Anda di halaman 1dari 10

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK ARAHAN KAWASAN BUDIDAYA DAN NON

BUDIDAYA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI PETIR DI DAERAH ISTIMEWA


YOGYAKARTA
Candraditya Dwaya Putra
candradityaputra@yahoo.com

Djati Mardiatno
Mardiatno@yahoo.com

Abstract
Catchment area is an ecosystem in which there is an interaction between biotic, abiotic and
human. This study aims to determine the condition of geomorphology, land capability
conditions, and the landing area of cultivated and uncultivated in Petir catchment area
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Weight factor matching (WFM) is method technique in the determination of land capability
classes. The data used are RTRW maps, soil data and slope data. Soil map, landforms map
and slope map in used making land units. The method used is the analysis of geomorphology,
soil analysis, land capability evaluation and analysis of cultivated and uncultivated region.
The results showed that the land in the study area included in the class III to class VIII which
is dominated by class VII. The sloping topography of the area of study up to a very steep and
erosion is a limiting factor influencing the high land capability class. Production forest (450
ha or 24.7%) and forest area (653 ha or 35.9%) is the appropriate type of land use in the
study area.
Keywords : Weight Factor Matching (WFM), RTRW, Land Units, Land Capability, cultivated
and uncultivated region.
Abstrak

DAS merupakan ekosistem yang di dalamnya terdapat interaksi antara biotik, abiotik
dan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi geomorfologi, kondisi
kemampuan lahan, dan arahan kawasan budidaya dan non budidaya Sub-DAS Petir Daerah
Istimewa Yogyakarta.

Weight factor matching (WFM) merupakan teknik analisa dalam penentuan kelas
kemampuan lahan. Data yang digunakan adalah peta RTRW, data tanah dan data kemiringan
lereng. Peta tanah, peta bentuklahan dan peta lereng digunakan dalam pembuatan satuan
lahan. Analisa yang digunakan adalah analisa geomorfologi, analisa tanah, evaluasi
kemampuan lahan dan analisa kawasan budidaya dan non budidaya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan di daerah penelitian termasuk dalam klas III
hingga klas VIII dimana di dominasi oleh klas VII. Topografi daerah penelitian yang miring
hingga sangat curam dan erosi merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi tingginya
kelas kemampuan lahan. Hutan produksi (450 Ha atau 24,7%) dan kawasan hutan rakyat (653
Ha atau 35,9%) adalah jenis penggunaan lahan yang sesuai pada daerah penelitian.

