisis faktor.
Aplikasi pengujian validitas akan digunakan pada data sampel tes hasil survei
perkuliahan semester gasal 2008-2009 terhadap kinerja dosen Universitas Sanata
Dharma serta pada Tes Potensi Akademik Plus pada tes penerimaan mahasiswa baru
Universitas Sanata Dharma, studi kasus penerimaan mahasiswa Fakultas Psikologi.
vii
ABSTRACT
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus Penolong dan
Juruselamat dalam hidupku yang oleh karena anugerah dan kemurahan-Nya sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains di Program Studi Matematika Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan, gagasan, dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis
menghaturkan terima kasih kepada :
1. Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi.
3. Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku Ketua Program Studi
Matematika yang telah banyak membantu.
4. Ch. Enny Murwaningtyas, S.Si., M.Si., selaku penguji yang telah banyak
membantu dan memberikan masukan kepada penulis.
5. Hongkie Julie, S.Pd.,M.Si., selaku penguji yang telah banyak membantu dan
memberikan masukan kepada penulis.
6. Prof. Frans Susilo, S.J., selaku dosen pembimbing akademik.
7. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Sc., dan Y.G. Hartono, S.Si., M.Sc., yang pernah
menjadi dosen pembimbing akademik bagi penulis.
8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Matematika yang telah memberikan
bekal ilmu yang berguna bagi penulis.
9. Bapak Tukijo dan Ibu Linda yang telah memberikan pelayanan administrasi
selama penulis kuliah.
ix
10. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang memberikan fasilitas dan
kemudahan kepada penulis.
11. Kedua orang tua serta kedua saudara (Prawitasari Cahyaningsih dan
Hernawan Adihusodo) yang selalu memberikan dukungan baik moral
maupun spiritual kepada penulis.
12. Tatag Bagus Argikas yang telah memberikan waktu, dukungan, serta
semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
13. Keluarga besar GKJ Condongcatur yang telah memberikan semangat dan
dukungan doa kepada penulis.
14. Persekutuan Komisi Pemuda GKJ Condongcatur.
15. Keluarga besar PMK Oikumene.
16. Teman-teman Prodi Matematika angkatan 2005: Puput, Nanin, Ratna, Chris,
Lois, George, Priskila, Vincent, Sisiria, Ine, Devi, Septi, Wuri, Susi, Echi,
Dedi, Seto, Yudhi, Sella, Vira.
17. Semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
HALAMAN KEASLIAN KARYA v
HALAMAN PERSEMBAHAN vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah 3
C. Pembatasan Masalah 3
D. Tujuan Penulisan 4
E. Manfaat Penulisan 4
F. Metode Penulisan 4
G. Sistematika Penulisan 5
BAB II. ASPEK-ASPEK PENGUKURAN DAN TEORI STATISTIKA
YANG RELEVAN 6
A. Penelitian Ilmiah 6
1. Unsur-unsur Penelitian 7
2. Proses Penelitian Ilmiah 15
B. Pengukuran dan Alat Ukur 18
1. Pengukuran 18
xii
2. Alat Ukur 34
C. Konsep Skor 37
D. Teori Statistika yang Relevan 43
1. Variansi dan Kovariansi 44
2. Koefisien Korelasi 52
3. Matriks Korelasi 60
4. Representasi Geometris dari Koefisien Korelasi 61
5. Regresi Berganda 62
6. Konsep Analisi Faktor 64
a. Model Analisis Faktor 66
1) Model Satu Faktor Umum 67
2) Model m Faktor Umum 74
b. Komunalitas 77
c. Langkah-langkah Analisis Faktor 80
1) Menentukan Ukuran Sampel dan Variabel 80
2) Menentukan Matriks Korelasi 81
3) Menentukan Jumlah Faktor Umum 81
4) Rotasi Faktor Ortogonal 98
5) Intepretasi Faktor Umum 103
BAB III. VALIDITAS DAN PENGUJIANNYA 106
A. Pendahuluan 106
B. Pengertian Validitas 107
C. Tipe-tipe Umum Validitas 110
1. Validitas Isi 110
2. Validitas Berdasarkan Kriteria 115
a. Validitas Prediktif 117
b. Validitas Konkuren 118
3. Validitas Konstruk 120
xiii
a. Validitas Multisifat-Multimetode 122
(multitrait-multimethod)
b. Validitas Faktorial 126
BAB IV. APLIKASI PENGUJIAN VALIDITAS 134
A. Pengujian Validitas Isi 135
B. Pengujian Validitas Konstruk 137
1. Analisis Faktor pada Tes Potensi Akademik Plus 139
Universitas Sanata Dharma
a. Matriks Korelasi 139
b. KMO Bartlett Test of Sphericity 140
c. Komunalitas 142
d. Faktor Hasil Ekstraksi 143
e. Scree Plot 144
f. Matriks Faktor Tidak Dirotasi 145
g. Rotasi Matriks Faktor 146
h. Pemberian Nama Faktor 147
2. Pengujian Validitas Faktorial 149
BAB IV. PENUTUP 153
A. Kesimpulan 153
B. Saran 154
DAFTAR PUSTAKA 155
LAMPIRAN 156
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Skor Tes Efektifitas Kerja 39
2.2 Matriks Korelasi 73
2.3 Matriks Korelasi 74
2.4 Matriks Faktor 75
2.5 Matriks Korelasi tanpa Komunalitas 78
2.6 Matriks Korelasi dengan Komunalitas 79
2.7 Matriks Korelasi dan Perhitungan Beban Faktor Pusat Pertama 82
2.8 Matriks Faktor Pusat ( Fc ) 86
xv
4.5 Norma KMO menurut Kaiser 141
4.6 Komunalitas 142
4.7 Total Variance Explained 143
4.8 Matriks Faktor Tidak Dirotasi 145
4.9 Matriks Faktor Dirotasi jenis VARIMAX 147
4.10 Pemberian Nama Faktor 148
4.11 Tabel Perbandingan Hasil Analisis Faktor 150
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Hubungan antar Unsur-unsur Penelitian 7
2.2 Diagram Konstruk Kepuasan Kerja 11
2.3 Proses Penelitian 16
2.4 Pemetaan dari Kelima Anak 22
2.5 Proses Konseptualisasi dan Operasionalisasi 26
2.6 Diagram Pencar Menujukkan Derajad Korelasi 53
2.7 Representasi Vektorial suatu Koefisien Korelasi 61
2.8 Empat belas Variabel Asli Direduksi Menjadi Empat Faktor 66
2.9 Model Satu Faktor Umum 70
2.10 Rotasi Faktor 102
xvii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian sosial dan psikologi
adalah masalah cara memperoleh data informasi yang akurat dan objektif. Hal ini
sangat penting artinya dikarenakan kesimpulan penelitian hanya akan dapat diper-
caya apabila didasarkan pada informasi yang juga dapat dipercaya. Oleh sebab itu
ilmu pengukuran menjadi penting dalam suatu penelitian. Ilmu pengukuran meru-
pakan cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan membangun dasar-dasar
pengembangan alat ukur yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan alat ukur
yang berfungsi secara optimal, valid dan reliabel. Para ahli psikometri telah me-
netapkan kriteria bagi setiap alat ukur psikologis untuk dapat dinyatakan sebagai
alat ukur yang baik, yaitu mampu memberikan informasi yang dapat dipercaya.
Kriteria termaksud antara lain adalah reliabel, valid, standar, ekonomis dan
praktis.
Salah satu bentuk alat ukur adalah tes. Menurut Allen dan Yen, tes adalah
suatu alat untuk mendapatkan sampel tertentu dari perilaku seseorang serta
Dalam menyusun sebuah tes diperlukan adanya suatu prosedur seleksi item
untuk menguji tes mana yang tepat untuk diujikan. Tepat dalam hal ini berarti
1
2
bahwa tes tersebut dapat melakukan fungsi ukurnya sesuai dengan tujuan
seleksi item adalah bagaimana skor tes tersebut diukur dan sejauh manakah tes
tersebut mengukur dengan baik. Oleh sebab itu prosedur pengujian validitas
terhadap alat ukur menjadi komponen penting dalam ilmu pengukuran. Pengujian
validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat ukur
Suatu alat ukur yang tidak valid akan memberikan informasi yang tidak
akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes tersebut. Apabila
informasi yang keliru itu dengan sadar atau tidak dengan sadar digunakan sebagai
kesimpulan dan keputusan itu tidak akan merupakan keputusan dan kesimpulan
yang tepat. Kasus siswa yang salah memilih jurusan studi di perguruan tinggi
menjadi contoh akibat keputusan yang didasarkan oleh informasi dari tes IQ yang
tidak valid.
Performansi subjek pada suatu tes dinyatakan dalam bentuk bilangan yang
disebut skor (Azwar, 2003: 25). Bilangan performansi yang benar dan murni serta
tidak dapat diungkapkan secara langsung oleh tes disebut skor-murni. Suatu hasil
pengukuran terdapat pula galat yang besarnya dalam setiap tes tidak dapat
diketahui. Jumlahan dari skor-murni dan galat disebut sebagai skor tampak, skor
tampak merupakan skor hasil perolehan dalam tes. Alat ukur yang tinggi
validitasnya, akan menghasilkan galat pengukuran yang kecil, artinya skor setiap
3
subjek yang diperoleh oleh alat ukur tersebut tidak jauh berbeda dari skor yang
B. Perumusan Masalah
sebagai berikut:
C. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini akan membahas validitas empirik secara lebih
mendalam. Validitas empirik terdiri dari dua tipe yaitu validitas konstruk dan
validitas faktorial. Alat ukur yang diuji adalah berupa tes. Aplikasi pengujian
validitas menggunakan sampel data hasil survei kinerja dosen Universitas Sanata
Dharma semester gasal 2008-2009 oleh P3MP dan sampel data hasil Tes Potensi
D. Tujuan Penulisan
E. Manfaat Penulisan
Manfaat yang akan diperoleh setelah mempelajari topik ini adalah dapat
data hasil survei kinerja dosen Universitas Sanata Dharma semester gasal 2008-
2009 oleh P3MP dan data hasil Tes Potensi Akademik Plus penerimaan
F. Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis adalah metode studi pustaka yaitu dengan
sehingga tidak ada hal-hal baru. Data yang diperoleh diolah dengan
G. Sistematika Pembahasan
pengukuran dan alat ukur, konsep skor, teori statistika yang relevan.
Bab III membahas tentang pengujian validitas yang meliputi pengertian validitas
secara verbal dan matematis, validitas isi, validitas berdasarkan kriteria dan
validitas konstruk.
kinerja dosen Universitas Sanata Dharma semester gasal 2008-2009 dan Tes
BAB II
ASPEK-ASPEK PENGUKURAN
Sebelum membahas tentang tinjauan statistis validitas alat ukur, terlebih dahulu
akan dibahas beberapa materi prasyarat sebagai landasan teori yang berhubungan
A. Penelitian Ilmiah
Penelitian ilmiah adalah suatu bentuk penelitian dengan cara berpikir yang
sistematis Tujuan pokok penelitian ilmiah adalah menerangkan suatu realitas dalam
bidang sosial, psikologi dan pendidikan. Dalam usahanya memahami suatu realitas
Sebagai contoh, untuk memahami realitas perbedaan prestasi belajar, maka peneliti
untuk mempelajari realitas perbedaan prestasi belajar pada dua atau tiga realitas
perbedaan prestasi belajar tersebut disebabkan oleh keadaan siswa dalam lingkungan
mengumpulkan data mengenai prestasi belajar siswa pada lingkungan keluarga yang
6
7
orangtuanya atau orangtuanya tidak peduli dengan siswa tersebut). Apabila prestasi
belajar siswa secara konsisten berbeda pada kedua lingkungan keluarga tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara prestasi belajar siswa
dengan lingkungan keluarga. Dengan kata lain, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
lingkungan keluarga menjadi salah satu faktor penentu perbedaan prestasi belajar
siswa.
Untuk mempelajari hubungan hubungan antara realitas atau kejadian yang satu
dengan realitas yang lain, maka perlu adanya pengetahuan mengenai unsur-unsur
penelitian dan terdiri atas: sifat, konsep, konstruk, dan variabel. Keterkaitan keempat
unsur dari penelitian tersebut terletak pada proses konseptualisasi dan proses
operasionalisasi. Dalam bab ini unsur-unsur penelitian akan diuraikan satu persatu.
1. Unsur-unsur Penelitian
Pengukuran
VARIABEL
Gambaran
sistematik
REALITAS SUBJEK/OBJEK
Realitas PENELITIAN
a. Sifat
contoh pada mata pelajaran Matematika kita membedakan ciri-ciri bangun dimensi
tiga, kubus memiliki rusuk sebanyak duabelas, sisi enam dan titik sudut delapan,
sedangkan Limas segiempat memiliki rusuk sebanyak delapan, sisi lima dan titik
sudut lima. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering membedakan beberapa
objek. Sebagai contoh kita sering membedakan ciri-ciri seseorang dari ciri-ciri khas
fisiknya, Dini bertubuh tinggi, berambut keriting, berhidung mancung dan bermata
sipit, sedangkan Rosi bertubuh pendek, berambut lurus, berhidung pesek dan bermata
bulat.
Beberapa contoh di atas menunjukkan ciri-ciri fisik dari suatu objek, ciri-ciri
fisik ini dapat diamati secara langsung oleh panca indra. Disamping ciri-ciri fisik
terdapat pula ciri-ciri nonfisik yang tidak dapat diamati secara langsung oleh panca
indra. Sebagai contoh Ani adalah siswa yang cerdas dan berbakat, Rita adalah anak
yang berhati lembut, sedangkan Sandi adalah anak yang pemalu. Cerdas, berbakat,
berhati lembut dan pemalu adalah ciri-ciri yang tidak dapat diamati secara langsung
Ciri-ciri fisik dan non fisik yang melekat pada objek serta dapat digunakan
untuk membedakan objek satu dengan yang lainnya disebut sifat. Apabila kita
membicarakan sifat maka kita membicarakan ciri-ciri yang melekat pada objek
Sifat-sifat fisik dapat diamati secara langsung oleh panca indra, sedangkan sifat-
sifat nonfisik tidak dapat diamati secara langsung oleh panca indra, oleh sebab itu
untuk mengetahui sifat-sifat nonfisik maka dibutuhkan suatu petunjuk atau indikator
dari sifat tersebut. Sebagai contoh jika seorang lelaki selalu menyerang atau memukul
anak lain, maka dapat dikatakan bahwa perilaku tersebut merupakan petunjuk bagi
kebencian atau permusuhan yang dikandungnya. Jika tangan seseorang banyak sekali
berkeringat, maka dapat dikatakan bahwa dia cemas. Jika seorang anak mengisi
dengan benar sejumlah soal objektif tertentu dalam suatu ujian prestasi, maka dapat
dikatakan bahwa dia mempunyai prestasi pada tingkat tertentu. Sebenarnya suatu
penelitian tidak bertujuan untuk mengukur objek, akan tetapi mengukur petunjuk dari
b. Konsep
dari objek yang ditelitinya, ada siswa yang menangis karena mencari orangtuanya,
ada yang asyik bermain sendiri saat pelajaran berlangsung, ada yang hanya diam tapi
tidak memperhatikan guru serta ada yang mengikuti pelajaran dengan serius dan
mempengaruhi perilaku siswa baru Taman Kanak-kanak yang telah diamati, maka
khusus (Kerlinger, 1971). Jadi konsep kesiapan anak mengikuti pelajaran di bangku
pertama merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi kejadian dan perilaku
anak di kelas yaitu menangis, asyik bermain sendiri, diam atau pasif serta serius
c. Konstruk
diamati dari banyak sudut pandang. Sebagai contoh konstruk kepuasan kerja,
konstruk kepuasan kerja merupakan konsep kepuasan kerja yang sengaja digunakan
dalam penelitian, dengan tujuan untuk meneliti tingkat kepusan kerja, konsep ini
diamatai dengan berbagai sudut pandang yaitu sudut pandang kepuasan pada tugas,
sudut pandang kepuasan pada atasan, sudut pandang kepuasan pada kompensasi,
sudut pandang kekuatan pada promosi. Untuk mengamati kepuasan pada tugas dapat
sebagainya, untuk mengamati sudut pandang kepuasan pada atasan dapat digunakan
Konstruk
Kepuasan Kerja
d. Variabel
Variabel berasal dari kata vary dan able, yang berarti dapat bervariasi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang dapat diberi
berbagai macam nilai. Sebagai contoh, tinggi badan dan berat badan orang yang satu
dengan yang lainnya berbeda-beda, hal ini menunjukkan adanya variansi nilai atau
keragaman nilai dari tinggi badan dan berat badan. Sedangkan jenis kelamin hanya
memiliki dua nilai yaitu laki-laki dan perempuan. Oleh karena tinggi badan, berat
badan mempunyai variasi nilai dan jenis kelamin juga memiliki lebih dari satu nilai,
maka tinggi badan, berat badan dan jenis kelamin merupakan variabel.
Tinggi badan, berat badan dan jenis kelamin dapat disimbolkan atau diberi
lambang dengan huruf besar yaitu X, Y, dan Z. Misalkan X merupakan simbol dari
12
berat badan, X mempunyai bervariasi nilai, sebagai contoh 56 kg, 40 kg, 45 kg dan
lain sebagainya. Dalam contoh ini Y dimisalkan sebagai simbol dari tinggi badan, Y
mempunyai bervariasi nilai, sebagai contoh 150 cm, 160cm dan lain sebagainya.
