Anda di halaman 1dari 9

Tugas Kelompok Teori Akuntansi

Chapter 6
Accounting Measurements System

Kelompok 3:
Mira Angelia 201850078
Stacia Rahmani 201850080
Marvella Gabrielle 201850094
Felicia Puspita 201850098
Vonny Amarisa 201850101

Teori Akuntansi Kelas E (Rabu 10.30)

Jurusan Akuntansi
Trisakti School of Management
2021
Rangkuman Chapter 6

I. THREE MAIN INCOME AND CAPITAL MEASUREMENT SYSTEMS

System akuntansi untuk pertama kali diperkenalkan oleh Pacioli pada abad ke 15 yaitu
sistem akuntansi double-entry. Sejak saat itu teknik dasar akuntansi tidak berubah secara
signifikan. Bersamaan dengan revolusi industri, khususnya setelah jatuhnya Wall Street pada
tahun 1929 sistem akuntansi trandisional berdasarkan historical cost system muncul dan
memimpin sebagai fundamental accounting system. Kemudian pada tahun 1960-an beberapa
alternatif dasar sistem akuntansi lainnya muncul dan mulai berkembang, yaitu current cost
accounting dan current selling prices (exit prices). Current cost accounting juga dianggap
sebagai metode pertama yang mempresentasikan fair value accounting system.

II. HISTORICAL COST ACCOUNTING

A. Objective of Accounting
Berkembangnya perusahaan membuat akuntansi memiliki peran yang sangat signifikan
sebagai sumber informasi mengenai perusahaan, dimana pemilik dan pengendali
perusahaan merupakan dua pihak yang berbeda. Absentee owners yang tidak berperan
dalam operasional perusahaan tidak memiliki pengetahuan mengenai operasional dan
kondisi perusahaan. Mereka sangat bergantung kepada laporan akuntansi untuk
mendapatkan informasi. Perusahaan yang besar juga harus membuat sebuah laporan
mengenai kondisi perusahaan secara jelas kepada pemilik (investor), kreditor dan
stakeholder yang berkepentingan lainnya. Disinilah stewardship function dari manager
memfocuskan perhatian kepada pelaporan akuntansi untuk para stakeholder, dan sebaliknya
owner dan kreditor menaruh perhatian utama pada apa yang dilakukan management dengan
modal (dana) yang dipercayakan padanya. Akuntabilitas, kemudian menjadi objek yang
sangat kritis dari fungsi ini.

Historical cost accounting menekankan pada dua objek kritis tersebut, yaitu
stewardship dan accountability. Tujuan penggunaan historical cost menekankan hubungan
“kontraktual” yang konservatis antara perusahaan dan pihak yang menyediakan sumber
dana, dan membuat management bertanggungjawab atas penggunaan asset dalam operasi
perusahaan, hasil “profit/output” dari operasional tersebut dan dampaknya terhadap nilai
tambah ekuitas. Maka income statement adalah kunci komunikasi yang tepat dari
mekanisme ini.

Dalam pandangan historical cost accounting perubahan nilai asset dan kewajiban pada
dasarnya diabaikan, sampai asset tersebut dijual atau dilepaskan atau dihapuskan. Dalam
historical cost theory informasi mengenai nilai sisa bersih dari perusahaan tidak begitu
penting, namun yang terpenting adalah profit.

Berdasarkan akuntansi konvensional ‘net worth’ adlaah pengukuran yang tidak tepat
relevan pemilik perusahaan hanya ingin mengetahui hasil investasi mereka pad aperuahaan.
Maka fungsi akuntansi yang paling pentng adalah bukanlah menunjukkan ‘net worth’
pemilik melainkan menunjukkan profit.

B. Capital and Profit


Dalam historical cost system, pencatatan akuntansi harus menjaga nilai capital (assets
dikurangi kewajiban) memiliki nilai yang sama dengan nilai pada periode awal, dimana
semua asset dan kewajiban dinilai sesuai dengan nilai saat pembelian. Income menunjukkan
hasil dari perusahaan selama periode tertentu, expenses merupakan sumber daya yang
dibelanjakan dan profit menunjukkan keefektifan sebuah perusahaan dalam beroperasi.

Income statement adalah bagian yang paling penting dalam laporan keuangan, dimana
menunjukkan hasil dari kegiatan operasional perusahaan. Sedangkan balance sheet
dianggap bukan merupakan bagian yang signifikan. FASB menggunakan istilah ‘revenue-
expense view’ dan ‘asset-liability view’. Terdapat dua konsep dasar dalam historical cost
revenue-expense viewpoint yaitu ‘matching of cost’ dan ‘conservatism’.

