KOSMOGRAFI
Cobalah Amati
Pernahkah kamu memikirkan benda apa saja yang berada di langit? Cobalah
amati, di siang hari kamu bisa melihat Matahari dengan sinarnya yang terik. Di
malam hari, kamu melihat Bulan dan kerlap-kerlip bintang gemintang. Apakah
benda-benda langit itu memiliki pengaruh terhadap kehidupan di Bumi ataukah
hanya sebagai hiasan langit semata? Kini cobalah amati dengan lebih seksama apa
saja pengaruh benda-benda langit itu terhadap lingkungan sekitarmu. Lalu cobalah
mencari tahu disiplin ilmu apakah yang mempelajari tentang hal itu?
Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu:
1. memahami pengertian kosmografi;
2. mengerti perbedaan kosmografi dengan disiplin ilmu lain yang sama-sama
mempelajari alam semesta;
3. memahami objek studi dan alat bantu kosmografi;
4. mengetahui tokoh-tokoh kosmografi dari masa ke masa;
5. memahami kedudukan kosmografi dalam studi geografi.
***
1
Bab I ini akan mengajak Anda untuk mengenal kosmografi lebih dekat
dengan memahami pengertian kosmografi dan perbedaanya dengan disiplin ilmu
lain yang sama-sama mempelajari alam semesta. Selanjutnya dibahas mengenai
objek studi, ilmu penunjang, alat bantu, hingga para ahli kosmografi dari masa ke
masa. Bab ini ditutup dengan penjelasan mengenai kedudukan ilmu kosmografi
dalam studi geografi.
A. Pengertian Kosmografi
Secara etimologi, kosmografi berasal dari dua kata dari bahasa Yunani,
yaitu kosmos yang berarti ‘alam semesta’ dan graphia yang berarti ‘tulisan’ atau
‘penjelasan’. Jadi kata kosmografi dalam bahasa Yunani berarti ‘penjelasan
tentang alam semesta’.
Sementara itu, dalam bahasa Indonesia jika kita buka dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2002:597) kata kosmogafi berarti pengetahuan tentang seluruh
susunan alam; pemerian (penggambaran) secara umum tentang jagat raya
termasuk bumi. Adapun Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia
karya J.S. Badudu (2003:200), mengartikan kata kosmografi sebagai teori tentang
asal mula terjadinya benda-benda langit dan alam semesta.
Banyak ahli telah memberi definisi tentang kosmografi. Salah satunya
adalah Peter Apian dalam bukunya Cosmographie de Pierre Apian yang terbit
tahun 1544 mendefinisikan kosmografi sebagai sebuah gambaran bola langit
dengan bintang-bintang di dalamnya. Apian memahami kosmografi sebagai studi
yang meliputi posisi bumi dalam alam semesta yang lebih besar dengan melihat
ke bawah dari atas sebagai keseluruhan fenomena (Spiller, 2004: 132)
Definisi dari Apian di atas menunjukkan bahwa kosmografi mempelajari
alam semesta dengan melihat ke bawah menggunakan ‘mata’ angkasa. Ilmu
kosmografi menguraikan dan memberikan “gambaran” alam semesta serta
menjelaskan fenomena dan hukum-hukum yang terjadi di alam semesta, termasuk
benda-benda yang ada di dalamnya seperti galaksi, bintang, planet, asteroid,
komet, meteor, satelit, dan lain sebagainya dengan sudut pandang dari langit.
2
Thomas Blundeville menetapkan 4 bagian kosmografi, yaitu (1)
astronomi, ilmu pengetahuan tentang benda-benda angkasa; (2) astrologi, ilmu
tentang ramalan terhadap apa yang akan terjadi berdasarkan pengaruh pergerakan
bintang; (3) geografi, yang mendeskripsikan keseluruhan bumi; dan (4)
chorografi, yang menguraikan beberapa bagian atau wilayah di permukaan bumi.
(Short, 2004:48)
Peter Apian di sisi lain menegaskan perbedaan antara kosmografi geografi,
dan chorologi. Kosmogafi merupakan studi tentang alam semesta; geografi adalah
penggambaran tentang bumi; dan chorografi melihat pada bagian tertentu dari
bumi. Pembagian ini bukan merupakan pembatas yang memisahkan bidang
penelitian, melainkan sebagai cerminan sebuah pembagian yang relatif dari
sebuah kesatuan pandangan tentang dunia. Pembagian antara kosmografi,
geografi, dan chorografi ini bersifat cair (tidak tetap). Sebagai contoh, karya
Ptolomeus kadang dianggap sebagai karya geografi dan di lain waktu disebut
sebagai kosmografi. Pembagian ini ibarat pandangan pada objek yang sama tetapi
dengan lensa yang berbeda (Short, 2004:32)
Kosmografi dengan demikian dapat disimpulkan sebagai ilmu
pengetahuan yang memetakan kenampakan umum dari kosmos atau alam
semesta, mendeskripsikan baik langit maupun bumi, tetapi tanpa melampaui
batasan geografi dan astronomi. Di sini jelaslah bahwa kosmografi memiliki
kaitan yang sangat erat dengan geografi dan astronomi.
Buku Cosmographiae Introductio karya Martin Waldseemuller yang terbit
pada tahun 1507 menjelaskan globe dan peta dunia. Buku ini memperkenalkan
sebuah model kosmografi standar yang menguraikan bola dunia, poros bumi,
kutub, lengkungan langit, garis lintang, iklim, dan angin. Waldseemuller dalam
buku tersebut menyatakan bahwa kosmografer seharusnya mengetahui terutama
tentang elevasi kutub, zenith dan iklim bumi (Short, 2004:50).
3
Gambar 1.1. Universalis Cosmographia
4
penanggalan, penetapan musim, perhitungan tinggi air pasang, perhitungan
gerhana, dan lain sebagainya. Selain itu, ilmu-ilmu modern seperti geografi,
geodesi, dan kartografi mendapat banyak kontribusi dari kosmografi.
Abad modern ini adalah era kosmografi presisi, yaitu era ketika data-data
astronomis melimpah dengan tingkat presisi yang semakin tinggi. Kosmografi
bukan lagi sekadar teori-teori spekulatif tentang asal-usul, evolusi, komposisi, dan
struktur alam semesta ini. Kosmografi kini sudah merupakan ilmu pengetahuan
yang didukung beragam hasil observasi astronomis dan hasil-hasil eksperimen
fisika yang terkait.
5
2. Objek Formal Kosmografi
Objek formal kosmografi berupa pendekatan (cara pandang) yang
digunakan dalam memahami objek material. Kosmografi memilki pendekatan
spesifik yang membedakan dengan ilmu-ilmu lain. Pendekatan spesifik itu dikenal
dengan pendekatan stereografis terhadap alam semesta menggunakan bola langit
dengan planet bumi sebagai titik pengamatan.
Pendekatan stereografi yaitu gambaran dari seorang pengamat di bumi
tentang benda-benda antariksa yang berupa bayangan semu yang berbentuk 3
dimensi. Contohnya adalah gambar 1.2 berikut yang merupakan gambaran tentang
keadaan langit berbintang dilihat dari bumi.
Gambar 1.2. Langit berbintang di atas sebuah formasi batuan pasir dipotret dari
jantung Sahara di gurun Tassili, Aljazair.
