TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Anatomi
6
7
Gambar 2.1 Usus halus dan usus besar (Price & Wilson, 2003).
2.1.2 Fisiologi
2.1.3 Histologi
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya,
akan tetapi ada beberapa gambaran yang khas yang hanya dijumpai pada usus
besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul
dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal,
dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap.
Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga menyebabkan usus tertarik
dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak
dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal
daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae.
Kriptus lieberkūn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih
banyak sel goblet daripada usus halus (Eroschenco,2003).
9
2.1.4 Vaskularisasi
Pada usus besar, terdapat dua jenis pembuluh darah besar. Arteri mesenterika
superior adalah pembuluh darah yang memperdarahi bagian kanan (Sekum, Kolon
Ascendens, dan dua pertiga proksimal Kolon Transversum), termasuk
diantaranya: (1) Ileokolika, (2) Kolika Dekstra, (3) Kolika Media. Sedangkan
Arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal Kolon
Transversum, Kolon Descendens dan Sigmoid, dan bagian proksimal Rektum),
termasuk diantaranya: (1) Kolika Sinistra, (2) Sigmoidalis, (3) Rektalis Superior
(Eroschenco,2003).
2.1.5 Persarafan
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol volunter (Price & Wilson, 2003).
Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesenterikus superior dan inferior. Sekum,
appendiks dan kolon asendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesenterikus superior, sedangkan
kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi
dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon desendens dipersarafi
serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 1997). Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum,
sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan (Price &
Wilson, 2003).
10
2.2.1 Definisi
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus
ada 2 macam, yaitu Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik (Sjamsuhidajat & Jong,
2014).
Ileus Obstruksi adalah keadaan yang terjadi ketika usus besar maupun usus
halus terhambat baik secara parsial ataupun komplit, sehingga isi lumen saluran
cerna (makanan maupun cairan) tidak bisa disalurkan ke distal atau anus
(Nejatollahi & Etemad, 2016). Hambatan atau sumbatan tersebut dapat
disebabkan oleh kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang
menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan
nekrosis segmen usus tersebut (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
Obstruksi pada usus halus lebih sering terjadi daripada usus besar dan
merupakan indikasi pembedahan. Obstruksi intestinal diklasifikasikan sebagai
parsial, komplit, maupun closed loop. Obstruksi closed loop merujuk pada jenis
obstruksi pada usus halus atau besar yang memiliki obstruksi komplit bagian
distal dan proksimal segmen usus tertentu (Smith et al, 2020).
2.2.2 Etiologi
Penyebab obstruksi usus yang sering ditemukan bergantung pada umur pasien
(Tabel 2.1). Pada bayi baru lahir/neonatus obstruksi usus disebabkan oleh
kelainan kongenital, seperti stenosis hipertrofi pilorus, atresia usus, malrotasi
dengan volvulus, sindrom sumbatan mekonium, penyakit Hirschsprung, atau
atresia ani. Sedangkan pada anak-anak yang lebih tua, penyebab obstruksi lebih
luas dan bervariasi. Obstruksi pada anak sering disebabkan oleh Intususepsi,
penyakit Hirschsprung dan Hernia Strangulasi Inguinalis Kongenital (Hryhorzuk
et al, 2013) (WHO, 2009).
11
Pada orang dewasa, obstruksi usus sering disebabkan tumor di dalam usus,
perlengketan dinding usus, Hernia Strangulasi pada kanalis inguinalis, femoralis
ataupun umbilikalis dan penyakit Crohn. Obstruksi pada pasien umur lanjut sering
disebabkan karsinoma usus besar, divertikel, hernia strangulasi, tinja membatu,
perlengketan dinding usus dan volvulus (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
Pada pasien penderita kanker, prevalensi obstruksi ialah sekitar 3-15% (Tuca
et al, 2012). Kanker primer pada abdomen yang paling sering menyebablan
obstruksi intestinal akibat malignansi terdapat di kolon (25-40%), ovarium (16%–
29%), lambung (6%–19%), pankreas (6%–13%), kandung kemih (3%–10%), dan
endometrium (3%–11%) (Ripamonti et al, 2008). Suatu penelitian menyatakan
bahwa dari beberapa penyakit keganasan, kanker kolorektal dan kanker ovarium
merupakan penyebab terbanyak (40% dan 28%) terjadinya obstruksi usus halus
sekunder akibat keganasan (Miller et al, 2000).
