Anda di halaman 1dari 11

Nama : Muhammad Irfan

Azka
NIM : 12010116130223
Kelas : C

1. Dalam konteks saat ini di era pandemi Covid-19, banyak perusahaan di


Indonesia yang mengalami dampak signifikan, tak terkecuali bisnis
restoran.
a. Menurut Saudara bagaimana strategi operasi yang tepat bagi bisnis
restoran yang terdampak akibat pemberlakuan PSBB, PPKM dan
sejenisnya? Jelaskan.
→ Temuan penelitian yang dilakukan oleh Kim et, al (2021)
memberikan arahan potensial bagi industri food and beverage atau
restoran untuk merevisi strategi komunikasi media mereka untuk COVID-
19 dan mengimbangi perkembangan dunia digital dengan adanya
delivery service. Saat ini konsumen berusaha meminimalkan interaksi
sosial dan memilih delivery service untuk makan sehari-harinya.
Tantangan ini harus mendorong para restoran untuk bergerak mengikuti
arah perkembangan industri yang lebih mengandalkan teknologi digital
seperti delivery service baik dari restoran maupun kerjasama dengan
pihak ketiga (di Indonesia contohnya perusahaan ojek online).
Dalam menentukan strategi media yang paling dapat diterapkan
untuk membentuk perilaku dan sikap konsumen, restoran dapat
mengambil tindakan seperti bekerja sama dengan penyedia jasa
makanan lainnya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
perpesanan yang efektif akan melibatkan perpaduan saluran baru dan
tradisional.
Kemudian dari studi yang dilakukan oleh Sung et,al (2021) juga
menjelaskan mengenai studi sebelumnya dalam berbagai konteks telah
membahas strategi untuk mendorong perubahan dalam perilaku
pelanggan dengan mengadopsi pendekatan framing pesan. Misalnya,
Wansink dkk. (2001) menemukan bahwa item menu yang diberi nama
secara lebih deskriptif (yaitu, 'kue zucchini nenek'), meningkat sebesar
27% dibandingkan ketika item tersebut hanya memiliki nama yang
informatif (yaitu, 'cookie zucchini'). Selain itu, Filimonau et al. (2017)
menemukan bahwa penyediaan informasi tentang asal muasal makanan
dan kalori secara signifikan mendorong pelanggan untuk memilih
makanan yang sehat dan berwawasan lingkungan.
Mendukung hal ini dan mengingat urgensi krisis COVID-19 efektivitas
framing pesan untuk memengaruhi niat membeli kembali pelanggan dan
penjualan restoran diuji. Dengan demikian, pemahaman teoritis tentang
efek framing dalam konteks pandemi COVID-19 dimajukan dengan
berfokus pada penyampaian pesan restoran yang bersih dan aman
sesuai dengan protokol. Temuan studi menegaskan bahwa ketika
menerapkan framing pesan bersih higienis dan berorientasi aman,
pelanggan restoran cenderung merasa lebih aman, yang selanjutnya
menghasilkan niat membeli kembali yang lebih positif dan meningkatkan
volume penjualan. Hasil ini memberikan bukti empiris bahwa
penyusunan pesan keselamatan akan kebersihan bersih akan menjadi
strategi promosi yang lebih tepat yang dapat diterapkan pada sektor
restoran kecil mandiri khususnya selama masa sulit yang melibatkan
pandemi saat ini.

