Anda di halaman 1dari 31

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN VI
“MENENTUKAN KECEPATAN FILTRASI GLOMERULAR”

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUHAMMAD FAISAL


STAMBUK : G 701 18 125
KELAS/KELOMPOK : A / II (DUA)
HARI/TANGGAL : KAMIS, 15 APRIL 2021
ASISTEN : IDRIS

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang

Keseluruhan proses atau kejadian yang dialami molekul obat mulai saat
masuknya obat ke dalam tubuh sampai keluarnya obat tersebut dari dalam
tubuh, disebut proses farmakokinetik. Jadi melalui berbagai tempat
pemberian obat, misalnya pemberian obat melalui alat cerna atau diminum
(peroral), otot-otot rangka (intramuskuler), kulit (topikal), paru-paru
(inhalasi), molekul obat masuk ke dalam cairan intra vaskuler setelah melalui
beberapa dinding (barrier) dan disebarkan ke seluruh tubuh serta mengalami
beberapa proses. Pada umumnya obat baru dikeluarkan (ekskresi) dari dalam
tubuh setelah mengalami biotransformasi di hepar (Noviani, 2017).

Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan ginjal
dalam bentuk utuh atau dalam bentuk metabolitnya. Fungsi ginjal mengalami
kematangan pada usia 6-12 bulan dan setelah dewasa menurun 1% per tahun.
Ekskresi obat utama yang kedua adalah melalui empedu kedalam usus dan
keluar bersama feses. Obat hasil metabolisme yang dikeluarkan melalui
empedu dapat diuraikan oleh flora usus menjadi obat awal yang dapat diserap
kembali dari usus kedalam aliran darah yang disebut siklus enterohepatik.
Ekskresi obat diginjal melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubuler. Pada
keadaan kerusakan ginjal biasanya filtrasi melalui glomeruli akan berkurang
(Indijah, 2016).

Aplikasi dalam bidang farmasi, yaitu dengan mempelajari farmakokinetika


yang termasuk didalamnya terdapat proses ekskresi kita dapat mengetahui
bahwa obat didalam tubuh manusia akan melalui berbagai proses sebelum
dieliminasi keluar dari tubuh. Obat-obat yang diekskresikan terutama melalui
ginjal akan melalui filtrasi plasma glomerular dimana proses ini berperan
sangat penting dalam penentuan dosis maupun interval obat nantinya
sehingga kita perlu mengetahui hal-hal mengenai terjadinya filtrasi plasma
melalui glomerular termasuk proses penentuan kecepatannya. Hal inilah yang
melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.
B. Maksud Percobaan

Memahami keadaan fungsi ginjal dengan menentukan kecepatan fungsi


glomerular (Glomerular Filtration Rate = GFR).

C. Tujuan Percobaan

Mengetahui keadaan fungsi ginjal dengan menentukan kecepatan fungsi


glomerular (Glomerular Filtration Rate = GFR).

D. Manfaat Percobaan

Memahami dan mengetahui keadaan fungsi ginjal dengan menentukan


kecepatan fungsi glomerular (Glomerular Filtration Rate = GFR).

E. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini yaitu melakukan pengamatan kecepatan fungsi
glomelular pada hewan uji kucing betina yang telah dianastesi ketamin
dengan rute pemberian intramuskular, dan pemberian infus berisi larutan
glukosa secara intravena bersamaan pengambilan urin setelah 30 menit pada
saluran kemih, serta pengambilan darah kucing yang akan disentrifugasi
untuk mendapatkan nilai kadar urine dan serum lalu dianalisis kadar
kreatininnya dengan panjang gelombang 540 nm menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis.
F. Tinjauan Pustaka

Obat adalah senyawa kimia unik yang dapat berinteraksi secara selektif
dengan sistem biologi. Obat dapat memicu suatu sistem dan menghasilkan
efek, dapat menekan suatu sistem, atau tidak berinteraksi secara langsung
dengan suatu sistem, tetapi dapat memodulasi efek dari obat lain. Untuk dapat
menghasilkan efek, obat harus melewati berbagai proses yang menentukan,
yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasinya. Namun, yang
terpenting adalah bahwa obat harus dapat mencapai tempat aksinya (Ikawati,
2018).