Penyebab potensial obstruksi pada usus halus dan usus besar juga dapat
diklasifikasikan menjadi ekstrinsik, intrinsik, atau intraluminal. Penyebab
obstruksi pada usus halus paling sering disebakan oleh masalah ekstrinsik, yaitu
proses adhesi setelah laparatomi. Adhesi signifikan dapat menimbulkan
kinking/belitan pada usus sehingga menimbulkan obstruksi (Smith et al, 2020).
Sekitar ¾ kasus obstruksi usus mekanik pada usus halus terjadi oleh karena adhesi
intraperitoneal. Seperempat kasus lainnya disebabkan oleh penyakit Crohn (7%),
tumor intraabdomen (5%), dan hernia (2%) (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
12
Gambar 2.2 Penyebab obstruksi usus halus (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
2.2.3 Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan
gas (70% dari gas yang ditelan) dan meningkatkan tekanan intralumen. Akibat
peningkatan tekanan tersebut, pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah pun
menurun. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna
13
dan timbul iskemik. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) dapat
dengan mudah masuk melalui dinding usus ke dalam kavitas peritonealis
(Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu
gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan ileus
obstruksi yang lainnya, karena dapat berlanjut ke strangulasi dengan cepat
sebelum terbukti tanda dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif
gelung tertutup mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau
distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup
dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan
obstruksi aliran keluar ke vena (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
Karena kolon bukan organ pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar 500
ml cairan tiap hari melalui katup ileocaecalis, maka penumpukan cairan tidak
timbul dan dehidrasi bukanlah sindroma yang berhubungan dengan ileus obstruksi
kolon. Bahaya paling mendesak justru karena distensi. Jika katup ileocaecalis
inkompeten, maka kolon yang distensi dapat didekompresi ke dalam usus halus.
Tetapi jika katup ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung
tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter
terlebar (biasanya di sekum). Hal didasarkan atas hukum Laplace, yang
mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu
berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Karena diameter kolon
melebar di dalam sekum, maka area ini yang biasanya akan pecah pertama kali
(Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
15
2.2.4 Klasifikasi
1. Menurut etiologinya :
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3 :
a. Lesi entrinsik (esktraluminal) yaitu yang disebakan oleh adhesi
(postoperatif), hernia (inguinal, femoral, umbilikal), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.
b. Letak intrinsik yaitu didalam dinding usus, biasanya terjadi kerana
kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (penyakit Chron, divertikulitis),
neoplasma , traumatik, dan intususepsi.
c. Obtruksi menutup (intraluminal) yaitu penyebabnya dapat berada didalam
usus, misalnya benda asing batu empedu (Sjamsuhidajat & Jong,2014).
2. Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :
a. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster
sampai ileum terminal).
b. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum
terminal sampai rektum) (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
3. Menurut Sifat Sumbatannya
Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 2
berdasarkan stadiumnya, antara lain :
a. Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
b. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangrene (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
17
a. Obstruksi Sederhana
Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak,
yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Muntah
pada obstruksi usus halus jauh lebih sering, lebih banyak, dan bilious daripada
muntah pada obstruksi usus besar. Nyeri abdomen bervariasi dan sering dirasakan
sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Biasanya nyeri abdomen pada
obstruksi usus halus digambarkan sebagai kolik intermiten dan memberat saat
muntah. Sementara pada obstruksi usus besar nyeri bersifat kontinyu (Smith et al,
2020).
Obstruksi bagian tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah
periumbilikal atau nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul
dengan adanya fase bebas keluhan. Muntah akan timbul kemudian, waktunya
bervariasi tergantung sumbatan. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang
dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu terjadi terutama pada obstruksi
komplit (Smith et al, 2020).
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi
akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam.
Distensi abdomen dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan
semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Peristaltik usus yang mengalami
dilatasi dapat dilihat pada pasien yang kurus. Bising usus yang meningkat dan
metabolic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di
daerah distal (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan
nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya bekas operasi atau hernia.
Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang
sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi
segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
18
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis untuk ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir
selalu harus ditegakkan atas dasar klinik adalah dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Permintaan untuk pemeriksaan radiologi dan
pemeriksaan laboratorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan
menunda untuk memulainya terapi yang segera. Diagnosis untuk ileus
obstruktif dapat diperoleh dari (Sjamsuhidajat & Jong, 2014):
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif, usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adesi dalam perut karena pernah
dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif usus halus
kolik akan dirasakan di sekitar umbilikus sedangkan pada ileus obstruktif
pada usus besar, kolik akan dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada
19
ileus obstruktif usus halus, akan berwarna kehijaun dan pada ileus
obstruktif usus besar onset muntahnya lama (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata berupa dehidrasi yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada
abdomen akan dijumpai adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa
pada abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat
ditemukan darm contour (gambaran kontur usus) maupun darm steifung
(gambaran gerakan usus), biasanya tampak jelas pada saat penderita
mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada
ileus obstruksi yang berat. Penderita akan tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
b. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi akan didapatkan distensi abdomen dan perkusi timpani
yang menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan untuk mencari
adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup
defance musculair involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa
yang abnormal (Sjamsuhidajat & Jong, 2014). Nyeri tekan saat palpasi
dapat dijumpai pada obstruksi usus halus dan usus besar. Namun, pada
obstruksi usus halus, nyeri lebih bersifat fokal sementara pada usus besar
bersifat difus. Distensi yang disertai obstipasi biasanya sering dijumpai
pada obstruksi usus besar (Smith et al, 2020)
c. Auskultasi
Auskultasi pada ileus obstruktif akan terdengar bunyi episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) di antara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dari perjalanan penyakitnya usus telah
berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak
ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan
dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata (Sjamsuhidajat &
Jong, 2014).
20
d. Colok Dubur
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum
dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus spingter ani
yang biasanya cukup namun ampula rekti sering ditemukan kolaps terutama
apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rektum dapat ditemukan
licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian
anorectum akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat
dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan secara lokal maupun general
misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam
kubah rektum. Pada ileus obstruktif, feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak
dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah
apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus
(Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
Diagnosis harus terfokus untuk membedakan antara ileus obstruksi
dengan ileus paralitik; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan
antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana
dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis
adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya adesi) dan adanya
kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi
usus) yang dapat membantu kita untuk menentukan etiologi terjadinya
obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses
juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran
darah menuntun kita ke arah strangulasi (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan labortorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman
untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan
21
Gambar 2.5 Multipel air fluid level dan string of pearls sign
(Nobie, 2007).
23
ii. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosis dini atau obstruksi
strangulata dan menyingkirkan penyebab dari akut abdomen lain terutama
jika klinis dan temuan radiologis tidak jelas. CT-scan juga dapat
membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adesi, hernia karena
penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab
intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diameter usus halus sekitar 2,5 cm
pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter
sekitar 1 cm (Nobie, 2007).
Tingkat sensitivitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat
spesitivisitasnya sekitar 70-90% untuk mendeteksi adanya obstruksi
intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal,
dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati
bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT
scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi dan obstruksi
gelung tertutup. Obstruksi gelung tertutup diketahui melalui gambaran
dilatasi berbentuk U atau C akibat distribusi radial yang mesenterik
dengan berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan
25
2.2.8 Penatalaksanaan
Terapi Operatif
2.2.9 Komplikasi
2.2.10 Prognosis
2.3.1 Definisi
1.026.215 dan wanita 823.303 dengan kematian pada pria 484.224 dan
wanita 396.568. Di Asia, insidensi kanker kolorektal mencapai 957.896
(51,8% dari seluruh kasus di dunia) dan kematian sebesar 52,4% (World
Health Organization, 2019).
Secara keseluruhan risiko untuk mendapatkan kanker kolorektal adalah
1 dari 20 orang (5%). Risiko penyakit cenderung lebih sedikit pada wanita
dibandingkan pada pria. Banyak faktor lain yang dapat meningkatkan
risiko individu untuk terkena kanker kolorektal. Angka kematian kanker
kolorektal telah berkurang sejak 20 tahun terakhir. Hal ini berhubungan
dengan meningkatnya deteksi dini dan kemajuan pada penanganan kanker
kolorektal (Kemenkes RI, 2017). Di Amerika, prevalensi kanker
kolorektal sangatlah tinggi di rectum diikuti dengan caecum dan kolon
asendens, sigmoid, kolon transversum, dan kolon desendens.
