KOSMOGRAFI
“Bola Langit”
(Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kosmografi)
(ABKA564)
Dosen Pengampu:
Dr. Parida Angriani, M.Pd
Aswin Saputra, S.Pd., M.Sc
Disusun oleh:
A. Latar Belakang
Kosmografi diambil dari bahasa Yunani, cosmos dan graphein. Cosmos artinya alam
semesta atau jagad raya (universe), sedangkan graphein artinya tulisan, penggambaran atau
uraian tertulis. Dengan demikian secara harfiah kosmografi adalah ilmu pengetahuan yang
menguraikan atau menggambarkan tentang alam semesta serta menjelaskan fenomena-
fenomena dan hukum-hukum yang terjadi di alam semesta (universe) (Pujani, 2015).
Angkasa dan bintang-bintang yang bersinar indah di malam hari telah menumbuhkan
rasa kekaguman dan ingin tahu manusia akan keberadaan benda-benda langit di atas sana. Oleh
karena itu, manusia mencari tahu keberadaan bintang di langit dengan menggunakan ilmu
astronomi. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan sebuah bintang, kita bisa menggunakan
gambar sketsa bola langit (Padil, 2013).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bola langit ?
2. Apa manfaat dari mempelajari bola langit ?
3. Apa saja Jenis-jenis bola langit ?
4. Apa yang dimaksud dengan sudut deklanasi ?
5. Apa yang dimaksud dengan Horizon, Vertikal, Zenith dan Nadir ?
6. Apa saja peristiwa-peristiwa yang dikaitkan oleh pergerakan bintang dan bulan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan bola langit
2. Untuk mengetahui apa manfaat dari mempelajari bola langit
3. Untuk mengetahui jenis-jenis bola langit
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sudut deklanasi
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Horizon, Vertikal, Zenith dan Nadir
6. Untuk mengetahui apa saja peristiwa-peristiwa yang dikaitkan oleh pergerakan bintang dan
bulan
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam ilmu pengetahuan Fisika, definisi bola langit adalah suatu bangun khayal yang
berbentuk bola dengan bumi sebagai pusatnya, sedangkan benda-benda langit seakan-akan
menempel pada bagian dalam kulit bola tersebut. Bola langit memiliki beberapa istilah
menurut titik pengamat seorang manusia di bumi. Zenit merupakan titik langit yang berada
tepat di atas kepala pengamat. Sedangkan nadir adalah titik yang berada tepat di bawah kaki
pengamat.
Bola langit dapat digunakan secara geosentrik maupun toposentrik. Geosentrik berarti
bola tersebut berpusat pada pengamat khayal yang berada di pusat bumi dan efek paralaks tidak
diperhitungkan. Sementara toposentrik berarti bola tersebut berpusat pada pengamat di
permukaan Bumi dan paralaks horizontal tidak dapat selalu diabaikan.
Dalam mempelajari bola langit, manusia menggunakan patokan kutub utara dan kutub
selatan bumi. Sehingga dalam hal ini muncul dua istilah Kutub Langit Utara dan Kutub Langit
Selatan. Kutub Langit Utara adalah pertemuan antara bola langit dengan perpanjangan garis
kutub selatan dan kutub utara. Sedangkan Kutub Langit Selatan adalah pertemuan antara bola
langit dengan perpanjangan garis kutub utara dan kutub selatan.
Saat belajar astronomi bola langit, para ahli perbintangan menggunakan titik O dengan
koordinat (0,0) yaitu pusat bumi sebagai titik acuan atau pusat koordinat. Sedangkan koordinat
titik-titik lain, misalnya benda-benda langit ditentukan berdasarkan posisinya terhadap titik
asal.
Manfaat yang bisa kita dapatkan dengan mempelajari bola langit adalah mengetahui
letak sebuah bintang dan garis edar bintang tersebut. Jauh sebelum ilmu pengetahuan cara
menggambar bola langit ditemukan, manusia telah menemukan cara alami tentang posisi
bintang di langit. Kakek moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa pelaut yang
memanfaatkan keberadaan bintang-bintang di langit sebagai petunjuk dalam berlayar.
Sebagian dari mereka juga menggunakan rasi bintang sebagai petunjuk awal melaksanakan
waktu yang tepat untuk bercocok tanam.
Bola langit tegak/vertikal, jika khatulistiwa serta garis edar benda langit yang lain tegak
lurus terhadap horizon. Bola langit yang tegak yaitu bola langit untuk lintang tempat tinjauan
khatulistiwa atau β = 0o. Semua tempat yang terletak digaris khatulistiwa mempunyai bola
langit yang tegak, seperti Pontianak dan Bonjol di Negara kita, dan danau Victoria di Afrika.
Bola langit miring, jika khatulistiwa dan garis edar benda langit yang lain miring
terhadap horizon. Tempat-tempat di bumi dengan lintang geografik bukan 0o, akan tetapi lebih
kecil dari 90o LU maupun LS mempunyai bola langit yang miring.
Bola langit sejajar, jika β = 90o LU atau 90o LS yaitu untuk tempat tinjauan kutub utara
atau kutub selatan.