Kata kunci : Weight Factor Matching (WFM), RTRW, Satuan lahan, kelas kemampuan
lahan, kawasan budidaya dan non budiaya.
121
permukaan akan lebih besar sehingga
produktivitas tanah akan berkurang.
Kondisi seperti ini sangat dikhawatirkan
bila terjadi terus menerus yang akan
PENDAHULUAN
menyebabkan lahan menjadi kritis akbibat
Bencana dan kerusakan lingkunan penurunan kesuburan dan produktivitas
terjadi karena adanya pemanfaatan lahan tanah. Daerah penelitian terletak di Sub-
yang tidak mempertimbangkan DAS Petir yang merupakan bagian dari
keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, sistem DAS Opak dengan topografi datar
harus dilakukan penataan ruang yang hingga sangat curam. Secara administrasi
memperhatikan keseimbangan ekosistem. Sub-DAS Petir terletak di tiga kabupaten,
Menurut Departemen Pekerjaan Umum yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten
terdapat dua pola pemanfaatan ruang, yaitu Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul
kawasan budidaya dan kawasan non dengan orientasi aliran dari barat ke timur.
budidaya. Pertumbuhan penduduk dan perubahan
“Kawasan non budidaya merupakan penggunaan lahan yang sangat pesat secara
wilayah yang ditetapkan untuk tidak langsung mempengaruhi kondisi
melestarikan lingkungan hidup yang lahan. Perubahan penggunaan lahan yang
mencakup sumberdaya alam dan relatif cepat di wilayah D.I Yogyakarta
sumberdaya buatan, sedangkan kawasan khususnya Sub-DAS peitr merupakan
budidaya adalah wilayah yang boleh suatu permasalahan lingkungan dan dapat
dimanfaatkan lahannya atau wilayah merusak ekosistem. Berdasarkan latar
dengan fungsi utama untuk dibudidayakan belakang maksud dan tujuan penelitian ini,
atas dasar kondisi dan potensi yaitu
sumberdaya alam, sumberdaya manusia a) Mengetahui kondisi geomorfologi
dan sumber daya buatan” (Departemen Sub-DAS Petir.
Pekerjaan Umum, 2007). b) Mengetahui kondisi kemampuan
Lahan adalah lingkungan fisik yang lahan Sub-DAS Petir.
mencakup tanah, iklim, relief, hidrologi c) Mengetahui arahan penggunaan lahan
dan vegetasi merupakan faktor-faktor yang yang sesuai di Sub-DAS Petir.
mempengaruhi potensi penggunaan lahan
(Widiatmika, 2007). Lahan merupakan METODE PENELITIAN
sumberdaya yang sangat penting untuk Metode penelitian diawali dengan
memenuhi segala kebutuhan hidup, pengumpulan data sekunder berupa foto
berdasarkan hal tersebut lahan merupakan udara, peta tanah klasifikasi USDA, 2010
lingkungan biofisik yang mencakup tanah, dan peta topografi. Fungsi dari peta
iklim, relief, hidrologi, vegetasi dan topografi dan foto udara adalah untuk
adanya campur tangan manusia dalam analisa geomorfologi dengan pendekatan
perubahan lahan. analitik. Analisa geomorfologi digunakan
Pengelolaan lahan harus sesuai karena Geomofologi menjadi dasar dalam
dengan kemampuan lahan agar tidak pembuatan satuan lahan karena masalah
menurunkan produktivitas lahan. lingkungan dapat diselesaikan dengan
Kemampuan lahan merupakan sifat dasar yang ada dalam pengembangan
kesanggupan lahan memberikan hasil pendekatan geomorfologi (Verstappen,
untuk penggunaan tertentu secara optimal 1983). Peta tanah, peta lereng dan peta
dan lestari. Lahan yang tidak tertutup oleh geomorfologi di tumpang tindihkan
vegetasi akan menyebabkan berkurangnya (overlay) yang menghasilkan peta satuan
bahan organik akibat terkena langsung air lahan Sub-DAS Petir.
hujan yang turun, selain itu aliran
122
Tahapan selanjutnya pengumpulan macam penggunaan lahan (Arsyad, 2000)
data primer tanah untuk di lakukan yang dapat dilihat pada Tabel 2.
pemeriaan di lokasi penelitian dan Berdasarkan skema hubungan antara
laboratorium. Data primer yang diamati di kelas kemampuan lahan dengan intensitas
lapangan adalah lereng permukaan, tingkat dan macam penggunaan dapat diketahui
erosi, kedalaman tanah, drainase, arahan penggunaan lahan masing-masing
persentase batuan lepas dan ancaman kelas kemampuan lahan.
banjir. Data primer yang didapat dari Lahan yang tidak memiliki
laboratorium adalah sifat fisik dan kimia kesesuaian dengan arahan penggunaan
tanah berupa tekstur tanah lapisan atas dan lahan dari kemampuan lahan akan
lapisan bawah, permeabilitas, kepekaan diarahkan menjadi penggunaan lahan dari
erosi dan salinitas. Data-data tersebut yang kemampuan lahan.
diamati mengacu pada tabel klasifikasi
kemampuan lahan Arsyad, 1989 yang Tabel 2. Skema Hubungan Antara Kelas
dapat dilihat pada Tabel 1. Kemampuan Lahan Dengan Intensitas dan
Macam Penggunaan Lahan (Arsyad, 2000)
Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan
Lahan Intensitas dan Pemilihan Penggunaan Meningkat

