Anda di halaman 1dari 14

Ilmu Geofisika

Geofisika atau Geophysics dalam bahasa Inggris, menurut ilmu etimologi (cabang ilmu bahasa
yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan dalam bentuk dan makna) terdiri dari
kata Geo dan Physics.Geo  berarti bumi dan Physiscs yang memiliki makna fisika. Secara garis
besar geofisika adalah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk mengetahui dan
memecahkan masalah yang berhubungan dengan bumi, atau dapat pula diartikan mempelajari
bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika (Santoso, 2002).
Ilmu geofisika bagi kebanyakan masyarakat umum masih sering tertukar dengan ilmu geologi.
Hal tersebut merupakan hal yang wajar dikarenakan perbedaan keduanya tidak selalu dapat
dengan mudah dibedakan secara pasti antara geologi dan geofisika. Menurut Santoso (2002),
geologi termasuk ilmu yang mempelajari bumi dengan melakukan penelitian langsung terhadap
batuan, baik dari singkapan maupun dari pengeboran, serta meneliti gambaran tentang struktur,
komposisi, atau sejarahnya yang dapat dilakukan dengan beberapa analisis. Sementara itu,
geofisika termasuk ilmu yang mempelajari bagian-bagian bumi yang tidak dapat terlihat
langsung dari permukaan, melalui pengukuran sifat fisikanya dengan peralatan yang tersedia di
atas permukaan bumi. Geofisika juga mencakup interpretasi pengukuran yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang berguna tentang struktur dan komposisi lapisan di dalam bumi.

Ilmu geofisika dapat dimanfaatkan dalam penyelidikan kebumian seperti mitigasi bencana
gempa bumi, mitigasi bencana gunung api, eksplorasi minyak bumi, eksplorasi mineral dan
logam, dan juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur seperti jalan,
jembatan dan bangunan. Untuk pemanfaatan ilmu geofisika tersebut, maka diperlukan metode
yang sesuai. Hal ini yang membuat terdapat berbagai macam metode Geofisika.

Menurut Philip Kearey (2002) dalam bukunya yang berjudul An Introduction to Geophysical
Exploration, metode geofisika dibagi menjadi empat metode utama, yaitu metode seismik,
metode gravitasi, metode magnetik, dan metode elektrik. Metode elektrik sendiri dibagi lagi
menjadi metode resistivitas, induksi polarisasi, potesial diri, elektromagnetik, dan radar.
Perbedaan dari keempat metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Metode Geofisika (Kearey, 2002)
 Metode geofisika tersebut di atas dipergunakan sesuai dengan tujuan dari survey geofisika itu
sendiri. Masing-masing metode geofisika memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap parameter
fisika yang diukur. Sebagai contoh, jika ingin melakukan eksplorasi mineral logam, akan jauh
lebih efektif menggunakan metode magnetik dan elektrik dibandingkan dengan menggunakan
metode gravitasi. Beberapa contoh penggunaan metode geofisika dapat dilihat pada Tabel
2 berikut ini.
 

Tabel 2. Aplikasi metode geofisika (Kearey, 2002, dengan perubahan)

 
Astronomi

Astronomi (bahasa Yunani: ἀστρονομία, translit. astronomía,[1] dari ástron 'bintang' dan nómos 'hukum'), juga