Obat bebas yang tidak berkaitan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh
ginjal. Sekali obat dilepaskan bebas dan akhirnya akan diekskresikan melalui
urin. PH urin mempengaruhi ekskresi obat, pH urin bervariasi dari 4,5 sampai
8. Urin yang asam meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa
lemah. Aspirin, suatu asam lemah, diekskresi dengan cepat dalam urin yang
basa.Jika seseorang meminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium
bikarbonat dapat diberikan untuk mengubah pH urin menjadi basa. Juice
cranberry dalam jumlah yang banyak dapat menurunkan pH urin, sehingga
terbentuk urin yang asam. Farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap
fisiologi dan biokimia selular dan mekanisme kerja obat. Respons obat dapat
menyebabkan efek fisiologi primer atau sekunder atau kedua-duanya
(Nuryati, 2017).

Menurut Indijah W.S & Fajri P (2016), ekskresi melalui ginjal melibatkan 3
proses:
a. Filtrasi glomerulus, menghasilkan ultra filtrat, yaitu plasma minus
protein. Jadi semua obat bebas akan keluar dalam ultra filtrat, sedangkan
yang terikat protein tetap tinggal dalam darah.
b. Reabsorbsi, reabsorbsi pasif terjadi disepanjang tubulus untuk bentuk-
bentuk nonion obat yang larut dalam lemak. Oleh karena itu, derajat
ionisasi tergantung dari pH larutan. Fenomena ini dimanfaatkan untuk
pengobatan keracunan suatu obat asam atau basa. Ditubulus distal juga
terdapat protein transporter untuk reabsorbsi aktif dari lumen tubulus
kembali kedarah untuk senyawa endogen.
c. Sekresi aktif, dari darah menuju tubulus proksimal terjadi melalui
transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-
resistence protein) dengan selektivitas yang berbeda, yaitu MRP untuk
anion organik dan konjugat (penisilin, probenesid, glukoronat, dan lain-
lain) dan P-gp untuk kation organik dan zat netral (kuinidin, digoksin,
dan lain-lain). Oleh karena itu, terjadi kompetisi antara asam-asam
organik maupun basa-basa organik.

Laju filtrasi glomerulus digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui


besarnya kerusakan ginjal karena filtrasi glomerulus merupakan tahap awal
dari fungsi nefron. Besarnya laju filtrasi glomerulus sama dengan klirens
suatu bahan yang difiltrasi secara bebas oleh glomerulus, tidak direabsorbsi
dan tidak disekresi oleh tubulus ginjal. Klirens yaitu volume darah atau
plasma yang dibersihkan dari bahan tertentu oleh ginjal dalam satu satuan
waktu (Rahmawati, 2018).

Banyak faktor yang mempengaruhi nilai laju filtrasi glomerulus (GFR)


seseorang salah satunya adalah faktor usia. Semakin bertambahnya umur
manusia akan mempengaruhi fisiologis organ ginjal. Faktor kedua yang
berpengaruh terhadap laju fi ltrasi glomerulus/ GFR adalah jenis kelamin.
Faktor jenis kelamin laki laki sangat beresiko terjadinya gangguan fungsi
ginjal, hal ini disebabkan struktur dan anatomi saluran perkemihan yang
panjang dan juga aliran urine yang lama, sehingga beresiko menempelnya
sampah atau sisa metabolisme pada saluran kemih. Faktor ketiga yang
mempengaruhi laju filtrasi glomerulus adalah berat badan, penambahan berat
badan karena cairan (overfluid) menjadi salah satu prognosis gagal ginjal
yang mempengaruhi waktu survival, artinya semakin besar penambahan berat
badan maka semakin rendah tingkat keselamatan. at secara berkala. Faktor
yang mempengaruhi kemampuan fungsi ginjal juga ditentukan oleh kadar
kreatinin serum, menurunnya laju filtrasi glomerulus rate berdampak pada
menurunnya kadar klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum.
Kreatinin merupakan produk fraksi protein (kreatin) yang digunakan sebagai
energi didalam otot (Martono, 2014).