Sedangkan Z dimisalkan sebagai simbol dari jenis kelamin, Z hanya mempunyai dua
nilai yaitu 1 dan 0, nilai 1 untuk salah satu jenis kelamin, nilai 0 untuk jenis kelamin
yang lain, misalnya 1 merupakan nilai untuk jenis kelamin laki-laki, sedangkan 0
merupakan nilai untuk jenis kelamin perempuan. X, Y dan Z dapat dilekatkan lebih
dari satu nilai atau mempunyai keragaman nilai, maka X, Y dan Z disebut sebagi
variabel. Dengan demikian variabel juga dapat diartikan sebagai lambang atau simbol
diantaranya seorang buruh laki-laki yang sudah tua, bertubuh pendek dan
majikan, bepenghasilan tinggi dan bertubuh jangkung. Semua ciri-ciri yang menandai
kedua tokoh ini (laki-laki, wanita, tua, muda, majikan, buruh, penghasilan rendah,
penghasilan tinggi, tubuh pendek dan tubuh janggung) adalah ciri-ciri antropologis
manusia. Ciri-ciri antropologis manusia dalam penelitian sosial ini disebut sebagai
kelompok yang logis, misalnya laki-laki dan wanita dapat dikelompokkan menjadi
kelompok jenis kelamin, tua dan muda dikelompokkan kedalam kelompok usia,
variabel adalah pengelompokkan yang logis dari dua atau lebih konstruk dan
mempunyai beragam nilai (Masri dan Sofian, 1982: 26). Oleh karena itu jenis
kelamin, usia dan tingkat penghasilan merupakan variabel. Dari beberapa contoh dan
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan definisi variabel yaitu lambang atau
diskrit (discrete) dan kontinu (continuous). Variabel diskrit adalah variabel yang
himpunan bilangan asli, nilai-nilainya tak berhingga akan tetapi terbilang. Sedangkan
variabel kontinu adalah variabel yang tidak memenuhi definisi di atas, dengan kata
lain variabel kontinu berjalan dalam range himpunan bilangan real. Selain varibel
diskrit dan kontinu, terdapat pula beberapa penggolongan variabel, dalam subbab ini
variable) dan variabel terikat (dependen variable). Variabel bebas adalah variabel
yang nilainya mempengaruhi variabel lain dalam penelitian. Variabel terikat adalah
variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lain dalam suatu penelitian. Sebagai
contoh, dalam sebuah penelitian tentang hubungan antara lamanya pemuaian dengan
pertambahan panjang muai. Semakin lama pemuaian maka panjang muai juga
14
bertambah, dengan kata lain pertambahan panjang muai dipengaruhi oleh lamanya
pemuaian, maka dapat dikatakan bahwa lamanya pemuaian adalah variabel bebas,
mengenai variabel yaitu variabel aktif dan variabel atribut. Variabel yang
berbagai hal terhadap berbagai kelompok subjek. Sebagai contoh manipulasi adalah
seorang peneliti melakukan satu hal terhadap satu kelompok (misalnya memberikan
penguatan positif untuk jenis kelakuan tertentu) dan melakukan hal yang berbeda
terhadap kelompok lain, atau memberikan instruksi yang berlainan kepada kedua
berbeda, atau memberikan imbalan kepada subjek-subjek dalam suatu kelompok dan
tidak dapat dimanipulasi dan merupakan variabel yang diukur disebut variabel atribut.
Contoh variabel atribut adalah semua variabel yang merupakan ciri manusia
suatu bidang, kebutuhan berprestasi dan sikap). Kata atribut tepat digunakan untuk
15
objek-objek yang tak hidup. Organisasi, lembaga, kelompok, populasi, rumah, dan
3) Variabel Laten
Variabel laten adalah suatu variabel yang terselubung, variabel yang tidak
variabel laten adalah kecerdasan atau intelegensi. Perhatikan, misalnya terdapat tiga
tes kemampuan yaitu verbal, numerikal, dan spasial, ketiga tes ini mempunyai relasi
positif dan jelas maknanya. Secara umum berarti bahwa individu yang mencapai hasil
tinggi untuk tes yang satu cenderung mencapai hasil tinggi pula pada tes-tes yang
lain, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian dapat diyakini bahwa terdapat suatu
unsur yang sama dalam ketiga tes tersebut, dan unsur tersebut disebut kecerdasan.
Kecerdasan inilah yang merupakan variabel laten. Maka dapat disimpulkan bahwa
Penelitian ilmiah adalah suatu bentuk penelitian dan cara berpikir yang sangat
PENGOLAHAN DATA
Ubah data untuk dianalisis
ANALISA DATA
Analisa data dan tarik
kesimpulan
Penelitian merupakan suatu proses yang panjang. Ia berawal pada minat untuk
operasionalisasi dan seterusnya. Hasil akhirnya adalah gagasan dan teori baru,
Langkah awal yang sangat penting bagi penelitian adalah adanya minat untuk
mengetahui masalah sosial tertentu. Minat tersebut dapat timbul dan berkembang
karena rangsangan bacaan, diskusi, seminar atau pengamatan. Berbagai tahapan harus
17
ditempuh hingga tercapai hasil penelitian, dan tiap tahap perlu dilaksanakan dengan
Usaha memuaskan rasa ingin tahu dilakuakan dengan cara yang tidak ilmiah,
pemahaman manusia terhadap alam semesta baik fisik maupun sosial. Kegiatan
tersebut perlu dikaji teori tentang sikap, hakikat matematika, sikap terhadap
satu gejala dengan gejala lainnya dan merupakan unsur informasi ilmiah yang paling
umum dan luas bidang cakupannya. Teori dapat diubah menjadi informasi ilmiah
18
yang lebih spesifik dan lebih sempit bidang cakupannya. Informasi ini dapat diubah
menjadi sesuatu yang dapat diamati, dengan penyusunan skala, dan penentuan
sampel. Observasi atau data ini merupakan informasi ilmiah yang sangat spesifik dan
observasi atau data dapat diubah menjadi informasi yang lebih umum yaitu
generalisasi empiris. Selanjutnya, generlisasi empiris ini dapat dijadikan teori melalui
yang bertujuan membangun dasar-dasar pengembangan tes yang lebih baik sehingga
dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliabel. Dasar-
1. Pengukuran
sehari-hari. Sebagai contoh setiap pagi seseorang menimbang berat badannya dengan
19
timbangan, untuk mengetahui apakah program dietnya berjalan dengan baik, atau
berat, suhu, panjang dan kecepatan merupakan pengukuran yang bersifat fisik. Selain
pengukuran yang bersifat fisik, terdapat pula pengukuran yang bersifat non fisik,
misalnya ketika seseorang mengukur kecantikan orang lain dengan melihat riasan
wajahnya dan cara berpakaiannya atau ketika seseorang makan direstoran dan setelah
dia mencicipi masakan yang disajikan maka dia berkata bahwa masakannya lezat,
Pengukuran juga dilakukan oleh ahli astronomi atau ahli biologi dengan
badan dengan menggunakan termometer akan memberikan hasil yang lebih teliti dan
informasi yang lebih akurat dari pada mengukur suhu badan dengan telapak tangan.
Pengukuran membantu individu dalam meneliti sesuatu hal yang tidak tampak
dan tidak dapat diketahui secara langsung, sebagai contoh ketika dilakukan penelitian
terdapat pula pengukuran ilmu sosial yang lain yaitu dalam bidang sosiologi disebut
(jurimetri).
pengukuran yaitu pengukuran yang dilakukan oleh penjahit baju. Seorang penjahit
baju ingin mengetahui ukuran panjang sebuah kain yang akan digunakannya untuk
kain, dia melatakkan ujung meteran tersebut dibagian kain yang paling ujung, dan
menarik meteran tersebut sejajar dengan kain sampai ke ujung kain berikutnya.
Dengan cara tersebut panjahit baju dapat mengetahui bahwa panjang kain tersebut
adalah 1.5 m. Dalam pengukuran yang dilakukan penjahit baju tersebut, dapat
objek yang diukur, panjang sebagai variabel yang diukur, meteran sebagai alat
ukurnya yang mempunyai skala panjang, dan cara penjahit dalam menggunakan
yang menjadi hasil pengukuran adalah berupa bilangan yang menyatakan panjang
kain yaitu 1.5 m. Maka dapat dipahami bahwa pengukuran berhubungan dengan
objek, variabel yang akan diukur, bilangan-bilangan, alat ukur, dan prosedur atau tata
cara pengukuran.
21
Angka adalah lambang dari bilangan yang berbentuk 1, 2, 3,... atau I, II, III,...
Sebenarnya bilangan tersebut tidak memiliki arti kuantitatif sebelum arti kuantitatif
untuk memberikan tiap anggota suatu himpunan pada setiap satu anggota himpunan
yang meliputi tiga pria dan dua wanita: a1, a3, dan a4 adalah pria dan a2 serta a5 adalah
wanita. Akan dilakukan pengukuran terhadap variabel yang dimiliki yaitu jenis
kelamin. Dengan asumsi bahwa dimiliki aturan awal yang memungkinkan ditetapkan
jenis kelamin secara tegas dan tidak ambigu. Digunakan aturan: ” jika seseorang
berjenis kelamin laki-laki, maka diberi satu bilangan 1; jika seseorang berjenis
kelamin perempuan maka diberi satu bilangan 0 ”. Ditetapkan bahwa 0 dan 1 adalah
a1
a2 0
a3
a4 1
a5
A B
X: A B
Dari gambar di atas, dapat dibentuk suatu himpunan pasangan terurut yaitu
{(a1 ,1) (a 2 ,0) (a3 ,1) (a 4 ,1) (a5 ,0)} . Pengukuran dapat dipandang sebagai relasi.
relasi adalah himpunan pasangan berurut, demikian juga dengan fungsi. Sembarang
dari setiap pasangan adalah objek yang diukur, dan anggota kedua adalah bilangan
pangukuran:
f = {(x,y); x ∈ A, y ∈ B }
dengan himpunan pasangan berurut (x, y) sedemikian sehingga x adalah suatu objek
dan disepakati supaya hasil dari pengukuran menunjukkan hasil yang relatif konsisten
jika pengukuran tersebut dilakukan orang yang berbeda. Beberapa pengukuran ada
yang mempunyai aturan yang baku dan berlaku secara universal seperti pengukuran
adalah manusia tetapi yang diukur dalam pengukuran psikologi adalah sifat-sifat yang
melekat pada orang tersebut, seperti motivasi, emosional, kecerdasan dan sebagainya.
Aturan yang baku dan berlaku secara universal dalam bidang psikologi sangatlah sulit
secara langsung). Kecerdasan atau tingkat emosi dari seseorang tidak dapat kita
ketahui sebelum dilakukan tes. Oleh karena itu, dalam bidang psikologi dilakukan
sebuah standarisasi. Hal ini bertujuan supaya pengukuran yang dilakukan tidak
yang sistematis dalam mengumpulkan data. Proses yang membedakan antara kedua
pengukuran tersebut adalah metode penelitian dan jenis data. Dalam pengukuran
24
kualitatif memulai pengukuran dari pengumpulan data empirik yang diikuti dengan
pembentukan konsep. Setelah diperoleh data dan konsep, mereka memulai proses
yang menghubungkan data dan konsep tersebut dan diakhiri dengan penggabungan
Salah satu perbedaan antara pengukuran kuantitatif dan kualitatif adalah proses
menganalisis data. Peneliti kuantitatif memulai proses analisis data setelah proses
mengenai teori dari aspek yang akan diukur. Pengetahuan yang mendalam mengenai
teori yang akan diukur sangat penting dalam proses penentuan konsep. Sebelum
mengenai landasan teori dari penelitian. Dari wawancara dan diskusi maka dapat
berlangsung seiring dengan proses pengumpulan data dan analisis data. Dalam
pengukuran kualitatif , tidak ada patokan yang sah dari peneliti. Semua proses
dianggap sah apabila hal tersebut benar-benar terjadi (empirik) dan patokan baru
Data yang diperoleh juga berbeda untuk kedua penelitian tersebut. Data yang
pada umumnya berbentuk bilangan. data hasil pengukuran kualitatif berupa tulisan,
suara, simbol, atau gambar visual seperti peta, potografi, video, dan sebagainya.
menginginkan penelitian yang fleksibel dan umum. Oleh karena itu, pengukuran tidak
pernah memperoleh data yang seragam atau uniform. Dari aspek jenis ilmu yang
Dalam suatu pengukuran dimulai dari pemilihan konsep yang hendak diukur,
bersifat abstrak dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu diperlukan
teori yang menjelaskan konsep tersebut yang disebut sebagai definisi konseptual.
Sedangkan proses formulasi atau pembentukan dari konsep tersebut disebut sebagai
dapat dilakukan dengan beberapa cara, cara pertama adalah dengan memberikan
batasan-batasan kepada fenomena abstrak atau sifat suatu objek yang diteliti dengan
”kemampuan untuk berpikir abstrak”. Cara kedua adalah dengan mendefinisikan sifat
ditentukan dengan jelas kelakuan ”cerdas” anak-anak dan kelakuan yang ”tidak
cerdas ” anak-anak. Seorang anak berusia tujuh tahun dapat dikatakan ”cerdas”
apabila dia berhasil membaca cerita yang diberikan padanya untuk dibaca. Apabila
anak tersebut tidak mampu membacanya, dapat dikatakan bahwa dia ”tidak cerdas”.
Cara ketiga dalam merumuskan definisi konseptual adalah dengan menukar satu
konsep dengan konsep lain. Misalnya ”bobot” dapat didefinisikan sebagai ”berat”
suatu benda. Atau mendefinisikan ”kecemasan” sebagai ”rasa takut yang objektif ”.
Beberapa fenomena abstrak atau sifat dari individu dalam suatu teori ilmiah, dapat
Salah satu unsur yang sangat membantu komunikasi antar peneliti adalah
diukur. Penelitian harus terbuka dan dikomunikasikan pada orang lain. Komunikasi
(1996:51) definisi operasional melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel
mengukur konstruk atau variabel itu. Sebagai contoh seorang peneliti memberikan
tertentu terhadap tes membuat gambar. Konsep diri akan terukur dari tanggapan-
28
mengungkapkan konsep diri bagi objek yang bersangkutan. Dengan demikian konsep
diri tersebut akan terungkap pada tanggapan-tanggapan objek pada tes membuat
gambar.
definisi konseptual karena bangunan variabel yang hendak diukur masih berada
dapat melakukan pengamatan terhadap variabel dengan pengertian yang sama, karena
dengan jelas menyatakan cara pengukuran dan alat ukurnya. Oleh sebab itu, definisi
merupakan pernyataan mengenai variabel, cara pengukuran dan alat ukur yang
digunakan.
Definisi operasional ini dilakukan dengan menyatakan secara tegas dan rinci
petunjuk dan dianalisis secara statistik. Sebagai contoh seorang peneliti ingin
operasional untuk kecerdasan sebagai skor yang diperoleh pada suatu uji kecerdasan.
29
yang memungkinkan siswa untuk curang atau tidak curang. Bilangan kecerdasan
yang diberikan pada siswa-siswa dapat berupa banyaknya soal yang dijawab dengan
benar dalam suatu tes. Serangkaian bilangan kejujuran yang diberikan pada siswa-
siswa adalah dengan menghitung intensitas siswa berbuat curang disaat dikondisikan
pengukuran, yaitu:
pengukuran yang kedua, dan satuan pengukuran yang kedua sama dengan
satuan pengukuran yang ketiga dalam populasi yang sama, maka satuan
yang ketiga.
c. Jika x lebih besar dari y dan y lebih besar dari z, maka x lebih besar dari z ,
hal ini berarti jika satuan pengukuran pertama dari populasi mempunyai
nilainya lebih besar dari satuan pengukuran yang kedua, dan satuan
pengukuran yang kedua nilainya lebih besar dari satuan pengukuran yang
30
mempunyai nilai yang lebih besar dari satuan pengukuran yang ketiga.
pengkategorian item. Item satu sama dengan item lainnya jika keduanya berada dalam
satu himpunan yang sama. Dalam pengukuran, kata ”sama” bukan berarti identik atau
sama dengan. Kata ”sama” dapat berarti ”secara cukup dapat dikategorikan ke dalam
kelas yang sama”. Sebagai contoh mahasiswa dalam sebuah unuversitas akan
dikategorikan berdasarkan kuliah yang diambil. Juan dan Jose keduanya mengambil
kuliah farmasi, jadi mereka akan dikategorikan ke dalam kelas yang sama. Supaya
pengukuran dapat dilakukan maka norma atau kriteria yang diklasifikasikan harus
tiga. Postulat tersebut memungkinkan peneliti untuk membuat peringkat atau tata
jenjang dari suatu pernyataan, misalnya ”a lebih pandai dari pada b, b lebih pandai
dari pada c, oleh karena itu a lebih pandai dari pada c”.
Hasil pengukuran akan berada pada salah satu tingkat atau skala pengukuran
kualitas informasi yang didapat tentang testi atau subjek yang dites dan skala
pengukuran menentukan teknik statistik yang dapat dipakai untuk menganalisis skor
31
sebagai berikut:
a. Skala Nominal
Skala pengukuran yang paling rendah adalah skala nominal. Dalam skala
hanyalah label seperti huruf yang digunakan untuk memberi label pada
mengikuti aturan: jika x laki-laki diberi satu bilangan 1 dan jika x perempuan
b. Skala Ordinal
dapat disusunkan atau diurutkan peringkatnya berdasarkan ciri atau sifat yang
cempaka. Dari deretan tersebut diketahui bahwa mawar > melati > anggrek >
32
Mawar 1
Melati 2
Anggrek 3
Cempaka 4
Sifat transitif harus dipenuhi oleh skala ordinal, jika a lebih besar dari b dan b
lebih besar dari c, maka a lebih besar dari c. Sebagai contoh jika mawar lebih
harum dari pada melati dan melati lebih harum daripada anggrek maka mawar
interval-interval antara setiap dua bilangan itu sama. Misalnya, jika ada dua
objek yang masing-masing mempunyai peringkat 8 dan 5, dan dua objek lain
antara dua anggota pasangan pertama sama dengan perbedaan antara dua
c. Skala Interval
Pada dasarnya, skala interval memiliki ciri-ciri skala nominal dan skala
urutan dan memiliki arti kuantitatif serta kualitatif. Data yang berskala
33
memberikan petunjuk bahwa jarak atau interval antara setiap dua bilangan itu
sama. Sebagai contoh data yang berada pada tingkat interval adalah hasil
memperlihatkan urutan dan kadar suhu yang berinterval sama sehingga dapat
d. Skala Rasio
Skala pengukuran yang tertinggi adalah hasil pengukuran yang berskala rasio.
Skala rasio pada dasarnya adalah skala interval yang memiliki harga nol
mutlak, artinya harga nol pada skala ini menunjukkan bahwa atribut yang
diukur sama sekali tidak terdapat pada objek yang bersangkutan. Data
dari sifat yang diukur. Seandainya terdapat suatu skala rasio untuk berat
badan, maka akan ada kemungkinan untuk mengatakan bahwa seorang siswa
34
yang mempunyai berat 60 kg pada skala tersebut, mempunyai berat yang dua
sedangkan variabel yang berskala nominal dan ordinal merupakan variabel diskrit.
2. Alat Ukur
alat ukur atau instrumen. Alat ukur dalam sebuah penelitian harus tepat mengukur
keadaan yang hendak diukurnya. Dalam ilmu alam pengumpulan data tentang suhu
timbangan, jarak diukur menggunakan mistar, dan sebagainya. Hal yang sama
berlaku dalam ilmu sosial dan pendidikan. Sebuah alat ukur harus tepat mengukur
keadaan yang diukurnya. Misalnya, alat ukur motivasi belajar harus tepat mengukur
motivasi belajar.
Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran haruslah telah memiliki aturan
yang baku dan standar. Dalam ilmu alam telah banyak alat ukur yang baku seperti
belum banyak alat ukur yang telah dibakukan. Oleh sebab itu maka peneliti harus
terlebih dahulu membakukan alat ukur yang akan digunakannya untuk pengumpulan
data.