disebut ilmu bintang atau ilmu falak,[2] adalah ilmu alam yang mempelajari benda langit dan fenomena alam
yang terjadi di luar Bumi, termasuk fenomena di atmosfer atas Bumi yang berasal dari luar angkasa
seperti meteor dan aurora.[3] Ilmu ini secara pokok mempelajari berbagai sisi dari objek langit seperti asal usul,
sifat fisika/kimia, meteorologi, dan gerak serta bagaimana pengetahuan akan benda-benda tersebut
menjelaskan pembentukan dan perkembangan alam semesta.
Astronomi sebagai ilmu adalah salah satu yang tertua, sebagaimana diketahui dari artefak-artefak astronomis
yang berasal dari era prasejarah; misalnya monumen-monumen dari Mesir dan Nubia, atau Stonehenge yang
berasal dari Britania. Orang-orang dari peradaban-peradaban awal semacam Babilonia, Yunani
Kuno, Tiongkok, India, dan Maya juga didapati telah melakukan pengamatan yang metodologis atas langit
malam. Meskipun memiliki sejarah yang panjang, astronomi baru dapat berkembang menjadi cabang ilmu
pengetahuan modern melalui penemuan teleskop.
Cukup banyak cabang-cabang ilmu yang pernah turut disertakan sebagai bagian dari astronomi, dan apabila
diperhatikan, sifat cabang-cabang ini sangat beragam: dari astrometri, pelayaran berbasis angkasa, astronomi
observasional, sampai dengan penyusunan kalender dan astrologi. Meski demikian, dewasa ini astronomi
profesional dianggap identik dengan astrofisika.
Pada abad ke-20, astronomi profesional terbagi menjadi dua cabang, yaitu astronomi observasional; Studi
astronomi yang melibatkan pengumpulan data dari pengamatan atas benda-benda langit, yang kemudian akan
dianalisis menggunakan prinsip-prinsip dasar fisika, dan astronomi teoretis; Studi astronomi yang terpusat
pada upaya pengembangan model-model komputer/analitis guna menjelaskan sifat-sifat benda-benda langit
serta fenomena-fenomena alam lainnya. Adapun kedua cabang ini bersifat komplementer; Astronomi teoretis
berusaha untuk menerangkan hasil-hasil pengamatan astronomi observasional, dan astronomi observasional
akan mencoba untuk membuktikan kesimpulan yang dibuat oleh astronomi teoretis.
Astronomi harus dibedakan dari astrologi, yang merupakan kepercayaan bahwa nasib dan urusan manusia
berhubungan dengan letak benda-benda langit seperti bintang atau rasinya. Memang betul bahwa dua bidang
ini memiliki asal usul yang sama, namun pada saat ini keduanya sangat berbeda. [4]
Penggunaan istilah "astronomi" dan "astrofisika"
Secara umum baik "astronomi" maupun "astrofisika" boleh digunakan untuk menyebut ilmu yang sama.[5][6][7]
[8]
 Apabila merujuk pada definisi KBBI, "astronomi" adalah ilmu tentang "matahari, bulan, bintang, dan planet-
planet lain"[2] sedangkan "astrofisika" adalah cabang astronomi yang mempelajari tentang "perilaku, sifat fisik,
serta dinamika benda dan fenomena langit."[9]
Dalam kasus-kasus tertentu, misalnya pada pembukaan buku The Physical Universe oleh Frank Shu,
"astronomi" boleh dipergunakan untuk sisi kualitatif dari ilmu ini, sedang "astrofisika" untuk sisi lainnya yang
lebih berorientasi fisika.[10] Namun, penelitian-penelitian astronomi modern kebanyakan berurusan dengan
topik-topik yang berkenaan dengan fisika, sehingga bisa dianggap bahwa astronomi modern adalah astrofisika.
[5]

Banyak badan-badan penelitian yang, dalam memutuskan menggunakan istilah yang mana, hanya bergantung
dari apakah secara sejarah mereka berafiliasi dengan departemen-departemen fisika atau tidak. [7] Astronom-
astronom profesional sendiri banyak yang memiliki gelar di bidang fisika.[8] Untuk ilustrasi lebih lanjut, salah
satu jurnal ilmiah terkemuka pada cabang ilmu ini bernama Astronomy and Astrophysics (Astronomi dan
Astrofisika).