6
Adapun gambar 1.4 berikut ini merupakan gambaran stereografis dari
alam semesta.
Para ilmuwan mempelajari semua obyek yang ada di alam semesta: planet,
bintang, galaksi dan bagaimana semuanya menyatu membentuk alam semesta.
Padahal para ilmuwan tinggal di Bumi sementara yang dipelajari terletak miliaran
bahkan triliunan tahun cahaya jauhnya. Lalu bagaimanakah cara para ilmuwan
memperoleh data-data dari alam semesta?
Kuncinya ada pada cahaya yang sampai ke Bumi. Cahaya memungkinkan
kita melihat benda-benda di ruang angkasa. Bintang-bintang dan galaksi
memancarkan cahaya sendiri sehingga kita bisa melihatnya. Sementara benda lain
di angkasa seperti planet atau bulan dapat terlihat karena cahaya bintang
memantul dari permukaannya. Teleskop digunakan untuk mengumpulkan cahaya
tersebut sehingga kita bisa melihat lebih banyak benda yang jaraknya lebih jauh.
Bintang dan galaksi mengirimkan informasi dalam bentuk energi, salah
satunya adalah cahaya. Jenis energi lain seperti gelombang radio, sinar x,
inframerah dan ultraviolet tidak tampak oleh mata telanjang. Namun teleskop
dapat mengumpulkan energi itu dan mengubahnya menjadi gambar. Misalnya
lubang hitam yang tidak memancarkan cahaya diketahui keberadaannya
berdasarkan sinar x di sekitar lubang itu. Para ilmuwan juga memasang alat
7
khusus di ujung teleskop untuk memecah cahaya menjadi spektrumnya sehingga
dapat menganalisa suhu bintang dan bahan pembentuknya.
8
D. Alat Bantu Ilmu Kosmografi
Mengamati dan mempelajari alam semesta yang maha luas itu akan
mustahil jika hanya dengan mata telanjang. Oleh karena itu, ilmu Kosmogafi
memerlukan alat-alat bantu untuk mengamati alam raya ini agar hasilnya bisa
lebih detail dan presisi.
Sejak zaman dahulu para ilmuwan telah menggunakan berbagai instrumen
(alat) yang cukup canggih pada zamanya untuk mengamati benda-benda langit,
seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
9
tinggi (elevasi) antara objek langit dan cakrawala. Alat ini penting untuk navigasi
langit. Sextant juga digunakan untuk mengukur tinggi kulminasi benda-benda
langit yang sangat penting untuk menentukan tempat atau posisi kapal di samudra
yang luas atau pesawat terbang di udara.
2. Astrolabe
Astrolabe (al-Usthurlâb-bahasa arab) merupakan inklinometer pada zaman
dahulu yang dapat digunakan untuk mencari dan memprediksi posisi matahari,
bulan, planet, dan bintang-bintang. Al-Khawarizmi menjuluki alat ini sebagai
miqyâs an-nujum (pengukur bintang). Astrolabe terdiri dari lempengan (piringan)
360 derajat yang menggambarkan posisi benda-benda langit dengan skala angka-
angka derajat tertentu. Alat ini berbentuk bulat yang menggambarkan bola langit
yang terdiri dari garis atau skala yang menunjukkan posisi bintang-bintang dan
atau benda-benda langit. Astrolabe dapat dikatakan sebagai induk instrumen
astronomi. Keunggulan alat ini adalah dapat digunakan secara cepat dan detail
tanpa memerlukan perhitungan yang rumit. Namun demikian untuk memahami
seluk-beluk alat ini dibutuhkan pengetahuan dasar matematika yang memadai.
Gambar 1.7 berikut ini menunjukkan piringan astrolabe dan ilustrasi cara
penggunaannya.
10
10
Gambar 1.7 Astrolabe dan penggunaannya.
3. Kompas
Kompas adalah alat untuk menentukan arah berupa sebuah panah
penunjuk magnetis yang bebas menyelaraskan dirinya dengan medan magnet
bumi secara akurat. Kompas memberikan rujukan arah tertentu sehingga sangat
membantu dalam bidang navigasi. Apabila digunakan bersama-sama dengan jam
dan sekstan, maka kompas akan lebih akurat membantu para ahli perbintangan
dalam menunjukkan arah.
Gambar 1.8 berikut ini adalah gambar kompas dengan 8 arah mata angin.
11
11
abad ke-12, para penjelajah Eropa berhasil membuat kompas dengan
menggosokkan sebatang jarum pada biji magnet. Penemuan ini memicu
perkembangan kompas hingga seperti yang kita kenal sekarang.
5. Quadrant
Quadrant (Rubul Mujayyab-bahasa Arab) adalah alat yang digunakan
untuk observasi benda langit dan mengukur sudut sampai dengan 90 derajat.
Penggunaan umum dari quadrant adalah untuk mengetahui koordinat seorang
pengamat dengan mengukur jarak sudut matahari, bulan, dan bintang dari titik
puncaknya
12
12
Terdapat 4 jenis quadrant, yaitu quadrant sinus untuk menyelesaikan
problem trigonometri, quadrant universal untuk menyelesaikan problem ilmu
perbintangan pada sembarang lintang, horary quadrant yang berkaitan dengan
waktu dan matahari, serta astrolabe quadrant yang bersumber dari astrolabe.
Gambar 1.10 adalah horary quadrant yang digunakan sebagai penunjuk
waktu, sedangkan di sampingnya gambar ilustrasi penggunaan quadrant.
6. Torquetum
Torquetum atau turquet adalah instrumen observasi perbintangan abad
pertengahan yang dirancang untuk mengambil dan mengkonversi pengukuran
dalam tata koordinat bola langit yang dilakukan dalam tiga set koordinat: horizon,
khatulistiwa, dan ekliptika. Torquetum pertama kali dibuat oleh seorang ilmuwan
muslim bernama Jabir Ibnu Falah (Geber) pada abad ke-12. Alat ini bisa
dikategorikan sebagai komputer analog karena cara kerjanya yang semi otomatis
dan tingkat kecanggihannya di zaman itu.
Ilustrasi yang menggambarkan torquetum dapat dilihat pada gambar 1.11
berikut ini.
13
13
Gambar 1.11 Torquetum bekerja semi otomatis
7. Triquetrum
Triquetrum memiliki fungsi yang hampir sama dengan quadrant. Alat ini
banyak digunakan pada zaman Copernicus. Triquetrum disebut juga Parallactic
Rulers (pengukur paralaks), digunakan untuk menentukan altitud langit dan jarak
zenith dan paralaks bulan. Triquetrum (Gambar 1.12) merupakan salah
satu instrumen kosmografi yang populer sebelum era teleskop. Alat ini dapat
mengukur sudut secara lebih presisi dibanding astrolabe.
Copernicus menjelaskan cara penggunaan alat ini pada bab berjudul
Instrumenti parallactici constructio dalam bukunya De revolutionibus orbium
coelestium yang terbit pada Tahun 1543. Instrumen ini juga digunakan oleh
Tycho Brahe pada abad yang sama.