Sumber :
Kim, K., Bonn, M. A., & Cho, M. (2021). Journal of Hospitality and
Tourism Management Clean safety message framing as survival
strategies for small independent restaurants during the COVID-19
pandemic. Journal of Hospitality and Tourism Management,
46(August 2020), 423–431.
Sung, Y. K., Hu, H. H. “Sunny,” & King, B. (2021). Restaurant preventive
behaviors and the role of media during a pandemic. International
Journal of Hospitality Management, 95 (March), 102906.
b. Bagaimana upaya mereka seharusnya untuk mencapai keunggulan
bersaing dari sudut pandang manajemen operasi? Jelaskan.
→ Seperti yang sudah dijelaskan, para pemilik restoran harus bisa
menghadapi tantangan di masa pandemic ini, dimana mereka harus
dapat mengungguli para pesaingnya. Saat ini semua restoran harus
mematuhi protokol dan panduan new normal yang dikeluarkan oleh
pemerintah, dimana social distancing dan pembatasan jam operasional
harus diterapkan. Maka para restoran harus selalu menyampaikan
kepada pelanggan bahwa restorannya sudah mematuhi segala protokol
dan menjamin keamanan dan kenyamanan para konsumen, sehingga
para konsumen bisa datang ke tempat dengan nyaman dan tenang.
Kemudian dari jurnal artikel yang disusun oleh Norris et,al (2020)
memberikan analisis tanggapan industri restoran terhadap pandemi
untuk menyoroti perubahan operasional yang efektif dan penting. Melalui
peninjauan artikel industri dan wawancara dengan pengelola restoran,
tiga strategi utama yang harus dilakukan adalah perluasan operasi
takeout/delivery, inovasi dan jangkauan masyarakat/karyawan.
Masing-masing menjadi beberapa sub strategi yang dapat
dilaksanakan. Dalam perluasan operasi takeout/delivery meliputi jadwal
operasional yang disesuaikan dan peran karyawan, menata ulang ruang
makan, menu baru/limited/rotating menu, pemesanan online/delivery
oleh pihak ketiga, kolaborasi dan terakhir komunikasi. Hal tersebut
memberikan wawasan tentang apa yang harus dilakukan beberapa
pengelola restoran untuk mengatasi dan menyesuaikan operasi new
normal restoran.
Kemudian dalam hal inovasi, dibangun atas perluasan sederhana
dari takeout/delivery dan menciptakan cara-cara inovatif untuk
menghasilkan pendapatan dan memberikan nilai kepada pelanggan.
Inovasi selanjutnya dibagi menjadi lima sub strategi yaitu pop-up
market/grocery store partnership, to-go cocktail/beer/wine, family
meal/meal kits, food with a side of fun, dan aliran pendapatan tambahan.
Terakhir, dalam hal penjangkauan masyarakat/dukungan
perusahaan yang menyoroti sifat altruistic dari industri yaitu meliputi
produksi atau penyediaan hand sanitizer, dan sumbangan/hibah.
Terlepas dari situasi mengerikan yang dihadapi banyak orang, industri ini
masih menemukan cara untuk mendukung karyawan dan komunitas
mereka.

Sumber :
Kim, K., Bonn, M. A., & Cho, M. (2021). Journal of Hospitality and
Tourism Management Clean safety message framing as survival
strategies for small independent restaurants during the COVID-19
pandemic. Journal of Hospitality and Tourism Management,
46(August 2020), 423–431.
Norris, C.L., Taylor Jr, S. and Taylor, D.C. (2021), "Pivot! How the
restaurant industry adapted during COVID-19
restrictions", International Hospitality Review.

2. Supply Chain Management (SCM) merupakan salah satu konsep


penting yang perlu diaplikasikan pada setiap perusahaan, tak
terkecuali pada Usaha Kecil Menengah (UKM):
a. Jelaskan mengapa demikian? Jelaskan pula bagaimana
seharusnya mengaplikasikan SCM pada UKM dibandingkan pada
perusahaan skala besar?
→ Masih sulit bagi perusahaan untuk mengelola masalah sosial dan
lingkungan yang ada di luar kendali langsung mereka dalam pengaturan
geografis, ekonomi, politik dan budaya yang berbeda (Neergaard dan
Pedersen, 2005; Pedersen dan Andersen, 2006).
Hal ini terutama berlaku untuk UKM, yang seringkali kekurangan
kekuatan, serta sumber daya manusia, keuangan dan teknis, untuk
mengendalikan rantai pasokan. Lebih dari tiga dari empat UKM tidak
memiliki aktivitas CSR dalam rantai pasokan dan UKM yang memilikinya
cenderung berukuran besar (dalam hal karyawan). Oleh karena itu,
mungkin relevan untuk mengembangkan alat dan kerangka kerja baru
untuk usaha kecil yang dapat mengurangi biaya transaksi dalam
mengelola dan menegakkan standar sosial dan lingkungan dalam
hubungan pembeli-pemasok. Selain itu, peran ukuran perusahaan
dalam aktivitas CSR juga dapat menjadi argumen untuk
mempromosikan standar, kampanye, dan inisiatif industri. Upaya
bersama terkadang menjadi cara yang lebih baik dan lebih efisien untuk
mempromosikan CSR dibandingkan dengan inisiatif UKM individu.
Temuan menarik lainnya dari analisis ini adalah bahwa CSR dapat
dilihat sebagai proses tambahan di mana UKM mengembangkan
aktivitas CSR mereka secara bertahap: dari mengelola karyawan dan
lingkungan secara internal hingga terlibat dalam hubungan eksternal
dengan mitra rantai pasokan. UKM dengan aktivitas rantai pasokan
terkait CSR, secara umum, mencakup lebih banyak area CSR daripada
area lainnya. Oleh karena itu, CSR dapat melalui beberapa tahapan
tergantung pada kedekatan yang dirasakan dari masalah, solusi, isu dan
pemangku kepentingan. Tantangan masa depan bagi pembuat
kebijakan, pebisnis dan akademisi adalah untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang dinamika ini dan menentukan
bagaimana mungkin untuk merangsang “lompatan” yang akan
membawa UKM ke tingkat kinerja sosial dan lingkungan yang lebih
tinggi.