35
menjadi variabel faktual dan variabel konseptual . Variabel faktual adalah variabel
yang terdapat dalam faktanya. Karena bersifat faktual, maka bila terdapat kesalahan
dalam data, kesalahan tidak terletak pada alat ukur tetapi pada responden, misalnya
responden memberikan respon secara tidak jujur. Alat ukur untuk mengukur variabel
faktual tidak perlu dibakukan. Beberapa contoh variabel faktual misalnya jenis
kelamin, agama, pendidikan, usia asal sekolah, pekerjaan, status perkawinan, asal
Variabel koseptual adalah variabel yang tidak terlihat dalam fakta tetapi
tersembunyi dalam konsep. Karena tersembunyi dalam konsep, maka kesalahan data
dapat disebabkan oleh kesalahan konsep pada alat ukur yang digunakan. Kesalahan
pengumpulan data kecerdasan yang salah konsep. Untuk memastikan alat ukur tidak
salah konsep, maka sebelum digunakan untuk mengukur variabel konsep, alat ukur
harus dibakukan terlebih dahulu. Beberapa contoh variabel konsep antara lain
motivasi belajar, minat menjadi guru, prestasi belajar, kecerdasan, bakat musik,
Alat ukur juga berhubungan dengan penampilan variabel yang hendak diukur.
dua yaitu variabel yang menunjukkan performansi maksimal dan yang menunjukkan
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur performansi maksimal adalah berupa tes.
tingkat kreativitasnya, bakatnya, prestasi belajarnya, dan sebagainya. Alat ukur yang
digunakan misalnya tes bakat, tes kreativitas, tes prestasi belajar, tes potensial
akademik, dan sebagainya. Variabel tipikal adalah variabel yang dalam pengumpulan
lebih didorong untuk malaporkan secara jujur keadaan dirinya dalam variabel yang
diukur. Beberapa contoh variabel tipikal antara lain minat menjadi guru, motivasi
responden lebih didorong untuk merespon butir-butir pada alat ukur sesuai keadaan,
Alat ukur pengumpulan data, baik berupa tes maupun nontes, berdasarkan
menggunakan alat ukur atau instrumen. Alat ukur tersebut harus memenuhi syarat
37
diperlakukan sebagaimana yang harus dipenuhi oleh alat ukur baku dalam ilmu alam
seperti mistar, neraca, stopwatch, termometer, dan sebagainya. Terdapat dua syarat
psikometris yang harus dipenuhi oleh sebuah alat ukur yaitu validitas dan reliabilitas.
Validitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh sebuah alat ukur untuk
mengukur secara tepat keadaan yang diukur. Sebagai contoh, misalnya, timbangan
adalah alat ukur yang valid untuk mengukur berat, tetapi tidak valid untuk mengukur
jarak. Begitu pula dalam pendidikan, tes prestasi belajar matematika bukan alat ukur
yang valid untuk mengukur sikap terhadap mata pelajaran matematika, sebab tes
prestasi belajar bukan alat ukur yang tepat untuk mengukur sikap terhadap
berhubungan dengan tingkat kepercayaan alat ukur. Alat ukur dapat dipercaya apabila
memberikan hasil pengukuran yang relatif stabil dan konsisten. Pengukuran terhadap
suatu keadaan yang sama, pada responden yang sama, dan diukur menggunakan alat
C. Konsep Skor
Performansi subjek, yang diungkap oleh suatu skala pengukuran atau tes
psikologis, dinyatakan dalam bentuk bilangan yang disebut skor (scores). Skor tidak
lain daripada nilai suatu jawaban terhadap pertanyaan dalam tes. Skor ini merupakan
skor perolehan (obtained score atau observed score) yang selanjutnya disebut skor-
Disamping itu, bagi setiap subjek yang mendapatkan skor tampak X, ada pula
bilangan performansi yang benar, murni dan tidak pernah dapat diketahui besarnya
oleh karena tidak dapat diungkap secara langsung oleh tes. Skor sesungguhnya (true-
sesungguhnya merupakan skor harapan teoritik apabila orang sama dikenai tes yang
E( X ) = T (2.1)
Dalam suatu penelitian besarnya populasi tidak dapat diketahui, sehingga tidak
dapat dihitung besarnya skor murni dalam tes. Oleh karena itu, kita hanya dapat
X1 + X 2 + X 3 + L + X n
T= (2.2)
n
diperoleh dari subjek yang sama dan dengan tes yang sama dilakukan berulangkali
sampai n hari.
Dalam setiap hasil pengukuran terdapat pula galat (error) yang besarnya bagi
setiap subjek dalam setiap tes juga tidak dapat diketahui. Galat pengukuran ini
disimbolkan dengan huruf E. Dalam teori skor-murni klasik, galat dalam pengukuran
adalah penyimpangan skor-tampak dari skor-murni atau skor harapan teoretik yang
E = X −T (2.3)
39
Contoh 2.3.1:
Andaikan diperoleh skor tes salah satu mahasiswa Universitas Sanata Dharma,
Tabel 2.1
Skor Tes Efektivitas Kerja
Tes hari Nomor item
ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 X
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 10
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 9
5 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 8
6 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 7
7 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 8
8 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 7
9 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 8
10 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7
Skor tampak pada Andi ditunjukkan dengan X, nilai 1 untuk jawaban benar,
sedangkan nilai 0 untuk jawaban salah. Sebagai contoh skor tampak yang diperoleh
pada tes hari pertama adalah 12. Skor murni dapat diduga dari perhitungan rata-rata
skor tampak
X1 + X 2 + X 3 + L + X n
T=
n
12 + 11 + 10 + 9 + 8 + 7 + 8 + 7 + 8 + 7
T= = 8.7
10
Dengan demikian diperoleh skor murni adalah 8.7, sedangkan galat dalam
E = X −T
E = X − T = 8 − 8 .7 = 0 .3
Asumsi 1: X = T + E
Asumsi ini mengatakan bahwa sifat aditif berlaku bagi hubungan antara skor-
tampak, skor-murni, dan galat. X adalah jumlah skor-murni T dan galat E. Besarnya
diasumsikan tetap.
sedangkan pada suatu tes IQ dia memperoleh skor Xiq=110, maka pengukuran yang
dilakukan oleh tes tersebut terhadap Budi mengandung galat sebesar E = +6. Bila
pada kesempatan lain Budi dites kembali dengan tes yang sama dan sekarang
hasilnya ternyata adalah Xiq= 103, maka pada pengukuran mengandung galat
Asumsi 2: E ( X ) = T
teoretik skor X apabila orang yang sama dikenai tes yang sama berulangkali dengan
asumsi pengulangan tes itu dilakukan tidak terbatas banyaknya dan setiap
merupakan rata-rata teoritik atau E (X iq ) dari skor tampak Budi, andai ia dites
berulangkali sampai tak terbatas banyaknya (dengan asumsi tidak ada pengaruh
kelelahan dan hasil tes yang satu tidak saling mempengaruhi dengan hasil lain).
Asumsi 3: ρ et = 0
dengan r korelasi sampel. Menurut asumsi ini, bagi populasi subjek yang dikenai tes,
Implikasinya adalah bahwa skor-murni yang tinggi tidak akan mempunyai galat yang
selalu positif atau selalu negatif. Hal yang serupa juga berlaku bagi skor-murni yang
rendah, skor murni yang rendah tiadak akan cenderung mengandung galat yang selalu
Asumsi 4: ρ e1e2 = 0
melambangkan galat pada tes yang ke dua maka asumsi ini menyatakan bahwa galat
pengukuran pada dua tes yang berbeda yaitu E1 dan E2, tidak berkorelasi satu sama
lain.
42
Seorang subjek yang skornya pada tes pertama mengandung galat besar, tidak
berarti akan mempunyai galat yang besar pula pada tes yang ke dua. Asumsi ini
berlaku dengan pengertian bahwa pada tes yang ke dua tidak terjadi pengaruh
kelelahan, pengaruh latihan, dan semacamnya. Adanya faktor-faktor luar yang secara
sistematik sama mempengaruhi kedua tes akan menyebabkan adanya korelasi antara
Asumsi 5: ρ e1t2 = 0
Asumsi ke lima mangatakan bahwa galat pada suatu tes(E1) tidak berkorelasi
dengan skor-murni pada tes lain (T2). Asumsi ini tidak akan bertahan apabila tes yang
ke dua mengukur aspek yang mempengaruhi galat pada pengukuran yang pertama.
pengukuran adalah penyimpangan skor-tampak dari skor harapan teoretik yang terjadi
secara random atau terjadi tidak secara sistematik, sedangkan penyimpangan yang
tes yang paralel. Menurut teori ini dua tes disebut paralel apabila skor-murni setiap
subjek adalah sama pada kedua tes tersebut, yaitu T = T ′ dan bagi setiap populasi
subjek yang dikenai tes-tes tersebut, variansi galatnya sama besar yaitu σ e = σ e ' .
2 2
Batasan tersebut mengandung arti bahwa tes yang paralel akan memiliki mean dan
variansi skor-tampak yang setara serta keduanya memiliki korelasi dengan skor-
43
tampak tes lain yang setara pula. Walaupun demikian, skor-tampak setiap subjek pada
Batasan lain yang dirumuskan oleh teori skor-murni klasikal adalah batasan
mengenai tes yang bersifat essentially τ -equivalent (pada dasarnya memiliki skor-
murni yang setara). Dua tes dikatakan mempunyai sifat essentially τ -equivalent
apabila perbedaan skor-murni pada kedua tes bagi setiap subjek, besarnya selalu
tetap. Jadi, apabila skor-murni pada tes yang pertama besarnya adalah T1 dan skor-
murni pada tes yang ke dua besarnya adalah T2, maka berlaku T1 = T2 + C , dimana C
Dua tes yang bersifat essentially τ -equivalent dapat saja memiliki galat yang
berbeda karena keduanya belum tentu merupakan tes yang paralel, akan tetapi setiap
dua tes yang paralel tentu memenuhi syarat untuk disebut sebagai tes yag bersifat
essentially τ -equivalent.
beberapa teknik statistika. Beberapa teori statistika yang relevan dalam pengujian
validitas yaitu teori mengenai variansi dan kovariansi, koefisien korelasi, matriks
Skor-skor dalam suatu distribusi tidak semuanya sama maka ada keragaman
atau variasi skor. Keragaman atau variasi skor ini disebut variabilitas. Semakin besar
variabilitas kecil berarti skor-skor dalam distribusi cenderung seragam atau disebut
homogen. Besar kecilnya tiap skor (skor individual) dalam suatu sampel dan besar
kecilnya variabilitas dalam sampel tersebut akan ditandai dengan besar kecilnya jarak
sebagai berikut
x1 − µ , x2 − µ ,L, xN − µ
x1 − X , x 2 − X , L, x n − X
Penyimpangan dapat bernilai positif atau negatif, tergantung letak skor itu di
atas atau di bawah rata-ratanya dan jumlah dari semua penyimpangannya sama
dengan nol. Untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan itu dalam suatu
(index of variability). Indeks inilah yang kemudian dikenal sebagai simpangan baku
(standard deviation) dan diberi simbol S. Simbol S merupakan simpangan baku untuk
Definisi 2.4.1
populasi maka simpangan baku untuk data populasi dapat dirumuskan sebagai
berikut:
∑ (x − µ)
2
i
σ= i =1
Variansi merupakan ukuran variabilitas dari satu variabel dan diberi simbol σ 2
atau S 2 , sedangkan kovariansi adalah ukuran variabilitas bersama skor dari dua
Definisi 2.4.2
Andaikan x1 , x 2 ,K, x n masing-masing adalah nilai data sampel dan X adalah rata-
∑ (x − X)
n
2
i
S= i =1
n −1
46
Definisi 2.4.3
populasi maka variansi untuk data populasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
N
∑ (x − µ)
2
i
σ2 = i =1
Definisi 2.4.4
Andaikan x1 , x 2 ,K, x n masing-masing adalah nilai data sampel dan X adalah rata-
∑ (x − X)
n
2
i
S2 = i =1
n −1
Definisi 2.4.5
Andaikan X variabel acak dengan distribusi peluang f(x) dan mean µ , maka variansi
[
var X = E ( X − µ )
2
]
dimana µ = E ( X )
Definisi 2.4.6
Andaikan terdapat dua buah variabel acak yaitu X dan Y dengan distribusi peluang
cov( X , Y ) = E [( X − µ X )(Y − µ Y )]
dimana µ X = E ( X ) dan µ Y = E (Y )
Teorema 2.4.1
Jika X dan Y adalah variabel acak dengan a dan b suatu konstanta, maka
1. var(a + bX ) = b 2 var( X )
Bukti:
1. Menurut definisi
{
var(a + bX ) = E [(a + bX ) − µ a +bX ]
2
}
Untuk membuktikan teorema tersebut terlebih dahulu dicari mean dari a + bX
yaitu:
µ a +bX = E (a + bX )
= ∑ (a + bx ) f ( x )
x
48
= ∑ af ( x ) + ∑ bf ( x )
x x
= a + bE ( X )
= a + bµ
[
var(a + bX ) = E (a + bX − a − bµ )
2
]
= E {[b( X − µ )] }
2
= b E [( X − µ ) ]
2 2
= b 2 var( X )
2. Menurut definisi
var(aX + bY ) = E [(aX + bY ) − µ aX + bY ]
2
{[
= E (aX + bY ) − (aµ x + bµ y )]} 2
= E {[a( X − µ ) + b(Y − µ )] }
2
x y
Teorema 2.4.2
i =1 i =1
b1,...,bn. Maka
m m
cov(U 1 , U 2 ) = ∑∑ ai b j cov( X i , Y j ) .
i =1 j =1
Bukti
m m
cov(U1 , U 2 ) = cov ∑ ai X i , ∑ b jY j
i =1 j =1
49
m m m m
= E ∑ ai X i − E ∑ ai X i ∑ b j Y j − E ∑ b j Y j
i =1 i −1 j =1 j =1
m m
m m
= E ∑ ai X i − ∑ ai E ( X i ) ∑ b j Y j − ∑ b j E (Y j )
i =1 i =1 j =1 j =1
m m
m m
= E ∑ ai X i − ∑ ai µ i ∑ b j Y j − ∑ b j v j
i =1 i =1 j =1 j =1
m m
= E ∑ ai ( X i − µ i ) ∑ b j (Y j − v j )
i =1 j =1
m m
= E ∑∑ ai b j ( X i − µ i )(Y j − v j )
i =1 j =1
[ ]
m m
= ∑∑ ai b j E ( X i − µ i )(Y j − v j )
i =1 j =1
m m
= ∑∑ ai b j cov( X i , Y j )
i =1 j =1
karena itu, nilai σ 2 diduga dengan S 2 . Nilai dugaan tersebut harus dihitung yang
yang baik. Statistik yang secara rata-rata menduga parameter sebenarnya dikatakan
Teorema 2.4.3
Bukti
∑ (x − X )
n
2
i
S2 = i =1
n −1
∑ (x i (
− X ) = ∑ xi2 − 2 xi X + X 2
2
)
= ∑ xi2 − 2∑ 2 xi X + ∑ X 2
∑ (x − X ) = ∑ xi2 − 2 X ∑ xi + nX 2
2
i
= ∑ xi2 − 2nX 2 + nX 2
= ∑ xi2 − nX 2
∑ (x − X ) adalah
2
Jadi nilai harapan untuk i
[
E ∑ (xi − X ) = E ∑ xi2 − nX 2
2
] [ ]
= E (∑ x ) − nE (X )
2 2
i
Var ( X ) = E ( X 2 ) − µ 2
E ( X 2 ) = Var ( X ) + µ 2
=σ 2 + µ2
dan
Var ( X ) = E ( X 2 ) − µ 2
E ( X 2 ) = Var ( X ) + µ 2
σ2
= + µ2
n
Sehingga
51
[ 2
] (∑ x ) − nE (X )
E ∑ (xi − X ) = E i
2 2
E [∑ (x − X ) ] = ∑ (σ + µ ) − n + µ
2 2
σ 2
2
2
i
n
E [∑ (x − X ) ] = ∑ (σ + µ ) − σ − nµ
2 2 2 2 2
i
E [∑ (x − X ) ] = nσ + nµ − σ − nµ
2 2 2 2 2
i
E [∑ (x − X ) ] = nσ − σ
2 2 2
i
E [∑ (x − X ) ] = (n − 1)σ
2 2
i
∑ (xi − X )2
E =σ2
(n − 1)
E (S 2 ) = σ 2
Definisi 2.4.7
sampel I dan Y adalah rata-rata untuk sampel II maka kovariansi untuk data sampel
∑ (x − X )( y i − Y )
n
i
S 2
XY = i =1
n −1
52
2. Koefisien Korelasi
pada dua variabel maka skor pada kedua variabel itu dapat diketahui korelasinya.
Analisis korelasi mencoba mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel tersebut
faktor yang digunakan dalam pengujian validitas faktorial. Input dari analisis faktor
dua variabel acak X dan Y, dan dilambangkan r. Jadi r mengukur sejauh mana titik-
titik menggerombol di sekitar sebuah garis lurus. Oleh karena itu, dengan membuat
suatu diagram pencar bagi n pengamatan {(xi , yi ); i = 1,2,L, n} dalam sampel acak
menggerobol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada
korelasi positif yang tinggi antara kedua variabel acak tersebut. Bila titik-titik
menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan negatif, maka antara
kedua variabel itu terdapat korelasi negatif yang tinggi. Korelasi antar kedua variabel
acak tersebut akan semakin menurun secara numerik dengan semakin memencarnya
atau semakin menjauhnya titik-titik dari suatu garis lurus. Bila titik-titiknya
mengikuti suatu pola yang acak dengan kata lain tidak ada pola, seperti dalam gambar
53
2.6.c, maka antara kedua variabel tersebut mempunyai korelasi nol, dan disimpulkan
Karena koefisien korelasi antara dua variabel adalah suatu tingkat keeratan
hubungan linear antara kedua variabel tersebut, maka jika nilai r = 0, berarti tidak ada
hubungan linear (bukan berarti bahwa antara kedua variabel tersebut pasti tidak
terdapat hubungan). Jadi jika antara X dan Y terdapat suatu hubungan kuadratik
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.d, diperoleh korelasi nol meskipun jelas ada
bermacam data, baik data yang berskala interval, ordinal, maupun nominal. Korelasi
yang dipergunakan untuk uji hubungan antar sesama data interval adalah korelasi
54
product-moment Pearson. Jika yang dikorelasikan adalah antara data yang berskala
correlation). Jika yang dikorelasikan adalah antara data berskala interval dengan
berskala nominal, teknik korelasi yang dipakai adalah korelasi point-biserial (point-
biserial correlation). Ukuran korelasi linear antara dua variabel yang paling banyak
Oleh sebab itu dalam skripsi ini hanya akan digunakan teknik korelasi product-
moment Pearson.