Cagar Alam/Hutan

Garapan Terbatas

Garapan Intensip
Garapan Sedang

Garapan Sangat
Hutan Produksi

Pengembalaan

Pengembalaan

Pengembalaan
No Kelas Kemampuan

Terbatas

Terbatas
Lindung
Faktor Kelas Kemampuan

Intensip

Intensip
Sedang
I II III IV V VI VII VIII
Lahan
1 Lereng A B C D A E F G
permukaan
2 Kepekaan KE 1 , KE KE 4 , KE (*) (*) (*) (*)
erosi KE 2 3 KE 5 6
dan Pilihan Penggunaan

3 Tingkat erosi e0 e1 e1 e2 (*) e3 e4 (*) I


Meningkat, Kesesuaian
Hambatan/Ancaman

4 Kedalaman k0 k0 k1 k2 (*) k3 (*) (*)


II
tanah
Berkurang

5 Tekstur lapisan t 2 /t 3 t 1 /t t 1 /t 4 (*) (*) (*) (*) t5 III


atas 4
IV
6 Tekstur lapisan t 2 /t 4 t 1 /t t 1 /t 4 (*) (*) (*) (*) t5 V
bawah 4 VI
7 Permeabilitas P 2 ,P 3 P2, P 2 ,P 3 P2, P1 (*) (*) P5 VII
P3 , P4 P3, VIII
P4
8 Drainase d 0 /d 1 d2 d3 d4 (**) (*) (*) (*)
9 Kerikil/batuan b0 b0 b0 b1 b2 (*) (*) b3
10 Ancaman O0 O1 O2 O3 O4 (**) (**) (*)
HASIL DAN PEMBAHASAN
banjir
11 Garam/Salinita g0 g1 g2 g3 (**) g3 (*) (*)
s (***) Tenaga endogen dan eksogen yang
Sumber : Arsyad, 2000 kompleks terjadi pada daerah penelitian
membentuk morfologi perbukitan pada
Data-data sekunder dan data primer DAS Petir yang memiliki kemiringan
yang diperoleh diolah untuk mendapatkan lereng datar hingga sangat curam. Tenaga
kelas kemampuan lahan dengan memakai endogen yang terjadi pada kala tersier awal
metode Weight Factor Matching atau dan akhir adalah proses vulkanik berupa
perbandingan berdasarkan faktor pembatas pengendapan material vulkanik hingga
pada masing-masing parameter pada setiap membentuk batuan vulkanik yang
satuan lahan. Metode ini menghasilkan merupakan fasies laut (Bronto dkk dalam
kelas kemampuan lahan pada setiap satuan Sartohadi, 2004). Batuan vulkanik yang
lahan dari kelas I hingga kelas VIII. menyusun adalah batuan tuf yang berada
semakin berat faktor pembatas maka pada formasi semilir dan batuan breksi
semakin tinggi kelas kemampuan lahan, yang berada pada formasi nglanggran.
sehingga lahan tidak dapat dimanfaatkan. Tenaga endogen lain yang berlangsung
Adapun skema hubungan antara kelas pada kala tersier tengah hingga akhir
kemampuan lahan dengan intensitas dan adalah pengangkatan, pensesaran dan

123
pelipatan lemah (Sartohadi dan Rahardjo, daerah penelitian terdapat 13 jenis tanah,
2004). yaitu asosiasi lithic ustorthents, typic
Proses yang terjadi selanjutnya troporthents, lithic ustorthents, lithic
adalah tenaga eksogen berupa proses ustropepts, oxic eutropepts, typic
denudasional seperti erosi, gerak masa hapluderts, typic haplusterts, typic
Tanah dan pengendapan tanah troporthents, typic ustropepts, vertic
Berdasarkan Gambar 1 diketahui proses eutropepts dan vertic tropaquepts. Adapun
geomorfologi yang berlangsung pada singkapan batuan lebih yang menutupi
daerah penelitian dibagi menjadi tiga lahan hampir 90% dengan kedalaman
proses, yaitu bentuklahan asal proses tanah yang dangkal.
struktural, bentuklahan hasil proses Topografi yang menyusun daerah
struktural denudasional dan bentuk lahan penelitian terdiri dari datar hingga sangat
hasil proses fluvial. Bentuklahan hasil curam. DAS Petir memiliki luas 1820 ha.
proses struktural terdapat di seluruh Topografi agak miring mendominasi
perbukitan di daerah penelitian dengan daerah penelitian seluas 563 ha atau sekitar
bukti adanya gawir. Erosi dan pemindahan 30,9%, sedangkan topografi miring seluas
massa tanah yang terdapat di seluruh 550 ha atau 30,2%. Topografi agak curam
perbukitan struktural daerah penelitian juga seluas 180 ha atau 9,9%, sedangkan
menunjukkan DAS Petir mengalami topografi curam seluas 329 ha atau 18,1%.
proses denudasional. Tabel 2. Menyajian luas masing-masing
kelas kemiringan lereng pada daerah
penelitian.