14
14
8. Alidade
Alidade (Al i’dhadah-bahasa arab) adalah perangkat yang memungkinkan
seseorang untuk melihat sebuah objek yang jauh dan menggunakan garis pandang
untuk melakukan pekerjaannya. Penggunaan utama alidade adalah untuk
membuat peta pada bidang horisontal. Seiring dengan perkembangan zaman,
alidade menjadi bagian dari teleskop yang berputar di sekitar sumbu
horisontalnya sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.13 di bawah ini.
9. Teleskop
Teleskop merupakan alat paling penting dalam pengamatan benda langit.
Instrumen pengamatan ini berfungsi mengumpulkan radiasi elektromagnetik dan
sekaligus membentuk citra dari benda yang diamati. Teleskop memiliki cara kerja
dengan mengumpulkan, mencatat dan menggunakan energi untuk menyusun
gambar yang bisa digunakan untuk mempelajari bintang dan planet. Atmosfer bisa
menghentikan beberapa jenis energi sebelum mencapai permukaan Bumi. Oleh
karena itu, beberapa teleskop dipasang di luar angkasa.
Ada tiga jenis utama teleskop optik yang digunakan, yaitu Refraktor
(Dioptrik), Reflektor (Katoptrik), dan Katadioptrik. Refraktor adalah jenis
teleskop yang hanya menggunakan lensa untuk menampilkan bayangan benda.
15
15
Reflektor adalah jenis teleskop yang menggunakan cermin untuk memantulkan
cahaya dan bayangan benda dan Katadioptrik adalah jenis teleskop yang
menggunakan kombinasi dari lensa dan cermin sebagai pengumpul cahaya
sekaligus bayangan benda.
Gambar 1.14 berikut ini merupakan salah satu contoh teleskop reflektor
yang digunakan untuk mengamati Galaksi Bima Sakti.
Gambar 1.14 Teleskop Schmidt Bimasakti ini termasuk jenis teleskop reflektor.
Teleskop ini dinamakan Bima Sakti karena memang khusus digunakan untuk
mengamati galaksi Bima Sakti.
16
16
mengukur jarak di antara bintang) sampai sekompleks Stonehenge (untuk
mengukur musim lewat posisi matahari terbit dan terbenam).
Cosmo Fact
Cheomseongdae, Observatorium Tertua di Asia
Cheomseongdae adalah sebuah observatorium ilmu perbintangan kuno yang
terdapat di Gyeongju, Korea Selatan. Cheomseongdae dalam bahasa Korea berarti
menara pengamat bintang. Cheomseongdae berupa menara batu setinggi 9,17 m
yang telah lama terkenal sebagai observatorium ilmu perbintangan tertua di Asia.
Dibangun pada awal abad ke-7, pada masa kerajaan Silla yang saat itu ber-ibu
kota di Gyeongju. Cheomseongdae dikategorikan sebagai harta nasional Korea
Selatan ke-31 pada tanggal 20 Desember 1962.
17
17
Observatorium Bosscha merupakan salah satu tempat peneropongan bintang
tertua di Indonesia. Observatorium Bosscha berlokasi di Lembang, Jawa Barat,
sekitar 15 km di bagian utara Kota Bandung.
Observatorium modern biasanya berisi satu atau lebih teleskop yang
terpasang secara permanen yang berada dalam gedung dengan kubah yang
berputar atau yang dapat dilepaskan.
18
18
Gambar 1.16 Hubble Space Telescope mengelilingi bumi setiap 97 menit.
Gambar 1.17 Galaksi Sombrero hasil jepretan teleskop Hubble. Galaksi ini
berjarak 28 juta tahun cahaya dari bumi.
19
19
b. Observatorium Sinar Gamma Compton (Gambar 1.18) merupakan
observatorium sinar gama yang diluncurkan pada Tahun 1991.
Observatorium ini memetakan ratusan sumber sinar gama dan merekam
lebih dari 2.500 ledakan sinar gama, tanda dari peristiwa yang paling
dahsyat yang sedang terjadi di alam semesta.
Misi utama Observatorium Sinar Gama Compton adalah untuk
menyelidiki semburan misterius dari sinar gamma energi tinggi. Compton
menunjukkan bahwa sinar gamma datang dari galaksi yang tersebar di
seluruh alam semesta, bukan dari dalam Bima Sakti.
20
20
Gambar 1.19 Stasiun Pengamat Matahari, SOHO
21
21
20 yang pertama kali mengusulkan penempatan satu teleskop besar di luar
angkasa pada tahun 1946.
Teleskop Spitzer yang bernilai US$800 juta ini diluncurkan dari
Cape Canaveral Air Force Station, dengan roket Delta II 7920H ELV,
pada Senin, 25 Agustus 2003 jam 13:35:39. Cermin utamanya terbuat dari
berillium berdiameter 85 cm, f/12. Satelit ini terdiri dari tiga instrumen
yang memungkinkannya melakukan pencitraan ilmu perbintangan dan
fotometri dari 3 sampai 180 mikrometer, spektroskopi dari 5 sampai 40
mikrometer, dan spektrofotometri dari 5 sampai 100 mikrometer.
Teleskop Spitzer (gambar 1.21 di bawah) digunakan untuk mengamati
alam semesta dengan gelombang infra merah yang tidak tampak. Spitzer
mengarah ke objek ruang angkasa yang lebih dingin, seperti bintang kecil
dan samar, planet ekstrasolar atau planet yang mengelilingi bintang lain,
dan awan raksasa di antara bintang. Untuk membuatnya sangat sensitif,
instrumen dalam teleskop ini didinginkan dengan helium cair hingga
mencapai -273 C.
22
22
E. Ahli Kosmografi dari Masa ke Masa
Hingga abad ke-15 manusia masih ragu akan adanya sesuatu di luar bumi.
Kepercayaan bahwa Bumi adalah pusat alam semesta masih sangat kuat tertanam
di benak manusia. Namun semenjak Copernicus berpikir revolusioner dengan
menyatakan bahwa bukan Bumi, melainkan Mataharilah pusat alam semesta dan
didukung oleh Kepler yang membuktikan bahwa planet-planet, termasuk Bumi,
berputar mengelilingi Matahari dengan orbit berbentuk elips telah menjadi titik
balik dalam ilmu kosmografi.
Penemuan-penemuan selanjutnya menunjukkan bahwa hukum-hukum
fisika dan geometri di Bumi juga berlaku di ruang angkasa. Hukum Gravitasi dari
Newton merupakan salah satu aturan penting dalam kosmografi. Kosmografi
modern lahir pada abad ke-20 dengan dikemukakannya Teori Relativitas Umum
oleh Albert Einstein.
Namun demikian, jauh sebelum kosmografi modern berkembang, selama
berabad-abad sebelumnya telah bermunculan para ilmuwan yang tidak kalah
penting konstribusinya bagi ilmu kosmografi. Oleh karena, itu agar dapat lebih
mengenal ilmu kosmografi, mari kita simak kisah para ilmuwan kosmografi dari
masa sebelum masehi (SM) hingga masa kini yang disarikan dari Hawley (2005)
dan North (2008) berikut ini.
23
23
kehidupan pada dasarnya terbuat dari air. Thales benar bahwa segala sesuatu
tersusun dari benda yang sama, namun benda tersebut adalah elektron dan proton,
bukan air.