Definisi 2.4.8
Ukuran keeratan hubungan linear antara dua variabel X dan Y diduga dengan
n
n n
n∑ xi y i − ∑ xi ∑ y i
rXY = i =0 i =1 i =1 (2.4)
n 2
n 2
n 2
n 2
n∑ xi − ∑ xi
i =1 n∑ y i − ∑ yi
i =1
i =1 i =1
Cov( X , Y )
=
Var ( X )Var (Y )
Nilai r adalah -1 sampai +1. Tanda (-) menyatakan korelasi negatif sedangkan tanda
(+) menyatakan korelasi positif. Hubungan linear sempurna terdapat antara nilai-nilai
tersebut dinyatakan sebagai korelasi yang menempati jenjang yang lebih tinggi, yaitu
55
yang dikenal sebagai korelasi jenjang pertama, jenjang kedua, jenjang ketiga, dan
menunjukkan bahwa dalam sebuah korelasi antara dua variabel dikontrol oleh satu
variabel yang lain. Korelasi jenjang kedua menunjukkan bahwa dalam sebuah
korelasi antara dua variabel dikontrol oleh dua variabel lain. Korelasi yang dilakukan
Definisi 2.4.9
konstan) disebut koefisien korelasi parsial jenjang pertama , dengan rumus sebagai
berikut:
rY 1 − rY 2 r12
rY 1.2 =
1 − rY22 1 − r122
(Koefisien korelasi parsial X 1 dan Y, jika X 2 konstan, atau korelasi antara variabel Y
rY 2 − rY 1 r12
rY 2.1 =
1 − rY21 1 − r122
(Koefisien korelasi parsial X 2 dan Y, jika X 1 konstan, atau korelasi antara variabel Y
r12 − rY 1 rY 2
r12.Y =
1 − rY21 1 − rY22
Definisi 2.4.10
prediktor dengan dikontrol oleh dua variabel prediktor adalah sebagai berikut:
(korelasi antara variabel kriterium (Y) dengan variabel prediktor X 1 dengan dikontrol
(korelasi antara variabel kriterium (Y) dengan variabel prediktor X 2 dengan dikontrol
(korelasi antara variabel kriterium (Y) dengan variabel prediktor X 3 dengan dikontrol
Adakalanya ingin diketahui bagaimana korelasi antara lebih dari satu variabel
variabel kriterium kemampuan apresiasi sastra dan variabel sikap terhadap sastra
Definisi 2.4.11
2 2
rY 1 + rY 2 − 2(rY 1 )(rY 2 )(r12 )
RY −12 = 2
1 − r12
RY −12 : Korelasi ganda antara variabel kriterium (Y) dan dua variabel prediktor X 1
dan X 2 .
Seringkali, dalam berbagai macam tes, skor terhadap jawaban setiap soal atau
item hanya terdiri atas bilangan 1 dan bilangan 0. Bilangan seperti itu sama saja
dengan kategori benar atau salah (dikotomi). Dalam kasus yang salah satu
variabelnya hanya terdiri atas dua macam, yaitu 1 dan 0, perhitungan koefisien
Definisi 2.4.12
(X p − X q )
rpbi = pq
s
nilai-nilai kritis t. Oleh sebab itu koefisien rpbi dikonversikan terlebih dahulu menjadi
n−2
t = rpbi
1 − rpbi
kelompok data yang menunjukkan urutan peringkat, atau merupakan data yang
berskala ordinal. Terdapat dua macam rumus korelasi peringkat, yaitu rumus yang
Order Corelation), diberi simbol rS dan korelasi Rank Kendall (Kendall Rank Order
Definisi 2.4.13
6∑ di2
rS = 1 −
n(n 2 − 1)
Definisi 2.4.14
P −Q
rK =
n(n − 1)
2
3. Matriks Korelasi
faktorial selalu diawali dengan matriks korelasi yang merupakan input data yang akan
dianalisis.
Matriks korelasi adalah suatu matriks simetri yang elemen-elemennya terdiri dari
koefisien-koefisien korelasi antar variabel. Misalnya bila k variabel X1, X2, ... , Xk
n
n n
n∑ xi xi − ∑ xi ∑ xi
rii = i =1 i =1 i =1
n 2 n 2 n 2 n 2
n∑ xi − ∑ xi n∑ xi − ∑ xi
i =1 i =1 i =1 i =1
2
n
n
n∑ xi − ∑ xi
2
= i =1 i =1
2
n 2 n 2
n∑ xi − ∑ xi
i =1 i =1
61
2
n
n
n∑ xi − ∑ xi
2
= i =1 i =1 = 1
2
n
n
n∑ xi − ∑ xi
2
i =1 i =1
teori untuk perhitungan analisis faktor. Jika setiap variabel yang berkorelasi
digambarkan dengan vektor (V) maka korelasi antara dua variabel dapat ditunjukkan
dengan perkalian panjang antara dua vektor Vj dan Vk dan cosinus dari sudut (φ )
j j
90 0 45 0 120 0
k k jk k
(a) (b) (c) (d)
Dari gambar 2.7 a tampak bahwa sudut antara kedua vektor j dan k adalah 90 0 ,
maka dapat dinyatakan bahwa r sama dengan nol karena cosinus 90 0 adalah 0.0.
Seperti pada gambar 2.7 b, jika sudut yang terbentuk antara kedua vektor adalah
Jika terdapat 2 vektor berimpit (seperti pada gambar 2.7 c) maka r dari kedua
vektor tersebut adalah 1.0 karena sudut yang terbentuk antara kedua vektor tersebut
tidak tampak atau nol. Dengan kata lain vektor dapat disajikan melalui satu vektor
dan + 0 dapat disajikan melalui dua vektor satuan dengan sudut antara kedua vektor
sebesar 00 dan 90 0 .
Untuk r antara 0 dan -1.0 dapat disajikan melalui dua vektor satuan dimana sudut
antara kedua vektor tersebut adalah antara 90 0 dan 1800 . Seperti pada gambar 1d,
sudut yang terbentuk antara kedua vektor adalah 120 0 , maka r dari kedua vektor
5. Regresi Berganda
mempermudah dalam mempelajari skor faktor dalam analisis faktor. Analisis faktor
merupakan dasar teori dari perhitungan validitas faktorial yang akan dibahas lebih
memerlukan lebih dari satu variabel bebas dalam model regresi. Jadi andaikan
terdapat variabel tak bebas Y dan variabel bebas X 1 , X 2 ,K, X k maka diperlukan
model regresi berganda untuk menduga variabel tak bebas tersebut berdasarkan
hasil pengukuran variabel bebas tersebut. Sebagai ilustrasi misalnya akan diduga
kecepatan angin sebagai fungsi dari ketinggian tempat di atas muka bumi, suhu dan
kuadrat terkecil terhadap data hasil pengukuran ketinggian tempat, suhu, dan tekanan,
sebagai {(x1i , x2i ,K, yi , i = 1,2,K, n )}. Nilai yi adalah nilai yamg berasal dari suatu
variabel acak Yi. Dalam hal ini, mean Y | x1 , x2 ,K, xk diberikan oleh model regresi
linear berganda
µ γ | x1 , x 2 ,K, x k = β 0 + β 1 x1 + K + β k x k (2.6)
yˆ = b0 + b1 x1 + b2 x 2 K + bk x k (2.7)
yi = b0 + b1 x1 + b2 x2 K + bk xk + ei (2.8)
64
n n
JKG = ∑ ei = ∑ ( yi − b0 − b1 x1i − b2 x2i K + bk xki ) 2 (2.9)
2
i =1 i =1
n n n n
nb0 + b1 ∑ x1i + b2 ∑ x 2i + K + bk ∑ x ki = ∑ y i
i =1 i =1 i =1 i =1
n n n n n (2.10)
b0 ∑ x1i + b1 ∑ x1i + b2 ∑ x1i x 2i + K + bk ∑ x1i x ki = ∑ x1i y i
2
i =1 i =1 i =1 i =1 i =1
M M M M M
n n n n n
b0 ∑ x ki + b1 ∑ x ki x1i + b2 ∑ x ki x 2i + K + bk ∑ x ki = ∑ x ki y i
2
i =1 i =1 i =1 i =1 i =1
dengan tujuan menentukan apakah variansi yang disajikan dapat dihitung secara
memadai melalui variabel yang lebih sedikit jumlahnya, yaitu faktor yang dapat
dari struktur variabel serta dapat ditentukan besarnya variansi setiap variabel yang
diterangkan oleh bagian dari struktur tersebut. Variabel yang berjumlah sangat
65
banyak dapat diterangkan hanya oleh variabel baru yang berjumlah lebih sedikit
Contoh 2.4.1
I. Variabel X 1 , X 2 mengelompok menjadi satu pada faktor II yang terpisah dari faktor
X10 X6 X9
X5 X13 X4
X1 X2 X8 X12
X14 X11
X3 X7
Telah dijelaskan bahwa analisis faktor mereduksi variabel asli menjadi variabel
baru yang jumlahnya lebih sedikit yang disebut faktor. Faktor-faktor tersebut terbagi
menjadi dua bagian yakni faktor yang tak tampak atau faktor umum (common factor)
dan faktor unik (unique factor). Faktor umum memuat faktor-faktor sekutu yaitu
faktor-faktor yang dimiliki oleh semua variabel asli. Sedangkan faktor unik
merupakan faktor yang hanya dimiliki oleh variabel asli yang bersangkutan.
Dalam analisis faktor, semua variabel asli teramati X1, X2, .... , Xn dinyatakan
X −µ (2.11)
Z=
σ
1
E (Z ) = E( X − µ )
σ
1
= (E( X ) − µ )
σ
1
= (µ − µ ) = 0
σ
σ2
σ z 2 = σ 2( x − µ ) / σ = σ 2( x / σ ) = =1
σ2
Transformasi sering dilakukan untuk skor atau nilai variabel yang bersifat acak.
Karena data asli pada analisis faktor berupa skor-skor, maka variabel-variabel dalam
analisis faktor dinyatakan dalam bentuk standar dengan melakukan standarisasi skor.
Dalam skripsi ini akan digunakan model teori Thurstone yang dikenal dengan
model teori faktor berganda (multiple factor theory). Model teori faktor berganda
dapat digunakan untuk sebarang jumlah faktor umum, jadi tidak hanya untuk model
satu faktor umum. Untuk memahami model analisis faktor akan dibahas model satu
Andaikan terdapat variabel asli teramati X1 dan X2. Diasumsikan bahwa kedua
variabel tersebut telah ditransformasikan dalam bentuk standar Z1 dan Z2. Kedua
68
variabel tersebut dipengaruhi oleh faktor umum atau faktor tak tampak yang
dinotasikan dengan F, selain itu masing-masing variabel dipengaruhi oleh faktor unik
yang dinotasikan dengan U1 dan U2. Kedua variabel tersebut dapat disajikan dalam
Z 1 = a1 F + d1U 1 (2.12)
Z 2 = a 2 F + d 2U 2
yang merupakan fungsi satu faktor umum F dan faktor unik pada variabel ke-j yaitu
Uj, aj merupakan beban faktor (factor loading) pada faktor umum, dan dj beban
faktor (factor loading) pada faktor unik atau sering disebut sebagai ketunggalan
Beban faktor menyatakan korelasi antara setiap variabel dengan faktor yang
menunjukkan derajad korespondensi antara variabel dan faktor. Karena beban faktor
merupakan korelasi setiap variabel dan faktor, maka cakupan nilainya adalah antara -
1.0 sampai +1.0 seperti halnya koefisien korelasi. Beban faktor mempunyai arti
variabel terwakili oleh faktor. Contoh berikut akan menggambarkan model analisis
Contoh 2.4.2
Andaikan diperoleh skor tes bakat pada siswa kelas VII, yaitu sebagai berikut: tes
geometry). Kemudian diasumsikan bahwa tingkat kemampuan siswa pada tes tersebut
dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan umum siswa (general inteligence level) yang
dinotasikan dengan I. Selain itu dihipotesiskan bahwa kecerdasan siswa pada masing-
dapat memiliki kecerdasan yang lebih tinggi misalnya tes kosakata daripada
aritmatika. Oleh sebab itu, dapat diasumsikan bahwa keberhasilan siswa untuk
(0.80, 0.60, 0.70, 0.50, 0.90, 0.65) menyatakan beban faktor. Dapat diamati pula
bahwa kemampuan siswa pada sebarang tes yang diberikan, merupakan fungsi linear
dari tingkat kecerdasan umum siswa pada khusus bakat tertentu. Misalnya tes
kemampuan siswa pada tes statistika merupakan fungsi linear dari tingkat kecerdasan
Hubungan antara keberhasilan siswa dan tingkat kecerdasan umum siswa dapat
dilihat dalam gambar di bawah ini. Untuk sebarang tes ke-j yang diberikan, tanda
70
panah dari I dan Aj pada tes menunjukkan bahwa nilai dari tes tersebut merupakan
fungsi dari I dan Aj dan tes-tes tersebut merupakan variabel teramati dan biasanya
Kecerdasan Umum
I
V R S ST AT G
Av Ar As Ast Aat Ag
Dalam analisis faktor, semua variabel, faktor umum dan faktor unik dinyatakan dalam
1. Mean suatu variabel, faktor umum, serta faktor unik adalah nol
2. Variansi suatu variabel, faktor umum, serta faktor unik adalah satu
3. Faktor unik tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri maupun dengan faktor
Sifat 2.4.1 :
2 2
Variansi Z1 = a1 + d1
Bukti
[(
var(Z 1 ) = E Z 1 − µ Z1 )] 2
[ ]
= E (Z 1 )
2
= E [(a F + d U ) ]
2
1 1 1
2 2 2
= a1 E ( F 2 ) + 2a1 d1 E ( FU 1 ) + d1 E (U 1 )
2 2
= a1 var F + 2a1 d1 cov( FU 1 ) + d1 var U 1
2 2
= a1 .1 + 2a1 d1 .0 + d1 .1
2 2
= a1 + d1
var(Z 1 ) = a1 + d1 = 1
2 2
Sifat 2.4.2
Bukti
[
cov( FZ 1 ) = E (F − µ F ) Z 1 − µ Z1 ( )]
= E [(FZ 1 )]
= E [F (a1 F + d1U 1 )]
= a1 E ( F 2 ) + d1 E ( FU 1 )
= a1 var F + d1 cov( FU 1 )
= a1 .1 + d1 .0
= a1
72
Sifat 2.4.3
Bukti:
[( )(
cov(Z 1 Z 2 ) = E Z 1 − µ Z1 Z 2 − µ Z 2 )]
= E [(Z 1 Z 2 )]
= E [(a1 F + d1U 1 )(a 2 F + d 2U 2 )]
= a1 a 2 E ( F 2 ) + a1 d 2 E ( FU 2 ) + a 2 d1 E ( FU 1 ) + d 1 d 2 E (U 1U 2 )
= a1 a 2 var F + a1 d 2 cov( FU 2 ) + a 2 d1 cov( FU 1 ) + d 1 d 2 cov(U 1U 2 )
= a1 a 2 .1 + a1 d 2 .0 + a 2 d1 .0 + d1 d 2 .0
= a1 a 2
Berdasarkan sifat 2.4.1, 2.4.2 dan 2.4.3 serta persamaan 2.13 maka dapat diuraikan
bahwa:
dua komponen:
a. Variansi pada faktor umum I diberikan oleh kuadrat beban faktor. Variansi
2
dinotasikan h j .
Contoh:
73
2. Korelasi sederhana antara sebarang variabel dan faktor umum I sama dengan
beban faktor umum yaitu 0.80, 0.60, 0.70, 0.50, 0.90, 0.65
3. Korelasi antara sebarang dua variabel merupakan perkalian beban faktor umum
Faktor umum yang merupakan faktor tidak tampak dapat dihitung melalui
matriks korelasi. Jadi jika diberikan matriks korelasi antar variabel, maka tujuan
variabel.
Tabel 2.2
Matriks Korelasi
Variabel 1 2 3 4 5 6
1. Kosakata 1.000 0.56 0.72 0.48 0.40 0.52
2. Membaca 0.56 1.000 0.63 0.42 0.35 0.46
3. Padan kata 0.72 0.63 1.000 0.54 0.45 0.35
4. Statistika 0.48 0.42 0.54 1.000 0.30 0.39
5. Aritmatika 0.40 0.35 0.45 0.30 1.000 0.33
6. Geometri 0.52 0.46 0.35 0.39 0.33 1.000
74
Tabel 2.3
Matriks Korelasi
Variabel Beban Faktor Komunalitas Variansi Unik Aj
I
1. Kosakata 0.800 0.640 0.360
2. Membaca 0.700 0.490 0.510
3. Padan kata 0.900 0.810 0.190
4. Statistika 0.600 0.360 0.640
5. Aritmatika 0.500 0.250 0.750
6. Geometri 0.650 0.423 0.577
Total 2.973 3.027
Konsep tentang model analisis faktor dapat diperluas dengan m faktor umum.
sedangkan ajk adalah beban faktor Z j pada faktor umum Fk dan d j merupakan
Susunan persamaan 2.14 dinamakan pola faktor. Cara penulisan pola faktor
dalam bentuk tabel matriks adalah dengan menempatkan beban-beban faktor sebagai
entri pada tabel yang bersesuaian dengan jumlah faktor dan variabel seperti terlihat
pada tabel 2.4. Faktor diletakkan sesuai dengan urutan faktor misalnya faktor 1
2
diletakkan terlebih dahulu dari faktor II. Nilai h j menyatakan komunalitas yang
Tabel 2.4 merupakan salah satu hasil akhir dari analisis faktor dan sering
disebut matriks faktor yaitu suatu tabel koefisien yang mengungkapkan relasi-relasi
Tabel 2.4
Matriks Faktor
Faktor Umum 2
Variabel hj
I II K m
faktor umum. Tampak bahwa jumlah faktor umum m lebih sedikit dari n variabel.