Gambar 1. Peta Geomorfologi Daerah Penelitian


Informasi tanah diperlukan dalam
penelitian ini karena kurangnya informasi Data dari peta geomorfologi, peta
mengenai karakteristik tanah dapat tanah dan peta kemiringan lereng memiliki
menyebabkan pemanfaatan yang tidak keterkaitan antara tanah dan bentuk.
sesuai dan dapat menyebabkan kerusakan Berdasarkan hal tersebut, peta tanah, peta
lingkungan(McKenzie and Ryan, 1999; geomorfologi dan kemiringan lereng
Thompson et al., 2001 dalam Sartohadi ditumpangtindihkan (overlay) dan didapat
dan Rahardjo, 2004). Tanah yang 59 satuan lahan.
menyusun daerah penelitian merupakan
tanah yang baru berkembang dan Tabel 2. Kelas Kemiringan Lereng Daerah
dikelompokkan menjadi tiga ordo, yaitu Aliran Sungai Petir
ordo Entisols, Ordo Vertisols dan ordo
No Klas Topografi Luas
inceptisol. Berdasarkan analisa peta tanah
124
Lereng Ha % mempunyai hambatan yang berat dari
1 I Datar 70 3.9 tanah kelas satu. Berdasarkan hal tersebut
2 Landai 100 5.5
pemanfaatan lahan yang ideal di kelas ini
II
adalah lahan tanaman semusim dan
3 III Agak miring 563 30.9
tanaman yang memerlukan pengolahan
4 IV Miring 550 30.2
tanah dengan tindakan konservasi sedang.
5 V Agak Curam 180 9.9 Untuk mencegah pelumpuran dan
6 VI Curam 329 18.1 pemadatan umumnya diperlukan bahan
7 VII Sangat curam 28 1.5 organik dan tidak mengolah tanaman
Total Luas 1820 100 dalam keadaan basah dan konservasi tanah
untuk mencegah erosi pada tanah
Berdasarkan hasil evaluasi berlereng (Arsyad, 1989). Luas kelas
kemampuan lahan, daerah penelitian kemampuan III di daerah penelitian adalah
terbagi menjadi enam kelas lahan yaitu 88 Ha atau 5 %. Kelas kemampuan lahan
kelas kemampuan lahan kelas III sampai IV terletak pada bentuklahan perbukitan
dengan kelas VIII. sebaran kemampuan struktural denudasional dan terletak pada
lahan dapat dilihat pada Gambar 2. Kelas satuan lahan S3III9P, S2IV15T, S2IV3T
kemampuan lahan III terletak pada dan S4II9P. Kelas kemampuan ini
bentuklahan fluvial dan lereng kaki bertopografi landai (3-8%) hingga miring
perbukitan struktural yaitu pada satuan atau berbukit (15-30%), tanah yang
lahan S5II4Si dan F1I10T. Topografi kelas menyusun adalah Typic Ustropepts, Typic
kemampuan lahan ini datar (0-3%) dan Hapluderts, dan Lithic Ustorthents. Lahan
landai (3-8%), tanah yang menyusun ini telah terusik berupa tegalan dan
adalah Typic Haplusterts dan Typic permukiman yang merupakan jenis
Troporthents. Lahan kelas III terletak di pemanfaatan lahan yang di manfaatkan
hilir DAS Petir dengan ketinggian tempat oleh penduduk dalam daerah penelitian.
81 Mdpal hingga 100 Mdpal. Lahan ini mempunyai hambatan dan
ancaman kerusakan pada tanah lebih besar
dari tanah-tanah di kelas III.