D. Sudut Deklanasi
Deklinasi sebagai sudut adalah jarak dari suatu benda langit ke equator, diukur melalui
lingkaran waktu, dapat juga dikatakan deklinasi suatu bintang adalah adalah sepotong busur
lingkaran deklinasi yang diukur dari titik perpotongan equator pada lingkaran deklinasi itu
sampai bintang itu sendiri. Yaitu yang dengan hitungan derajat, menit dan detik (Sado, 2019).
Deklinasi dalam bahasa arab disebut dengan mail, atau dalam bahasa Inggris disebut
Declination (Dec), dengan simbol δ, deklinasi bisa dibandingkan dengan garis lintang, yang
diproyeksikan ke bola langit, dan diukur dalam derajat ke arah utara dan selatan dari ekuator
langit.
Deklinasi sebelah utara equator dinamakan positif dan diberi tanda (+), sedang
deklinasi sebelah selatan equator dinamakan negatif dan diberi tanda (-). Pada saat benda langit
persis berada pada lingkaran equator, maka deklinasinya sebesar 0 derajat. Harga deklinasi
yang terbesar yang dicapai oleh salah suatu benda langit adalah 90 derajat yaitu manakala
benda langit tersebut persis berada pada titik kutub langit.
Pada tata koordinat horizon, letak bintang ditentukan hanya berdasarkan pandangan
pengamat saja. Tata koordinat horizon tidak dapat menggambarkan lintasan peredaran semu
bintang dan letak bintang selalu berubah sejalan dengan waktu. Namun, tata koordinat horizon
penting dalam hal pengukuran absorbsi cahaya bintang.
Dalam horizon terdapat garis vertikal. Vertikal (garis tegak lurus) adalah garis tengah
bola langit yang tegak lurus dengan garis tengah horizon. Titik potong garis tegak lurus dengan
bola langit yang terletak di atas kepala kita dimana titik puncak atau zenith dan titik potong
yang terletak di bawah atau berlawanan dinamakan titik hakiki atau nadir.
Sedangkan lingkaran vertikal adalah suatu lingkaran yang menghubungkan titik zenith
dan titik nadir melalui horizon tegak lurus pada bidang horizon, sehingga setiap titik pada
lingkaran horizon jaraknya 90˚ dan dapat dibuat tidak terbatas (lingkaran di bola langit yang
bergaris menengahkan garis vertikal).
Titik pertemuan antara garis vertikal dengan bola langit bagian atas disebut titik zenith
yang kemudian disingkat dengan huruf Z. Sedangkan titik pertemuan antara garis vertikal
dengan bola langit bagian bawah disebut titik nadir yang kemudian disingkat dengan huruf N
(Loeb, Várnai, & Davies, 1997).
F. Peristiwa-Peristiwa yang dikaitkan oleh Pergerakan Bintang dan Bulan
• Konjungsi Bulan dengan Jupiter
Konjungsi merupakan suatu keadaan di mana benda langit berada dalam posisi
yang berdekatan atau sedang berpapasan. Pada 6 September mendatang, Bulan akan
berkonjungsi dengan Jupiter. Saat peristiwa ini terjadi, Bulan dan Jupiter akan terpisah
sejauh 2 derajat. Menurut in-the-sky.org, keduanya akan berada di arah rasi bintang
Ofiukus dan akan mulai bisa teramati pukul 18:03 WIB hingga tengah mala m.
• Oposisi Neptunus
Sebagai planet paling luar di tata surya, Neptunus akan berada di titik opsisi
pada 10 September mendatang. Dengan kata lain, posisi Matahari -Bumi-Neptunus akan
berada dalam satu garis lurus di bidang tata surya. Tak hanya itu, pada 10 September
mendatang merupakan jarak terdekat Bumi dan Neptunus dengan jarak sekitar 150 juta
kilometer. Nantinya, Neptunus akan tampak dengan diameter sudut sebesar 2,4 detik
busur.
Pengamat mulai bisa mengamati oposisi Neptunus pada pukul 19:15 hingga
04:30 waktu setempat. Planet itu akan berada setinggi 21 derajat dari cakrawala timur
dan terbenam di bawah 20 derajat dari cakrawala barat .
• Konjungsi Bulan dengan gugus M44
Jika biasanya Bulan berkonjungsi dengan planet, kali ini satelit alami Bumi itu
akan berkonjungsi dengan gugus bintang terbuka. Disebut M44, peristiwa ini akan
terjadi pada 25 September mendatang.
Nantinya, Bulan akan berada sejauh 1 derajat dari gugus bintang M44. Untuk
mengamatinya, carilah dulu Bulan sabit yang akan terbit pada pukul 02:25 dini hari
waktu setempat. Pada saat itu, Bulan dan gugus M44 akan berada di ketinggian 40
derajat di atas cakrawala timur laut.