Jika F1, F2, ... Fm tidak berkorelasi satu sama lain, maka model faktor dinamakan
model ortogonal (orthogonal model) dan jika berkorelasi maka model faktor
Ketiga sifat pada model satu faktor umum juga dapat diturunkan pada model m
Sifat 2.4.4:
2 2 2 2
Variansi dari Z 1 = a j1 + a j 2 + L + a jm + d j
Bukti:
var(Z j ) = E Z j − µ Z j[( )] 2
[ ]
= E (Z j )
2
= E [(a F + a F + L + a jm Fm + d jU j ) ]
2
j1 1 j2 2
= (a E ( F ) + a )
2 2 2 2 2 2 2 2
j1 1 j2 E ( F2 ) + L + a jm E ( Fm ) + d j E (U j )
+ (2a j1 a j 2 E ( F1 F2 ) + L + 2a j1 a jm E ( F1 Fm ) + 2a j1 d j E ( F1U j ) )
+ (L + 2a j 2 a jm E ( F1 Fm ) + 2a j 2 d j E ( F2U j ) ) + (L) + (2a jm d j E ( FmU j ) )
2 2 2 2
= a j1 + a j 2 + L + a jm + d j
var(Z j ) = a j1 + a j 2 + L + a jm + d j = 1
2 2 2 2
Sifat 2.4.5
Bukti:
[
cov( FZ j ) = E (F1 − µ F 1 ) Z j − µ Z j ( )]
77
[ ]
= E (F1 Z j )
= E [F (a F + a
1 j1 1 j2 ]
F2 + L + d jU j )
2
= a j1 E ( F1 ) + a j 2 E ( F1 F2 ) + L + d j E ( F1U j )
= a j1 var(F ) + a j 2 cov( F1 F2 ) + L + d j cov( F1U j )
= a j1 .1 + a j 2 .0 + L + d j .0
= a j1
Sifat 2.4.6
Bukti:
[(
cov(Z i Z j ) = E Z i − µ Z i Z j − µ Z j )( )]
[
= E (Z i Z j ) ]
= E [(a i1 1F + ai 2 F2 + L + aim Fm + d iU i )(a j1 F1 + a j 2 F2 + L + a jm Fm + d jU j ) ]
= [a ai1 j1 E ( F1 ) 2 + ai1 a j 2 E ( F1 F2 ) + L + ai1 a jm E ( F1 Fm ) + ai1 d j E ( F1U j ) ]
+ [a ai2 j1 E ( F1 F2 ) + ai 2 a j 2 E ( F2 ) 2 + L + ai 2 a jm E ( F1 Fm ) + ai 2 d j E ( F2U j ) ]
+ [L]
[
+ aim a j1 E ( F1 Fm ) + aim a j 2 E ( F2 Fm ) + L + aim a jm E ( Fm ) 2 + aim d j E ( FmU i ) ]
+ d i a j1 E ( F1U j ) + d1 a j 2 E ( F2U j ) + L + d i a jm E ( FmU j ) + d i d j E (U iU j )
= ai1 a j1 + ai 2 a j 2 + L + aim a jm
b. Komunalitas
Analisis faktor diawali dengan matriks korelasi. Sebagian besar metode analisis
faktor mengasumsikan bahwa elemen diagonal yang sesuai untuk disisipkan pada
matriks korelasi adalah komunalitas h 2j , yaitu jumlah kuadrat beban faktor umum.
78
Salah satu metode yang digunakan untuk menduga komunalitas adalah dengan
menganggap nilai korelasi tertinggi pada setiap baris atau kolom sebagai penduga
kurung.
Contoh 2.4.3
Andaikan diperoleh matriks korelasi seperti dalam tabel 2.5 yang akan
dianalisis dengan analisis faktor. Karena komunalitas pada matriks tersebut belum
diketahui, maka perlu diduga dari data yang tersedia. Nilai penduga komunalitas
berturut-turut adalah 0.55, 0.46, 0.41, 0.38, 0.47, 0.46, 0.67, 0.67, 0.47, 0.41, 0.36.
Tabel 2.5
Matriks Korelasi tanpa Komunalitas
Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 0.40 0.41 0.37 0.20 0.32 0.52 0.55 0.02 0.27 0.36
2 0.40 0.18 0.28 0.15 0.46 0.23 0.23 0.01 0.14 0.30
3 0.41 0.18 0.33 0.32 0.18 0.29 0.35 0.18 0.41 0.20
4 0.37 0.28 0.33 0.38 0.28 0.17 0.22 0.22 0.26 0.36
5 0.20 0.15 0.32 0.38 0.16 -0.02 0.08 0.47 0.33 0.31
6 0.32 0.46 0.18 0.28 0.16 0.15 0.18 0.07 0.14 0.28
7 0.52 0.23 0.29 0.17 -0.02 0.15 0.67 -0.13 0.13 0.16
8 0.55 0.23 0.35 0.22 0.08 0.18 0.67 -0.06 0.20 0.12
9 0.02 0.01 0.18 0.22 0.47 0.07 -0.13 -0.06 0.25 0.18
10 0.27 0.14 0.41 0.26 0.33 0.14 0.13 0.20 0.25 0.20
11 0.36 0.30 0.20 0.36 0.31 0.28 0.16 0.12 0.18 0.20
79
Tabel 2.6
Matriks Korelasi dengan Komunalitas
Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 (0.55) 0.40 0.41 0.37 0.20 0.32 0.52 0.55 0.02 0.27 0.36
2 0.40 (0.46) 0.18 0.28 0.15 0.46 0.23 0.23 0.01 0.14 0.30
3 0.41 0.18 (0.41) 0.33 0.32 0.18 0.29 0.35 0.18 0.41 0.20
4 0.37 0.28 0.33 (0.38) 0.38 0.28 0.17 0.22 0.22 0.26 0.36
5 0.20 0.15 0.32 0.38 (0.47) 0.16 -0.02 0.08 0.47 0.33 0.31
6 0.32 0.46 0.18 0.28 0.16 (0.46) 0.15 0.18 0.07 0.14 0.28
7 0.52 0.23 0.29 0.17 -0.02 0.15 (0.67) 0.67 -0.13 0.13 0.16
8 0.55 0.23 0.35 0.22 0.08 0.18 0.67 (0.67) -0.06 0.20 0.12
9 0.02 0.01 0.18 0.22 0.47 0.07 -0.13 -0.06 (0.47) 0.25 0.18
10 0.27 0.14 0.41 0.26 0.33 0.14 0.13 0.20 0.25 (0.41) 0.20
11 0.36 0.30 0.20 0.36 0.31 0.28 0.16 0.12 0.18 0.20 (0.36)
derajad apakah variabel yang digunakan merupakan ukuran yang baik (good
measure) atau ukuran yang dapat dipercaya (reliable measure) bagi faktor. Semakin
besar nilai suatu komunalitas berarti semakin baik ukuran variabel tersebut,
sebaliknya jika nilai suatu komunalitas semakin kecil maka ukuran variabel tersebut
Komunalitas merupakan kuadrat dari beban faktor umum atau variansi umum
h 2j + d 2j = 1 (2.16)
Interpretasi Faktor
dalam skripsi ini data sudah berupa matriks korelasi, maka pembahasan langkah
analisis akan ditekankan pada langkah menentukan jumlah faktor umum. Sedangkan
sampel yang akan diteliti. Dalam analisis faktor, ukuran sampel secara umum
81
minimal 50 pengamatan dan akan lebih baik jika ukuran tersebut melebihi 100
pengamatan. Tidak terdapat suatu aturan khusus mengenai jumlah minimal variabel
dummy (dummy variable) yang diberi kode 0-1 juga dianggap dapat digunakan.
korelasi. Korelasi antar variabel dapat dihitung secara komputasional atau melalui
Secara umum tujuan dari ekstraksi faktor adalah untuk membatasi jumlah faktor
yang lebih sedikit dari variabel asli, agar mempermudah dalam interpretasi faktor.
Metode yang akan digunakan adalah metode faktor umum yang meliputi dua metode
yaitu metode diagonal dan metode pusat. Dalam skripsi ini hanya akan menggunakan
Metode ekstraksi faktor yang banyak digunakan pada data eksperimental adalah
metode pusat yang diperkenalkan oleh Thurstone (Fruchter, 1954). Tujuan dari
perhitungan pada matriks korelasi dan matriks korelasi residual dimana komunalitas
82
awal dari matriks korelasi tersebut belum diketahui. Metode tersebut didasarkan pada
penjumlahan tiap entri tanpa elemen diagonal pada matriks korelasi atau matriks
residual yang bertujuan untuk menentukan apakah terdapat nilai negatif pada hasil
Dari matriks korelasi Tabel 2.4 akan ditentukan banyaknya faktor yang melandasi
variabel-variabel tersebut. Matriks korelasi tersebut disajikan pada tabel 2.6. Adapun
ditentukan beban faktor pusat pertama, kemudian menentukan beban faktor pusat
Tabel 2.7
Matriks Korelasi dan Perhitungan Beban Faktor Pusat Pertama
Variabel 1 2 3 4 5 ∑ j1
sebagai berikut:
a. Menentukan Komunalitas
maka komunalitas variabel harus ditentukan dari data yang tersedia. Pada sel
tertinggi.
b. Menentukan ∑ jj
Nilai ∑ jj merupakan jumlah nilai pada setiap kolom atau baris pada matriks
setiap kolom atau setiap baris secara aljabar tanpa penduga komunalita. Hasil
Contoh:
Nilai total baris dan kolom yang dinyatakan dengan ∑∑ j1 harus sama. Jika
Nilai tjj merupakan jumlah nilai pada setiap kolom ∑ jj ditambah penduga
Contoh:
Nilai Tj merupakan jumlah dari nilai t jj . Jumlahkan semua nilai t j1 . Hasil dari
Contoh:
1
f. Menentukan Nilai T j dan
Tj
Contoh:
T1 = 13.06 = 3.613862
1 1
= = 0.276712
T1 3.613862
1
entri pada baris t j1 dengan , yaitu
T1
1
a j1 = t j1 (2.17)
T
1
Contoh:
Contoh:
Hasil beban faktor pusat pertama yang telah diperoleh ditempatkan pada
Tabel 2.8
Matriks Faktor Pusat ( Fc )
Faktor
Tes
I II III ... m
1 0.62
2 0.75
3 0.82
4 0.70
5 0.72
mengurangkan nilai pada sel yang bersesuaian pada korelasi sebelumnya atau
matriks yang dengan harga mutlak hasil perkalian beban faktor pada kolom
Beban faktor pertama yang telah ditentukan diletakkan di atas kolom yang
Tabel 2.9
a j1
No
(0.634)
1
(0.753)
2
(0.816)
3
(0.695)
4
(0.717)
5 ∑ 0
0.111
(0.634) 1 0.023 0.023 -0.111 -0.075 -0.002
(0.138)
0.133
(0.753) 2 0.023 0.096 -0.133 -0.130 -0.001
(0.143)
0.096
(0.816) 3 0.023 0.096 -0.077 -0.085 0.001
(0.044)
0.152
*(0.695) 4 -0.111 -0.133 -0.077 0.152 -0.002
(0.167 )
0.152
*(0.717) 5 -0.075 -0.130 -0.085 0.152 -0.002
(0.136)
r jk = a j1 a k 1 + a j 2 a k 2 + L + a jr a kr
r jk − a j1 a k 1 = a j 2 a k 2 + L + a jr a kr
1 ρ jk = r jk − | a jk .a k1 | (2.18)
Contoh:
Untuk memperoleh korelasi residual pada sel21 maka kurangkan nilai pada
sel21 dari matriks terdahulu, dengan harga mutlak beban faktor pertama pada
Contoh:
Nilai diagonal korelasi residual pada sel11 adalah nilai penduga komunalitas
terdahulu pada variabel 1 (0.54) dikurangi kuadrat beban faktor pada variabel
1 (0.634 2 ) , yaitu
5) Menentukan nilai ∑ 0
Contoh:
tertinggi pada setiap kolom. Nilai tertinggi dari korelasi tersebut diletakkan
b. Refleksi
Jika terdapat nilai ∑ jj negatif, maka diperlukan refleksi dari baris dan kolom
nilai ∑∑ j2
Contoh:
Pada tabel yang memiliki nilai negatif tertinggi adalah kolom 4 dengan nilai
Letakkan tanda bintang di atas kolom di depan baris yang bersesuaian dengan
4 yang direfleksi yaitu -0.169 ditulis kembali pada baris tersebut dengan tanda
positif 0.169. Kemudian pada setiap baris yang bersesuaian dengan kolom
yang direfleksi yaitu baris 4, nilai-nilai pada baris tersebut tandanya diganti
91
yaitu ∑ j2 yang bersesuaian. Letakkan jumlah nilai tersebut pada sel yang
Contoh:
Untuk memperoleh nilai pada kolom kedua pada baris yang dilambangkan
yang diperoleh tersebut dijumlahkan. Jika perhitungan benar, maka nilai total
baris ”kolom 4” harus sama dengan nilai total ∑∑ j2 ditambah empat kali
refleksi berikutnya.
Contoh:
Nilai ∑∑ j2 = -0.634 ditambah empat kali nilai kolom yang sudah direfleksi
0.169. Jadi,
Lanjutkan proses refleksi sampai semua nilai ”kolom yang direfleksi” menjadi
Ganti tanda pada matriks korelasi atau matriks residual sebagai berikut:
- Tukar tanda pada semua nilai baris yang direfleksi tidak pada kolom yang
direfleksi.
- Tukar tanda pada semua nilai kolom yang direfleksi tidak pada baris yang
direfleksi.
1
a j2 = t j2 (2.19)
T
2
93
Contoh:
1
a 22 = t 22
T
2
= 0.781 (0.705346)
= 0.551
a). Tanda dari variabel yang telah direfleksi pada faktor sebelumnya
b). Tanda dari variabel yang belum direfleksi pada faktor sebelumnya sama
Contoh:
Jika terdapat empat faktor pusat, variabel yang tlah direfleksikan satu kali
pada tabel residual pertama dan kedua memiliki tanda sebagai berikut:
Faktor
I II III IV
Variabel + - + +
Pada Faktor I, belum terjadi proses refleksi sehingga tanda dari beban faktor
pada variabel tersebut masih positif. Pada residual pertama variabel tersebut
sehingga tanda beban faktor ketiga menjadi positif. Sedangkan pada residual
keempat, variabel tidak mengalami refleksi sehingga tanda beban faktor untuk
Tabel residual kedua dan berikutnya diperoleh dengan prosedur yang sama
2 ρ jk =1 ρ jk − a j 2 a k 2 (2.20)
2 ρ jk = s −1 ρ jk − a js a ks (2.21)
Pada proses ekstraksi faktor menggunakan metode pusat, tidak ada kriteria
eksak untuk menentukan kapan ekstraksi faktor harus berhenti. Walaupun demikian,
ada beberapa kriteria empiris yang telah dikembangkan. Salah satu kriteria tersebut
bahwa jika tidak terdapat pengurangan yang signifikan pada ukuran nilai residual dari
satu matriks (s) pada matriks berikutnya (s + 1), maka faktor umum yang signifikan
1. Tentukan jumlah mutlak entri pada setiap kolom matriks korelasi residual s tanpa
komunalitas ∑∑ js .
yaitu ∑h 2
resid .
3. Tentukan jumlah mutlak entri pada setiap kolom matriks korelasi residual (s + 1)
4. Tentukan jumlah komunalitas yang diduga kembali pada setiap matriks korelasi
residual (s + 1) yaitu ∑h 2
re − est .
φ s +1 =
∑ρ s +1
=
∑∑ j , s +1 + ∑ hresid
2
(2.22)
s ∑ρ s ∑∑ js + ∑h 2
re − est
8. Jika φ melebihi nilai (n – 1)/(n +1), terdapat s faktor yang signifikan. Kriteria
keakuratan tersebut tergantung pada refleksi. Jika refleksi pada matriks tidak
menghasilkan jumlah positif yang besar maka φ dapat melebihi nilai (n – 1)/(n
+1). Jika terdapat s faktor signifikan, diperlukan (s + 1) faktor yang dihitung dan
(s + 1) tabel residual.
96
Tabel 2.10
Kriteria Kecukupan suatu Faktor
Faktor φ Tucker
I φ 1/0
II φ 2/1
... ...
s φ s/(s-1)
Nilai Kriteria (n – 1)/(n +1)
Karena kriteria φ Tucker tidak eksak, maka diperlukan latihan ekstraksi faktor
lebih dari jumlah minimum faktor yang ditunjukkan. Jika rotasi diawali dengan
banyak faktor, maka beberapa faktor dapat ”diabaikan” jika memiliki beban yang
rendah. Sebagai contoh: Beban faktor yang rendah diterima hanya bernilai antara
±0.20. (Fruchter,1954).
faktor yang digunakan sudah benar. Adapun langkah yang diperlukan dalam
a) Menentukan perkalian silang antar beban faktor pada setiap variabel dengan
j × k = (a j1 × a k 1 ) + (a j 2 × a k 2 ) + L + (a jn × a kn ) (2.23)
97
Tabel 2.11
Pemeriksaan Nilai Beban Faktor
c) Letakkan korelasi residual sebelum refleksi faktor terakhir dari dua variabel
d) Tentukan jumlah refleksi pada setiap dua variabel yang berdekatan. Jika
jumlah refleksi pada dua variabel adalah genap maka tanda korelasi residual
sebelum dijumlah dengan perkalian silang beban faktor tidak berubah. Tetapi,
jika jumlah refleksi kedua variabel adalah ganjil maka tanda korelasi residual
f) Letakkan korelasi residual awal antar dua variabel yang berdekatan pada
kolom terakhir. Jika proses ekstraksi faktor sudah benar maka nilainya sama
interpretasi faktor diperlukan struktur faktor sederhana yaitu beban faktor yang tinggi
pada setiap variabel terdapat hanya pada satu faktor. Penggumpalan variabel pada
faktor yang terjadi dalam matriks faktor belum dapat diinterpretasikan secara
langsung. Sebab dimungkinkan adanya variabel yang memiliki beban faktor yang
besarnya sama atau hampir sama pada 2 faktor, sehingga struktur faktor tidak
rotasi faktor agar dapat diperoleh solusi faktor yang lebih berarti secara teoretis dan
praktis dan jika memungkinkan menemukan struktur faktor yang lebih sederhana.
Dalam skripsi ini akan digunakan metode rotasi ortogonal untuk melakukan rotasi
faktor.
faktor-faktor yakni sudut antara sumbu referensi dijaga agar tetap 90 0 . Ini berarti
pasangan sumbu atau faktor. Untuk r faktor diperlukan plot faktor sebanyak
1
r (r − 1) . Besarnya sudut antar sumbu yang dirotasikan dapat digunakan untuk
2
Sumbu dapat dirotasikan searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam tanpa
mempengaruhi korelasi antar variabel. Untuk rotasi searah jarum jam dari sepasang
sumbu referensi ortogonal I dan II, rotasi beban faktor untuk variabel j dihitung dari
persamaan
dimana a 'j1 menyatakan beban faktor pada variabel j dan faktor I sesudah rotasi, a j1
adalah beban faktor pada variabel j faktor I sebelum rotasi, a 'j 2 menyatakan beban
faktor pada variabel j faktor II sesudah rotasi, a j 2 beban pada variabel j faktor III
sebelum rotasi dan φ menyatakan sudut antara sumbu semula sampai pada sumbu
yang dirotasi.
Untuk rotasi sepasang sumbu referensi yang ortogonnal berlawanan arah jarum
Rotasi dapat juga ditulis dalam bentuk matriks. Matriks tersebut dinamakan
matriks transformasi yang dilambangkan dengan Λ . Untuk rotasi searah jarum jam,
dan untuk rotasi berlawanan arah jarum jam matriks transformasi berbentuk
Perkalian matriks faktor dengan matriks transformasi yang berlawanan arah jarum
F. Λ = F1 (2.28)
Faktor Faktor
Variabel Variabel
I II I II
1 a11 a 21 1 a11 a 21
2 a 21 a 22 2 a 21 a 22
dimana F = 3 a31 a 23 , Λ = cos φ − sin φ
,dan F1= 3 a31 a 23
4 a 41 a 24 sin φ cos φ 4 a 41 a 24
dimana a11' = a11 cos φ + a12 sin φ , a12' = a11 (− sin φ ) + a12 cos φ , dan seterusnya.