Gambar 2. Peta Kemampuan Lahan Daerah Penelitian


Penggunaan lahan yang terdapat di
kemampuan lahan kelas III adalah tegalan Faktor pembatasnya berupa lereng
dan sawah irigasi. Faktor pembatas Kelas permukaan, erosi yang berat hingga sangat
III di daerah penelitian adalah berat, permeabiitas dan drainase. Kelas ini
permeabilitas, kepekaan erosi dan dapat dimanfaatkan, tapi perlu tindakan
drainase. Tanah dalam lahan kelas tiga konservasi berupa teras bangku, saluran
125
bervegetasi dan dam penghambat (Arsyad, permukiman. Faktor penghambat dari
2000). Penggunaan lahan yang ideal kelas ini adalah erosi yang berat hingga
berupa tanaman semusim, tanaman sangat berat dan kedalaman tanah.
pertanian, tanaman rumput, hutan Kedalaman tanah yang tipis berada di
produksi, padang pengembalaan, hutan perbukitan struktural Formasi Semilir
lindung dan suaka alam. Bila digunakan dengan kedalaman tanah kurang dari 25
atau dimanfaatkan tanpa tindakan cm hingga 25 sampai 50 cm. Tanah
konservasi, maka lahan dapat rusak. Formasi Semilir di daerah penelitian
Kerusakan lahannya dapat berupa terbentuk pada kondisi batuan berlapis
percepatan laju erosi bahkan tanah longsor yang miring dan searah dengan kemiringan
karena drainase kelas kemampuan lahan lereng. Hal ini menyebabkan tanah yang
ini masuk dalam kategori agak buruk terbentuk di atasnya cenderung menuruni
hingga buruk. Kelas kemampuan lahan IV lereng (Sartohadi dan Rahardjo, 2004).
pada daerah penelitian mempunyai luas Berdasarkan faktor pembatas dari kelas VI,
115 Ha atau 6 % dari daerah penelitian. penggunaan lahan kelas ini menjadi
Kelas kemampuan lahan V terbatas dan tidak cocok untuk penggunaan
terletak pada bentuklahan perbukitan pertanian. Penggunaan yang ideal adalah
struktural denudasional dan perbukitan padang pengembalaan, hutan produksi,
struktural vulkanik. Kelas ini mempunyai hutan lindung atau cagar alam.
topografi datar (0-3%) hingga agak miring Penggunaan tanaman semusim seperti
(8-15%), tanah yang menyusun adalah perkebunan dapat menjadi pilihan dalam
Lithic Ustrothents, Typic Hapluderts, dan kemampuan lahan kelas VI. Namun, dapat
Oxic Eutropepts. Dengan kondisi yang digunakan di tanah yang mempunyai
datar hingga agak miring masyarakat perakaran dalam dan topografi agak miring
sekitar memanfaatkan lahan sebagai hingga agak curam dengan tindakan
permukiman, kebun, tegalan, sawah tadah konservasi berat (Arsyad, 2000). Kelas
hujan dan permukiman. Faktor kemampuan lahan VII terletak di
penghambat dari kelas ini adalah bentuklahan perbukitan struktural
permeabilitas dengan kategori lambat denudasional dan perbukitan struktural
karena bertekstur lempung dan geluh vulkanik seluas1046 Ha atau 57% luas
lempung pasiran. Lahan jenis ini sangat daerah penelitian dengan kondisi topografi
ideal dengan tanaman rumput, padang agak miring (8-15%) hingga curam (45-
pengembalaan, hutan produksi, hutan 65%). Tanah yang menyusun pada kelas
lindung dan suaka alam. Luas kelas ini adalah Lithic Ustrothents, Vertic
kemampuan lahan ini seluas 311 Ha atau Eutropepts, Typic Hapluderts, Typic
17% dari daerah penelitian. Kelas Ustropepts, dan Typic Hapluderts.