31
c. Diet
d. Suplemen Kalsium
e. Vitamin D
2.3.4 Diagnosis
A. Gejala Klinis
Berikut ini adalah gejala dan tanda yang menunjukkan nilai prediksi
tinggi akan adanya KKR (Kemenkes RI, 2017):
a. Keluhan Utama dan Pemeriksaan Klinis
Perdarahan per-anal disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau diare
selama minimal 6 minggu (semua umur), perdarahan per-anal tanpa gejala anal (di
atas 60 tahun), peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama minimal 6
minggu (di atas 60 tahun), massa teraba pada fossa iliaka dekstra (semua umur),
massa intra-luminal di dalam rektum, tanda-tanda obstruksi mekanik usus, dan
setiap pasien dengan anemia defisiensi Fe (Hb <11g% untuk laki-laki atau <10g%
untuk perempuan paska menopause) (Kemenkes RI, 2017).
b. Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap pasien dengan gejala ano-
rektal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan
menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal.
Ada 2 gambaran khas pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan penonjolan
tepi, yang dapat berupa suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi
seperti cakram yaitu suatu plateau kecil dengan permukaan yang licindan berbatas
tegas, suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi
umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi, suatu bentuk khas dari ulkus
35
maligna dengan tepi noduler yang menonjol dengan suatu kubah yang dalam
(bentuk ini paling sering) dan suatu bentuk kanker anular yang teraba sebagai
pertumbuhan bentuk cincin. Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai
adalah (Kemenkes RI, 2017):
i. Keadaan tumor : Ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah
terhadap cincin anorektal, serviks uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung
os koksigeus. Pada pasien perempuan sebaiknya juga dilakukan palpasi
melalui vagina untuk mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor
tersebut licin dan dapat digerakkan atau apakah ada perlekatan dan ulserasi,
juga untuk menilai batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak
dapat dilakukan dengan pemeriksaan colok dubur (Kemenkes RI, 2017).
ii. Mobilitas tumor : Hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada
lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah lebih lanjut umumnya
terfiksir karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti
kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior
uterus.
iii. Ekstensi dan ukuran tumor dengan menilai batas atas, bawah, dan sirkuler
(Kemenkes RI, 2017).
B. Pemeriksaan Penunjang
i. Endoskopi
Endoskopi merupakan prosedur diagnostik utama dan dapat dilakukan
dengan sigmoidoskopi (>35% tumor terletak di rektosigmoid) atau dengan
kolonoskopi total. Kolonoskopi memberikan keuntungan sebagai berikut,
Presentasi timbulnya keganasan kolon dapat dibagi menjadi tiga kategori
umum: onset gejala kronis yang asimtomatis, obstruksi intestinal akut,
atau perforasi akut. Presentasi yang paling sering timbul adalah onset
gejala kronis yang asimtomatis (77 – 92%), diikuti oleh obstruksi (6 -
16%), dan perforasi dengan peritonitis lokal atau difus (2 – 7%). yaitu
tingkat sensitivitas di dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip
36
Gambar 2.10 Algoritme diagnosis dan terapeutik kanker kolon (American Cancer
Society, 2014).
• subserosa
• mesentery
• or nonperitonealized pericolic, or perirectal/ m esorectal
tissues.
N2 Four or more regional nodes are positive
N2a Four to six regional lymph nodes are positive
N2b Seven or m ore regional lymph nodes are positive
limfosit.
Karsinoma Kelenjar malignan dan komponen skuamosa.
adenoskuamosa
Karsinoma dengan Tumor sel spindle malignan dengan setidaknya
komponen sarkomatoid keratin fokal positif
Karsinoma sel skuamous Jaring-jaring skuamous dengan atau tanpa
keratinisasi
Karsinoma Karsinoma sel kecil atau besar dengan mitotik yang
(neuro)endokrin tinggi, indeks Ki-67 proliferasi, dan marker
imunoekspresi endokrin
Undifferentiated Karsinoma derajat tinggi tanpa morfologi atau bukti
carcinoma imunohistokemikal diferensiasi spesifik
Gambar 2.11 Adenokarsinoma tipe intestinal derajat rendah (Johncilla & Yantiss,
2020).