Contoh
faktor. Matriks faktor keempat variabel tersebut disajikan pada Tabel 2.12 dan
dirotasikan secara ortogonal sebesar 50 0 . Karena hanya terdapat dua faktor umum
maka plot faktor yang diperlukan hanya 1 yang merupakan kombinasi faktor I dan II.
101
Hasil rotasi beban faktor ditampilkan pada Tabel 2.13 dan plot rotasi beban faktor
Tabel 2.12
Matriks Faktor Sebelum Rotasi
Faktor
Tes h2
I II
1 0.6 0.4 0.52
2 0.6 0.6 0.72
3 0.7 -0.3 0.58
4 0.4 -0.5 0.41
Beban pada faktor III dan IV dihitung secara serupa seperti pada Tabel 2.13
Tabel 2.13
Perhitungan Rotasi Beban Faktor Searah Jarum Jam Sebesar 50 0
Tes 1 2 3 4
a j1 cos φ 0.3858 0.3858 0.4501 0.2572
− a j 2 sin φ -0.3064 -0.4596 0.2298 0.3830
'
a j1 0.0794 -0.0738 0.6799 0.6402
a j1 sin φ 0.4596 0.4596 0.5362 0.3064
a j 2 cos φ 0.2572 0.3858 -0.1929 -0.3215
'
a j2 0.7168 0.8454 0.3433 -0.0151
102
II
II1
φ = 50 0
I1
Gambar 2.10
Rotasi Faktor
Tabel 2.14
Rotasi Matriks Faktor
Faktor
Tes h2
I1 II2
1 0.08 0.72 0.52
2 -0.07 0.85 0.73
3 0.68 0.34 0.58
4 0.64 -0.02 0.41
Melalui rotasi ortogonal diperoleh matriks faktor yang lebih sederhana seperti
Jika jumlah faktor lebih dari dua maka untuk menentukan beban faktor yaitu
dengan cara dipilih faktor yang memiliki variansi tinggi, faktor yang memiliki
faktor:
tersebut didasarkan pada ukuran sampel yang disajikan pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15
Petunjuk untuk Mengidentifikasi Beban Faktor Signifikan berdasarkan
Ukuran Sampel
Beban Ukuran Sampel yang diperlukan
Faktor agar signifikan
0.30 350
0.35 250
0.40 200
0.45 150
104
0.50 120
0.55 100
0.60 85
0.65 70
0.70 60
0.75 50
Interpretasi faktor dimulai pada variabel pertama faktor pertama sampai faktor
terakhir. Tujunnya adalah untuk mencari beban tertinggi setiap variabel pada
setiap faktor. Jika telah teridentifikasi, maka nilai tersebut digarisbawahi jika
variabel terakhir. Proses tersebut didasarkan pada hanya satu beban tertinggi
c) Menentukan Komunalitas
dijelaskan oleh faktor untuk setiap variabel. Setiap komunalitas variabel menaksir
apakah ditemukan ukuran yang dapat diterima sebagai penjelas. Sebagai contoh,
peneliti dapat menetapkan bahwa setengah dari variansi setiap variabel dapat
dengan komunalitas kurang dari 0.05 bukan sebagai penjelas yang cukup.
105
d) Menamai Faktor
Ketika solusi faktor telah ditentukan dimana semua variabel memiliki beban yang
signifikan pada faktor, maka selanjutnya adalah mengartikan pola beban faktor.
Variabel yang memiliki beban faktor yang tinggi dianggap sangat penting dan
berpengaruh pada pemilihan nama atau label untuk menyajikan faktor. Penamaan
faktor disesuaiakan dengan beban tertinggi yang terkandung pada faktor tersebut.
Jika faktor telah diberi nama, maka faktor menjadi bermakna dan proses
BAB III
A. Pendahuluan
pengambilan suatu keputusan maka tentulah kesimpulan dan keputusan itu tidak akan
merupakan keputusan dan kesimpulan yang tepat. Kasus siswa yang salah memilih
jurusan studi di perguruan tinggi menjadi contoh akibat keputusan yang didasarkan
maka diperlukan alat ukur, berupa tes yang tepat agar kesimpulan penelitian nantinya
tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan yang
sebenarnya. Dalam penyusunan tes diperlukan adanya suatu prosedur seleksi item
yang bertujuan memperoleh tes yang tepat untuk diujikan, tepat dalam hal ini adalah
umum dalam masalah seleksi item adalah bagaimana skor tes tersebut diukur dan
bagaimana tes tersebut mengukur dengan baik. Oleh sebab itu prosedur pengujian
validitas terhadap alat ukur menjadi komponen penting dalam ilmu pengukuran.
Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat
106
107
Pada bab ini akan dibahas pengertian validitas, tipe-tipenya, dan beberapa
B. Pengertian validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen
pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut
pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan
pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah. Cronbach (1971)
menyatakan bahwa ”One validities, not a test, but an interpretation of data arising
from a specified procedure”(dalam Azwar, 2003: 44). Yang artinya bahwa pengertian
validitas sebenarnya menyangkut masalah hasil ukur bukan masalah alat ukurnya
sendiri, oleh sebab itu dalam proses validasi sebenarnya kita tidak bertujuan untuk
melakukan validasi tes akan tetapi melakukan validasi terhadap interpretasi data yang
diperoleh oleh prosedur tertentu. Walaupun demikian secara umum dan dalam skripsi
ini tetap digunakan istilah validitas alat ukur dengan pengertian bahwa yang
Jika seorang peneliti menggunakan alat ukur yang bertujuan untuk mengukur
suatu aspek tertentu, akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang tepat dan
Kesalahan itu dapat berupa hasil yang terlalu tinggi (overestimasi) atau yang terlalu
rendah (underestimasi). Keragaman dan kesalahan ini dalam istilah statistika disebut
varians galat. Alat ukur yang valid adalah yang memiliki varians galat yang kecil ,
berkaitan dengan masalah tujuan pengukuran. Oleh karena itu tidak ada validitas
yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya
merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian
jelaslah mengapa suatu alat ukur yang dikatakan sebagai valid guna pengambilan
suatu keputusan dapat saja sangat tidak berguna dalam pengambilan keputusan lain
Dengan menggunakan teknik komputasi dan cara analisis yang tepat, dapat
dihasilkan suatu estimasi guna melihat apa yang sesungguhnya diukur oleh tes dan
koefisien validitas yaitu teknik korelasi. Untuk memperoleh koefisien korelasi kita
n
n n
n∑ xi y i − ∑ xi ∑ y i
rXY = i =0 i =1 i =1
n 2 n 2 n 2 n 2
n∑ xi − ∑ xi n∑ y i − ∑ y i
i =1 i =1 i =1 i =1
Cov( X , Y )
=
Var ( X )Var (Y )
n = banyaknya subjek
dikonsepkan sebagai sejauh mana tes mampu mengukur atribut yang seharusnya
diukur. Dalam teori skor-murni klasik, pengertian validitas dinyatakan sebagai sejauh
akan sama dengan skor-murni T kecuali apabila alat ukur yang bersangkutan
Suatu alat ukur yang tinggi validitasnya akan menghasilkan galat pengukuran
yang kecil, artinya skor setiap subjek yang diperoleh tidak jauh berbeda dari skor
yang sesungguhnya. Dengan demikian secara keseluruhan alat tes yang bersangkutan
akan menghasilkan varians galat yang kecil pula, hal inilah yang dalam skor-murni
klasik disebut sebagai validitas intrinsik. Validitas intrinsik dirumuskan sebagai akar
kuadrat dari rasio antara varians skor-murni dan varians skor-tampak, yakni
110
σt2 (3.1)
rXY =
σ x2
di mana rXY adalah koefisien validitas, σ t adalah variansi skor murni sedangkan
2
Dari cara dan estimasinya yang disesuaikan dengan sifat dan fungsi setiap tes,
tipe validitas pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content validity
1. Validitas Isi
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi
alat ukur dengan analisis rasional atau lewat keputusan-keputusan dari para ahli
(profesional judgment). Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas isi adalah
kawasan isi objek yang hendak diukur (aspek representasi) dan sejauh mana item-item
alat ukur mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi).
111
Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan meminta pertimbangan dari para ahli
kisi-kisi tes. Pengujian validitas isi dilakukan dengan mencermati kesesuaian isi item
yang ditulis dengan perencanaan yang telah dituangkan dalam kisi-kisi tes. Item-item
tes dinyatakan valid apabila isi item-item yang ditulis telah menunjukkan kesesuaian
dengan kisi-kisi tes. Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan meminta
suatu bidang dapat dimintakan pendapatnya untuk menilai ketepatan isi item dalam
tes. Item-item yang telah dipahami dan disepakati oleh para ahli merupakan item-item
yang valid. Sebagai contoh, proses validasi tes-tes di bidang pendidikan, proses awal
validasi yaitu persiapan item yang didahului oleh pemeriksaan mendalam dan
sitematis atas silabus dan buku-buku wajib yang relevan, serta konsultasi dengan
spesifikasi tes disusun untuk para penulis soal. Spesifikasi-spesifikasi ini seharusnya
menunjukkan bidang isi atau topik-topik yang dicakup serta sasaran-sasaran atau
seharusnya menunjukkan jumlah tiap jenis item yang dipersiapkan untuk masing-
kata dalam konteks kalimat, pemahaman isi secara harafiah, dan menarik kesimpulan
yang benar dari informasi yang ada. Penilaian ini juga mengambil materi sampel dari
112
sumber-sumber yang berbeda, seperti esai, puisi, artikel surat kabar, atau instruksi
penerapan proses-proses yang dipelajari pada konteks yang baru dan belum dikenal
baik. Apabila tes yang disusun oleh para penulis soal telah sesuai dengan pengajaran,
silabus-silabus dan buku-buku yang mendukung, serta telah disepakati oleh pakar
mata pelajaran yang bersangkutan, maka dapat dikatakan bahwa tes tersebut
Pengujian validitas isi juga dapat dilakukan dengan analisis korelasi item-total.
Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi yang sesuai dengan
skala data yang akan diuji. Analisis korelasi antar sesama data interval adalah korelasi
product-moment Pearson. Jika yang dikorelasikan adalah antara data yang berskala
ordinal maka teknik korelasi yang dipakai adalah korelasi peringkat (rank-order
correlation). Jika yang dikorelasikan adalah antara data berskala interval dengan data
nominal maka teknik korelasi yang dipakai adalah korelasi point-biserial. Dalam
penelitian sosial, jika alat ukurnya menggunakan Skala Likert, Guttman, Semantic
Differential, Thurstone, maka data yang diperoleh dari alat ukur tersebut adalah data
Item yang berkorelasi tinggi dengan totalnya menunjukkan bahwa item tersebut
merupakan isi dari alat ukur karena mempunyai sumbangan besar membentuk skor
total alat ukur. Item-item dikatakan valid apabila nilai korelasi item dengan total
113
( rX iY ) lebih tinggi daripada nilai korelasi dalam tabel. rX iY menyatakan nilai korelasi
setiap item dengan total, dimana X i menyatakan item ke-i, sedangkan Y menyatakan
total item.
Sebagai contoh, dalam sebuah uji coba tes ”minat menjadi guru” dengan Skala
Likert, dan terdiri atas 10 item yang diikuti oleh 10 responden, memberikan hasil
seperti pada tabel. Dengan n = 10 dan α = 0.05, diperoleh r tabel sebesar 0.632.
Tabel 3.1
Item
Responden Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 4 3 1 5 2 2 2 3 5 2 29
2 5 4 2 4 3 1 1 4 5 3 32
3 3 2 1 4 2 2 1 3 4 2 24
4 4 2 1 3 2 3 2 3 4 2 26
5 5 1 2 4 2 2 2 4 5 2 29
6 3 2 3 5 1 1 1 3 5 3 27
7 4 3 2 5 2 2 1 3 4 3 29
8 5 2 1 4 3 2 1 3 4 2 27
9 2 1 1 3 2 1 2 3 5 1 21
10 3 2 2 4 2 1 1 4 5 3 27
rX iY 0.787 0.709 0.440 0.541 0.316 0.016 -0.241 0.508 0.170 0.689
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Keputusan Valid Valid Valid
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
114
Sebagai contoh hasil perhitungan validitas item 1 yang diperoleh dengan rumus
korelasi product-moment Pearson
Tabel 3.2
Perhitungan Korelasi Item pada Tes Minat Menjadi Guru
No X Y X2 Y2 XY
1 4 29 16 841 116
2 5 32 25 1024 160
3 3 24 9 576 72
4 4 26 16 676 104
5 5 29 25 841 145
6 3 27 9 729 81
7 4 29 16 841 116
8 5 27 25 729 135
9 2 21 4 441 42
10 3 27 9 729 81
Σ 38 271 154 7427 1052
Keterangan
n = banyaknya subjek
n
n n
n∑ xi yi − ∑ xi ∑ yi
rXY = i =0 i =1 i =1
n 2 n 2 n 2 n 2
n∑ xi − ∑ xi n∑ yi − ∑ yi
i =1 i =1 i =1 i =1
10 (1052) − 38271
=
[(10 (154) ) − 1444][10 (7427) − 73441]
= 0.7869
115
Pearson diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.7869. Dari data dan perhitungan
tersebut dapat diketahui bahwa terdapat tiga item yang valid dan tujuh item yang tidak
valid. Item yang tidak valid dikeluarkan dari alat ukur dan tidak digunakan untuk
mengumpulkan data.
Validitas isi terbagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan
Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena
Validitas muka penting artinya untuk membangun kredibilitas tes dan selanjutnya
meningkatkan motivasi individu untuk menjawab tes. Validitas logik disebut juga
sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjukkan pada
sejauh mana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri variabel yang hendak diukur.
kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Suatu kriteria adalah
variabel yang akan diprediksikan oleh skor tes atau berupa suatu alat ukur lain yang
Skor pada tes diberi lambang X dan skor kriterianya diberi lambang Y .
cara membandingkan skor tes dengan satu atau lebih variabel ekstra (variabel
eksternal) atau kriteria yang diketahui (atau diyakini merupakan variabel yang sedang
dikaji).
berdasarkan kriteria ini dapat dilakukan dengan dua macam validitas yaitu validitas
logis antara validitas prediktif dan konkuren tidak didasarkan pada waktu melainkan
pada sasaran testing. Validitas konkuren relevan bagi tes-tes yang digunakan untuk
diagnosis status yang ada, bukan untuk memprediksi hasil-hasil di masa yang akan
untuk menjadi pilot yang memuaskan?”. Pertanyaan kedua ini menyangkut validitas
prediktif. Kriteria bagi validitas konkuren selalu ada pada saat testing. Pada dasarnya
validitas konkuren lebih sederhana, lebih cepat dan lebih murah bagi data kriteria.
117
a. Validitas prediktif
Validitas prediktif diestimasi bila tes tersebut berfungsi sebagai prediktor bagi
digunakan dalam pengertian lebih luas, untuk merujuk pada prediksi dari tes pada
situasi kriteria apapun, atau dalam pengertian prediksi lebih terbatas selama interval
waktu tertentu (Anastasi, 1997). Informasi yang disediakan oleh validitas prediksi
paling relavan bagi tes-tes yang digunakan dalam seleksi dan klasifikasi personil.
mahasiswa pada perguruan tinggi Universitas Sanata Dharma, dalam hal ini yang
berperan sebagai variabel prediktornya adalah nilai komposit tes potensi akademik
plus dan variabel kriteriumnya adalah prestasi belajar, yaitu indeks prestasi kumulatif
yaitu penerimaan para pelamar kerja, penyeleksian mahasiswa untuk diterima pada
perguruan tinggi dan sekolah-sekolah, dan penugasan personil militer pada program-
program pelatihan jabatan. Sebuah tes bisa divalidasikan terhadap sebanyak mungkin
kriteria sejauh ada penggunaan khusus untuk validasi tersebut. Di antara kriteria yang
118
paling sering digunakan dalam memvalidasi tes-tes intelegensi adalah indeks prestasi
akademik. Karena alasan inilah, tes-tes intelegensi kerap kali digambarkan secara
lebih tepat sebagai ukuran bakat belajar. Indeks-indeks khusus yang digunakan
sebagai ukuran kriteria mencakup nilai sekolah, skor tes prestasi, catatan kelulusan,
penghargaan dan hadiah khusus, serta peringkat guru atau pengajar untuk intelegensi.
Berbagai indeks prestasi akademis telah memberikan data kriteria pada semua tingkat
terutama digunakan dalam validasi tes kecerdasan umum, berbagai indeks ini juga
berfungsi sebagai kriteria bagi tes multi-bakat dan tes kepribadian. Validasi atas
jenis-jenis tes ini digunakan dalam seleksi mahasiswa, misalnya kriteria umumnya
b. Validitas konkuren
eksternal di mana kriteria eksternal yang digunakan telah ada pada saat pengujian tes
dilakukan. Tes akhir semester dapat diuji validitasnya menggunakan nilai ulangan
harian sebagai kriteria, tes masuk siswa baru dapat diuji validitasnya menggunakan
variasi jawaban oleh responden. Untuk menguji validitasnya, dia memilih tes baku
atau yang telah valid untuk mengukur variabel tersebut yaitu ”divergent thinking”
yang dikembangkan oleh J.P. Guilford dengan tujuan pengukuran yang sama.
119
tes yang diuji validitasnya dengan kriterianya, digunakan rumus korelasi product-
moment Pearson. Sebagai ilustrasi, pada responden sebanyak 10 orang, kedua tes
Tabel 3.3
No X Y
1 70 82
2 85 80
3 75 72
4 90 87
5 60 65
6 57 73
7 72 70
8 65 60
9 50 65
10 87 80
Keterangan:
Dari hasil perhitungan korelasi maka diperoleh korelasi hitung antara kedua skor
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kedua hasil pengukuran berkorelasi
secara signifikan, dan dapat disimpulkan bahwa kedua alat ukur mengukur keadaan
120
yang memang ingin diukur, oleh karena itu alat ukur yang dikembangkan terbukti
valid.
3. Validitas konstruk
Menurut Allen dan Yen, validitas kontruk adalah tipe validitas yang
menunjukkan sejauh mana tes mengungkap suatu sifat atau konstruk teoretik yang
hendak diukurnya (Azwar, 1999: 53). Pengujian validitas konstruk merupakan proses
yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai sifat yang
statistika yang lebih kompleks daripada teknik-teknik yang dipakai pada pengujian
validitas empirik lainnya akan tetapi hasil estimasi validitas konstruk tidak
penyusunan tes. Untuk itu prosedur validasi konstruk diawali dari suatu identifikasi
dan batasan mengenai variabel yang hendak diukur yang dinyatakan sebagai suatu
bentuk konstruk logis berdasarkan teori mengenai variabel tersebut. Dari teori
tersebut kemudian ditarik semacam konsekuensi praktis mengenai hasil tes pada
kondisi tertentu. Konsekuensi inilah yang kemudian diuji, apabila hasilnya sesuai
dengan harapan maka tes yang bersangkutan dianggap memiliki validitas konstruk
yang baik.
harus berbeda.
lainnya harus memiliki skor yang berbeda maka kenyataannya dapat diuji
tertentu.