Sumber :
Pedersen, E. R. (2009). The many and the few: Rounding up the SMEs
that manage CSR in the supply chain. Supply Chain Management,
14(2), 109–116.
b. Jelaskan perbedaan dan persamaan antara SCM dengan
manajemen logistik, manajemen pergudangan, dan transportasi.
→ Perbedaan SCM dengan Manajemen Logistik : Manajemen
logistik mengutamakan pengelolaan, termasuk arus barang dalam
perusahaan. Orientasi pada perencanaan dan kerangka kerja yang
menghasilkan rencana tunggal arus barang dan informasi perusahaan.
Sedangkan Supply Chain Management, mengutamakan arus barang
antar perusahaan, mulai dari awal kegiatan sampai produk akhir,
sedangkan orientasinya atas dasar kerja sama dan mengusahakan
hubungan serta kordinasi antar proses dari perusahaan mitra guna
menunjang kegiatan proses samapai ke tangan konsumen.
Persamaan SCM dengan Manajemen Logistik : Keduanya
menyangkut pengelolaan arus barang dan jasa. Keduanya menyangkut
pengelolaan mengenai pembelian, pergerakan, penyimpanan,
pengangkutan, administrasi dan penyaluran barang. Keduanya
menyangkut usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pengelolaan barang.
Perbedaan SCM dengan Manajemen pergudangan : WMS
(Warehouse Management System) merupakan bagian dari SCM,
dikarenakan SCM dimulai dari perencanaan sebelum produksi yaitu
memesan bahan yang tepat untuk dapat masuk ke dalam proses
penyimpanan. Di proses tersebutlah WMS hadir sebagai bagian
pergudangan. SCM mempunyai cakupan yang cukup luas dibanding
WMS. Hal ini terlihat dari cara kerja kedua system ini. Walaupun
keduanya memiliki keterkaitan, yaitu ketika WMS mengalami hambatan
maka juga akan berpengaruh pada SCM. SCM berfokus pada
penyuplai, produsen dan pengecer, sedangkan WMS berfokus pada
logistik gudang, penyimpanan, persediaan, dan pergerakan barang.
Persamaan SCM dengan Manajemen pergudangan : Kedua sistem
manajemen ini memungkinkan perusahaan untuk menggunakan aplikasi
pencatatan untuk melacak bagian dan produk di dalam gudang,
memantau tingkat produk, memilih, mengemas, dan mengirimkan
barang, menempatkannya ke lokasi yang sesuai, menerima pesanan,
dan melakukan stok opname. Perusahaan juga dapat  mengintegrasikan
manajemen persediaan dengan manajemen gudang melalui software
yang tepat untuk mendapatkan manfaat karena mengetahui bahwa
seluruh gudang mereka sudah dikelola dengan baik.

Sumber :
Buku “Aplikasi Supply Chain Management dalam Dunia Bisnis”
karangan Yolanda M. Siagian, penerbit Grasindo tahun 2005.

