Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN REVIEW JUNRAL PADA KASUS REMATIK

DISUSUN OLEH:
Endang Fiqhi Arkananda
201133024

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2020/2021
A. RESUME KASUS
keluarga Tn. S merupakan keluarga besar yang terdiri dari ayah, ibu,
anak. Tetapi Anaknya sudah menikah (Keluarga usila). Setiap hari
aktifitas Tn. S adalah berkebun. Tn. S memiliki istri bernama Ny.N dan
juga memilik anak tetapi anak dari Tn. S susdah berumah tangga dan
memiliki rumah masing-masing, Tn. S sering mengalami nyeri di bagian
kaki
Tn. S mengatakan tidak mengetahui pasti tentang rematik, Tn. S
hanya mengetahui “rematik adalah nyeri pada tulang- tulang”, Tn. S juga
mengatakan sakit dibagian telapak kaki dan datangnya setiap pagi

B. PEMBAHASAN
1. Pengaruh Senam Rematik terhadap Perubahan Skala Nyeri pada
Lanjut Usia dengan Osteoarthritis Lutut
Salah satu faktor pencetus nyeri sendi adalah osteoarthritis (OA)
karena nyeri sendi merupakan keluhan utama yang muncul pada penderita
OA (Felson & Schaible, 2010). OA merupakan salah satu jenis penyakit
rematik yang paling banyak ditemukan pada golongan usia lanjut di
lndonesia, berkisar 50-60% (Muchid dkk., 2006). Nyeri sendi muncul
dengan adanya hambatan pada sendi saat dilakukan gerakan. Data dari
World Health Organization (2011) menunjukkan jumlah penderita OA di
seluruh dunia sebanyak 151 juta jiwa. Di kawasan Asia Tenggara kejadian
OA mencapai 24 juta jiwa dan untuk wilayah Indonesia sekitar 100% laki-
laki dan perempuan di Indonesia dengan usia diatas 75 tahun mempunyai
gejala-gejala OA (Arden & Nevitt, 2006). OA dapat menyerang semua
sendi, predileksi yang tersering adalah pada sendi-sendi yang menanggung
beban berat badan seperti panggul, lutut, dan sendi tulang belakang bagian
lumbal bawah. Lokasi OA yang sering ditemukan adalah pada lokasi lutut
(Arissa, 2013).

2
Berdasarkan sebaran karakteristik responden penelitian, beberapa
faktor terbukti memengaruhi munculnya nyeri sendi akibat OA lutut.
Beberapa faktor tersebut meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan. Distribusi usia responden yang berada pada rentang 60–74
tahun atau lanjut usia dalam penelitian ini dapat membuktikan kebenaran
teori yang menyatakan bahwa OA lutut yang menyebabkan terjadinya
nyeri sendi disebabkan oleh proses degeneratif (Muslihah, 2014). Hasil ini
didukung oleh penelitian Maharani (2010) yang mengatakan bahwa usia
>50 tahun akan memiliki persentase lebih besar terhadap kejadian
osteoarthritis. Penelitian Khairani (2012) juga mendukung hasil penelitian
bahwa usia penderita osteoarthritis paling sering pada usia diatas 60 tahun
dan tidak pernah terjadi pada anakanak dikarenakan kondisi tulang rawan
yang memiliki keterbatasan dalam proses regenerasi. Menurut Litwic et
al., (2013), osteoarthritis merupakan penyakit yang ireversibel dan
kemungkinan terjadi serta prevalensinya meningkat secara tidak terhingga
seiring dengan peningkatan usia. Proses degeneratif dan keterbatasan
kemampuan tubuh untuk terus mempertahankan regenerasi sel menjadi
faktor penyebab nyeri sendi OA lutut dipengaruhi oleh usia, selain itu, di
penghujung usia akan terjadi penurunan kapasitas anabolisme yang
berakibat pada menurunnya kapasitas regenerasi dari kondrosit yang
merupakan satu-satunya sel penyusun matriks kartilago, hal inilah yang
menjadi faktor penyebab nyeri sendi OA lutut dipengaruhi oleh usia
Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah ada
pengaruh senam rematik terhadap perubahan skala nyeri sendi lanjut usia
dengan OA lutut di Panti Werdha Sinar Abadi Kota Singkawang Tahun
2016.
2. Pengaruh Senam Rematik Terhadap Kehadiran Dalam Melakukan
Activity Daily Living pada Lansia Pada Lansia Penderita
Rheumatoid Artritis DI posyandu Ismoyo Kelurahan Banjarejo
Kecamatan Taman Kota Madiun

