Anda di halaman 1dari 2

Habis Lulus, Ngapain?

"Sekolah yang pinter ya nak, supaya setelah lulus bisa dapat kerja di perusahaan besar".
Mungkin kata-kata seperti ini masih sering kita dengar dari para orang tua murid. Kenapa tidak
seperti ini,"Jangan sekedar cari ijazah nak, tapi juga ketrampilan dan jaringan, supaya kamu bisa
jadi Pengusaha”. Memang sudah namanya budaya bangsa ini, jadi tidaklah mudah mengubah
harapan orang tua kepada anaknya. Apa yang menyebabkan mereka lebih menyarankan anaknya
untuk menjadi karyawan? Karena alasan keamanan dan kepastian? Dunia usaha adalah dunia
minim kepastian dan sangat beresiko, katanya.

Arahan orang tua agar anaknya menjadi karyawan bukanlah masalah, selama sang anak sendiri
yang menginginkannya. Namun dilematis jika sang anak punya keinginan berwirausaha,
sementara orang tua menekan sang anak untuk menjadi karyawan seperti dirinya.

Tren Kewirausahaan

BusinessWeek memberitakan, menurut data Ewing Marion Kauffman Foundation, ada sekitar
2.100 sekolah yang menawarkan kuliah kewirausahaan di tahun 2006, dibanding 380 pada
dekade ’90-an. Kenapa? Pertama, ngapain harus berdesak-desakan dan antri mencari kerja, jika
peluang menjadi pengusaha terbuka. Kedua, kebebasan adalah alasannya. Dengan menjadi
pengusaha, mereka lebih leluasa mengatur waktu kerja mereka, tidak terikat oleh aturan
perusahaan. Ketiga, penghasilan yang tidak linier, yang mengijinkan mereka bermimpi setinggi
mungkin, dan masih banyak iming-iming lainnya. Tapi apa semudah itu? Tentu saja tidak.
Semua ada harganya, tapi harga itu layak dibayar. Berita baiknya, menjadi pengusaha bukanlah
turunan, namun ada ilmunya dan bisa dipelajari oleh semua orang yang punya kemauan.

Apakah kita harus berbisnis sesuai dengan jurusan yang kita tekuni saat kuliah? Menurut saya,
tidak harus. Seperti saat pacaran, mungkin saja kita salah pilih dan tidak cocok. Kenapa harus
kita paksakan lagi? Bukan berarti sia-sia lho kuliahnya, khan dapat pembelajarannya. Kuliah
sebenarnya mengarahkan mahasiswa untuk ”Self study, never ending learning”. Perlu
digarisbawahi bahwa, pembelajaran tidak hanya di bangku sekolah. Banyak orang tua yang
ngotot anaknya harus dapat ‘nilai’ yang tinggi, alih-alih ketrampilan dan jaringan yang luas. Hal
itu akan menjadi kebanggaan yang semu dan sementara.

           

Menjadi Masalah atau SOLUSI?

Badan Pusat Statistik (BPS) menguraikan, jumlah lulusan sarjana dan diploma yang menganggur
masing-masing berjumlah 11,92% dan 12,78% dari 8,32 juta orang pengangguran di Indonesia
sampai Agustus 2010. Mayoritas dari lulusan sarjana, tidak menempati posisi yang semestinya,
seperti profesi supir, juru tulis, cleaning service ataupun pekerjaan kasar lainnya. No Choice,
daripada jadi pengangguran! Yuk sama-sama kita pikirkan, apakah Anda ataupun anak Anda
akan menjadi bagian dari MASALAH bangsa ini (menambah pengangguran), atau menjadi
bagian dari SOLUSI yaitu menjadi wirausaha dan membuka lapangan pekerjaan. Jika tahun lalu,
diberitakan,”Lulusan terbaik Universitas X, langsung diterima kerja di perusahaan Y”, bukanlah
suatu hal yang patut dibanggakan. Mengapa tidak seperti ini,”Lulusan terbaik Universitas X,
berhasil membuka usaha dan mempekerjakan 10 orang karyawan”. Nah, itu patut dibanggakan!

@JayaYEA

Anda mungkin juga menyukai