Namun, ada beberapa hal yang berhasil Thales pikirkan secara benar.
Thales secara tepat menyatakan bahwa bumi itu bulat, dan bahwa bulan
memantulkan cahaya matahari serta memperkirakan terjadinya gerhana matahari.
Thales pernah menjadi guru bagi Anaximander dan Anaximander sendiri
adalah guru Pythagoras. Thales meninggal pada tahun 543 SM, hanya beberapa
tahun setelah kotanya ditaklukan oleh Persia.
b. Anaximander (611-546 SM)
Salah satu kontribusi terbesarnya bagi ummat manusia adalah dokumen
tertua prosa tentang alam semesta (kosmos) dan asal-usul kehidupan, karena inilah
ia sering disebut ‘Bapak Kosmologi’.
Anaximander adalah orang pertama yang menjelaskan model mekanis
dunia. Model tersebut menyatakan bahwa bumi mengapung diam di tengah
sesuatu yang tidak terbatas dan tidak didukung oleh apa pun. Model Anaximander
menyebutkan bahwa bumi mengapung bebas tanpa terjatuh dan tidak bertumpu
pada sesuatu ini sangat berseberangan dengan kepercayaan dan mitos bangsa
Yunani Kuno saat itu yang memercayai bahwa Bumi ditopang oleh dewa-dewa.
Para ilmuwan memandang pemikiran Anaximender ini sebagai revolusi
kosmologis pertama dan titik awal dari pemikiran ilmiah.
c. Pythagoras (572-497 SM)
Pythagoras belajar mengenai pengukuran-pengukuran geometris dari
Anaximander. Pythagoras disebut sebagai orang pertama yang memperkenalkan
istilah cosmos (alam semesta).
Ia mengajarkan bahwa bilangan merupakan intisari dari semua benda serta
dasar pokok dari sifat-sifat benda. Dalil Pythagoras berbunyi: “Number rules the
universe” (bilangan memerintahkan jagat raya ini). Artinya, gerakan planet dan
bintang semuanya terhitung secara matematis dan rinci. Kalau tidak terukur secara
matematis, terperinci, dan harmonis, alam pasti akan saling berbenturan, hancur
berantakan, dan musnah.
24
24
d. Aristoteles (384-322 SM)
Seorang ilmuwan Yunani yang percaya bahwa Matahari, Bulan dan
planet-planet mengitari Bumi pada permukaan serangkaian bola angkasa yang
rumit. Ia mengetahui bahwa Bumi dan Bulan berbentuk bola dan bahwa bulan
bersinar dengan memantulkan cahaya Matahari, tetapi ia tak percaya bahwa Bumi
bergerak dalam antariksa ataupun bergerak dalam porosnya.
e. Aristharkhus (310-230 SM)
Aristarkhus berhasil menghitung ukuran relatif Matahari, Bumi dan Bulan.
Ia menemukan bahwa diameter bulan lebih dari 30% diameter Bumi (sangat dekat
dengan hasil pengukuran ilmuwan modern, yaitu 0,27 kali diameter bumi). Ia juga
memperkirakan bahwa Matahari memiliki diameter 7 kali diameter Bumi. Ukuran
tersebut kira-kira 15 kali lebih kecil dari ukuran yang kita ketahui saat ini.
Gambar 1.22 di bawah ini merupakan salinan dari perhitungan jarak relatif
Matahari, Bumi, dan Bulan yang dilakukan oleh Aristarkhus.
Gambar 1.22 Salinan abad ke-10 M dari perhitungan Aristarkhus pada abad ke-3
SM mengenai perhitungan jarak relatif Matahari, Bumi, dan Bulan.
25
25
Pada titik ini Aristarkhus memang menghadapi masalah. Banyak ilmuwan
perbintangan Yunani pada zaman itu mengatakan bahwa jika Aristarkhus benar,
dan bumi memang mengelilingi matahari, maka bumi juga bergerak secara relatif
terhadap bintang-bintang. Jika demikian, maka mereka seharusnya dapat
mengamati Paralaks jika melihat bintang. Atau, bintang-bintang berjarak triliunan
kilometer, karena sangat jauhnya sehingga Paralaks menjadi tidak teramati. Ketika
para ahli perbintangan Yunani seperti Hipparkhus melihat bintang-bitang, mereka
tidak dapat melihat Paralaks. Pada zaman itu tidak ada ilmuwan yang dapat
melihatnya dengan mata telanjang.
Tidak adanya Paralaks dapat berarti dua hal. Apakah matahari sebenarnya
mengelilingi bumi, ataukah bintang-bintang sangat jauh sehingga Paralaks tidak
dapat teramati. Para astronom Yunani berpikir bahwa tidak mungkin bintang atau
matahari berjarak triliunan kilometer dari bumi. Akibatnya, mereka kembali
mengikuti pemikiran lama bahwa Matahari mengelilingi Bumi (geosentris).
Lebih dari seribu tahun kemudian, barulah al-Biruni dan para ahli
perbintangan Muslim lainnya menganggap serius pemikiran Aristarkhus.
Setelah teleskop diciptakan, yang pertama kali dilakukan oleh para ahli
perbintangan adalah mencari Paralaks tersebut, dan Galilleo pada akhirnya
berhasil melihatnya.
Cosmo Info
Mengenal Paralaks
Istilah Paralaks berasal dari bahasa Yunani para ("berganti") dan alla
("perubahan"). Orang Yunani menggunakan kata paralaks untuk menggambarkan
bagaimana suatu benda nampak berpindah jika dilihat dari dua tempat berbeda.
Secara umum, otak manusia menggunakan paralaks untuk mengetahui seberapa
jauh jarak sesuatu dari pengamat. Semakin sedikit perubahan latar yang terjadi
ketika suatu benda dilihat dari dua tempat berbeda, maka semakin juah benda
tersebut dari pengamat.
Prinsip dari paralaks sebenarnya cukup sederhana. Acungkan jari di depan
mata. Mula-mula lihatlah dengan sebelah mata, kemudian ganti dengan sebelah
mata yang lain. Kamu akan melihat jarimu bergerak terhadap latar belakang di
kejauhan. Cara yang sama dapat dilakukan jika kamu melihat ke sebuah bintang
yang dekat, dari dua titik berbeda tempat pengamatan dilakukan, ia akan terlihat
bergerak terhadap latar belakang yang terdiri dari bintang-bintang yang lebih jauh.
26
26
f. Eratosthenes (276-195 SM)
Eratosthenes adalah cendekiawan serba bisa yang memberikan kontribusi
signifikan untuk berbagai bidang termasuk ilmu perbintangan, geografi,
matematika, serta musik dan sastra.
Dia adalah orang pertama yang mencoba menentukan keliling bumi. Dia
melakukan hal ini dengan membandingkan bayangan siang pada pertengahan
musim panas di sebuah sumur dalam di Syene dan Alexandria. Eratosthenes
berasumsi bahwa sinar matahari bersifat paralel dan dengan mengetahui jarak
antara dua lokasi sumur tersebut, dia kemudian menghitung keliling bumi dalam
sebuah unit yang disebut stadion. Dia juga berupaya mengukur kemiringan sumbu
bumi dan jarak bumi dari Matahari dan Bulan.