3
Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis (jangka panjang) yang
menyebabkan nyeri, kekakuan gerak dan fungsi sendi terbatas dan
bengkak. Rheumatoid arthritis dapat mempengaruhi banyak sendi, sendi-
sendi kecil di tangan dan kaki cenderung yang paling sering terlibat.
Peradangan pada rheumatoid arthritis kadang-kadang bisa mempengaruhi
organ lain seperti mata dan paru-paru. Lansia rheumatoid artritis diberikan
senam rematik dapat membuat tulang menjadi lentur sehingga dapat
melakukan Activity Daily Lving secara mandiri. Tujuan penelitian ini
mengetahui pengaruh senam rematik terhadap Activity Daily Living di
posyandu Ismoyo.
Jenis penelitian ini kuantitatif dengan metode Quasy
experimental.Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one
group pre-post test design. Populasi 39 lansia penderita rheumatoid artritis
dengan sampel 31 lansia. Pengambilan data menggunakan lembar
kuesioner indeks barthel yang dianalisis dengan uji wilcoxon rank.
Hasil rata-rata Activity Daily Living pada lansia penderita
rheumatoid artritis sebelum dilkukan senam rematik adalah 17,19
mengalami ketergantungan berat. dan rata-rata Activity Daily Living pada
lansia penderita rheumatoid artritis setelah dilakukan senam rematik
adalah 31 mengalami ketergantungan ringan.
Analisis uji statistik dengan menggunakan uji wilcoxon rank
didapatkan nilai p value 0,000 < = 0,05 menunjukkan bahwa ada pengaruh
senam rematik terhadap Activity Daily Living pada lansia penderita
rheumatoid artritis di Posyandu Ismoyo.
Disimpulkan bahwa pelaksanaan senam rematik dapat
meningkatkan kemandirian dalam melakukan activity daily living pada
lansia penderita rheumatoid artritis. Penelitian merekomendasikan bahwa
pasien rheumatoid artritis diharapkan untuk dapat memanfaatkan senam
rematik sebagai senam alami yang praktis dalam meningkatkan kekuatan
otot pada pasien rheumatoid artritis.

4
3. Pengaruh Senam Rematik Dan Doa Terhadap Pengaruh Tingkat
Nyeri Rematik Pada Lansia Osteoartritis (Studi Di Desa Denanyar
Dan Desa Banjardowo Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang)
Osteoartritis merupakan penyakit tipe paling umum dari arthritis,
dan dijumpai khusus pada orang lanjut usia atau disebut penyakit
degeneratif. Pada Proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi
muskuloskeletal seperti degenerasi, erosi, dan kalsifikasi tulang rawan dan
kapsul sendi yang nyata dalam penurunan lebar gerakan bersama (Kerja,
2017 : 2).
Penderita osteoartritis lebih cenderung memilih pengobatan
farmakologi yang dapat membuat ketergantungan, sehingga akan
memberikan efek samping yang tidak diinginkan. Pengobatan non
farmakologi dapat dilakukan dengan senam rematik dan doa. Terapi
senam rematik untuk mempertahankan fungsi dari sendi yang terkena,
sehingga mengurangi nyeri dan doa akan menimbulkan rasa percaya diri,
harapan kesembuhan kepercayaan untuk sembuh sehingga mengurangi
rasa nyeri (Dadang H, 2009 : 75).
Menurut peneliti faktor usia merupakan faktor resiko pertama yang
diketahui menyebabkan nyeri pada lansia osteoartritis. Usia 60-69 tahun
keatas lebih berpengaruh terhadap nyeri karena dipengaruhi oleh proses
degeneratif yaitu pengapuran pada sendi-sendi dan tulang. Anak
perempuan dengan ibu yang memiliki osteoartritis berisiko lebih tinggi
karena osteoarthritis diwariskan kepada anak perempuan secara dominan
sedangkan pada laki-laki diwariskan secara resesif.
Faktor lain yaitu dilihat dari aktivitas responden sebagian besar
sebagi ibu rumah tangga, aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga
tidaklah mudah pekerjaannya cenderung melakukan hal-hal dan kebiasaan
yang kurang baik seperti kebiasaan yang membungkuk terlalu lama saat
menyapu atau cuci pakiaan meningkatkan risiko terjadinya nyeri
osteoartritis yang tinggi pada panggul.
Faktor lain yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan responden

5
sebagian besar sekolah dasar, rendahnya pengetahuan tentang nyeri
sehingga lansia osteoartritis tidak mampu dalam menangani penyakit yang
diderita dan cara mengatasi atau mengobati linu- linu, nyeri pada lutut dan
nyeri pada punggungnya.
Menurut peneliti obesitas sebagai gangguan serius yang
mempengaruhi lansia. Obesitas berkontribusi terhadap perkembangan
penyakit jantung koroner, diabetes, hipertensi. Namun banyak masyarakat
yang kurang paham tentang pengaruh berat badan terhadap nyeri tulang
belakang
Tingkat nyeri lansia osteoartritis sebelum diberikan intervensi
senam rematik dan doa menunjukkan bahwa hampir dari setengahnya
responden menderita tingkat nyeri sedang. Tingkat nyeri lansia osteoartritis
sesudah diberikan intervensi senam rematik dan doa menunjukkan bahwa
sebagian besar dari responden menderita tingkat nyeri ringan. Ada
pengaruh senam rematik dan doa terhadap penurunan tingkat nyeri pada
lansia osteoartritis di Desa Denanyar dan Desa Banjardowo Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang

4. Pengaruh Senam Rematik Terhadap Nyeri Sendi Pada Lasia Di


Pukesmas Padang Bulan
perubahan reaktif pada batas-batas sendi, seperti pembentukan
osteofit, perubahan tulang subkondral, perubahan sumsum tulang, reaksi
fibrous pada sinovium, dan penebalan kapsul sendi (Ervan, 2011 dalam
Yuliastari, 2012). Menurut organisasi kesehatan dunia World Health
Organization (WHO) dalam Sabara (2013), prevalensi penderita
osteoartritis di dunia pada tahun 2004 mencapai 151,4 juta jiwa dan 27,4
juta jiwa berada di Asia Tenggara.
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana
keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai
dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya
ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada

6
tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan
melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi (Felson, 2012).
Di Indonesia, prevalensi osteoarthritis mencapai 5% pada usia 61
tahun. Untuk osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control
and Prevention (2007), 38% (17 juta) penderita penyakit rematik di
Amerika Serikat mengeluhkan keterbatasan fungsi fisik akibat dari pada
penyakitnya Eustice (2007). Sementara, berdasarkan hasil penelitian dari
Qing (2008) Prevalensi nyeri rematik di beberapa negara ASEAN adalah,
26.3% Bangladesh, 18.2% India, 23.6-31.3% Indonesia, 16.3% Filipina,
dan 14.9% Vietnam. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Negara
Indonesia mempunyai prevalensi nyeri rematik yang cukup tinggi dimana
keadaan seperti ini dapat menurunkan produktivitas Negara akibat
keterbatasan fungsi fisik penderita yang berdampak terhadap kualitas
hidupnya.
Dari hasil penelitian mengenai pengaruh senam rematik terhadap
nyeri sendi pada lansia di puskesmas Padang Bulan disimpulkan sebagai
berikut: Nyeri sendi pada lansia sebelum dilakukan senam rematik pada
responden kelompok intervensi menunjukkan sebagian besar skala nyeri
berat sebanyak 28 orang (87,5%) dan sebagian kecil skala nyeri sedang
sebanyak 4 orang (12,5%). Nyeri sendi pada lansia setelah dilakukan senam
rematik pada responden kelompok intervensi menunjukkan sebagian besar
skala nyeri ringan sebanyak 29 orang (90,6%) , dan sebagian kecil skala
nyeri sedang sebanyak 2 orang (6,25%) dan skala nyeri berat sebanyak 1
orang (3,1%). Ada pengaruh senam rematik terhadap penurunan skala nyeri
pada sendi lansia di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan (P = 0.000
dimana P < 0.05).
5. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Rematik
Pada Lansia di Wilayah Puskesmas Kassi-Kassi Kota Makasar
Rematik adalah penyakit yang menyerang anggota tubuh yang
bergerak, yaitu bagian tubuh yang berhubungan antara yang satu dengan

7
yang lain dengan perantaraan persendian, sehingga menimbulkan rasa
nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengatuhi adanya hubungan obesitas,
pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada
lansia di wilayah Puskesmas Kassikassi Kota Makassar. Penelitian ini
dilaksanakan di Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar. Jenis
penelitian ini bersifat penelitian deskriptif analitik dan menggunakan
metode “Cross Sectional” dengan jumlah sampel 78 responden. Analisa
data menggunakan lembar kuesioner dan SPSS, untuk mengetahui adanya
hubungan antara obesitas, pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian
penyakit rematik pada lansia dengan uji Chi-Squer dengan tingkat
pemaknaan (α< 0,05). Berdasarkan hasil uji statistik hubungan obesitas
dengan kejadian penyakit rematik pada lansia didapatkan nilai p= 0,038
(p0,005) dan hasil uji statistik hubungan aktivitas fisik dengan kejadian
penyakit rematik pada lansia didaptkan nilai p= 0,021 (p<0,005)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara obesitas,
pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik pada
lansia. Berdasarkan dari hasil penelitian maka disarankan bagi peneliti
selanjutnya perlu melakukan penelitian dengan menggunakan metode yang
lain dan menggunakan sampel yang lebih banyak agar hasil penelitian
dapat lebih objektif. Bagi pegawai Wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota
Makassar agar lebih melakukan pembinaan bagi pasien penyakit rematik
di wilayah Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar tentang hubungan antara
obesitas, pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian penyakit rematik
pada lansia

C. KESIMPULAN
Dapat di simpulkan bahwa factor terjadinya rematik adalah obesitas,
pola makan dan aktifitas fisik dalam hal ini kejadi rematik juga dapat di
sebabkan oleh umur 60 keatas. Nyeri rematik dapat di kurangin dengan
cara senam rematik yang telah di jelaskan oleh ke empat jurnal, dari

8
keempat jurnal dapat di Tarik kesimpulan bahwa ada pengaruh senam
terhadap kejadian nyeri pada penderita rematik

Anda mungkin juga menyukai