Geofisika atau Geophysics dalam bahasa Inggris, menurut ilmu etimologi (cabang ilmu bahasa
yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan dalam bentuk dan makna) terdiri dari
kata Geo dan Physics.Geo berarti bumi dan Physiscs yang memiliki makna fisika. Secara garis
besar geofisika adalah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk mengetahui dan
memecahkan masalah yang berhubungan dengan bumi, atau dapat pula diartikan mempelajari
bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika (Santoso, 2002).
Ilmu geofisika bagi kebanyakan masyarakat umum masih sering tertukar dengan ilmu geologi.
Hal tersebut merupakan hal yang wajar dikarenakan perbedaan keduanya tidak selalu dapat
dengan mudah dibedakan secara pasti antara geologi dan geofisika. Menurut Santoso (2002),
geologi termasuk ilmu yang mempelajari bumi dengan melakukan penelitian langsung terhadap
batuan, baik dari singkapan maupun dari pengeboran, serta meneliti gambaran tentang struktur,
komposisi, atau sejarahnya yang dapat dilakukan dengan beberapa analisis. Sementara itu,
geofisika termasuk ilmu yang mempelajari bagian-bagian bumi yang tidak dapat terlihat
langsung dari permukaan, melalui pengukuran sifat fisikanya dengan peralatan yang tersedia di
atas permukaan bumi. Geofisika juga mencakup interpretasi pengukuran yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang berguna tentang struktur dan komposisi lapisan di dalam bumi.
Ilmu geofisika dapat dimanfaatkan dalam penyelidikan kebumian seperti mitigasi bencana
gempa bumi, mitigasi bencana gunung api, eksplorasi minyak bumi, eksplorasi mineral dan
logam, dan juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur seperti jalan,
jembatan dan bangunan. Untuk pemanfaatan ilmu geofisika tersebut, maka diperlukan metode
yang sesuai. Hal ini yang membuat terdapat berbagai macam metode Geofisika.
Menurut Philip Kearey (2002) dalam bukunya yang berjudul An Introduction to Geophysical
Exploration, metode geofisika dibagi menjadi empat metode utama, yaitu metode seismik,
metode gravitasi, metode magnetik, dan metode elektrik. Metode elektrik sendiri dibagi lagi
menjadi metode resistivitas, induksi polarisasi, potesial diri, elektromagnetik, dan radar.
Perbedaan dari keempat metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Metode Geofisika (Kearey, 2002)
Metode geofisika tersebut di atas dipergunakan sesuai dengan tujuan dari survey geofisika itu
sendiri. Masing-masing metode geofisika memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap parameter
fisika yang diukur. Sebagai contoh, jika ingin melakukan eksplorasi mineral logam, akan jauh
lebih efektif menggunakan metode magnetik dan elektrik dibandingkan dengan menggunakan
metode gravitasi. Beberapa contoh penggunaan metode geofisika dapat dilihat pada Tabel
2 berikut ini.
Astronomi
Banyak badan-badan penelitian yang, dalam memutuskan menggunakan istilah yang mana, hanya bergantung
dari apakah secara sejarah mereka berafiliasi dengan departemen-departemen fisika atau tidak. [7] Astronom-
astronom profesional sendiri banyak yang memiliki gelar di bidang fisika.[8] Untuk ilustrasi lebih lanjut, salah
satu jurnal ilmiah terkemuka pada cabang ilmu ini bernama Astronomy and Astrophysics (Astronomi dan
Astrofisika).