Orientasi batu-batu Stonehenge yang sedemikian mungkin


menunjukkan bahwa astronom kuno menggunakan Stonehenge sebagai semacam kalender
matahari untuk melacak pergerakan matahari dan bulan dan menandai perubahan musim. [11]

Pada awalnya, astronomi hanya melibatkan pengamatan beserta prediksi atas gerak-gerik benda-benda langit
yang terlihat dengan mata telanjang. Pada beberapa situs seperti Stonehenge, peradaban-peradaban awal juga
menyusun artefak-artefak yang diduga memiliki kegunaan astronomis. Observatorium-observatorium purba ini
jamaknya bertujuan seremonial, namun dapat juga dimanfaatkan untuk menentukan musim, cuaca, dan iklim
—sesuatu yang wajib diketahui apabila ingin bercocok tanam— atau memahami panjang tahun. [12]
Sebelum ditemukannya peralatan seperti teleskop, penelitian harus dilakukan dari atas bangunan-bangunan
atau dataran yang tinggi, semua dengan mata telanjang. Seiring dengan berkembangnya peradaban, terutama di
Mesopotamia, Tiongkok, Mesir, Yunani, India, dan Amerika Tengah, orang-orang mulai membangun
observatorium dan gagasan-gagasan mengenai sifat-sifat semesta mulai ramai diperiksa. Umumnya, astronomi
awal disibukkan dengan pemetaan letak-letak bintang dan planet (sekarang disebut astrometri), kegiatan yang
akhirnya melahirkan teori-teori tentang pergerakan benda-benda langit dan pemikiran-pemikiran filosofis
untuk menjelaskan asal usul Matahari, Bulan, dan Bumi. Bumi kemudian dianggap sebagai pusat jagat raya,
sedang Matahari, Bulan, dan bintang-bintang berputar mengelilinginya; model semacam ini dikenal sebagai
model geosentris, atau sistem Ptolemaik (dari nama astronom Romawi-Mesir Ptolemeus).[13]
Dimulainya astronomi yang berdasarkan perhitungan matematis dan ilmiah dulu dipelopori oleh orang-orang
Babilonia.[14] Mereka menemukan bahwa gerhana bulan memiliki sebuah siklus yang teratur, disebut
siklus saros.[15] Mengikuti jejak astronom-astronom Babilonia, kemajuan demi kemajuan kemudian berhasil
dicapai oleh komunitas astronomi Yunani Kuno dan negeri-negeri sekitarnya. Astronomi Yunani sedari awal
memang bertujuan untuk menemukan penjelasan yang rasional dan berbasis fisika untuk fenomena-fenomena
angkasa.[16] Pada abad ke-3 SM, Aristarkhos dari Samos melakukan perhitungan atas ukuran Bumi serta jarak
antara Bumi dan Bulan, dan kemudian mengajukan model Tata Surya yang heliosentris — pertama kalinya
dalam sejarah. Pada abad ke-2 SM, Hipparkhos berhasil menemukan gerak presesi, juga menghitung ukuran
Bulan dan Matahari serta jarak antara keduanya, sekaligus membuat alat-alat penelitian astronomi paling awal
seperti astrolab.[17] Mayoritas penyusunan rasi bintang di belahan utara sekarang masih didasarkan atas susunan
yang diformulasikan olehnya melalui katalog yang waktu itu mencakup 1.020 bintang. [18] Mekanisme
Antikythera yang terkenal (ca. 150-80 SM) juga berasal dari periode yang sama: komputer analog yang
digunakan untuk menghitung letak Matahari/Bulan/planet-planet pada tanggal tertentu ini merupakan barang
paling kompleks dalam sejarah sampai abad ke-14, ketika jam-jam astronomi mulai bermunculan di Eropa.[19]
Di Eropa sendiri selama Abad Pertengahan astronomi sempat mengalami kebuntuan dan stagnansi. Sebaliknya,
perkembangan pesat terjadi di dunia Islam dan beberapa peradaban lainnya, ditandai dengan dibangunnya
observatorium-observatorium di belahan dunia sana pada awal abad ke-9.[20][21][22] Pada tahun 964, astronom
Persia Al-Sufi menemukan Galaksi Andromeda (galaksi terbesar di Grup Lokal) dan mencatatnya dalam Book
of Fixed Stars (Kitab Suwar al-Kawakib).[23]
Supernova SN 1006, ledakan bintang paling terang dalam catatan sejarah, berhasil diamati oleh astronom
Mesir Ali bin Ridwan dan sekumpulan astronom Tiongkok yang terpisah pada tahun yang sama (1006 M).
Astronom-astronom besar dari era Islam ini kebanyakan berasal dari Persia dan Arab, termasuk Al-
Battani, Tsabit bin Qurrah, Al-Sufi, Ibnu Balkhi, Al-Biruni, Al-Zarqali, Al-Birjandi, serta astronom-astronom
dari observatorium-observatorium di Maragha dan Samarkand. Melalui era inilah nama-nama bintang yang
berdasarkan bahasa Arab diperkenalkan.[24][25] Reruntuhan-reruntuhan di Zimbabwe Raya dan Timbuktu[26] juga
kemungkinan sempat memiliki bangunan-bangunan observatorium [27] melemahkan keyakinan sebelumnya
bahwa tidak ada pengamatan astronomis di daerah sub-Sahara sebelum era kolonial.[28][29][30][31]