C. Matching Cost Theory


Akuntan harus melacak aliran biaya yang keluar, terutama karena biaya yang melekat
pada pendapatan ‘cost attach’. Akuntan mencatat setiap transaksi biaya dan men-trafsir-nya
kepada pendapatan yang diterima dari biaya tersebut. Akuntan memutuskan biaya yang bisa
diakui ‘expired’ untuk kemudian dilekatkan (matching) pada pendapatan di income
statement, dan biaya yang belum dapat diakui ‘unexpired’ akan dilaporkan di balance sheet
(unmatched assets). Hal ini merupakan konsep ‘matching cost against revenue’ yang
merupakan konsep penting dalam historical cost accounting.

D. Conservatism
Biaya harus segera diakui sesegera mungkin, sedangkan pendapatan hanya dapat diakui
jika terdapat keyakinan yang tinggi (‘high probability’) bahwa pendapatan tersebut akan
diterima. Konsep konservatis ini menyebabkan perlakuan yang bias antara pengakuan biaya
dibandingkan dengan pengakuan pendapatan. Konsep konservatis lainnya mengatakan
peningkatan nilai asset tidak boleh diakui, tapi penurunan nilai harus diakui –the lower of
cost or market rule.

Konsep konversative menggunakan sistem akuntansi dengan pendekatan transaksi


(transaksi dibuktikan adanya kredit atau cash) dan tidak mengakui sebuah kejadian yang
tidak dihasilkan dari adanya transaksi (misalnya peningkatan harga).

E. Arguments of Historical Cost Accounting


Historical cost accounting banyak diserang, terutama banyak dikritik karena tidak
mampu melaporkan kondisi sebenarnya atau tidak dapat menyediakan nilai up-to-date dari
‘net-worth’. Atas hal tersebut defender memiliki argumen-argumen berikut ini:

1. Relevant in making economic decisions. Managers membuat keputusan mengenai


komitmen masa depan membutuhkan data transaksi masa lalu. Mereka harus dapat
mereview upaya masa lalu dan ukuran dari upaya ini adalah biaya historis.
2. Historical cost didasarkan pada transaksi yang aktual bukan hanya transaksi yang
mungkin atau belum terjadi.
3. Financial statement berdasarkan biaya histori, sehingga memudahkan menemukan
data dan lebih bermanfaat.
4. Konsep yang terbaik dalam memahami konsep profit, dimana kelebihan nilai harga
jual dibadingkan dengan harga perolehan.
5. Akuntan dapat menjaga integritasnya dengan menjaga data berdasarkan nilai historis
dibandingkan dengan modifikasi internal. Banyak yang berpendapat bahwa historical
cost system mengurangi praktik manipulasi dibandingkan current cost system ataupun
selling price system.
6. Informasi mengenai profit yang disajikan oleh system alternative yang lain (current
cost dan selling price) tidak bermanfaat.
7. Perubahan dalam harga pasar dapat disajkan dan diungkapkan oleh data pendukung
atau tambahan.
8. Tidak ada bukti yang cukup untuk menolak terhadap historical cost accounting.
F. Criticisms of Historical Cost Accounting
1. Objective of accounting
Pelaporan sebagai fungsi stewardship walaupun penting namun hanya merupakan
tujuan kedua dari akuntansi. Pada sejarahnya tujuan utama akuntansi adalah untuk
memenuhi kebutuhan pengambilan keputusan para pengguna informasi (users). Pendekatan
decision-usefullness membutuhkan posisi ‘forward-looking’ yang dapat memberikan
informasi yang relevan dibandingkan hanya menyajikan informasi masa lalu. Investor juga
tertarik mengetahui kenaikan dan penurunan nilai dari investasi mereka yang
dipresentasikan oleh net assets perusahaan. Dan historical cost system gagal memenuhi
tujuan ini.

Kritik terhadap historical cost system berulang-ulang berargumen bahwa sistem gagal
menjamin terpenuhinya tujuan penyediaan informasi yang objektif. Sangat banyak
keputusan yang berhubungan dengan pencatatan, pengukuran dan pelaporan informasi,
namun historical cost system sangat jauh dari objektif dan justru membuka terjadinya
manipulasi.

2. Information of Decision Making


Biaya historis memang mempunyai manfaat tetapi tidak cukup untuk mengevaluasi
keputusan bisnis. Ketika asset diperoleh biaya historis adalah tepat karena nilainya
mengacu pada kejadian saat ini (saat itu up to date). Akan tetapi segera setelah periode
akuisi lewat, nilai ini tidak lagi up to date dan oleh karenanya tidak lagi logis untuk
dijadikan dasar untuk mengevaluasi keputusan bisnis.

Modal (capital) sangat beguna dalam pengambilan keputusan, ‘capital’ dapat


didefinisikan sebagai kemampuan beroperasinya perusahaan (kemampuan perusahaan
untuk tetap berproduksi), atau menunjukkan ‘purchasing power’ perusahaan (kemampuan
perusahaan untuk bertransaksi di pasar).