Pada awalnya, astronomi hanya melibatkan pengamatan beserta prediksi atas gerak-gerik benda-benda langit
yang terlihat dengan mata telanjang. Pada beberapa situs seperti Stonehenge, peradaban-peradaban awal juga
menyusun artefak-artefak yang diduga memiliki kegunaan astronomis. Observatorium-observatorium purba ini
jamaknya bertujuan seremonial, namun dapat juga dimanfaatkan untuk menentukan musim, cuaca, dan iklim
—sesuatu yang wajib diketahui apabila ingin bercocok tanam— atau memahami panjang tahun. [12]
Sebelum ditemukannya peralatan seperti teleskop, penelitian harus dilakukan dari atas bangunan-bangunan
atau dataran yang tinggi, semua dengan mata telanjang. Seiring dengan berkembangnya peradaban, terutama di
Mesopotamia, Tiongkok, Mesir, Yunani, India, dan Amerika Tengah, orang-orang mulai membangun
observatorium dan gagasan-gagasan mengenai sifat-sifat semesta mulai ramai diperiksa. Umumnya, astronomi
awal disibukkan dengan pemetaan letak-letak bintang dan planet (sekarang disebut astrometri), kegiatan yang
akhirnya melahirkan teori-teori tentang pergerakan benda-benda langit dan pemikiran-pemikiran filosofis
untuk menjelaskan asal usul Matahari, Bulan, dan Bumi. Bumi kemudian dianggap sebagai pusat jagat raya,
sedang Matahari, Bulan, dan bintang-bintang berputar mengelilinginya; model semacam ini dikenal sebagai
model geosentris, atau sistem Ptolemaik (dari nama astronom Romawi-Mesir Ptolemeus).[13]
Dimulainya astronomi yang berdasarkan perhitungan matematis dan ilmiah dulu dipelopori oleh orang-orang
Babilonia.[14] Mereka menemukan bahwa gerhana bulan memiliki sebuah siklus yang teratur, disebut
siklus saros.[15] Mengikuti jejak astronom-astronom Babilonia, kemajuan demi kemajuan kemudian berhasil
dicapai oleh komunitas astronomi Yunani Kuno dan negeri-negeri sekitarnya. Astronomi Yunani sedari awal
memang bertujuan untuk menemukan penjelasan yang rasional dan berbasis fisika untuk fenomena-fenomena
angkasa.[16] Pada abad ke-3 SM, Aristarkhos dari Samos melakukan perhitungan atas ukuran Bumi serta jarak
antara Bumi dan Bulan, dan kemudian mengajukan model Tata Surya yang heliosentris — pertama kalinya
dalam sejarah. Pada abad ke-2 SM, Hipparkhos berhasil menemukan gerak presesi, juga menghitung ukuran
Bulan dan Matahari serta jarak antara keduanya, sekaligus membuat alat-alat penelitian astronomi paling awal
seperti astrolab.[17] Mayoritas penyusunan rasi bintang di belahan utara sekarang masih didasarkan atas susunan
yang diformulasikan olehnya melalui katalog yang waktu itu mencakup 1.020 bintang. [18] Mekanisme
Antikythera yang terkenal (ca. 150-80 SM) juga berasal dari periode yang sama: komputer analog yang
digunakan untuk menghitung letak Matahari/Bulan/planet-planet pada tanggal tertentu ini merupakan barang
paling kompleks dalam sejarah sampai abad ke-14, ketika jam-jam astronomi mulai bermunculan di Eropa.[19]
Di Eropa sendiri selama Abad Pertengahan astronomi sempat mengalami kebuntuan dan stagnansi. Sebaliknya,
perkembangan pesat terjadi di dunia Islam dan beberapa peradaban lainnya, ditandai dengan dibangunnya
observatorium-observatorium di belahan dunia sana pada awal abad ke-9.[20][21][22] Pada tahun 964, astronom
Persia Al-Sufi menemukan Galaksi Andromeda (galaksi terbesar di Grup Lokal) dan mencatatnya dalam Book
of Fixed Stars (Kitab Suwar al-Kawakib).[23]
Supernova SN 1006, ledakan bintang paling terang dalam catatan sejarah, berhasil diamati oleh astronom
Mesir Ali bin Ridwan dan sekumpulan astronom Tiongkok yang terpisah pada tahun yang sama (1006 M).