G. Uraian Bahan

1. Aquadest ( FI Edisi III, 1979 ; 96)


Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O/ 18,02
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


memiliki rasa
Kelarutan : -
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan kadar : -

2. Larutan Glukosa (FI IV, 1995; 300)


Nama resmi : DEXTROSUM
Nama lain : Dekstrosa/Glukosa
RM/BM : C6H12O6.H2O/ 198,17 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau


serbuk granul putih, tidak berbau rasa manis
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut
dalam air mendidih, larut dalam etanol
mendidih, sukar larut dalam etanol.
Kegunaan : Zat tambahan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

3. Asam Sulfat (FI edisi III,1979)


Nama resmi : SULFURIC ACID
Nama lain : Asam Sulfat
RM/BM : H2SO4/98,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih seperti minyak; tidak


berwarna; bau sangat tajam dan korosif,
Bobotjenis lebih kurang 1,84.
Kegunaan : Zat tambahan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari 95,0% dan
tidak lebih dari 98,0% H2SO4.

4. Natrium Hidroksida (FI Edisi III, 1979;412)


Nama resmi : NATRII HIDROCIDUM
Nama lain : Natrium Hidroksida
RM/BM : NaOH/40,00
Rumus struktur :

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau


keping, kering, keras, rapuh dan menunjukkan
susunan hablur; putih, mudah meleleh basah.
Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap
karbondioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%)
P.
Kegunaan : Zat tambahan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Persyaratan kadar : Natrium hidroksida mengandung tidak kurang
dari 25% NaO.

H. Uraian Sampel

1. Natrium Pentobarbital (Mims, 2021)


Indikasi : Epilepsi
Kontraindikasi : Dewasa: PO Hypnotic 100-200 mg sebelum
tidur. Sedasi 20-40 mg 2-4 kali sehari.
Hipnotis Awal: 100 mg, lalu tingkatkan
menjadi 200-500 mg. IM Hipnotis 150-200
mg. Rektal Hipnotis 120-200 mg.
Dosis : Dewasa: Hypnotic : 100-200 mg sebelum
tidur. Sedasi 20-40 mg 2-4 kali sehari. IV
Hipnotis Awal: 100 mg, lalu tingkatkan
menjadi 200-500 mg. Hipnotis 150-200 mg.
Rektal Hipnotis 120-200 mg.
Efek samping : Mengantuk, mengantuk, pusing, gelisah,
insomnia hipotensi, apnea, depresi
pernapasan, bronkospasme, laringospasme,
bradikardia, depresi SSP, ketergantungan
fisik dan psikologis, gangguan kejiwaan,
kebingungan, halusinasi, mimpi buruk,
kelainan berpikir, sinkop, hiperkinesia,
ataksia, agitasi, gugup, mual, muntah,
sembelit, nyeri di tempat inj
Farmakokinetik : Absorbsi : Diserap dengan baik di saluran.
Waktu untuk konsentrasi plasma puncak : 60
menit.
Distribusi : Pengikatan protein plasma kira-
kira 60-70%.
Metabolisme : Terutama Metabolisme hati
terutama oleh hidroksilasi menjadi metabolit
tidak aktif.
Mekanisme kerja : Pentobarbital adalah barbiturat yang
terutama digunakan sebagai obat penenang
dan hipnotik. Telah disarankan bahwa efek
farmakologisnya adalah karena propertinya
untuk meningkatkan aktivitas GABA dengan
mengubah transmisi sinaptik penghambat
yang dimediasi reseptor GABA.
Golongan Obat : Obat keras

I. Klasifikasi Hewan Uji

1. Kucing (Felis catus) (Animal Devirsity Web, 2021)


Kingdom : Animalia
Fillum : Chordata
Sub Fillum : Vertebrata
Kelas : Sarcopteriygii
Ordo : Carnivora
Family : Felidae
Genus : Felis
Spesies : Felis catus

J. Spesifikasi Hewan Uji

Kucing (Felis catus) (Healthynex, 2021)