kemampuan lahan VI terletak pada Penggunaan lahan yang terdapat pada
bentuklahan perbukitan struktural kelas kemampuan lahan ini adalah sawah
denudasional seluas 232 Ha atau 13 % luas tadah hujan, tegalan, kebun, permukiman
daerah penelitian dengan topografi agak dan semak belukar. Faktor pembatas kelas
miring (8-15%) hingga miring (15-30%). ini adalah lereng permukaan dan erosi.
lindung dan suaka alam. Tanah yang Kelas kemampuan lahan VII tidak
menyusun kelas ini adalah Typic sesuai digunakan sebagai budidaya
kemampuan lahan ini seluas 311 Tanah pertanian. Namun, tanah yang memiliki
yang menyusun kelas ini adalah Typic kedalaman tanah yang dalam dan tidak
Hapluderts, Lithic Ustorthents dan Typic peka terhadap erosi dapat digunakan untuk
Ustropepts. Masyarakat sekitar tanaman pertanian dengan syarat dilakukan
memanfaatkan lahan pada kelas VI berupa tindakan konservasi untuk mencegah erosi
sawah tadah hujan, tegalan dan (Arsyad, 2000). Gambaran kondisi luas
126
kelas kemampuan lahan dapat dilihat pada Total 1820 100
Tabel 3. Kelas kemampuan lahan VIII
terletak di bentuklahan lereng atas
Tingginya suatu kelas bukan acuan dari
perbukitan struktural vulkanik terdenudasi
penentuan kawasan budidaya dan non
formasi nglanggran bertopografi sangat
budidaya melainkan pengelolaan yang
curam >65% seluas 28 Ha atau 2 % luas
diperbolehkan setiap kelas. Sebagai contoh
daerah penelitian. Lahan di kelas ini
kelas kemampuan lahan VII yang terletak
berbatu atau memiliki singkapan batuan
di satuan lahan S3VI16B bertopografi
dengan persentase >50% yang didominasi
curam (45-65%). Satuan lahan ini
oleh batuan vulkanik. Penggunaan lahan
memiliki faktor penghambat berupa lereng
pada satuan lahan S2VII6B ini adalah
permukaan dan erosi, tetapi lahan ini
semak belukar. Berdasarkan kelas lereng
mampu dimanfaatkan menjadi kawasan
dan adanya singkapan batuan yang
hutan produksi. Berdasarkan modul
menutupi lahan >90. Lahan ini sangat
terapan pedoman kriteria kawasan
direkomendasikan menjadi kawasan
budidaya dari departemen pekerjaan
lindung atau non budidaya karena lereng
umum, hutan produksi termasuk dalam
permukaan yang sangat curam, tanah yang
penggunaan lahan kawasan budidaya.
dangkal dan singkapan batuan yang
Namun, pemanfaatan lahan harus
menutupi lahan ini.
memperhatikan konservasi tanah dan air
seperti melakukan sistem tebang pilih
Tabel 3. Luas Kelas Kemampuan Lahan.
dalam penebangan hasil hutan. Tabel 4.
Luas adalah tabel hubungan kemampuan lahan
No Kemampuan Lahan dengan tipe kawasan. Berdasarkan tabel
Ha %
tersebut, hutan produksi, pertanian
1 III 88 5 marginal, pertanian ekstensif perkebunan
dan padang pengembalaan termasuk dalam
2 IV 115 6
kawasan budiaya seperti yang dirumuskan
3 V 311 17 dalam buku panduan kawasan budidaya
Departeman Pekerjaan umum, 2007. Hal
4 VI 232 13
selanjutnya adalah mencocokan hasil
5 VII 1046 57 arahan kemampuan lahan dengan
penggunaan lahan ekstensif dan RTRW
6 VIII 28 2
Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul dan
Kabupaten Gunung Kidul.
Tabel 4. Tabel Hubungan Kemampuan Lahan Dengan Tipe Kawasan.

