Kemampuan Lahan Untuk Arahan Kawasan Budidaya Dan Non
Kemampuan Lahan Untuk Arahan Kawasan Budidaya Dan Non
Djati Mardiatno
Mardiatno@yahoo.com
Abstract
Catchment area is an ecosystem in which there is an interaction between biotic, abiotic and
human. This study aims to determine the condition of geomorphology, land capability
conditions, and the landing area of cultivated and uncultivated in Petir catchment area
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Weight factor matching (WFM) is method technique in the determination of land capability
classes. The data used are RTRW maps, soil data and slope data. Soil map, landforms map
and slope map in used making land units. The method used is the analysis of geomorphology,
soil analysis, land capability evaluation and analysis of cultivated and uncultivated region.
The results showed that the land in the study area included in the class III to class VIII which
is dominated by class VII. The sloping topography of the area of study up to a very steep and
erosion is a limiting factor influencing the high land capability class. Production forest (450
ha or 24.7%) and forest area (653 ha or 35.9%) is the appropriate type of land use in the
study area.
Keywords : Weight Factor Matching (WFM), RTRW, Land Units, Land Capability, cultivated
and uncultivated region.
Abstrak
DAS merupakan ekosistem yang di dalamnya terdapat interaksi antara biotik, abiotik
dan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi geomorfologi, kondisi
kemampuan lahan, dan arahan kawasan budidaya dan non budidaya Sub-DAS Petir Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Weight factor matching (WFM) merupakan teknik analisa dalam penentuan kelas
kemampuan lahan. Data yang digunakan adalah peta RTRW, data tanah dan data kemiringan
lereng. Peta tanah, peta bentuklahan dan peta lereng digunakan dalam pembuatan satuan
lahan. Analisa yang digunakan adalah analisa geomorfologi, analisa tanah, evaluasi
kemampuan lahan dan analisa kawasan budidaya dan non budidaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan di daerah penelitian termasuk dalam klas III
hingga klas VIII dimana di dominasi oleh klas VII. Topografi daerah penelitian yang miring
hingga sangat curam dan erosi merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi tingginya
kelas kemampuan lahan. Hutan produksi (450 Ha atau 24,7%) dan kawasan hutan rakyat (653
Ha atau 35,9%) adalah jenis penggunaan lahan yang sesuai pada daerah penelitian.
Kata kunci : Weight Factor Matching (WFM), RTRW, Satuan lahan, kelas kemampuan
lahan, kawasan budidaya dan non budiaya.
121
permukaan akan lebih besar sehingga
produktivitas tanah akan berkurang.
Kondisi seperti ini sangat dikhawatirkan
bila terjadi terus menerus yang akan
PENDAHULUAN
menyebabkan lahan menjadi kritis akbibat
Bencana dan kerusakan lingkunan penurunan kesuburan dan produktivitas
terjadi karena adanya pemanfaatan lahan tanah. Daerah penelitian terletak di Sub-
yang tidak mempertimbangkan DAS Petir yang merupakan bagian dari
keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, sistem DAS Opak dengan topografi datar
harus dilakukan penataan ruang yang hingga sangat curam. Secara administrasi
memperhatikan keseimbangan ekosistem. Sub-DAS Petir terletak di tiga kabupaten,
Menurut Departemen Pekerjaan Umum yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten
terdapat dua pola pemanfaatan ruang, yaitu Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul
kawasan budidaya dan kawasan non dengan orientasi aliran dari barat ke timur.
budidaya. Pertumbuhan penduduk dan perubahan
“Kawasan non budidaya merupakan penggunaan lahan yang sangat pesat secara
wilayah yang ditetapkan untuk tidak langsung mempengaruhi kondisi
melestarikan lingkungan hidup yang lahan. Perubahan penggunaan lahan yang
mencakup sumberdaya alam dan relatif cepat di wilayah D.I Yogyakarta
sumberdaya buatan, sedangkan kawasan khususnya Sub-DAS peitr merupakan
budidaya adalah wilayah yang boleh suatu permasalahan lingkungan dan dapat
dimanfaatkan lahannya atau wilayah merusak ekosistem. Berdasarkan latar
dengan fungsi utama untuk dibudidayakan belakang maksud dan tujuan penelitian ini,
atas dasar kondisi dan potensi yaitu
sumberdaya alam, sumberdaya manusia a) Mengetahui kondisi geomorfologi
dan sumber daya buatan” (Departemen Sub-DAS Petir.
Pekerjaan Umum, 2007). b) Mengetahui kondisi kemampuan
Lahan adalah lingkungan fisik yang lahan Sub-DAS Petir.
mencakup tanah, iklim, relief, hidrologi c) Mengetahui arahan penggunaan lahan
dan vegetasi merupakan faktor-faktor yang yang sesuai di Sub-DAS Petir.
mempengaruhi potensi penggunaan lahan
(Widiatmika, 2007). Lahan merupakan METODE PENELITIAN
sumberdaya yang sangat penting untuk Metode penelitian diawali dengan
memenuhi segala kebutuhan hidup, pengumpulan data sekunder berupa foto
berdasarkan hal tersebut lahan merupakan udara, peta tanah klasifikasi USDA, 2010
lingkungan biofisik yang mencakup tanah, dan peta topografi. Fungsi dari peta
iklim, relief, hidrologi, vegetasi dan topografi dan foto udara adalah untuk
adanya campur tangan manusia dalam analisa geomorfologi dengan pendekatan
perubahan lahan. analitik. Analisa geomorfologi digunakan
Pengelolaan lahan harus sesuai karena Geomofologi menjadi dasar dalam
dengan kemampuan lahan agar tidak pembuatan satuan lahan karena masalah
menurunkan produktivitas lahan. lingkungan dapat diselesaikan dengan
Kemampuan lahan merupakan sifat dasar yang ada dalam pengembangan
kesanggupan lahan memberikan hasil pendekatan geomorfologi (Verstappen,
untuk penggunaan tertentu secara optimal 1983). Peta tanah, peta lereng dan peta
dan lestari. Lahan yang tidak tertutup oleh geomorfologi di tumpang tindihkan
vegetasi akan menyebabkan berkurangnya (overlay) yang menghasilkan peta satuan
bahan organik akibat terkena langsung air lahan Sub-DAS Petir.