Umur : 9-10 bulan
Berat badan : 2 kg
K. Prosedur kerja (Tim Dosen, 2021)
1. Hewan coba dianestesi dengan natrium pentobarbital 5% secara intravena
dengan dosis 30 mg/kg berat badan.
2. Untuk membuat diuresis lakukan infusi dengan larutan glukosa 5%
intravena dengan dosis 20 mg/kg berat badan selama 30 menit dan
dilakukan terus selama perlakuan, dengan kecepatan tetesan infus yang
rendah.
3. Hewan coba disuntik subkutan dengan larutan kreatinin 10% sebanyak
20 ml.
4. Tiga puluh menit kemudian, masukkan keteter ke dalam saluran kencing
dan suntikan 10 ml udara, dan tekantekan abdomennya untuk
menghilangkan sisa urin didalam kandung kemih.
5. Segera setelah kandung kemih kosong saat ini dicatat sebagai t=0 menit,
setiap urin yang keluar ditampung.
6. Tepat 15 menit kemudian ambil darah vena sebanyak 6 ml dan sentrifus
untuk mendapatkan serumnya. Catat waktu ini sebagai midpoint
sampling.
7. Tepat 30 menit dari awal penampungan urin, kosongkan kandung kemih
dengan menekan abdomen, (t=30 menit). Setiap urin yang baru
ditampung dicampur dengan urin yang ditampung sebelumnya.
8. Kadar kreatinin dalam darah atau serum dan urin dianalisis dengan cara
sebagai berikut:
a. Ke dalam tabung sentrifus masukkan berturut-turut 2ml air suling dan
2 ml H2SO 0,33 N, kemudian campur baik-baik, kemudian 2 ml
serum dancampur lagi dengan baik. Ke dalam campuran ini
tambahkan 2 ml Na tungstat 5%, campur baik-baik, kemudian
sentrifus (Pengenceran 1:4)4
b. Encerkan 4 ml urin hingga 100 ml dengan air suling, kemudian ambil
lagi 4 ml dari pengenceran ini dan encerkan lagi hingga 25 ml.
c. Siapkan 4 tabung reaksi:
- Tabung 1 diisi dengan 4 ml urin hasil pengenceran terakhir
- Tabung 2 dengan 1 ml serum bebas protein ditambah 3 ml air
suling
- Tabung 3 dengan 4 ml larutan kreatinin standar.
- Tabung 4 dengan 4 ml air suling. Kemudian ke dalam tiap tabung
tambahkan 1,5 ml larutan asam pikrat jenuh dan 0,5 ml NaOH
10%. Campur baik-baik dan diamkan selama 15-20 menit.Ukur
pada panjang gelombang 540 nm.
d. Bersihkan kreatinin dihitung dengan rumus:
Dimana:
Cu = kadar kreatinin dalam urin (mg/ml)
Cp = kadar kreatinin dalam plasma (mg/ml)
Cr = Creatinin Clearance (bersihan kreatinin dalam ml/menit)

L. Alat dan Bahan

L.1 Alat
1. Timbangan
2. Kateter
3. Mouth block
4. Sentrifus
5. Spektrofotometer
6. Lap kasar
7. Spidol
8. Alat tulis
9. Pipet
10. Pengaduk
11. Sarung tangan
12. Stopwatch
13. Kandang
14. Selang infus
15. Gelas kimia
16. Erlenmeyer
17. pencukur rambut
18. Spot injeksi

L.2 Bahan
1. Aquadest
2. Alkohol
3. Kapas
4. Koran
5. Handscoon
6. Masker
7. Larutan glukosa
8. Asam sulfat
9. Natrium hidroksida

L.3 Sampel
1. Natrium pentobarbital

L.4 Hewan Uji


1. Kucing (Felis catus)

M. Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang kucing yang mau digunakan.
3. Dianastesi kucing
4. Dicukur bulu kucing pada bagian kaki
5. Dipasang infus pada vena kaki kucing
6. Dipasang kateter disaluran kemih selama 30 menit
7. Disuntikan dispo yang berisi udara pada abdomen
8. Ditampung urin kucing
9. Diambil darah pada bagian kaki kucing
10. Disentrifugasi
11. Dihitung gram kreatinin, Cp, ClCr
12. Diukur absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
13. Diamati dan dicatat hasil absorbansinya