Gambar 2.12 Adenokarsinoma tipe intestinal derajat tinggi (Johncilla & Yantiss,
2020).
b. Adenokarsinoma musinus
Adenokarsinoma musinus merupakan sekitar 10% karsinoma kolorektal. Tipe
ini dideskripsikan sebagai hadirnya musin ekstraselular setidaknya 50% dari
bolume tumor. Tipe ini menunjukkan ekspansil, pertumbuhan dengan strip,
43
kluster, atau sel tumor tersusun tunggal yang mengambang di atas musin.
Adenokarsinoma musin diklasifikasikan sebagai neoplasma derajat tinggi karena
sifarnya yang agresif. Sekitar 50% memiliki prognosis yang lebih baik daripada
tipe yang memiliki kemiripan morfologi dalam stadium serupa (Johncilla &
Yantiss, 2020).
Gambar 2.13 Adenokarsinoma musinus derajat rendah (Johncilla & Yantiss, 2020).
Gambar 2.14 Adenokarsinoma musinus derajat tinggi (Johncilla & Yantiss, 2020).
c. Serrated adenocarcinoma
44
Gambar 2.16
Karsinoma tipe kribiform komedo (Johncilla & Yantiss, 2020).
46
f. Adenokarsinoma mikropapilari
Karsinoma mikropapilari murni pada kolorektum mencakup <1% semua
kanker kolorektalm tetapi sekitar 10% kanker kolorektal memiliki area
pertumbuhan mikropapilari. Tumor tipe ini memiliki ruang lacunar yang berisi
sel tumor dan tanpa stroma. Tipe ini mengandung sitoplasma eosinofilik dan
menunjukkan gambaran nuklear derajat tinggi dengan invasi limfovaskular
yang sering (Johncilla & Yantiss, 2020).
Gambar 2.17
Adenokarsinoma mikropapilari (Johncilla & Yantiss, 2020).
g. Karsinoma medulari
Karsinoma ini merupakan tumor padat yang menunjukkan pertumbuhan
kelenjar minimal. Mereka mengandung jarring sinsitial sel tumor polygonal
dengan sitoplasma eosinofilik dan nukleus vesikular yang besar dengan
nukleoli prominen
(Johncilla & Yantiss,
2020).
47
2.3.6 Penatalaksanaan
Prinsip Reseksi
Gambar
2.19 Panjang
Tabel
reseksi2.8 Rangkuman penatalaksanaan kanker kolon (American Cancer Society,
pada
karsinoma 2014).
Stadium Terapi
kolon. A.
Stadium 0 Eksisi lokal atau polipektomi sederhana
(TisN0M0) Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang tidak
memenuhi syarat eksisi lokal
Stadium I Wide surgical resection dengan anastomosis tanpa
(T1-2N0M0) kemoterapi adjuvan
Stadium II Wide surgical resection dengan anastomosis
(T3N0M0,T4a- Terapi adjuvan setelah pembedahan pada pasien
bN0M0) dengan risiko tinggi
Stadium III Wide surgical resection dengan anastomosis
(T apapun N1- Terapi adjuvan setelah pembedahan
2M0)
Stadium IV Reseksi tumor primer pada kasus kanker kolorektal
T apapun, N dengan metastasis yang dapat direseksi
apapun M1) Kemoterapi sistemik pada kasus kanker kolorektal
dengan metastasis yang tidak dapat direseksi dan tanpa
gejala
2.3.7 Prognosis
a. Stadium I - 72%
b. Stadium II - 54%
c. Stadium III - 39%
d. Stadium IV - 7%
Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa
kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi
pada. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah
operasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk
kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemampuan untuk
memperoleh batas - batas negatif tumor (Kemenkes RI, 2017) .