2. Studi mengenai pengaruh perubahan yang terjadi dalam diri subjek dan
Apabila teori mengatakan bahwa hasil tes dipengaruhi oleh kondisi subjek,
subjek pada aspek yang dipengaruhi tersebut dan bukan pada aspek lain yang
antara berbagai skor tes yang mengukur aspek yang berbeda. Prosedur
Interkorelasi yang tinggi di antara belahan dari suatu tes dapat dianggap
sebagai bukti bahwa tes terebut mengukur satu variabel satuan (unitary
variable).
122
validitas konstruk, kita harus menunjukkan bukan hanya bahwa sebuah tes
teoretis tetapi juga bahwa tes tersebut tidak berkorelasi secara signifikan dengan
variabel-variabel yang memang berbeda dari tes tersebut. D.T. Campbel dan Fiske
dengan nilai-nilai selanjutnya dalam mata pelajaran matematika akan menjadi contoh
dibuktikan oleh korelasi yang rendah dan tidak signifikan dengan skor-skor pada tes
pemahaman bacaan, karena kemampuan membaca adalah variabel yang tidak relavan
sistematik untuk pendekatan ganda dari validasi konvergen dan diskriminan, yang
dasarnya, prosedur ini menuntut penilaian dua atau lebih sifat oleh dua atau lebih
ditunjukkan oleh tingginya koefisien korelasi di antara skor tes yang mengukur sifat
yang sama, dan validitas diskriminan yang diperlihatkan oleh rendahnya korelasi di
antara skor tes yang mengukur sifat yang berbeda. Ilustrasi dalam matriks 1
A1 B 1 A 2 B 2
A1 ra1a1 r a 1b1 ra1a 2 r a 1b 2
(T ) ( R ) (T ) ( R )
B 1 r b1b1 rb1 a 2 r a 1b1
(T ) ( R ) (T )
A 2 ra 2a 2 ra 2b2
(T ) ( R )
B 2 rb 2b 2
(T )
Keterangan:
T = Tinggi
R = Rendah
metode. Jadi A1 dan A2 melambangkan dua skala yang mengukur sifat yang sama
Sebagai contoh dalam suatu penelitian terdapat tiga sifat yang mewakili tiga ciri
kepribadian yang akan diukur, seperti misalnya (A) dominasi, (B) sosiabilitas, (C)
motivasi prestasi. Ketiga sifat tersebut diukur dengan tiga metode yang berbeda yaitu
124
(1) inventori laporan-diri, (2) sebuah tes projektif dan (3) peringkat kelompok sebaya.
Tabel 3.4
Matriks Multisifat-Multimetode
Metode 1 Metode 2 Metode 3
Sifat A1 B1 C1 A2 B2 C2 A3 B3 C3
A1 (0.89)
Metode Blok monomethod
B1 0.51 (0.89)
1
C1 0.39 0.37 (0.76)
Diagonal reliabilitas
Metode A2 0.57 0.22 0.09 (0.93)
2 B2 0.22 0.57 0.10 0.68 (0.94)
C2 0.11 0.11 0.46 0.59 0.58 (0.84)
A3 0.56 0.22 0.11 0.67 0.42 0.33 (0.94)
Metode
B3 0.23 0.58 0.12 0.43 0.66 0.34 0.67 (0.92)
3
C3 0.11 0.11 0.45 0.34 0.32 0.58 0.58 0.60 (0.85
atas seluruh korelasi antara metode yang sama dalam pengukuran, sedangkan blok
heteromethod terdiri atas seluruh korelasi antara metode yang berbeda dalam
yang berbeda yang diukur dengan metode yang berbeda (dalam segitiga bergaris
yang diukur dengan metode yang sama (dalam segitiga bergaris utuh).
Diagonal validitas terdiri atas koefisien validitas (bilangan tebal, sepanjang tiga
diagonal yang lebih pendek), koefisien validitas tersebut merupakan skor-skor yang
diperoleh dari korelasi antara sifat yang sama metode yang berbeda. Sebagai contoh
diagonal utama). Sebagai contoh, koefisien reliabilitas pertama adalah korelasi antara
sifat A, metode 1 dengan sifat A, metode 1 (korelasi antara A1 - A1 ), atau dengan kata
skor-skor dominasi pada inventori laporan-diri adalah sebesar 0.89, maka pada
126
diagonal utama dalam matriks yang dicantumkan bukanlah nilai korelasi dengan
tinggi dari pada korelasi antara sifat-sifat yang berbeda diukur oleh metode yang
berbeda dan juga lebih tinggi dari pada korelasi antara sifat-sifat yang berbeda
diukur oleh metode yang sama. Sebagai contoh, korelasi antara skor-skor dominasi
dari inventori laporan-diri dan skor-skor dominasi dari tes projektif, seharusnya lebih
tinggi daripada korelasi antara skor dominasi dan skor sosiabilitas dari inventori
laporan diri.
b. Validitas faktorial
hubungan tersebut dalam bentuk kelompok variabel yang terbatas, yang disebut
faktor. Oleh karena itu validitas yang ditegakkan melalui prosedur analisis faktor
dasarnya, adanya koefisien korelasi yang tinggi diantara dua tes menunjukkan bahwa
kedua tes tersebut mengukur suatu faktor yang sama. Dalam prosedur analisis faktor,
tes dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu disebut sebagai tes yang memiliki beban
faktor (factor loading) yang tinggi. Beban faktor merupakan korelasi antara setiap
127
variabel dan faktor, maka cakupan nilainya adalah antara -1.0 sampai 1.0 seperti
setiap variabel. Dengan beban faktor yang tinggi menjadikan variabel terwakili oleh
faktor.
varco (3.2)
Val =
vart
di mana Val adalah validitas; varco variansi-faktor-umum; dan vart variansi total
suatu ukuran. Dengan demikian validitas dipandang sebagai proporsi variansi total
Dalam teori analisis faktor, variansi faktor umum adalah variansi dalam suatu
ukuran yang dimiliki oleh semua faktor. Dengan kata lain variansi faktor umum
adalah variansi yang terdapat dalam dua tes atau lebih. Variansi spesifik yang
disimbolkan dengan varsp adalah variansi dalam suatu ukuran yang hanya dimiliki
oleh variabel tertentu dan tidak dimiliki oleh variabel lain. Jika suatu tes mengukur
ketrampilan yang diukur pula oleh tes-tes lain, maka akan diperoleh variansi faktor
umum dari tes tersebut, sedangkan jika suatu tes mengukur ketrampilan yang tidak
diukur oleh satu pun tes lain, maka akan diperoleh variansi spesifik.
128
var(A) var(B)
varspA varspB
vare vare
var( A ∩ B) = varco
var( A ∩ B) adalah variansi faktor umum. Dalam ilustrasi gambar di atas juga
Dengan demikian validitas dapat dipandang sebagai bagian dari variansi total
yang bukan variansi unik dan variansi galat. Validitas suatu ukuran adalah bagian
dari variansi total suatu ukuran yang mengandung variansi sama dengan ukuran-
ukuran lainnya.
var(B). Maka akan diperoleh variansi faktor umum yaitu dengan menjumlahkan
maka diperoleh
2 2 2 2
h j = a j1 + a j 2 + L + a jm , j = 1,2,L, n
2 2 2
di mana a j1 , a j 2 ,…, a jm adalah kuadrat-kuadrat beban faktor pada variabel ke-j,
2 2
dan h j adalah komunalitas variabel pada variabel ke-j, h j dianggap sebagai variansi
2
faktor umum, maka diperoleh hubungan h j = varco . Oleh sebab itu dapat diperoleh
2 2 2
h j = a j1 + a j 2
130
2 2
var( A) = a1 dan var(B ) = a 2 . Dengan mensubtitusikan persamaan 3.7 ke dalam
persamaan 3.4 maka diperoleh variansi total suatu tes yaitu sebagai berikut:
h2
Proses validasi faktorial yang diperkenalkan oleh Hair, Anderson, Tattham, dan
Black (2006) adalah teknik split sampel dan teknik double sampel.
1. Split Sample
Teknik Split Sample dilakukan dengan membagi jumlah sampel yang diteliti
menjadi dua buah sampel yang sama besar. Kedua sampel tersebut kemudian
dianalisis dengan analisis faktor ulang secara terpisah. Hasil analisis faktor
sebagai metode uji validitas didasari oleh asumsi bahwa data yang sama akan
menghasilkan faktor yang sama karena mengukur suatu domain yang sama
2. Double Sample
yang sama, yaitu sampel utama dan sampel pembanding. Kemudian kedua
sampel dianalisis dengan analisis faktor secara terpisah. Kedua hasil analisis
131
menunjukkan beban faktor yang relatif tinggi sebagaimana beban faktor pada
oleh rendahnya beban faktor bagi data sampel utama yang diuji pada faktor
yang tidak diungkap oleh sampel pembanding. Pengertian ini analog dengan
karena sifatnya boros dan sulit untuk mengumpulkan sampel dalam jumlah
Contoh 3.3.1
menyediakan dua buah sampel yang berbeda yaitu hasil analisis faktor Tes Potensi
Akademik Plus Universitas Sanata Dharma, studi kasus penerimaan mahasiswa baru
penelitian ini. Sampel yang kedua adalah hasil analisis faktor angkatan 2003-2004
sub tes Penalaran Verbal (PV), skor sub tes Kemampuan Numerik (KN), skor sub tes
Penalaran Mekanik (PM), skor sub tes Hubungan Ruang (HR) dan skor sub tes
Bahasa Inggris (BI). Perbandingan kedua sampel ini dijadikan sebagai acuan uji
132
validitas. Berikut ini adalah perbandingan hasil analisis faktor dari kedua sampel
yang berbeda.
Tabel 3.5
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa baik hasil analisis faktor angkatan
faktor yang sama yaitu dua faktor sehingga dapat dikatakan bahwa perbandingan ini
faktor kedua sampel itu menunjukkan perbedaan. Analisis faktor terhadap sampel
BI menyangga faktor 2.
133
faktor. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan karakteristik antara sampel
Secara umum hasil pengujian validitas faktorial kurang memuaskan atau dapat
dikatakan Tes Potensi Akademik Plus Universitas Sanata Dharma khususnya dalam
validitas faktorial, hal ini dikarenakan perbandingan hasil analisis faktor pada sampel
utama dan sampel pembanding memberikan hasil yang tidak konsisten dalam
menyangga faktor walaupun perbandingan antara hasil analisis faktor angkatan 2002-
2003 dengan hasil analisis faktor angkatan 2003-2004 menghasilkan jumlah faktor
yang sama yaitu sebanyak dua faktor sehingga dapat memberikan hasil yang
konsisten dalam mengekstrak jumlah faktor serta dalam hal variabel-variabel yang
menyangga tiap faktor, dari perbandingan antara hasil analisis faktor angkatan 2002-
2003 dengan hasil analisis faktor angkatan 2003-2004 menghasilkan variabel PM dan
menyangga faktor 2.
134
BAB IV
Pada Bab ini akan dibahas mengenai aplikasi pengujian validitas dalam tes yang
mengukur prestasi mengajar dosen Universitas Sanata Dharma serta dalam Tes
Potensi Akademik Plus pada tes penerimaan mahasiswa baru Universitas Sanata
Dharma.
Dalam Bab III telah dipaparkan berbagai metode yang dikembangkan dalam
pengujian validitas. Pertama, validitas isi diuji secara logis atau empiris. Secara logis,
validitas isi diuji dengan mencermati kesesuaian item yang ditulis dengan kisi-
kisinya, baik dilakukan sendiri oleh pengembang alat ukur maupun dimintakan
item dengan kisi-kisi tersebut diuji dengan analisis korelasi item-total untuk melihat
sumbangan item terhadap total variabel. Kedua, validitas kriteria dapat dibagi
menjadi dua berdasarkan kriteria dasar untuk mengujinya yaitu validitas konkuren
dan validitas prediktif. Ketiga, ketepatan konstruksi diuji dengan uji validitas
konstruk. Pengujian dapat dilakukan dengan salah satu dari beberapa metode: matriks
Dalam Bab ini, pengujian kesesuaian item dengan kisi-kisi tes yang mengukur
134
135
sejauhmana tes tersebut benar-benar mengukur sifat yang hendak diukur. Oleh sebab
itu pengujian validitas konstruk menjadi penting untuk dilakukan dalam pengujian
validitas Tes Potensi Akademik Plus. Dalam Bab ini, aplikasi pengujian validitas
dengan analisis faktor digunakan dalam pengujian validitas Tes Potensi Akademik
perkuliahan serta menjadi bahan evaluasi dosen terhadap kinerjanya, maka Pusat
Dharma mengenai tingkat kepuasan terhadap pengajaran yang diberikan oleh dosen
yang mengampu mata kuliah sesuai bidang studinya. Survei dilakukan dengan
menggunakan alat ukur yang berupa kuesioner. Kuesioner tersebut memuat evaluasi
kepuasan mahasiswa. Kuesioner terdiri atas delapan belas item yang telah diuji
validitas isinya berdasarkan penilaian para ahli. Data penelitian berskala interval, skor
P3MP telah melakukan pengujian validitas isi secara logis, yaitu berdasarkan
kesepakatan dari para ahli. Dalam Bab ini, akan dilakukan pengujian validitas isi
korelasi product-moment Pearson, karena data yang diteliti merupakan data yang
dengan totalnya. Item-item dikatakan valid apabila nilai korelasi item total ( rXY )
Data diperoleh dari P3MP berupa hasil survei perkuliahan semester gasal 2008-
2009, data yang akan diuji berupa data sampel, yaitu hasil survei perkuliahan
semester 2008-2009 terhadap dosen. Dari 336 hasil survey perkuliahan, diambil 100
sampel, penarikan sampel dilakukan dengan metode acak sederhana. Metode acak
sederhana merupakan sebuah metode untuk memilih n sampel dari N populasi, dan
setiap elemen dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Dengan
menggunakan tabel acak, maka diperoleh 100 sampel yang akan diuji validitasnya.
Dalam skripsi ini telah dilampirkan data sampel hasil survei perkuliahan semester
windows 15 dan diperoleh hasil korelasi yang telah diringkas dalam bentuk tabel
Tabel 4.1
Item dikatakan valid apabila nilai korelasi item dengan total item lebih tinggi dari
pada nilai-nilai product-moment dalam tabel. Sebaliknya, item dikatakan tidak valid
apabila nilai korelasi item dengan total item lebih rendah dari pada nilai-nilai
product-moment dalam tabel, item yang tidak valid tidak dapat dipakai sebagai item
dalam alat ukur, atau dengan kata lain item tersebut gugur. Jika banyaknya sampel
Dari data dan hasil analisis korelasi dapat disimpulkan bahwa nilai korelasi item
dengan total item seluruhnya lebih dari rtabel = 0.256. Maka dapat disimpulkan bahwa
seluruh item memenuhi syarat validitas isi. Seluruh item merupakan isi dari alat ukur
atau dengan kata lain mengukur sejauhmana alat ukur mengungkap suatu sifat atau
138
konstruk dalam suatu alat ukur, maka dalam sripsi ini akan dilakukan pengujian
validitas konstruk terhadap Tes Potensi Akademik Plus Universitas Sanata Dharma.
sebuah tes psikologi. Tes psikologi yang dipakai dalam proses seleksi mahasiswa
baru adalah Tes Potensi Akademik Plus. Tes Potensi akademik Plus terdiri dari empat
sub tes bakat yang merupakan adaptasi DAT (Differential Aptitude Test), yaitu
teknik atau sains. Selain itu ditambah dengan satu sub tes tambahan, yaitu sub tes
Bahasa Inggris.
Tes Potensi Akademik Plus yang terdiri dari lima sub tes ini memiliki tujuan
dan fungsi ukur yang berlainan satu sama lain. Dari kemampuan ukur yang berbeda-
beda ini, akan dilihat apakah ada faktor atau kemampuan umum yang sama-sama
diukur oleh sub tes- sub tes tersebut. Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut, akan
Data yang akan diuji berupa data sampel yaitu data skor-skor per sub tes Tes
Potensi Akademik Plus calon mahasiswa Universitas Sanata Dharma. Dalam skripsi
ini digunakan dua buah sampel yang berbeda yaitu hasil analisis faktor Tes Potensi
Psikologi angkatan 2002-2003 merupakan sampel utama yang berjumlah 113 sampel.
139
Sampel yang kedua adalah hasil analisis faktor angkatan 2003-2004 yang merupakan
diskripsi mengenai rata-rata dan variansi hasil tes untuk masing-masing variabel dari
Tabel 4.2
Diskripsi Sampel
1. Analisis Faktor pada Tes Potensi Akademik Plus Universitas Sanata Dharma
Berikut akan disajikan hasil proses analisis faktor pada Tes Potensi Akademik
angkatan 2002-2003. Proses analisis faktor dilakukan dengan bantuan program SPSS
a. Matriks Korelasi
Perhitungan matriks korelasi didasarkan atas perhitungan input data yaitu skor
lima (skor per) sub tes dari Tes Potensi Akademik Plus. Perhitungan matriks korelasi
140
Tabel 4.3
PV KN PM HR BI
Correlation PV 1.000 0.259 0.294 0.271 0.248
KN 0.259 1.000 0.247 0.251 -0.005
PM 0.294 0.247 1.000 0.351 0.038
HR 0.271 0.251 0.351 1.000 -0.045
BI 0.248 -0.005 0.038 -0.045 1.000
Hair, Anderson, Tattham, dan Black (2006), menetapkan nilai matriks korelasi yang
signifikan adalah 0.3. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa matriks korelasi dari lima sub
tes TPA Plus memiliki 1 dari 10 korelasi yang signifikan, yaitu antara sub tes
Pemahaman Mekanik dan Hubungan Ruang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sub
adalah menguji tingkat korelasi matriks tersebut. KMO dan Bartlett Test of Sphericity
yang telah diinterkorelasikan. Berikut ini disajikan hasil pengujian KMO dan Bartlett
Test of Sphericity.