Kelas Tipe pengeolaan Tipe kawasan Total


kemampuan berdasarkan Kawasan non satuan
Kawasan budidaya
lahan kemampuan lahan budidaya lahan
I - - - -
II - - - -
III Pertanian ekstensif S5II4Si, F1III5Kbc, S4II11Swth, F1I10T - 4
IV Pertanian marginal S3III9P, S2IV15T, S4II9P - 3
S1II8Swth, S4IV5T, S2III7T, S2IV6T,
Padang rumput atau
V S2III14T, S2III7Swth, S3III6T, S3III6B, - 11
pengembalaan
S3III6K, S3III6R, S4III5P
Pengembalaan S3IV5Swth, S4III6Swth, S2IV14T,
VI terbatas atau S2III14Swth, S3IV8P, S3IV5T, S4III6T, - 9
perkebunan S4III6B, S4III6R, S3III6R

127
S3IV9Swth, S3IV11T, S3IV8Swth,
S3IV2Swth, S2IV12T, S3IV3Swth,
S2IV3T,S2IV13T, S3III6Swth, S2VI6T,
S2VI13T, S3III1T, S3VI14K,
S4VI6Swth, S3VI6Swth, S1VI8Kbc,
VII Hutan Produksi - 31
S2II16T, S3VI16B, S1IV8Swth,
S3IV11Swth, S4IV11P, S3IV2P,
S3IV12B, S2IV12Swth, S3III3T,
S2III3Swth, S2III3T, S2III3R, S2VI6K,
S3III1Swth, S1VI15T
Hutan Lindung atau
VIII S2VII6B 1
cagar alam
Total satuan lahan dalam tipe kawasan 59
Luas
No Penggunaan lahan Ha %
1 Hutan lindung 28 2
2 Hutan produksi 1135 62
3 Kawasan hutan rakyat 258 14
4 Perkebunan 124 7
Kawasan pertanian lahan
5 basah 22 1
Kawasan pertanian lahan
6 kering 158 9
Kawasan peruntukan
7 permukiman 96 5
Total Luas 1820 100