Eratosthenes juga menggambar peta dunia awal dan menemukan gagasan
tentang garis lintang dan bujur untuk membantunya menggambar peta tersebut.
g. Hipparkhus (190-120 SM)
Hipparkhus adalah seorang ahli ilmu perbintangan dari Yunani yang
dianggap terbesar di zamannya. Hipparkhus menggunakan paralaks untuk
menghitung jarak Bulan dari Bumi dengan cara mengamati seberapa jauh Bulan
nampak berpindah secara relatif dari bintang-bintang di belakangnya jika diamati
dari tempat-tempat yang berbeda di Bumi. Dia menghitung bahwa jarak rata-rata
minimum dari Bumi ke Bulan adalah 59 kali jari-jari bumi. Pada era modern
diketahui bahwa jarak rata-rata yang sebenarnya adalah 60,3 kali jari-jari Bumi.
Namun, ketika Hipparkhus mencoba menggunakan metode yang sama
untuk mengamati Matahari, dia tidak dapat melihat adanya paralaks. Penyebabnya
adalah karena Matahari terletak sangat jauh sehingga paralaks tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Dibutuhkan teleskop untuk melihat bintang-bintang
supaya dapat mengamati perbedaan di langit ketika Matahari bersinar.
Hiparkhus membuat sebuah katalog 850 bintang dengan teliti yang dibagi
ke dalam enam kelompok kecerlangan (magnitudo); bintang paling cemerlang
dengan magnitudo 1; dan yang paling lemah (yang tampak dengan mata telanjang)
dengan magnitudo 6. Suatu sistem magnitudo yang disesuaikan masih digunakan
27
27
dewasa ini. Hipparkus juga menemukan bahwa posisi bumi agak goyah di
antariksa, suatu efek yang disebut presesi.
h. Ptolomeus (168-90 SM)
Ptolomeus adalah seorang ilmuwan Yunani yang menyusun gambaran
baku mengenai alam semesta yang digunakan oleh para ahli ilmu perbintangan
hingga zaman renaisans. Ptolomeus menulis ensiklopedi besar ilmu perbintangan
Yunani yang disebut Almagest.
Ilustrasi sosok Ptolemeus dapat dilihat pada gambar 1.23 di bawah ini.
28
28
2. Kosmograf Muslim (Masa Kejayaan Islam)
Ilmu kosmografi dan astronomi sudah lama berkembang di dunia Islam
yang dikenal dengan ilmu falak. Pada awalnya para ilmuwan muslim
mendapatkan banyak pengetahuan tentang ilmu perbintangan setelah melakukan
penterjemahan terhadap naskah-naskah ilmu perbintangan dari para ilmuwan
Yunani.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa ilmu falak (terutama ilmu hisab) sangat
terkait dengan ibadah utama dalam Islam, seperti salat, puasa dan haji. Oleh
karena itu, sejak Islam datang, tegak, dan menyebar ke seluruh penjuru dunia,
ilmu perbintangan juga turut berkembang. Sumbangan yang diberikan ilmuwan
muslim di bidang ilmu perbintangan pada abad pertengahan atau di masa-masa
kejayaan Islam sangat besar. Para ahli kosmografi yang berasal dari dunia Islam
pada masa itu antara lain adalah :
a. Al Battani (850 - 923 M)
Muhammad Al Battani (di dunia barat dikenal dengan Albategnius)
membuat observasi yang teliti dan tepat terhadap planet-planet, meramalkan
kedatangan gerhana, serta menghitung kembali jalannya pergeseran Matahari.
Gambaran sosok Al Battani dapat dilihat pada gambar 1.24 berikut ini.
29
29
Salah satu karyanya dalam bidang ilmu perbintangan yang mendapatkan
pengakuan dunia adalah perhitungan lamanya bumi mengelilingi matahari.
Berdasarkan perhitungannya, ia menyatakan bahwa bumi mengelilingi pusat tata
surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Perhitungannya
mendekati perhitungan terkini yang dianggap lebih akurat. Itulah hasil jerih
payahnya selama 42 tahun melakukan penelitian yang diawali pada masa
mudanya di Raqqa, Suriah.
Al Battani juga menemukan bahwa garis bujur terjauh matahari
mengalami peningkatan sebesar 16,47 derajat sejak perhitungan yang dilakukan
oleh Ptolemy. Hal ini membuahkan penemuan yang penting mengenai gerak
lengkung Matahari. Al Battani juga menentukan secara akurat kemiringan ekliptik
serta panjangnya musim dan orbit Matahari. Ia pun bahkan berhasil menemukan
orbit Bulan dan planet serta menetapkan teori baru untuk menentukan sebuah
kondisi kemungkinan terlihatnya bulan baru. Ini terkait dengan pergantian dari
sebuah bulan ke bulan lainnya.
b. Al-Sufi (903-983 M)
Orang Barat menyebutnya Azophi. Nama lengkapnya adalah Abdur
Rahman as-Sufi. Al-Sufi merupakan sarjana Islam yang mengembangkan ilmu
perbintangan terapan. Ia berkontribusi besar dalam menetapkan orbit bagi
Matahari, Bulan, dan planet serta pergerakan Matahari. Dalam Kitab Al-Kawakib
as-Sabitah Al-Musawwar (The Book of Fixed Stars), Azophi menetapkan ciri-ciri
bintang, memperbincangkan kedudukan bintang, jarak, dan warnanya. Selain itu,
dalam buku tersebut Beliau telah menuliskan penemuannya tentang Galaksi
Andromeda (galaksi terbesar di Grup Lokal).
Beliau juga menulis tentang astrolabe dan seribu satu cara
penggunaannya. Astrolabe merupakan instrumen yang biasa digunakan untuk
mengukur kedudukan benda langit pada bola langit pada masa itu.
Gambar 1.25 berikut ini merupakan gambaran konstelasi Sagitarius karya
Al Sufi.
30
30
Gambar 1.25 Konstelasi Sagitarius dalam buku Al-Kawakib as-Sabitah Al-
Musawwar (The Book of Fixed Stars) karya al-Sufi.
31
31
peralatan hitung jarak serupa hanya bisa memaparkan perhitungan dalam skala
derajat dan menit.
Salah satu kitab paling terkenal karya ilmuwan ini adalah kitab berjudul
Risala fi A’mal al-Amma (Buku Petunjuk Konstruksi Instrumen Bintang). Buku
ini tidak hanya membahas sextant dinding ciptaannya, tetapi juga alat observasi
lain yang dibuatnya, semisal astrolabe atau shamila.
Gambar 1.26 di bawah ini mengilustrasikan para kosograf muslim yang
sedang menggunakan sextant dinding.
32
32
Kegemilangan alat buatan al-Khujandi bertahan hingga beberapa abad
kemudian. Ilmuwan besar Ulugh Beg pada 1420 mengembangkan sextant itu
sehingga menjamin keakuratannya. Ia membangun sextant yang serupa dengan
karya milik al-Khujandi di Gunung Kuhak, Samarkand.
d. Ibnu Yunus (950 - 1009)
Ibn Yunus adalah ahli ilmu falak (ilmu perbintangan) yang legendaris dari
Mesir. Ibnu Yunus melanjutkan hasil-hasil kerja dari Muhammad Al Battani
menjelang tahun 1000.