N. Skema kerja

Alat dan Bahan


-dianastesi

Hewan Uji kucing

-dicukur

Bulu pada bagian kaki


-dipasang infus

Vena kaki kucing

-dikateter

Saluran kemih kucing


setelah 30 menit
-disuntikan/ditekan

Dispo berisi udara pada


abdomen
-ditampung

Urin
-diambil
Darah pada kaki kucing

-Disentrifuge
-dihitung
Absorbansi dengan
spektrometer
O. Hasil pengamatan
1. Tabel Pengamatan

No Sampel Kadar (mg/ml)


1 Urine 0,2
2 Serum 0,5

2. Analisis Data
a. Gram Uratinin =

= 2 gram

b. CP =

= 800 mg/ml

c. CLCR =

= 0,00016 ml/menit
P. Pembahasan
Laju filtrasi glomerulus digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui
besarnya kerusakan ginjal karena filtrasi glomerulus merupakan tahap awal
dari fungsi nefron. Besarnya laju filtrasi glomerulus sama dengan klirens
suatu bahan yang difiltrasi secara bebas oleh glomerulus, tidak direabsorbsi
dan tidak disekresi oleh tubulus ginjal. Klirens yaitu volume darah atau
plasma yang dibersihkan dari bahan tertentu oleh ginjal dalam satu satuan
waktu (Rahmawati, 2018).

Tujuan pada percobaan ini ialah untuk mengetahui keadaan fungsi ginjal
dengan menentukan kecepatan glomerular (Glomerular Filtration Rate GFR).

Prinsip percobaan ini yaitu melakukan pengamatan kecepatan fungsi


glomelular pada hewan uji kucing betina yang telah dianastesi ketamin
dengan rute pemberian intramuskular, dan pemberian infus berisi larutan
glukosa secara intravena bersamaan pengambilan urin setelah 30 menit pada
saluran kemih, serta pengambilan darah kucing yang akan disentrifugasi
untuk mendapatkan nilai kadar urine dan serum lalu dianalisis kadar
kreatininnya dengan panjang gelombang 540 nm menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis.

Cara kerja, pada percobaan ini yaitu disiapkan alat dan bahan serta hewan uji
terlebih dahulu. Ditimbang hewan uji yang akan kita gunakan. Dicukur bulu
pada bagian kaki Kucing. Dilakukan anastesi hewan uji Kucing berupa
penyuntikan secara intamuskular sebanyak 0,25ml pada bagian kaki Hewan
uji. Setelah obatnya bereaksi, dipasang infus pada vena kaki Kucing Dikateter
saluran kemih Kucing setelah 30 menit Disuntikan dan ditekan dispo berisi
udara pada bagian abdomen lalu ditampung urin. Kemudian diambil darah
pada kaki Kucing. Selanjutnya disentifuge dan dihitung absorbansi dengan
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis Lalu, diamati dan dicatat hasil
pengamatan.
Alasan perlakuan penimbang kucing sebelum dilakukan pengujian adalah
agar dapat diketahui berat Kucing untuk disesuaikan dengan dosis pemberian
onbat. Alasan pemilihan penggunaan kucing betina karena kucing jantan
memiliki anus, skrotum atau biji testis dan penis. dimana skrotumnya tertutup
bulu dan terdiri dari dua testis yang masing-masing ukurannya berbeda-beda
Sementara, kucing betina hanya memiliki anus dan saluran urin sehingga
lebih mudah untuk menemukan saluran urinnya. Selain itu kucing jantan
sangat agresif karena memiliki sifat petarung dan dinilai kurang steril, lebih
liar, memiliki sifat praying (menyemprotkan sedikit air urin sembarangan)
dibandingkan kucing betina yang lebih kalem dan pendiam. Alasan
penggunaan ketamin yaitu Ketamine merupakan salah satu jenis obat bius
total (anestesi umum) untuk menghilangkan kesadaran sekaligus rasa sakit
pada kucing saat diberi perlakuan. Alasan pemberian larutan glukosa yaitu
salah satu karbohidrat dan mencukupi cairan elektolit terpenting yang bisa
digunakan bagi hewan. Alasan penggunaan alkohol sebelum pengambilan
darah yaitu sebagai antiseptik dan dapat memberikan sensasi dingin pada
kulit. Alasan penggunaan sentrifuge yaitu untuk memisahkan komponen
darah. Alasan penggunaan spektrofotometer UV-Vis yaitu sebagai alat untuk
mengetahui nilai absorbansi sampel.