c. Dengan mengambil kasus kelangkaan dan instabilitas harga


komoditas pangan di Indonesia selama ini, jelaskan permasalahan
SCM yang terjadi. Jelaskan pula upaya untuk mengatasinya.
→ Rantai pasokan makanan itu kompleks dan terkait dengan sejumlah
besar produsen, pengolah, pengecer, dan konsumen, masing-masing
berinteraksi dengan banyak pelaku lain dalam rantai tersebut. Ekonomi
turun dan pemborosan pangan menjadi lebih terjalin dan rumit sebagai
akibatnya. Ini karena dalam ekuilibrium, agen di setiap tahap rantai nilai
memerlukan kompensasi untuk setiap upaya dan masukan yang
dikeluarkan — termasuk yang terbuang percuma. Agar perusahaan
dapat tetap berbisnis, harga jual harus lebih tinggi daripada harga beli
terlepas dari semua faktor lainnya (termasuk biaya pembuangan limbah
melalui biaya TPA dan sejenisnya). Pada setiap fase rantai pasokan,
biaya tambahan akan memengaruhi permintaan masukan dan pasokan
keluaran. Oleh karena itu, penurunan dan pemborosan pangan di
sepanjang rantai pasokan berdampak pada kuantitas yang tersedia dan
harga yang dibutuhkan untuk membersihkan pasar. Kasus ini tidak
tergantung pada biaya reguler melakukan bisnis bagi petani, biaya
pemrosesan untuk pembuatan makanan, atau biaya layanan pemasaran
untuk pengecer yang menjadi pusat model standar pasar komoditas
pangan dan pertanian.
Model penelitian mampu membuat prediksi yang lebih akurat
tentang bagaimana intervensi (kebijakan publik atau inisiatif swasta)
yang dirancang untuk mengurangi limbah makanan memengaruhi pasar
secara keseluruhan, termasuk efek tidak langsung (berjenjang).
Penelitian ini menunjukkan keunikan efek interaksi ini dengan model
formal dan mensimulasikan model empiris yang dikalibrasi dengan
parameter pasar dan laju limbah untuk dua komoditas (ayam dan buah)
di Inggris. Penelitian ini menunjukkan bahwa dampak pengurangan
limbah bervariasi menurut komoditas, bergantung pada elastisitas
penawaran dan permintaan, tingkat keterbukaan terhadap perdagangan
internasional dan tingkat awal penurunan dan pemborosan pangan di
setiap tahap rantai nilai. Efek naik turun rantai pasokan berarti bahwa
dalam beberapa kasus intervensi untuk mengurangi limbah makanan
akan diperkuat sementara dalam kasus lain sebagian diimbangi

Sumber :
de Gorter, H., Drabik, D., Just, D. R., Reynolds, C., & Sethi, G. (2021).
Analyzing the economics of food loss and waste reductions in a
food supply chain. Food Policy, 98(August 2020).

3. Salah satu konsep terbaru dalam manajemen kualitas adalah Total


Quality Management (TQM).
a. Jelaskan perbedaan konsep TQM dengan konsep manajemen
kualitas tradisional.
→ Terdapat 4 (empat) perbedaan pokok antara Total Quality
Management (TQM) dengan metode manajemen yang lain. Perbedaan
pertama ialah mengenai asal intelektualnya. Asal teoritis Total Quality
Management (TQM) ialah statistika dimana Pengendalian Proses
Statistikal (SPC/ Statistical Process Control) yang didasarkan pada
sampling dan analisis varian. Sedangkan sebagian besar teori dan teknik
manajemen berasal dari ilmu-ilmu sosial. Ilmu ekonomi mikro merupakan
dasar dari sebagian teknik-teknik manajemen keuangan, ilmu psikologi
menjadi dasar teknik pemasaran dan sosiologi menjadi dasar konseptual
bagi desain organisasi.
Perbedaan antara Total Quality Management (TQM) dengan
metode manajemen lainnya juga terdapat pada sumber inovasinya. Total
Quality Management (TQM) berasal dari insinyur industri dan fisikawan
yang bekerja di sektor industri dan lembaga. Sedangkan, sebagian besar
ide dan teknik manajemen berasal dari sekolah bisnis yang terkemuka
dan perusahaan konsultan manajemen. Kemudian, perbedaan lainnya
berasal dari negara kelahirannya. Total Quality Management (TQM)
semula berasal dari Amerika Serikat kemudian lebih banyak
dikembangkan di Jepang setelah itu tersebar ke Amerika Utara dan
Eropa. Sedangkan kebanyakan teknik manajemen berasal dari Amerika
Serikat kemudian tersebar ke seluruh dunia.
Terakhir, perbedaan terdapat pada proses penyebaran. Total
Quality Management (TQM) merupakan proses bottom up, 36 yang
dipelopori oleh perusahaan-perusahaan kecil dan manajer madya
memainkan peranan yang menonjol dalam implementasinya. Sedangkan
sebagian besar manajemen modern bersifat hierarkis dan top down
yakni dari perusahaanperusahaan industri terkemuka ke perusahaan-
perusahaan yang lebih kecil dan kurang menonjol. Dalam perusahaan
yakni dari manajemen puncak ke manajemen di bawahnya.