• Supermoon
Dikenal sebagai lunar perigee, peristiwa Bulan super ini terjadi pada tanggal 19
Februari 2019. Pada dasarnya, supermoon merupakan fenomena biasa ketika Bulan
dalam orbit elips mengelilingi Bumi berada di jarak terdekat atau yang disebut sebagai
perigee. Kedekatan Bulan dengan Bumi ini akan membuat penampakan Bulan menjadi
sedikit lebih besar dan lebih terang. Pada 19 Februari, perigee Bulan akan menjadi yang
terdekat untuk tahun ini, dengan jarak antara Bumi dan Bulan yang diperkirakan
mencapai sekitar 356.846 kilometer. Hal tersebut akan membuat diameter sudut Bulan
14 persen lebih besar dari Bulan purnama lainnya tahun ini .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam ilmu pengetahuan Fisika, definisi bola langit adalah suatu bangun khayal yang
berbentuk bola dengan bumi sebagai pusatnya, sedangkan benda-benda langit seakan-akan
menempel pada bagian dalam kulit bola tersebut. Manfaat yang bisa kita dapatkan dengan
mempelajari bola langit adalah mengetahui letak sebuah bintang dan garis edar bintang
tersebut.
Deklinasi sebagai sudut adalah jarak dari suatu benda langit ke equator, diukur melalui
lingkaran waktu, dapat juga dikatakan deklinasi suatu bintang adalah adalah sepotong busur
lingkaran deklinasi yang diukur dari titik perpotongan equator pada lingkaran deklinasi itu
sampai bintang itu sendiri. Yaitu yang dengan hitungan derajat, menit dan detik.
Horizon adalah lingkaran pada bola langit yang menghubungkan titik utara, timur,
selatan dan barat sampa ke utara lagi. Horizon merupakan batas pemisah antara belahan langit
atas dan bawah yang tidak tampak. Ketika kita berdiri di suatu tempat terkesan kita seolah-
olah menjadi pusat dari sebuah bola raksasa (bola langit). Pada lingkaran besar tersebut langit
dan Bumi bertemu. Lingkaran inilah yang disebut horizon. Lingkaran horizon disebut juga
ufuk atau kaki langit atau cakrawala.
Dalam horizon terdapat garis vertikal. Vertikal (garis tegak lurus) adalah garis tengah
bola langit yang tegak lurus dengan garis tengah horizon. Titik potong garis tegak lurus dengan
bola langit yang terletak di atas kepala kita dimana titik puncak atau zenith dan titik potong
yang terletak di bawah atau berlawanan dinamakan titik hakiki atau nadir. Sedangkan lingkaran
vertikal adalah suatu lingkaran yang menghubungkan titik zenith dan titik nadir melalui
horizon tegak lurus pada bidang horizon, sehingga setiap titik pada lingkaran horizon jaraknya
90˚ dan dapat dibuat tidak terbatas (lingkaran di bola langit yang bergaris menengahkan garis
vertikal).
Titik pertemuan antara garis vertikal dengan bola langit bagian atas disebut titik zenith
yang kemudian disingkat dengan huruf Z. Sedangkan titik pertemuan antara garis vertikal
dengan bola langit bagian bawah disebut titik nadir yang kemudian disingkat dengan huruf N.
B. Saran
Paper ini tentunya masih banyak kekurangan penjelasan tentang “Bola Langit” untuk
itu bagi pembaca agar mencari literatur, yang lebih lengkap. Bagi mahasiswa yang ingin
membuat paper ini, sebaiknya mencari literatur dari jurnal maupun internet yang lengkap
sesuai dengan permintaan dosen.
Meski saya telah berusaha semaksimal mungkin agar paper ini sempurna, namun masih
ada saja kekurangan yang perlu saya benahi. Maka dari itu kritik yang membangun dari
pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan paper ini, semoga kawan-kawan yang
membantu di balas Allah SWT dengan kebaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Loeb, N. G., Várnai, T., & Davies, R. (1997). Effect of cloud inhomogeneities on the solar zenith
angle dependence of nadir reflectance. Journal of Geophysical Research Atmospheres,
102(8), 9387–9395. https://doi.org/10.1029/96jd03719
Padil, H. A. (2013). DASAR-DASAR ILMU FALAK DAN TATAORDINAT: Bola Langit dan
Peredaran Matahari. Al-Daulah, 2(2), 195–214.
Pujani, N. M. (2015). Pengembangan Perangkat Praktikum Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa
Berbasis Kemampuan Generik Sains untuk Meningkatkan Keterampilan Laboratorium Calon
Guru Fisika. JPI (Jurnal Pendidikan Indonesia), 3(2), 471–484. https://doi.org/10.23887/jpi-
undiksha.v3i2.4463
Rausi, F. (2019). Astrolabe; Instrumen Astronomi Klasik Dan Kontribusinya Dalam Hisab Rukyat.
Elfalaky, 3(2), 120–137. https://doi.org/10.24252/ifk.v3i2.14149
Sado, A. B. (2019). Pengaruh Deklinasi Magnetik pada Kompas dan Koordinat Geografis Bumi
terhadap Akurasi Arah Kiblat. AL-AFAQ: Jurnal Ilmu Falak Dan Astronomi, 1(1), 1–12.