Beliau telah memperkenalkan satu penemuan yang baru, yaitu berupa
pendulum (bandul ayunan) yang digunakan untuk mengetahui detik-detik waktu
dalam meneropong benda-benda angkasa, seperti halnya bandul yang digunakan
untuk jam dinding. Karyannya yang lain adalah Kitab al-Mikail yang berisi
tentang kemiringan matahari. Beliau juga menulis Kitab at-Ta’dil al-Muhkam
yang menguraikan tentang gerhana matahari dan bulan. Selain itu, beliau juga
menulis beberapa uraian mengenai daftar bayang-bayang, daftar azimuth matahari
yang tentu saja semua ini merupakan sumbangan besar bagi dunia ilmu
pengetahuan. Dalam buku tersebut, beliau juga memperkatakan teori-teori tentang
perjalanan cakrawala oleh para sarjana yang terdahulu dan sezaman dengan
beliau.
Akan tetapi, lebih dari semua itu, nama Ibnu Yunus umumnya lebih
masyhur lewat karya ilmu perbintangannya yang paling terkenal Az-Zij al-Kabir
al- Hakimi atau Zij IbnuYunus, atau yang kini dikenal dengan nama Hakemite
Astronomical Table. Kitab yang ditulisnya itu mengupas tabel ilmu perbintangan
– sebuah hasil penelitian yang sangat akurat. Tidak heran jika N.M. Swerdlow
dalam karyanya berjudul Montucla’s Legacy: The History of the Exact Sciences
mengakui bahwa al-Zij al-Hakimi al-Kabir merupakan salah satu karya ilmu
perbintangan yang sangat penting. Maka, tak heran jika kitab Az-Zij ini sering
dikutip oleh para astronom abad pertengahan, termasuk Copernicus.
Berikut ini adalah gambar 1.27 yang menunjukkan tabel waktu salat karya
Ibnu Yunus.
33
33
Gambar 1.27 Tabel waktu salat karya Ibnu Yunus.
Tabel yang disusun oleh Ibnu Yunus itu digunakan untuk beragam
keperluan ilmu perbintangan. Salah satunya untuk kepentingan penanggalan yang
digunakan masyarakat Muslim di beberapa wilayah, seperti Suriah. Selain itu,
tabel itu juga mengupas teori jam matahari serta mampu menentukan garis bujur
dan lintang matahari, bulan, dan planet. Tabel Ibnu Yunus pun digunakan untuk
menentukan arah kiblat.
Selain ilmu falak, Ibnu Yunus juga mempunyai kemahiran yang tinggi
dalam bidang-bidang ilmu yang lain. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat
kreatif dan penyair yang produktif.
e. Al Biruni (973-1048 M)
Al Biruni adalah seorang ilmuwan besar abad pertengahan yang lahir pada
September 973 M di Khawarizm, Turkmenistan. Ia dibesarkan dalam keluarga
yang mencintai ilmu pengetahuan dan juga taat beragama. Nama lengkapnya
adalah Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni.
Sebagai seorang ilmuwan besar, Al-Biruni telah banyak menuliskan
penemuan-penemuannya. Ia telah menulis lebih dari 200 buku tentang hasil
pengamatan dan eksperimennya. Al-Biruni memiliki metode yang khas dalam
melakukan penelitian ilmiah terhadap alam semesta. Menurutnya, ilmuwan adalah
orang yang menggunakan setiap sumber yang ada dalam bentuk aslinya,
34
34
kemudian melakukan pekerjaan dengan penelitian melalui pengamatan langsung
dan percobaan. Metode ini kemudian dijadikan pegangan oleh para ilmuwan
selanjutnya.
Bagan gerhana bulan karya al-Biruni dapat dilihat pada gambar 1.28 di
bawah ini.
35
35
Gambar 1.29 Potret Al Biruni pada sebuah perangko yang dikeluarkan di Uni
Soviet pada tahun 1973, tepat 1.000 tahun setelah kelahiran Al Biruni.
36
36
minor, di luar dari Matahari, bukan antara Bulan dan Matahari seperti yang ada
dalam karya asli Ptolemeus.
Beliau juga menciptakan instrumen pengamatan kosmografi yang dikenal
sebagai torquetum, sebuah alat mekanis untuk mengkonversi pengukuran dalam
tata koordinat bola langit.
g. Al Qozwini (1203-1283 M)
Nama lengkapnya adalah Zakariyya bin Muhammad bin Mahmud Abu
Yahya al-Qazwini. Al-Qazwini adalah penulis sebuah karya besar bidang
kosmografi, yaitu Aja’ib al-Makhluqat wa Ghara’ib al-Mawjudat atau Prodigies
of Things and Mitaculous Aspects of Things Existing (Keajaiban Benda-Benda
Ciptaan dan Aspek Luar Biasa Benda-Benda yang Ada).
Karya al-Qazwini ini disebut sebagai uraian kosmografi pertama yang
sistematis. Tidak heran, nama al-Qazwini langsung populer. Kebenaran uraiannya
dibuktikan dalam sejumlah besar naskah versi Arab, terjemahan bahasa Persia dan
Turki, serta beberapa karya revisi para ahli masa kini.
Gambar 1.30 berikut ini menunjukkan peta dunia karya al-Qozwini.
Gambar 1.30 Peta Dunia yang Dihuni, dari buku kosmografi Aja’ib al-Makhluqat
wa Ghara’ib al-Mawjudat (Keajaiban Benda-Benda Ciptaan dan Aspek Luar
Biasa Benda-Benda yang Ada) karya al Qozwini.
37
37
Karya ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama membahas benda-
benda yang tidak berkaitan dengan bumi, sedangkan bagian kedua menjelaskan
benda yang berkaitan dengan bumi. Pada bagian pertama, al-Qazwini
menggambarkan fenomena yang berhubungan dengan langit, seperti bulan,
bintang, matahari, penghuni surga, malaikat, dan sebagainya. Ia juga menguraikan
kronologi penanggalan Arab dan Syiria. Pada bagian kedua, ia membahas empat
elemen bumi (tanah, air, api, dan udara) serta meteor dan angin. Selain itu, ia juga
menjelaskan tentang tujuh iklim bumi, laut, dan sungai.
Buku ini juga menerangkan penyebab terjadinya gempa bumi,
pembentukan gunung dan mata air, serta serba-serbi dunia hewan, manusia,
mineral, dan tanaman. Beliau juga mendeskripsikan karakter dan anatomi hewan
dan manusia.
Ternyata sumbangan para ilmuwan muslim pada masa yang lalu terhadap
ilmu pengetahuan begitu besarnya. Buah pikir dan hasil kerja keras mereka
diadopsi serta dikagumi para ahli kosmografi modern saat ini. Salah satu bukti
dan pengaruh ilmu pengetahuan Islam yang cukup signifikan adalah penamaan
sejumlah bintang yang menggunakan bahasa Arab, seperti Aldebaran dan Alnitak,
Alnilam, Mintaka (tiga bintang terang di sabuk Orion), Aldebaran, Algol, Altair,
dan Betelgeus. Selain itu, ilmuwan Islam juga mewariskan beberapa istilah yang
hingga kini masih digunakan, seperti alidade, azimuth, almucantar, almanac,
denab, zenit, nadir, dan vega. Kumpulan tulisan dari astronomi Islam hingga kini
masih tetap tersimpan dan jumlahnya mencapai 10 ribu manuskrip.