Astronom-astronom besar dari era Islam ini kebanyakan berasal dari Persia dan Arab, termasuk Al-
Battani, Tsabit bin Qurrah, Al-Sufi, Ibnu Balkhi, Al-Biruni, Al-Zarqali, Al-Birjandi, serta astronom-astronom
dari observatorium-observatorium di Maragha dan Samarkand. Melalui era inilah nama-nama bintang yang
berdasarkan bahasa Arab diperkenalkan.[24][25] Reruntuhan-reruntuhan di Zimbabwe Raya dan Timbuktu[26] juga
kemungkinan sempat memiliki bangunan-bangunan observatorium [27] melemahkan keyakinan sebelumnya
bahwa tidak ada pengamatan astronomis di daerah sub-Sahara sebelum era kolonial.[28][29][30][31]
Revolusi ilmiah
Astronomi radio
Astronomi teoretis
Artikel utama: Astronomi teoretis
Terdapat banyak jenis-jenis metode dan peralatan yang bisa dimanfaatkan oleh seorang astronom teoretis,
antara lain model-model analitik (misalnya politrop untuk memperkirakan perilaku sebuah bintang)
dan simulasi-simulasi numerik komputasional; masing-masing dengan keunggulannya sendiri. Model-model
analitik umumnya lebih baik apabila peneliti hendak mengetahui pokok-pokok persoalan dan mengamati apa
yang terjadi secara garis besar; model-model numerik bisa mengungkap keberadaan fenomena-fenomena serta
efek-efek yang tidak mudah terlihat.[49][50]
Para teoris berupaya untuk membuat model-model teoretis dan menyimpulkan akibat-akibat yang dapat
diamati dari model-model tersebut. Ini akan membantu para pengamat untuk mengetahui data apa yang harus
dicari untuk membantah suatu model, atau memutuskan mana yang benar dari model-model alternatif yang
bertentangan. Para teoris juga akan mencoba menyusun model baru atau memperbaiki model yang sudah ada
apabila ada data-data baru yang masuk. Apabila terjadi pertentangan/inkonsistensi, kecenderungannya adalah
untuk membuat modifikasi minimal pada model yang bersangkutan untuk mengakomodir data yang sudah
didapat. Kalau pertentangannya terlalu banyak, modelnya bisa dibuang dan tidak digunakan lagi.
Topik-topik yang dipelajari oleh astronom-astronom teoretis antara lain: dinamika dan evolusi bintang-
bintang; formasi galaksi; struktur skala besar materi di alam semesta; asal usul sinar kosmik; relativitas umum;
dan kosmologi fisik (termasuk kosmologi dawai dan fisika astropartikel). Relativitas astrofisika dipakai untuk
mengukur ciri-ciri struktur skala besar, di mana ada peran yang besar dari gaya gravitasi; juga sebagai dasar
dari fisika lubang hitam dan penelitian gelombang gravitasional.
Beberapa model/teori yang sudah diterima dan dipelajari luas yaitu teori Dentuman Besar, inflasi
kosmik, materi gelap, dan teori-teori fisika fundamental. Kelompok model dan teori ini sudah diintegrasikan
dalam model Lambda-CDM.
Beberapa contoh proses:
Efek Nordtvedt (sistem
Gravitasi Teleskop radio Lahirnya sebuah tata bintang
gravitasi yang mandiri)
Teleskop luar
Dentuman Alam semesta yang
angkasa Usia alam semesta
Besar (Big Bang) mengembang
Hubble, COBE
Fluktuasi Masalah kerataan alam
Inflasi kosmik
kuantum semesta (flatness problem)
Siklus CNO pada
bintang-bintang
Wacana yang tengah hangat dalam astronomi pada beberapa tahun terakhir adalah materi gelap dan energi
gelap — penemuan dan kontroversi mengenai topik-topik ini bermula dari penelitian atas galaksi-galaksi. [51]
Cabang-cabang spesifik