Gambar 3. Peta Kawasan budidaya dan Non Budidaya


Daerah Penelitian

Berdasarkan Tabel 5 hasil


pencocokan yang dapat dilihat sebarannya
pada Gambar 3 diketahui terdapat
sembilan macam arahan penggunaan lahan
yang termasuk dalam kawasan budidaya
dan non budidaya. Hutan lindung 28 Ha,
kawasan resapan air 51 Ha, dan sepadan
sungai 35 Ha merupakan penggunaan yang
termasuk dalam kawasan non budidaya, KESIMPULAN
sedangkan hutan produksi 450 Ha, hutan
rakyat 653 Ha, kawasan perdesaan 24 Ha, Berdasarkan hasil analisis dan
kawasan peruntukan permukiman 331 Ha, deskripsi yang telah dibahas, maka dapat
kawasan pertanian lahan basah 102 Ha, ditarik kesimpulan sebagai berikut :
kawasan pertanian lahan kering 101 Ha 1. Topografi Sub-DAS Petir tersusun atas
dan perkebunan 45 Ha termasuk dalam perbukitan asal proses bentuklahan
kawasan budidaya. struktural dan denudasional. Batuan
penyusun daerah penelitian merupakan
Tabel 5. Kawasan Budidaya dan Non batuan vulkanik berumur tersier.
Budidaya Berdasarkan Kemampuan Secara morfokronologis, proses
Lahan, Penggunaan Lahan Eksisiting dan endogen yang bekerja pada kala tersier
RTRW berupa pengendapan material vulkanik,
128
pensesaran dan pengangkatan hingga mempunyai faktor pembatas erosi yang
membentuk topografi berbukit. Proses berat hingga sangat berat dan memiliki
eksogen merupakan proses yang terjadi kedalaman tanah yang dangkal hingga
selanjutnya berupa perlapukan, erosi sedang. Kelas VII memiliki faktor
dan gerakan massa. Proses-proses pembatas erosi dan lereng permukaan
tersebut merupakan proses bentuklahan yang terdapat pada lereng miring
denudasional. Erosi dan pelapukan hingga curam dan erosi yang berat. Hal
terjadi hingga sekarang, aktivitas tersebut menyebabkan lahan pada
tersebut terjadi lebih cepat karena kelas ini tidak dapat digunakan sebagai
adanya aktivitas manusia yang lahan pertanian. Namun, lahan kelas
mencakup pemanfaatan berupa ini dapat dibudidayakan sebagai hutan
aktivitas pertanian. Sejarah produksi dengan sistem tebang pilih.
geomorfologi yang kompleks, keadaan Kelas kemampuan lahan yang terakhir
geomorfologi yang terjadi saat ini dan adalah kelas VIII yang bertopografi
aktivitas manusia sehingga DAS ini sangat curam dengan tanah yang tipis
pun menjadi kawasan yang terusik dan sebagian besar lahanya terdapat
berat. Secara keseluruhan, bentuklahan singkapan batuan. Berdasarkan
DAS Petir adalah bentuklahan keadaan geomorfologi tersebut kelas
struktural vulkanik, dan sebagian ini hanya dapat dijadikan kawasan
bentuklahan fluvial pada daerah hilir. lindung. Selain bertopografi sangat
curam, lahan ini memiliki kedalaman
2. Daerah penelitian termasuk dalam tanah yang dangkal dan didominasi
kelas kemampuan lahan daerah oleh singkapan batuan vulkanik dari
penelitian adalah kelas III hingga VIII gunung purba nglanggran.
dan kelas kemampuan lahan VII adalah 3. Berdasarkan analisis kemampuan lahan
kelas yang direkomendasikan dengan dan kesesuaian dengan RTRW
luas 1046 Ha. Perbedaan faktor kabupaten Bantul, Kabupaten
pembatas menyebabkan kelas Gunungkidul dan Kabupaten Sleman,
kemampuan lahan di DAS petir telah diperoleh hasil kawasan budidaya
bervariasi. Kelas III daerah penelitian dan non budidaya DAS Petir. Daerah
dibatasi oleh faktor pembatas kepekaan penelitian dapat dibudidayakan berupa
erosi, permeabilitas dan drainase. hutan berupa hutan rakyat, hutan
Sedangkan kelas IV memiliki faktor produksi, kawasan permukiman,
pembatas berupa erosi, permeabilitas pertanian lahan basah, pertanian lahan
dan lereng permukaan. Kelas ini kering, kawasan resapan air,
berada pada lereng perbukitan Perkebunan dan kawasan hutan
struktural terdenudasi yang landai lindung/cagar alam (28 Ha).
hingga miring atau berbukit. Kelas V
berada pada topografi yang datar 4. Keadaan topografi DAS Petir
hingga agak miring dengan faktor merupakan daerah berbukit yang relatif
pembatas permeabilitas dan singkapan miring dan di dominasi erosi yang
batuan. Tanah di kelas V tidak dapat berat. Seluas 1103 Ha atau 60% lahan
dibudidayakan karena memiliki di dalam DAS Petir dapat dijadikan
permeabilitas yang buruk dan kawasan budidaya. Namun,
cenderung akan sering tergenang dan direkomendasikan sebagai lahan hutan
lahan pada kelas ini didominasi produksi dengan sistem tebang pilih
singkapan batuan vulkanik berumur untuk mencegah percepatan
tersier dengan tanah yang dangkal. penelanjangan atau proses denudasi
Kelas selanjutnya adalah kelas VI yang dan mencegah kerusakan lingkungan.
129
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. (1989). Konservasi Tanah & Air.
Bogor: IPB.
Departemen Pekerjaan Umum, (2007). Modul
Terapan Pedoman Kriteria Teknis
Kawasan Budidaya. Jakarta.
Widiatmika, S. H. (2007). Evaluasi
Kesesuaian Lahan & Perencanaan
Tataguna Lahan. Gadjah Mada
University Press.
Zuidam R.A van, Zuidam-Cancelado. F.I. van,
1979. Terrain Analysis and
Classification Using Aerial
Photographs. Enscede : ITC, The
Netherlands.
Sartohadi., Rahardjo. (2004). Hubungan
Bentuklahan dan Tanah Melalui
Pendekatan Bentuklahan Secara
Faktorial. Gama Sains . Yogyakarta.
Verstappen, H. T. (1983). Applied
Geomorphology. Amsterdam: Elsevier
Science Publishers B.V.
Soil Survei Staff. (1998). Kunci Taksonomi
Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia.
1999. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.

130

Anda mungkin juga menyukai