Jika modal adalah kemampuan operating perusahaan, maka laba merupakan perubahan
dalam kemampuan tersebut dalam suatu periode tertentu yang diperoleh setelah
memelihara modal fisik perusahaan. Informasi ini sangat berguna dalam keputusan yang
fokus pada kemampuan perusahaan untuk menjaga produksi dan untuk bersaing dengan
yang lain dalam industri di masa depan.
Jika laba adalah perubahan dalam kemampuan membeli (purchasing power), konsep
modal yang sedang dipertahankan merupakan modal financial yang diukur pada harga saat
ini (current prices). Lagi, informasi ini berguna dalam menghasilkan informasi yang
memperhatikan perubahan dalam kapasitas perusahaan di masa depan utntuk bertransaksi
di masa depan.

Kritikus berargumen bahwa profit yang dilaporkan historical cost system tidak
memiliki interprestasi ‘prospective’ melainkan ‘retrospective’. Capital hanya dianggap
sebagai nominal dollar yang diinvestasikan pada perusahaan bukan sebagai daya beli
(purchasing power). Setelah tahun akusisi, biaya historis tidak menghubungkan kejadian
pada tahun tersebut dan setelahnya. Akuntansi menciptakan sebuah kenyataan yangg fiksi
yang harus dipercayai bahwa biaya historis berhubungan dengan operasi saat ini.

Historical cost system akan menyajikan laba terlalu tinggi saat harga-harga naik karena
meng-offset biaya perolehan historis (yang rendah) dengan pendapatan sekarang yang
tinggi (inflasi). Hal tersebut tanpa disadari dapat mengarah pada pengurangan capital
dimana capital didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk berproduksi,
bertransaksi, atau sebaliknya untuk beroperasi dimasa depan. Profit berdasaran historical
cost juga dapat memperdaya management lebih dalam lagi bahwa laba yang dibayarkan
dapat melebihi laba tahunan yang sesungguhnya menghilangkan basis modal.

3. Basis of Historical Cost


Salah satu pembelaan dari penggunaan biaya historis adalah adanya prinsip going
concern assumption. Dimana menganggap bahwa umur perusahaan adalah tidak dapat
ditentukan jadi ekspektasi normal mengenai item non-monetary akan terpenuhi. Inventori
sepenuhnya akan terjual, dan non-current asset akan sepenuhnya digunakan dalam bisnis.
Oleh karena itu nilai histori asset, atau bagian yang dialokasikan merupakan jumlah yang
tepat untuk disandingkan dengan pendapatan. Namun pada kenyataannya tidak ada bisnis
yang berlangsung ‘tidak pasti’ ke masa depan. Semua bisnis sangat dimungkinkan akan
berhenti beroperasi. Dan akan lebih beralasan untuk mengasumsikan penghentian daripada
keberlangsungan.

4. Matching
Pada faktanya dalam banyak kasus penandingan biaya dan pendapatan tidak mungkin
dipraktikkan. Penandingan adalah sebuah proses untuk keputusan acak yang harus dibuat
daripada sebuah analisis yang konsisten. Dalam matching konsep tidak ada konsep
penandingan yang pasti, tidak ada cara untuk metode lain dalam penyandingan kecuali
secara arbitrary.

Salah satu konsekuensi dari ‘matching concept’ adalah meletakkan neraca sebagai
posisi kedua setelah laporan laba rugi, karena lebih memfokuskan pada net profit. Kritikus
berargumen bahwa ini bias terhadap neraca dimana laba rugi meletakkan neraca pada
posisi yang kedua. Padahal neraca memiliki kepentingannya sendiri, neraca adalah sumber
utama informasi dari posisi keuangan perusahaan.

The Australian Accounting Standards Boards (AASB) meyatakan bahwa penggunaan


konsep ‘matching’ dapat mengarah pada volatilitas dalam menghasilkan laporan dan profit
smoothing selama periode pelaporan yang berbeda. Penggunaan konsep ‘matching’ tidak
menghasilkan informasi yang relevan dan terpercaya

5. Nortion of Investor Needs


Historical cost accounting yang hanya memfokuskan hanya pada penentuan net-profit
menyebabkan penyimpangan dan penyembunyian atas pengungkapkan penting informasi
perusahaan. Hal ini karena tujuan kauntansi konvensional telah disalahartikan, dimana
akuntan berpandangan sempit akan kebutuhan investor dan menerima cara lama dalam
menganalisis perusahaan dan sahamnya. Akuntansi konvensional memandang bahwa
prosedur mendasar dalam analisis perusahaan menekankan pada profit dan dividend, dan
pendekatan tersebut adalah pendekatan yang tepat untuk semua perusahaan.

Akuntan seharusnya menyediakan informasi untuk investor yang canggih dan pintar,
yang tertarik pada apa yang sebenarnya terjadi dalam bisnis perusahaan. Investor ini lebih
tertarik pada nilai pengembalian jangka panjang.
Pertanyaan

1.

Anda mungkin juga menyukai