hujan yang turun, selain itu aliran
122
Tahapan selanjutnya pengumpulan macam penggunaan lahan (Arsyad, 2000)
data primer tanah untuk di lakukan yang dapat dilihat pada Tabel 2.
pemeriaan di lokasi penelitian dan Berdasarkan skema hubungan antara
laboratorium. Data primer yang diamati di kelas kemampuan lahan dengan intensitas
lapangan adalah lereng permukaan, tingkat dan macam penggunaan dapat diketahui
erosi, kedalaman tanah, drainase, arahan penggunaan lahan masing-masing
persentase batuan lepas dan ancaman kelas kemampuan lahan.
banjir. Data primer yang didapat dari Lahan yang tidak memiliki
laboratorium adalah sifat fisik dan kimia kesesuaian dengan arahan penggunaan
tanah berupa tekstur tanah lapisan atas dan lahan dari kemampuan lahan akan
lapisan bawah, permeabilitas, kepekaan diarahkan menjadi penggunaan lahan dari
erosi dan salinitas. Data-data tersebut yang kemampuan lahan.
diamati mengacu pada tabel klasifikasi
kemampuan lahan Arsyad, 1989 yang Tabel 2. Skema Hubungan Antara Kelas
dapat dilihat pada Tabel 1. Kemampuan Lahan Dengan Intensitas dan
Macam Penggunaan Lahan (Arsyad, 2000)
Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan
Lahan Intensitas dan Pemilihan Penggunaan Meningkat
Cagar Alam/Hutan
Garapan Terbatas
Garapan Intensip
Garapan Sedang
Garapan Sangat
Hutan Produksi
Pengembalaan
Pengembalaan
Pengembalaan
No Kelas Kemampuan
Terbatas
Terbatas
Lindung
Faktor Kelas Kemampuan
Intensip
Intensip
Sedang
I II III IV V VI VII VIII
Lahan
1 Lereng A B C D A E F G
permukaan
2 Kepekaan KE 1 , KE KE 4 , KE (*) (*) (*) (*)
erosi KE 2 3 KE 5 6
dan Pilihan Penggunaan
123
pelipatan lemah (Sartohadi dan Rahardjo, daerah penelitian terdapat 13 jenis tanah,
2004). yaitu asosiasi lithic ustorthents, typic
Proses yang terjadi selanjutnya troporthents, lithic ustorthents, lithic
adalah tenaga eksogen berupa proses ustropepts, oxic eutropepts, typic
denudasional seperti erosi, gerak masa hapluderts, typic haplusterts, typic
Tanah dan pengendapan tanah troporthents, typic ustropepts, vertic
Berdasarkan Gambar 1 diketahui proses eutropepts dan vertic tropaquepts. Adapun
geomorfologi yang berlangsung pada singkapan batuan lebih yang menutupi
daerah penelitian dibagi menjadi tiga lahan hampir 90% dengan kedalaman
proses, yaitu bentuklahan asal proses tanah yang dangkal.
struktural, bentuklahan hasil proses Topografi yang menyusun daerah
struktural denudasional dan bentuk lahan penelitian terdiri dari datar hingga sangat
hasil proses fluvial. Bentuklahan hasil curam. DAS Petir memiliki luas 1820 ha.
proses struktural terdapat di seluruh Topografi agak miring mendominasi
perbukitan di daerah penelitian dengan daerah penelitian seluas 563 ha atau sekitar
bukti adanya gawir. Erosi dan pemindahan 30,9%, sedangkan topografi miring seluas
massa tanah yang terdapat di seluruh 550 ha atau 30,2%. Topografi agak curam
perbukitan struktural daerah penelitian juga seluas 180 ha atau 9,9%, sedangkan
menunjukkan DAS Petir mengalami topografi curam seluas 329 ha atau 18,1%.
proses denudasional. Tabel 2. Menyajian luas masing-masing
kelas kemiringan lereng pada daerah
penelitian.
127
S3IV9Swth, S3IV11T, S3IV8Swth,
S3IV2Swth, S2IV12T, S3IV3Swth,
S2IV3T,S2IV13T, S3III6Swth, S2VI6T,
S2VI13T, S3III1T, S3VI14K,
S4VI6Swth, S3VI6Swth, S1VI8Kbc,
VII Hutan Produksi - 31
S2II16T, S3VI16B, S1IV8Swth,
S3IV11Swth, S4IV11P, S3IV2P,
S3IV12B, S2IV12Swth, S3III3T,
S2III3Swth, S2III3T, S2III3R, S2VI6K,
S3III1Swth, S1VI15T
Hutan Lindung atau
VIII S2VII6B 1
cagar alam
Total satuan lahan dalam tipe kawasan 59
Luas
No Penggunaan lahan Ha %
1 Hutan lindung 28 2
2 Hutan produksi 1135 62
3 Kawasan hutan rakyat 258 14
4 Perkebunan 124 7
Kawasan pertanian lahan
5 basah 22 1
Kawasan pertanian lahan
6 kering 158 9
Kawasan peruntukan
7 permukiman 96 5
Total Luas 1820 100
130