Dalam suatu penelitian terhadap 1004 pasien kanker kolon stadium IV,
dijumpai sebanyak 8% dirawat inap dengan obstruksi intestinal. Dalam analisis
multivariat, letak tumor pada sisi proksimal (HR, 1.22 [95% CI, 1.07–1.40]),
derajat tumor yang tinggi (1.34 [1.16–1.55]), tipe histologis musinus (1.27 [1.08–
1.50]), dan stadium N2 (1.52 [1.26–1.84]) berhubungan dengan terjadinya
obstruksi. Tumor right-sided, high-grade, dan musinus berkaitan dengan sekitar
20% sampai 40% peningkatan risiko obstruksi. Stadium nodal yang tinggi (N2)
juga meningkatkan risiko obstruksi sebesar 50% (Winner et al, 2015).
Namun, pada penelitian lainnya terhadap pasien kanker kolorektal dinyatakan
bahwa tumor yang berada pada sisi kiri (HR 2.093 [95% CI, 1.892–2.315]) lebih
berisiko daripada yang berada di sisi kanan (HR 1.583 [95% CI, 1.432–1.750])
dan rektum (HR 1). T4a lebih sering menyebabkan obstruksi (HR, 9.064 [95% CI,
6.824–12.039]), karena semakin tinggi T, semakin dalam infiltratnya dan terjadi
peningkatan ketebalan dinding usus yang menghambat pergerakan usus. Dalam
penelitian ini juga dinyatakan bahwa tipe histologi dan derajat kanker juga
memainkan peran terhadap onset obstruksi. Karsinoma misinus (HR 1.593 [95%
CI, 1.392–1.823]) dan signet-ring cell (HR 1.220 [95% CI, 0.875–1.701])
meningkatkan risiko obstruksi daripada adenokarsinoma. Differensiasi yang buruk
53
juga menjadi risiko berkembangnya obstruksi pada pasien kanker kolorektal (Lv
et al, 2019).
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dipilih sebagai lokasi
penelitian karena merupakan rumah sakit pusat dan rumah sakit rujukan di
Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2020
sampai November 2020.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien ileus obstruktif di RSUP
Haji Adam Malik Medan pada tahun 2015 – 2019.
54
Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Ileus
obstruktif di RSUP Haji Adam Malik Medan yang ada pada tahun 2015 – 2019.
Sampel pada penelitian ini diambil menggunakan teknik total sampling, dimana
seluruh populasi penelitian diikutsertakan menjadi sampel penelitian. Selain itu,
sampel yang akan diambil harus memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk
dalam kriteria eksklusi selama penelitian berlangsung.
Definisi Skala
Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
disebabkan oleh
kelainan dalam
lumen usus,
dinding usus, atau
luar usus yang
menekan, atau
kelainan
vaskularisasi pada
suatu segmen usus
yang menyebabkan
nekrosis segmen
usus tersebut
menyebabkan
ileus obstruktif
dibuktikan
berdasarkan
rekam medis dan
Hasil
Tumor telah dikonfirmasi Observasi - Ya
Histopatolo
Kolorektal
melalui gi - Tidak
pemeriksaaan
penunjang dan
diagnosis
ditegakkan oleh
dokter (periode
Januari 2015 –
Desember 2019)
Jenis Perbedaan Observasi Rekam Laki-laki, Nomin
Kelamin biologis Medis Perempuan al
dan fisiologis
yang
56
dapat
membedakan
laki-laki dengan
perempuan
Kolon Nomin
Asenden al
Letak tumor di Kolon
Lokasi usus besar yang Rekam Transversum
Observasi
Tumor Kolon
menyebabkan Medis
penyumbatan Desenden
Sigmoid
Rektum
Penatalak Jenis tindakan Observasi Rekam Koreksi Nomin
sanaan operasi yang Medis sederhana al
dilakukan (simple
correction).
Tindakan
operatif by-
pass.
Membuat
fistula
entero-
cutaneus
pada bagian
proximal
dari tempat
57
obstruksi
Melakukan
reseksi usus
yang
tersumbat
dan
membuat
anastomosis
ujung –
ujung usus
Adenokarsin Nomin
oma al
Karsinoid
Jenis
Hasil tumor
Observasi Rekam
Tumor histopatologi dari Gastroistesti
medis
jaringan tumor nal stromal
tumor
(GIST)
Analisis Data
58
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien Ileus
Obtruktif di RSUP Haji Adam Malik tahun 2015 – 2019. Data – data dari rekam
medis tersebut dicatat dan dikelompokkan berdasarkan variabel yang telah
ditentukan.