38
38
Semangat yang dibangun dalam Renaisans antara lain adalah empirisme
dan rasionalisme. Semangat ini membuka jalan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk dalam bidang kosmografi.
a. Nicolaus Copernicus (1473-1543)
Nicolaus Copernicus adalah ilmuwan Polandia yang mencetuskan
pandangan bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta sebagaimana pandangan
umum pada masa itu. Teorinya disebut model Copernican yang menyatakan
bahwa matahari adalah pusat alam semesta dan bumi berputar mengelilingi
matahari. Teori yang berani ini disajikan dalam bukunya De Revolutionibus
Orbium Celestium (On the Revolutions of the Celestial Spheres).
Ilustrasi yang menggambarkan sosok Copernicus beserta model
heliosentrisnya dapat dilihat pada gambar 1.31 di bawah ini.
39
39
b. Tycho Brahe (1546-1601)
Tycho Brahe adalah seorang astronom Denmark yang dipandang sebagai
pengamat perbintangan paling akurat di zaman pra-teleskop. Dengan alat bidik
sederhana, Brahe mengukur posisi planet dengan ketelitian yang lebih besar dari
siapapun sebelumnya. Hal ini memungkinkan asistennya, Johannes Kepler untuk
memecahkan hukum gerakan planet.
Pada 1572, Brahe menemukan supernova dekat konstelasi Cassiopeia. Pada
1576, dia membangun observatorium yang sekarang dikenal sebagai Castle of
Uranienborg.
Sosok Tycho Brahe dapat dilihat pada gambar 1.32 di bawah ini.
40
40
c. Johannes Kepler (1571-1630)
Karya pertama Johannes Kepler adalah tulisan berjudul Mysterium
Cosmographicum (Misteri Kosmografis) yang merupakan pembelaan terhadap
pendapat Copernicus (faham Heliosentris). Kepler mengklaim telah memperoleh
pencerahan setelah menemukan hubungan periodik Saturnus dan Jupiter di dalam
sistem tata surya.
Lukisan wajah Johannes Kepler dapat dilihat pada gambar 1.33 berikut ini.
41
41
f. Galileo Galilei (1564-1642)
Seorang ilmuwan Italia yang berhasil menyempurnakan teleskop pada masa
itu. Teleskop Galileo tersebut dapat memperbesar bayangan sebesar 30 kali lipat.
Teleskopnya itu membantunya mempelajari secara detail benda-benda langit.
Galileo Galilei dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia
"lebih tajam" dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati dengan mata
telanjang. Teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai
perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama
sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus
mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa Matahari
adalah pusat alam semesta, bukan Bumi,
Galileo adalah orang pertama yang menyatakan kemungkinan komposisi
bulan sama dengan bumi. Dia juga melaporkan adanya gunung dan lembah di
bulan dan memberikan kesimpulan bulan itu kasar dan tidak rata. Dia juga yang
pertama melihat permukaan matahari yang berubah (pengamatan bintik matahari).
Galileo juga menemukan Jupiter. Bukan hanya sebagai sebuah titik cahaya kecil,
melainkan berupa sebuah bola besar dengan empat buah pengiringnya.
g. Sir Isaac Newton (1643-1727)
Seorang ilmuwan Inggris yang melalui hukum-hukum gravitasinya
membantu menerangkan mengapa planet mengitari Matahari. Newton juga
memberi sumbangan penting kepada kemajuan pengamatan benda langit dengan
penelitiannya mengenai cahaya dan optika. Pada tahun 1668 ia membangun
teleskop pemantul (reflektor) yang pertama di dunia. Replika dari teleskop
tersebut dapat dilihat pada gambar 1.34 di bawah ini.
42
42
Gambar 1.34 Replika desain teleskop reflektor kedua Newton yang ia
presentasikan pada tahun 1672. Replika ini kini tersimpan di Whipple Museum of
the History of Science di Cambridge.
43
43
suram yang terlihat di antariksa adalah galaksi tersendiri, seperti galaksi Bima
Sakti kita. Pendapat tersebut kini telah terbukti kebenarannya.
Menurut Kant, Matahari semula berbentuk kabut gas yang bersuhu amat
tinggi dan berputar/berotasi dengan sangat lambat. Kabut gas ini makin lama
mengalami penurunan suhu, sehingga makin berkerut menjadi lebih kecil dari
keadaan semula dan gerak rotasinya makin cepat, dan akhirnya kabut gas tersebut
menjadi bentuk cakram. Karena cepatnya gerak rotasi menyebabkan bagian-
bagian tepi dari cakram tersebut lepas. Bagian kabut yang terlepas tetap berputar,
dan lama-lama dingin dan mengeras dan beredar mengelilingi pusat kabut.
k. William Herschel (1738-1822)
Seorang ilmuwan Inggris yang lahir di Jerman. William Herschel bersama
dengan adiknya, Caroline, secara sistematis memetakan langit, mengelompokkan
ribuan bintang dan nebula dalam prosesnya. Membuat peta nyaris tidak dianggap
sebagai penemuan, namun hasil pekerjaan Herschel ini adalah sangat penting
karena ketika pemetaan itu selesai ternyata hasilnya dapat mengungkapkan bentuk
dan ukuran galaksi Bima Sakti. Tidak hanya jauh, tetapi sangat jauh lebih besar
daripada yang diperkirakan sebelumnya. Galaksi ini ternyata berbentuk cakram,
dan Matahari terletak di dekat pusatnya. Peta Herschel ini meluruskan banyak
kesalahpahaman tentang letak bumi di alam semesta.
Gambar 1.35 Penampang galaksi Bima Sakti berdasarkan pemetaan bintang oleh
William Herschel. Lokasi Matahari terletak agak dekat ke pusat, dan galaksi ini
bentuknya agak lonjong.
44
44
Harschel juga menemukan planet Uranus pada tanggal 17 Maret 1781
beserta dua satelitnya dan juga dua satelit Saturnus. Herschel membuat survey
lengkap langit utara dan menemukan banyak bintang ganda dan nebula. Untuk
menangani pekerjaan ini, ia membangun sebuah teleskop reflektor 122 cm yang
merupakan teleskop terbesar di dunia saat itu. Survey langit Herschel itu
meyakinkan bahwa galaksi kita berupa sistem bintang berbentuk lensa, dengan
kita di dekat pusat. Pandangan ini diterima hingga zaman Harlow Shapley.
45
45
Sejak tahun 1918 Shapley memanfaatkan penemuan ahli Denmark, Ejnar
Hertzprung, untuk menetapkan jarak bintang dari kecerlangannya, yakni dengan
bintang Cepheid yang dijadikan mercu suar di alam semesta. Shapley memetakan
selubung Bima Sakti dan kemudian menaksir ukurannya, serta menentukan arah
dan jarak pusatnya. Ia memperkirakan bahwa galaksi kita kira-kira berdiameter
100.000 tahun cahaya dan bahwa Matahari terletak kira-kira 30.000 tahun cahaya
dari pusatnya. Shapley disebut sebagai orang pertama yang menyusun peta galaksi
Bima Sakti.
c. Edwin Hubble (1889-1953)
Seorang ilmuwan Amerika yang di tahun 1924 menunjukkan bahwa
terdapat galaksi lain di luar galaksi kita. Selanjutnya, ia mengelompokkan galaksi
menurut bentuknya yang spiral atau eliptik. Pada 1929 ia mengumumkan bahwa
alam semesta mengembang dan bahwa galaksi bergerak saling menjauhi dengan
kecepatan yang semakin tinggi; hubungan ini kemudian disebut hukum Hubble.