141
Tabel 4.4
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of
Sampling Adequacy. .646
Kaiser (1974), salah seorang pencipta pengujian KMO memberi norma besarnya
KMO dan Bartlett Test of Sphericity dalam analisis faktor. Berikut ini disajikan
Tabel 4.5
Berdasarkan hasil output dan norma KMO menurut Kaiser, maka dapat
disimpulkan bahwa matriks korelasi yang disusun dari variabel-variabel yang telah
c. Komunalitas
Tahap ketiga analisis faktor adalah penentuan faktor. Seperti yang telah
digunakan untuk menaksir apakah variabel yang digunakan merupakan ukuran yang
baik (good measure) atau ukuran yang dapat dipercaya (reliable measure) bagi
faktor. Semakin besar nilai suatu komunalitas berarti semakin baik ukuran variabel
tersebut, sebaliknya jika nilai suatu komunalitas semakin kecil maka ukuran variabel
Tabel 4.6
Komunalitas
Initial Extraction
PV 1.000 .630
KN 1.000 .413
PM 1.000 .515
HR 1.000 .565
BI 1.000 .848
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sub tes Penalaran Verbal (0.630), Hubungan Ruang
(0.565), Bahasa Inggris (0.848) dan sub tes Pemahaman Mekanik (0.515) merupakan
variabel yang signifikan dalam menyangga faktor karena memiliki nilai komunalitas
kurang signifikan karena nilai komunalitas dibawah 0.50. Hal ini menunjukkan
bahwa subtes PV, HR, PM dan BI bisa dijadikan indikator yang penting untuk
Total Variance Explained dari output analisis. Output tersebut memuat informasi
penentuan faktor, tabel Total Variance Explained ini juga dapat digunakan sebagai
acuan, selain dengan menggunakan scree plot dan eigenvalues. Berikut ini disajikan
Tabel 4.7
Compo
nent
(factor) Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
% of Cumulative % of
Total Variance % Total Variance Cumulative %
1 1.856 37.125 37.125 1.856 37.125 37.125
2 1.115 22.299 59.423 1.115 22.299 59.423
3 .783 15.653 75.076
4 .647 12.938 88.014
5 .599 11.986 100.000
Bilangan yang dicetak tebal adalah batas maksimal faktor yang dapat diekstrak.
Faktor yang dianjurkan untuk digunakan adalah faktor yang memiliki total variansi
(eigenvalue) minimal 1.00, dibawah itu dianggap kurang baik (Hair et.al, 2006:120).
Dari penjelasan tersebut, terdapat dua faktor yang dapat diungkap oleh TPA Plus,
yaitu kedua faktor tersebut memiliki kumulatif presentase varians pada faktor 2
144
sebesar 59.423%. Nilai tersebut dibandingkan dengan kriteria nilai ideal yang
ditetapkan Hair, Anderson, Tattham, dan Black (2006) yaitu 60% (Hair et.al,
2006:120), menunjukkan hasil analisis faktor yang kurang baik akan tetapi telah
e. Scree Plot
Scree Plot merupakan salah satu hasil yang diperoleh dari analisis faktor. Dalam
menggunakan scree plot dan eigenvalue dengan nilai lebih dari satu. Perpotongan
antara grafik scree test dengan garis eigenvalue tersebut mengindikasikan jumlah
faktor maksimal yang dapat diekstrak. Berikut ini ditampilakan grafik scree plot:
Scree Plot
2.0
1.8
1.6
Eigenvalue
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
1 2 3 4 5
Component Number
Dari grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang berhasil
diekstrak berdasarkan kriteria perpotongan grafik scree test dan eigenvalue di atas,
145
yaitu faktor 1 sebesar 1.82 dan faktor 2 sebesar 1.05. Hal tersebut dikarenakan kedua
(tabel yang menampilkan beban faktor dari semua variabel di tiap faktor) yang tidak
dirotasi untuk membantu dalam mencapai sebuah indikasi pendahuluan dari jumlah
faktornya maka variabel dapat dikatakan menyangga suatu faktor dengan baik.
Tabel 4.8
Faktor
1 2
PM .704 -.141
PV .698 .377
HR .679 -.323
KN .612 -.196
BI .194 .900
Beban faktor yang dicetak tebal adalah beban faktor yang signifikan. Dari tabel 4.6
terdapat beberapa nilai beban faktor yang signifikan menyangga faktor. Contoh, sub
146
tes Bahasa Inggris secara signifikan menyangga faktor 2, karena memiliki nilai beban
faktor yang tinggi pada faktor 2 yaitu 0.900, dan tidak signifikan dalam menyangga
faktor 1 karena memiliki nilai beban faktor sebesar 0.194. Hal ini menunjukkan
saat pengukuran, maka matriks faktor yang telah diperoleh harus dikenai rotasi
dalam menyangga faktor dapat diminimalkan. Sesuai dengan tujuan dari penelitian,
secara matematis telah dijelaskan dalam Bab II. Program SPSS for windows 15 telah
menyediakan beberapa metode rotasi faktor, salah satunya adalah dengan rotasi
VARIMAX. Rotasi VARIMAX merupakan salah satu jenis metode rotasi orthogonal.
Berikut ini adalah tabel matriks faktor yang telah dirotasi dengan rotasi orthogonal
jenis VARIMAX.
147
Tabel 4.9
Faktor
1 2
HR .749 -.068
PM .709 .111
KN .642 .028
BI -.129 .912
PV .525 .595
Beban faktor yang dicetak tebal adalah yang signifikan. Dari table dapat terlihat
bahwa sub tes Hubungan Ruang, Penalaran Mekanik, dan Kemampuan Numerik
secara signifikan menyangga faktor 1 karena memiliki beban faktor yang tinggi pada
faktor 1 dan beban faktor yang rendah pada faktor 2, sedangkan sub tes Penalaran
Verbal dan Bahasa Inggris secara signifikan menyangga faktor 2, karena memiliki
beban faktor yang tinggi pada faktor 2 dan beban faktor yang rendah pada faktor 1.
Matriks faktor yang telah dirotasi jenis VARIMAX menjadi acuan pemberian
nama faktor. Hair, Anderson, Tattham, dan Black (2006) mengungkapkan bahwa
suatu variabel yang memiliki nilai beban faktor yang paling besar akan memberikan
sumbangan yang besar pula dalam proses pemberian nama faktor tersebut.
Pemberian nama faktor juga mengacu pada definisi kawasan ukur dari sub tes
Tes Potensi Akademik Plus yang akan menjadi penyangga faktor yang akan diberi
148
nama agar lebih mudah dalam memberi nama faktor. Contoh faktor 2 didukung oleh
dua variabel yaitu Penalaran Verbal (PV) dan Bahasa Inggris (BI). Ini berarti kedua
konsep yang dirumuskan dalam kata-kata serta kemampuan dalam tata bahasa
terutama kemampuan Bahasa Inggris. Berikut adalah tabel pemberian nama faktor
Tabel 4.10
Beban
Faktor Variabel Deskripsi Variabel Nama Faktor
Faktor
Tes yang menukur kemampuan
memvisualisasi bangun objek
berdasarkan gambar pola,
HR 0.749
sehingga dapat diketahui
kemampuan berpikir secara
spasial.
Mekanik-
Tes yang mengukur kemampuan
1 Matematika
memahami prinsip mekanika dan
PM 0.709 (Non Verbal)
fisika dalam aneka kehidupan
sehari-hari.
Tes yang mengukur kemampuan
dan pemahaman terhadap
KN 0.642
hubungan numerik dan kefasihan
menangani konsep numerik.
149
Proses validitas yang diperkenalakan oleh Hair, Anderson, Tattham, dan Black
(2006) adalah teknik Split Sample atau teknik membagi dua bagian dari sampel yang
sedang dianalisis dan teknik Double Sampel atau teknik yang menyediakan dua buah
sampel untuk dianalisis lalu dibandingkan. Dalam skripsi ini, pengujian validitas
faktorial akan digunakan teknik Double Sampel. Telah disediakan dua buah sampel
yang berbeda yaitu hasil analisis faktor Tes Potensi Akademik Plus Universitas
Sanata Dharma pada penerimaan mahasiswa baru Fakultas Psikologi angkatan 2002-
2003 yang merupakan sampel utama. Sampel yang kedua adalah hasil analisis faktor
digunakan yaitu skor sub tes Penalaran Verbal (PV), skor sub tes Kemampuan
150
Numerik (KN), skor sub tes Penalaran Mekanik (PM), skor sub tes Hubungan Ruang
(HR) dan skor sub tes Bahasa Inggris (BI). Perbandingan kedua sampel ini dijadikan
sebagai acuan uji validitas. Berikut ini adalah perbandingan hasil analisis faktor dari
Tabel 4.11
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa baik hasil analisis faktor angkatan
faktor yang sama yaitu dua faktor sehingga dapat dikatakan bahwa perbandingan ini
memberikan hasil yang konsisten dalam mengekstrak jumlah faktor. Beban faktor
variabe PV, KN, PM, HR dan BI bernilai relatif tinggi dalam menyangga faktor pada
kedua data sampel, hal ini menunjukkan bahwa data sampel utama memiliki beban
faktor yang relatif tinggi sebagaimana beban faktor pada sampel pembanding. Dalam
hal variabel-variabel yang menyangga tiap faktor, hasil analisis faktor kedua sampel
itu menunjukkan hasil yang sama. Analisis faktor terhadap sampel angkatan 2002-
151
dilakukan rotasi faktor karena hasil faktor tanpa dirotasi sudah menunjukkan
pengelompokkan faktor yang baik. Baik dalam hal ini berarti nilai beban faktor pada
Dalam hal penggolongan variabel ke dalam faktor, data sampel angkatan 2002-
dalam faktor-faktor dengan benar, kelima variabel dapat digolongkan ke dalam dua
faktor, yaitu faktor kemampuan non verbal (faktor 1) dan faktor kemampuan verbal
(faktor 2).
analisis faktor angkatan 2003-2004 menghasilkan jumlah faktor yang sama yaitu
sebanyak dua faktor sehingga dapat memberikan hasil yang konsisten dalam
mengekstrak jumlah faktor. Data sampel utama memiliki beban faktor yang relatif
tinggi sebagaimana beban faktor pada sampel pembanding. Dalam hal variabel-
variabel yang menyangga tiap faktor, dari perbandingan antara hasil analisis faktor
Akademik Plus khususnya pada data sampel penerimaan mahasiswa baru Fakultas
152
hasil yang memuaskan berdasarkan pengujian validitas faktorial, dengan kata lain tes
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
dalam ilmu pengukuran. Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
ketepatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dari cara dan estimasinya
yang disesuaikan dengan sifat dan fungsi setiap tes, tipe validitas pada umumnya
digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content validity (validitas isi), criterion-
Universitas Sanata Dharma serta dalam Tes Potensi Akademik Plus pada tes
informasi yang berguna dalam penggunaan alat ukur pada tahun ajaran berikutnya.
Melalui pengujian validitas isi dengan metode korelasi item-total maka dapat
diperoleh informasi bahwa semua item dalam tes yang mengukur prestasi mengajar
dosen Universitas Sanata Dharma terbukti valid. Tes Potensi Akademik Plus
angkatan 2002-2003 serta data sampel angkatan 2003-2004 memberikan hasil yang
153
154
memuaskan berdasarkan pengujian validitas faktorial, dengan kata lain tes tersebut
B. Saran
Pengujian validitas dalam skripsi ini, dibahas secara mendalam hanya pada
pengujian validitas faktorial. Akan lebih baik jika skripsi ini bisa dikembangkan
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi, Anne dan Urbina Susan. (1997). Tes Psikologi. Jakarta: PT.
Prenhallindo.
Hair, F. Joseph et al. (1995). The Multivariate Data. Analysis with Readings.
Sixth Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.
7 Kedisiplinan dosen
No PV KN PM HR BI
1 8 9 2 6 7
2 9 8 7 7 8
3 7 10 7 8 9
4 7 10 6 6 8
5 9 8 4 6 8
6 9 4 7 6 6
7 8 10 9 6 4
8 7 8 9 5 8
9 9 10 8 6 5
10 8 10 10 7 6
11 7 8 9 6 8
12 8 10 8 6 8
13 8 10 8 7 7
14 6 10 5 5 8
15 7 9 10 6 5
16 6 7 10 7 7
17 8 6 7 4 9
18 8 7 8 6 9
19 7 10 7 7 6
20 7 9 8 6 8
21 9 5 7 9 6
22 9 10 7 9 8
23 10 7 7 6 7
24 8 6 8 8 6
25 8 8 6 6 6
26 6 10 9 7 6
27 7 10 8 10 5
28 6 10 7 6 6
29 7 6 6 4 10
30 7 5 7 8 9
31 9 6 7 6 8
32 10 10 8 10 6
33 8 9 5 6 7
34 8 9 10 7 7
35 8 10 7 8 4
No PV KN PM HR BI
36 10 10 9 7 8
37 8 7 9 7 9
38 9 9 7 8 7
39 7 8 5 7 3
40 9 10 6 10 8
41 7 8 3 5 8
42 7 10 9 7 5
43 7 8 5 4 9
44 10 10 9 6 9
45 6 8 7 6 8
46 7 6 6 6 6
47 7 9 5 8 6
48 6 8 5 4 7
49 8 8 5 5 7
50 7 10 10 6 6
51 8 7 7 8 5
52 7 7 8 7 8
53 6 7 4 7 7
54 7 10 7 6 7
55 7 5 6 7 9
56 7 8 7 6 8
57 7 6 6 9 6
58 6 9 6 6 7
59 7 8 6 3 8
60 7 7 9 7 5
61 8 6 6 8 7
62 7 7 8 4 6
63 7 5 9 8 9
64 9 7 6 3 7
65 8 7 5 3 8
66 8 5 8 7 9
67 8 5 8 8 6
68 7 8 7 6 5
69 7 5 7 7 8
70 7 7 9 6 5
71 7 5 9 8 9
72 8 3 6 4 10
73 7 7 5 7 7
74 8 8 8 7 7
75 6 6 5 7 7
76 7 5 5 6 9
77 7 8 5 6 5
78 6 10 7 8 9
No PV KN PM HR BI
79 7 7 6 7 7
80 7 8 6 4 8
81 7 7 5 6 7
82 7 6 6 7 7
83 7 7 5 5 5
84 8 7 7 6 9
85 7 6 3 5 9
86 7 7 6 6 8
87 7 8 5 7 6
88 7 6 3 6 6
89 4 7 5 6 9
90 7 6 8 3 6
91 7 5 5 7 6
92 9 5 6 4 7
93 7 6 7 6 8
94 8 8 7 5 7
95 7 5 8 6 8
96 7 5 5 6 8
97 6 8 4 4 7
98 7 6 5 6 6
99 7 7 5 4 8
100 7 7 7 6 8
101 7 7 8 7 7
102 7 8 7 8 7
103 7 4 7 6 7
104 7 5 8 8 7
105 7 7 2 4 7
106 7 6 5 7 5
107 7 6 5 3 8
108 5 7 4 5 7
109 8 7 9 7 9
110 7 6 7 6 5
111 4 1 5 3 3
112 2 2 3 3 1
113 10 7 7 6 9
Lampiran 4
No PV KN PM HR BI
1 8 9 2 6 7
2 9 8 7 7 8
3 7 10 7 8 9
4 7 10 6 6 8
5 9 8 4 6 8
6 9 4 7 6 6
7 8 10 9 6 4
8 7 8 9 5 8
9 9 10 8 6 5
10 8 10 10 7 6
11 7 8 9 6 8
12 8 10 8 6 8
13 8 10 8 7 7
14 6 10 5 5 8
15 7 9 10 6 5
16 6 7 10 7 7
17 8 6 7 4 9
18 8 7 8 6 9
19 7 10 7 7 6
20 7 9 8 6 8
21 9 5 7 9 6
22 9 10 7 9 8
23 10 7 7 6 7
24 8 6 8 8 6
25 8 8 6 6 6
26 6 10 9 7 6
27 7 10 8 10 5
28 6 10 7 6 6
29 7 6 6 4 10
30 7 5 7 8 9
31 9 6 7 6 8
32 10 10 8 10 6
33 8 9 5 6 7
34 8 9 10 7 7
35 8 10 7 8 4
No PV KN PM HR BI
36 10 10 9 7 8
37 8 7 9 7 9
38 9 9 7 8 7
39 7 8 5 7 3
40 9 10 6 10 8
41 7 8 3 5 8
42 7 10 9 7 5
43 7 8 5 4 9
44 10 10 9 6 9
45 6 8 7 6 8
46 7 6 6 6 6
47 7 9 5 8 6
48 6 8 5 4 7
49 8 8 5 5 7
50 7 10 10 6 6
51 8 7 7 8 5
52 7 7 8 7 8
53 6 7 4 7 7
54 7 10 7 6 7
55 7 5 6 7 9
56 7 8 7 6 8
57 7 6 6 9 6
58 6 9 6 6 7
59 7 8 6 3 8
60 7 7 9 7 5
61 8 6 6 8 7
62 7 7 8 4 6
63 7 5 9 8 9
64 9 7 6 3 7
65 8 7 5 3 8
66 8 5 8 7 9
67 8 5 8 8 6
68 7 8 7 6 5
69 7 5 7 7 8
70 7 7 9 6 5
71 7 5 9 8 9
72 8 3 6 4 10
73 7 7 5 7 7
74 8 8 8 7 7
75 6 6 5 7 7
76 7 5 5 6 9
77 7 8 5 6 5
78 6 10 7 8 9
No PV KN PM HR BI
79 7 7 6 7 7
80 7 8 6 4 8
81 7 7 5 6 7
82 7 6 6 7 7
83 7 7 5 5 5
84 8 7 7 6 9
85 7 6 3 5 9
86 7 7 6 6 8
87 7 8 5 7 6
88 7 6 3 6 6
89 4 7 5 6 9
90 7 6 8 3 6
91 7 5 5 7 6
92 9 5 6 4 7
93 7 6 7 6 8
94 8 8 7 5 7
95 7 5 8 6 8
96 7 5 5 6 8
97 6 8 4 4 7
98 7 6 5 6 6
99 7 7 5 4 8
100 7 7 7 6 8
101 7 7 8 7 7
102 7 8 7 8 7
103 7 4 7 6 7
104 7 5 8 8 7
105 7 7 2 4 7
Lampiran 5
Fakultas Paikologi
1. Matriks Korelasi
Correlation Matrix
PV KN PM HR BI
Correlatio PV 1.000 .076 .190 .150 -.019
n KN .076 1.000 .183 .144 -.248
PM .190 .183 1.000 .300 -.093
HR .150 .144 .300 1.000 -.197
BI -.019 -.248 -.093 -.197 1.000
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of
Sampling Adequacy. .616
Communalities
Extractio
Initial n
PV 1.000 .555
KN 1.000 .511
PM 1.000 .541
HR 1.000 .470
BI 1.000 .646
Componen
t Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
% of Cumulative % of Cumulative
Total Variance % Total Variance %
1 1.661 33.226 33.226 1.661 33.226 33.226
2 1.063 21.251 54.477 1.063 21.251 54.477
3 .843 16.859 71.336
4 .784 15.672 87.008
5 .650 12.992 100.000
5. Scree Plot
Scree Plot
1.75
1.50
Eigenvalue
1.25
1.00
0.75
1 2 3 4 5
Component Number
Component Matrix(a)
Component
1 2
HR .673 .131
PM .658 .329
KN .572 -.429
PV .422 .614
BI -.520 .614
LAMPIRAN 6