Sentrifuge bekerja menggunakan prinsip sedimentasi, dimana percepatan


sentripental digunakan untuk memisahkan substansi dengan kepadatan lebih
besar dan lebih kecil (Hawa, dkk., 2019).

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis yaitu apabila cahaya monokromatik


melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap (I),
sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It) (Yanlinastuti
dan Syamsul, 2016).

Hasil pengamatan yang didapatkan kadar urine 0,2mg/ml dan kadar serum
0,5mg/ml. Sementara nilai gram ureatinin 2 gram, nilai CP 800mg/ml, dan
nilai CRCL 0,00016 ml/menit. Data tersebut tidak sesuai dengan literatur
yang menandakan adanya gangguan pada ginjal menurut Arjentinia, I. Y,
(2018), dimana nilai normal serum kreatinin pada kucing 0,8-1,8 sementara
pembersihan kreatinin pada kucing 2-5 ml/menit yang mana kreatinin klirens
(ClCr) yaitu nilai untuk mengukur berapa banyak kreatinin yang dibersihkan
oleh tubuh atau pengukuran laju filtrasi glomerular (GFR) dengan satuan
ml/menit agar diketahui seberapa baik fungsi penyaringan filtrasi.

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasis mampu memahami dan
mengetahui keadaan fungsi ginjal dengan menentukan kecepatan fungsi
glomerular (Glomerular Filtration Rate/GFR) hal inilah yang
melataebelakangi percobaan ini dilakukan.
Q. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
Glomerular Filtration Rate (GFR) adalah indikator terbaik dari fungsi ginjal
di seluruh dunia. filtrasi glomerulus digunakan sebagai ukuran untuk
mengetahui besarnya kerusakan ginjal karena filtrasi glomerulus merupakan
tahap awal dari fungsi nefron. Hasil pengamatan yang didapatkan kadar urine
0,2mg/ml dan kadar serum 0,5mg/ml. Sementara nilai gram ureatinin 2 gram,
nilai CP 800mg/ml, dan nilai CRCL 0,00016 ml/menit yang menandakan
ginjalnya sedang bermasalah.

R. Saran
Sebagai praktikan kami sangat mengharapkan bimbingan dan arahan dari para
asisten dalam melaksanakan praktikum ini
DAFTAR PUSTAKA

Arjentinia, I. Y. (2018). Perbandingan Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus


Berdasarkan Formula Cockroft-Gault Dengan Estimasi Laju Filtrasi
Glomerulus Berdasarkan Formula Chronic Kidney Disease Epidemiology
Cpllaboration Pada Subyek Penyakit Ginjal Kronik Non-Dialisis. Jurnal
E-Clinic, Vol.7 (1)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi


III. Kementrian Kesehatan Republik Indonsia: Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi


IV. Kementrian Kesehatan Republik Indonsia: Jakarta.

Hawa, dkk. (2017). Hubungan Kadar Lipid Serum Dengan Nilai Estimasi Laju
Filtrasi Glomerulus Pada Penyakit Ginjal Kronik. Jurnal E-Clinic. Vol 5,
No 1

Ikawati, Z. (2018). Farmakologi Molekuler. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Indijah, S, W dan Purnama, F. (2016). Farmakologi : Bahan Ajar Cetak Farmasi.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Martono, M., & Satino, S. (2014). Severity renal function detection through
critical changes glomerular filtration rate in hemodialysis patients. Jurnal
Ners, 9(1), 43-48.

MIMS. (2021). MIMS Reference. Diakses Pada Tanggal 11 April 2021

Nuryati. (2017). Farmakologi : Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi


Kesehatan (RMIK). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Rahmawati, F. (2017). Aspek Laboratorium Gagal Ginjal Kronik”,“Laboratory


Aspect Of Chronic Kidney Disease. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya
Kusuma, 6(1), 14-22.
Tim Dosen. (2021). Penuntun Praktikum Biofarmasetika. Palu: Universitas
Tadulako

Yanlinastuti & Syamsul. (2016). Memahami Interpretasi Pemeriksaan


Laboratorium Penyakit. Malang : UB Press.

Anda mungkin juga menyukai