Jarak sebuah galaksi dapat dihitung dengan hukum Hubble bila kecepatan
menjauhnya diukur dari pergeseran merah cahayanya. Menurut pengukuran
terakhir, galaksi bergerak pada 15 km/dt tiap jarak satu juta tahun cahaya. Nama
Hubble kini diabadikan pada sebuah teleskop raksasa di antariksa yang
dioperasikan oleh NASA.
d. George Gamow (1904-1968)
Seorang ahli ilmu perbintangan Amerika pendukung teori ledakan besar
(Big Bang). Menurut hitungannya, kira-kira 10% bahan dalam alam semesta
seharusnya adalah Helium yang terbentuk dari Hidrogen selama terjadinya
ledakan besar; pengamatan telah membenarkan ramalan ini. Ia juga meramalkan
adanya suatu kehangatan kecil dalam alam semesta sebagai peninggalan ledakan
besar. Radiasi Latar belakang ini akhirnya ditemukan pada 1965.
e. Clyde Tombaugh (1906-1997)
Pada bulan Februari 1930 Tombauhgh menemukan planet Pluto dengan
mempergunakan gambar-foto yang diambil di observatorium Lowell. Setelah
penemuan Pluto, Tombaugh melanjutkan survey foto sekeliling langit untuk
mencari planet lain yang mungkin ada, tetapi tidak menemukan sesuatupun.
46
46
f. Carl Von Weizsacker (1912-2007)
Weizsacker pada tahun 1945 menggagas dasar teori-teori modern
mengenai asal mula tata surya. Ia membayangkan bahwa planet terbentuk dari
kumpulan partikel-partikel debu yang berasal dari sebuah cakram yang terdiri dari
materi yang mengelilingi Matahari saat masih muda. Teorinya ini merupakan
perubahan dari teori sebelumnya yang digagas oleh Kant dan Laplace.
g. Sir Fred Hoyle (1915-2001)
Seorang ilmuwan Inggris yang dikenal karena karyanya mengenai Teori
Keadaan Tunak yang menyangkal bahwa alam semesta diawali dengan suatu
ledakan besar. Hoyle menunjukkan bagaimana unsur-unsur kimia berat dalam
alam semesta tersusun dari hidrogen dan helium dengan reaksi-reaksi nuklir di
dalam bintang dan tersebar dalam antariksa oleh ledakan supernova.
h. Carl Sagan (1934-1996)
Seorang ilmuwan Amerika yang dikenal karena penelitiannya mengenai
kemungkinan adanya bentuk kehidupan di luar planet Bumi. Ia terlibat sebagai
peneliti dalam berbagai misi wahana tak berawak yang diluncurkan oleh NASA,
diantaranya adalah misi Mariner ke planet Venus dan Viking ke planet Mars.
47
47
itu, ilmu geografi mencakup analisis gejala manusia dan gejala alam di bumi.
Studi geografi melakukan analisis persebaran, interelasi dan interaksi fenomena
atau masalah dalam suatu ruang. Mengingat bahwa objek material geografi begitu
luasnya, maka seorang geograf harus memahami pula ilmu-ilmu lain yang
berfungsi sebagai penunjang ilmu geografi tersebut. Salah satunya adalah ilmu
Kosmografi.
Pada abad ke-16 bahkan tidak ada pemisahan yang jelas antara kosmografi
dengan geografi. Keduanya telah digunakan secara bergantian baik dalam judul
buku maupun pada tulisan-tulisan resmi. Kosmografi dan geografi dianggap
serupa/sama dalam penulisan karya-karya geografi sehingga pada zaman itu
muncul istilah kosmogeografi (Short, 2004:36).
Kini, kosmografi merupakan salah satu ilmu bantu geografi yang
mempelajari alam semesta. Kosmografi perlu dipelajari dalam geografi karena
terdapat beberapa objek materi geografi yang perlu penjelasan dari kosmografi,
seperti keadaan iklim, perubahan iklim baik yang terjadi di belahan bumi utara
maupun di belahan bumi selatan, terjadinya angin muson di Indonesia, pembagian
waktu, pembelokan arah angin, pasang naik-pasang surut air laut, dan lain-lain.
Kosmografi memiliki persamaan dengan ilmu bantu lain dari geografi
seperti kosmologi dan astronomi, yaitu dalam objek kajiannya yang sama-sama
mempelajari tentang alam semesta. Perbedaannya terletak pada spesifikasi materi
pembelajaran dalam kosmologi yang mempelajari struktur dan sejarah alam
semesta yang berukuran besar. Adapun astronomi mempelajari berbagai sisi dari
benda-benda langit seperti asal usul, sifat fisik atau kimia, meteorologi dan gerak
serta pengetahuan mengenai benda-benda alam semesta yang menjelaskan
pembentukan dan perkembangan alam semesta.
RANGKUMAN
• Mempelajari Bumi (geos) tidak akan lengkap tanpa pemahaman terhadap
alam semesta (kosmos). Kosmografi memberikan gambaran yang luas
tentang alam semesta, termasuk asal-usul Bumi. Oleh karena itu, bagi
seorang geograf, mempelajari kosmografi sama pentingnya dengan
48
48
mempelajari ilmu penunjang lain bagi studi geografi, seperti geologi,
hidrologi, klimatologi, kartografi, dan lainnya.
• Objek meterial kosmografi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
benda-benda antariksa. Objek formal kosmografi berupa pendekatan
stereografis terhadap alam semesta menggunakan bola langit dengan
planet bumi sebagai titik pengamatan.
• Alat bantu ilmu kosmografi antara lain : Sextant, Dioptra, Astrolab,
Kompas, Gnomon, Quadrant, Triquerium, Alidade, dan Teleskop
• Sepanjang sejarah manusia dikenal para ahli kosmografi mulai dari zaman
Yunani Kuno, keemasan Islam, renaisans, hingga zaman modern.
PERTANYAAN REVIEW
1. Jelaskan perbedaan kosmografi dengan ilmu pengetahuan lain yang sama-
sama mempelajari alam semesta!
2. Jelaskan objek material dan objek formal ilmu kosmografi!
3. Jelaskan alat bantu studi kosmografi dari yang paling sederhana hingga
yang tercanggih saat ini (observatorium luar angkasa)!
4. Sebut dan jelaskan penemuan-penemuan penting yang dilakukan oleh ahli
kosmografi muslim di jaman keemasan Islam!
5. Bagaimanakah kontribusi ilmu kosmografi terhadap studi geografi?
BAHAN DISKUSI
Setujukah saudara bahwa ilmuwan Timur (terutama ilmuwan Muslim)
memiliki kontribusi yang besar bagi kemajuan ilmu kosmografi modern dewasa ini?
Diskusikanlah!
49
49