Sumber :
Grant, dkk, 1994 (dalam Tjiptono, dkk, 2003: 12).
Fandhy Tjiptono, Anastasia Diana, 2003, Total Quality Management,
2003 Penerbit Andi, Yogyakarta
b. Dengan mengambil kasus pada manajemen kualitas pada
perguruan tinggi, jelaskan permasalahan manajemen kualitas yang
terjadi. Jelaskan pula upaya untuk mengatasinya.
→ Manajemen perguruan tinggi di Indonesia sudah semestinya
memahami perkembangan manajemen sistem industri modern, sehingga
mampu mendesain, menerapkan, mengendalikan, dan meningkatkan
kinerja sistem pendidikan tinggi yang memenuhi kebutuhan manajemen
sistem industri modern. Hal ini dimaksudkan agar setiap lulusan dari
perguruan tinggi mampu dan cepat beradaptasi dengan kebutuhan
sistem industri modern.
Perguruan Tinggi yang merupakan salah satu organisasi pendidkan
yang produk utamannya adalah jasa. Dalam perkembangan zaman yang
semakin kompetitif organisasi pendidikan harus mampu menghasilkan
produk yang berkualitas. TQM merupakan salah satu pendekatan
kualitas terpadu yang dapat diimplementasikan di Perguruan Tinggi
sebagai upaya peningkatan kualitas TQM bukan pendekatan yang
memberikan kesuksesan secara instan, tetapi suatu proses yang pelan-
pelan dan bermanfaat jangka panjang. Penerapan TQM kedalam sebuah
sistem pastinya akan ada tantangan-tantangan dan berbagai kesulitan
yang akan dihadapai. Oleh karena itu sangat membutuhkan komitmen
yang tinggi dari unsur pimpinan sampai dengan staf dan semua
stakeholder.
Selain komitmen yang tinggi, hal lain yang penting dalam
penggunaan TQM dalam pengelolaan Perguruan Tinggi adalah
pembangunan TQM mindset yang merupakan pergeseran ke paradigma
baru yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan global yang semakin
kompetitif. TQM harus dijadikan suatu budaya yang baik dalam institusi
Perguruan Tinggi sehingga kualitas akan dapat berkembang dalam
institusi.
Spanbauer (1992) menyatakan bahwa manajemen perguruan tinggi
harus mengadopsi paradigma baru tentang manajemen kualitas modern.
Paradigma baru dan paradigma lama yang dianut oleh manajemen
perguruan tinggi dicantumkan pada tabel dibawah ini:
a. Mahasiswa menerima hasil ujian, pembimbing dan nasehat agar
membuat pilihan-pilihan yang sesuai
b. Mahasiswa diperlakukan sebagai pelanggan
c. Keluhan mahasiswa ditangani secara cepat dan efisien
d. Terdapat system sarana aktif dari mahasiswa
e. Setiap departemen pelayanan menetapkan kepuasan pelanggan
sesuai kebutuhan
f. Terdapat rencana tindak lanjut untuk penempatan lulusan dan
peningkatan pekerjaan
g. Mahasiswa diperlakukan dengan sopan, rasa hormat, akrab, penuh
pertimbangan
h. Fokus manajemen pada keterampilan kepemimpinan kualitas,
seperti: pemberdayaan dan partisipasi aktif karyawan
i. Manajemen secara aktif mempromosikan kerjasama dan solusi
masalah dalam unit kerja
j. Sistem informasi memberikan laporan yang berguna untuk
membantu manajemen dan dosen
k. Staf administrasi bertanggung jawab dan siap memberikan
pelayanan dengan cara yang mudah dan cepat guna memenuhi
kebutuhan mahasiswa

Sumber :

Gaspersz, Vincent. 2008, Penerapan Total Quality Management in


Education (TQME) pada Perguruan Tinggi di Indonesia,  Jurnal
Pendidikan (online), Jilid 6

Spanbauer, Stanley J. (1992), “A Quality System for Education”,


Millwauke, Wisconsin: ASQC Quality Press.

Anda mungkin juga menyukai