Revolusi ilmiah

Sketsa Bulan oleh Galileo. Melalui pengamatan, diketahui bahwa


permukaan Bulan berbukit-bukit.
Pada Zaman Renaisans, Copernicus menyusun model Tata Surya heliosentris, model yang kemudian dibela
dari kontroversi, dikembangkan, dan dikoreksi oleh Galileo dan Kepler. Galileo berinovasi dengan teleskop
guna mempertajam pengamatan astronomis, sedang Kepler berhasil menjadi ilmuwan pertama yang menyusun
secara tepat dan mendetail pergerakan planet-planet dengan Matahari sebagai pusatnya. [32]
Meski demikian, ia gagal memformulasikan teori untuk menjelaskan hukum-hukum yang ia tuliskan, sampai
akhirnya Newton (yang juga menemukan teleskop reflektor untuk pengamatan langit) menjelaskannya
melalui dinamika angkasa dan hukum gravitasi.[32][33]
Seiring dengan semakin baiknya ukuran dan kualitas teleskop, semakin banyak pula penemuan-penemuan
lebih lanjut yang terjadi. Melalui teknologi ini, de Lacaille berhasil mengembangkan katalog-katalog bintang
yang lebih lengkap; usaha serupa juga dilakukan oleh astronom Jerman-Inggris William Herschel dengan
memproduksi katalog-katalog nebula dan gugusan.
Pada tahun 1781 ia menemukan planet Uranus, planet pertama yang ditemui di luar planet-planet klasik.
[34]
 Pengukuran jarak menuju sebuah bintang pertama kali dipublikasikan pada 1838 oleh Bessel, yang pada saat
itu melakukannya melalui pengukuran paralaks dari 61 Cygni.[35]
Abad ke-18 sampai abad ke-19 pertama diwarnai oleh penelitian atas masalah tiga benda oleh Euler, Clairaut,
dan D'Alembert; penelitian yang menghasilkan metode prediksi yang lebih tepat untuk pergerakan Bulan dan
planet-planet. Pekerjaan ini dipertajam oleh Lagrange dan Laplace, sehingga memungkinkan ilmuwan untuk
memperkirakan massa planet dan satelit lewat perturbasi/usikannya.[36]
Penemuan spektroskop dan fotografi kemudian mendorong kemajuan penelitian lagi: pada 1814-
1815, Fraunhoffer menemukan lebih kurang 600 pita spektrum pada Matahari, dan pada
1859 Kirchhoff akhirnya bisa menjelaskan fenomena ini dengan mengatribusikannya pada keberadaan unsur-
unsur. Pada masa ini bintang-bintang dikonfirmasikan sebagai Matahari-matahari lain yang lebih jauh
letaknya, namun dengan perbedaan-perbedaan pada suhu, massa, dan ukuran.[24]
Baru pada abad ke-20 Galaksi Bima Sakti (di mana Bumi dan Matahari berada) bisa dibuktikan sebagai
kelompok bintang yang terpisah dari kelompok-kelompok bintang lainnya. Dari pengamatan-pengamatan yang
sama disimpulkan pula bahwa ada galaksi-galaksi lain di luar Bima Sakti dan bahwa alam semesta terus
mengembang, sebab galaksi-galaksi tersebut terus menjauh dari galaksi kita. [37] Astronomi modern juga
menemukan dan berusaha menjelaskan benda-benda langit yang asing seperti kuasar, pulsar, blazar, galaksi
radio, lubang hitam, dan bintang neutron. Kosmologi fisik maju dengan pesat sepanjang abad ini:
model Dentuman Besar (Big Bang) misalnya, telah didukung oleh bukti-bukti astronomis dan fisika yang kuat
(antara lain radiasi CMB, hukum Hubble, dan ketersediaan kosmologis unsur-unsur).
Astronomi observasional
Artikel utama: Astronomi observasional
Seperti diketahui, astronomi memerlukan informasi tentang benda-benda langit, dan sumber informasi yang
paling utama sejauh ini adalah radiasi elektromagnetik, atau lebih spesifiknya, cahaya tampak.[38] Astronomi
observasional bisa dibagi lagi menurut daerah-daerah spektrum elektromagnetik yang diamati: sebagian dari
spektrum tersebut bisa diteliti melalui permukaan Bumi, sementara bagian lain hanya bisa dijangkau dari
ketinggian tertentu atau bahkan hanya dari ruang angkasa. Keterangan lebih lengkap tentang pembagian-
pembagian ini bisa dilihat di bawah:

Astronomi radio

Observatorium Very Large Array (VLA) di New


Mexico, AS: contoh teleskop radio
Artikel utama: Astronomi radio
Astronomi observasional jenis ini mengamati radiasi dengan panjang gelombang yang lebih dari satu milimeter
(perkiraan).[39] Berbeda dengan jenis-jenis lainnya, astronomi observasional tipe radio mengamati gelombang-
gelombang yang bisa diperlakukan selayaknya gelombang, bukan foton-foton yang diskrit. Dengan demikian
pengukuran fase dan amplitudonya relatif lebih gampang apabila dibandingkan dengan gelombang yang lebih
pendek.[39]
Gelombang radio bisa dihasilkan oleh benda-benda astronomis melalui pancaran termal, namun sebagian besar
pancaran radio yang diamati dari Bumi adalah berupa radiasi sinkrotron, yang diproduksi ketika elektron-
elektron berkisar di sekeliling medan magnet.[39] Sejumlah garis spektrum yang dihasilkan dari gas
antarbintang (misalnya garis spektrum hidrogen pada 21 cm) juga dapat diamati pada panjang gelombang
radio.[10][39]
Beberapa contoh benda-benda yang bisa diamati oleh astronomi radio: supernova, gas antarbintang, pulsar,
dan inti galaksi aktif (AGN - active galactive nucleus).[10][39]
Galaksi Pusaran dilihat dari gelombang panjang Inframerah
Astronomi inframerah
Artikel utama: Astronomi inframerah
Astronomi inframerah melibatkan pendeteksian beserta analisis atas radiasi inframerah (radiasi di mana
panjang gelombangnya melebihi cahaya merah). Sebagian besar radiasi jenis ini diserap oleh atmosfer Bumi,
kecuali yang panjang gelombangnya tidak berbeda terlampau jauh dengan cahaya merah yang tampak. Oleh
sebab itu, observatorium yang hendak mengamati radiasi inframerah harus dibangun di tempat-tempat yang
tinggi dan tidak lembap, atau malah di ruang angkasa.
Spektrum ini bermanfaat untuk mengamati benda-benda yang terlalu dingin untuk memancarkan cahaya
tampak, misalnya planet-planet atau cakram-cakram pengitar bintang. Apabila radiasinya memiliki gelombang
yang cenderung lebih panjang, ia dapat pula membantu para astronom mengamati bintang-bintang muda
pada awan-awan molekul dan inti-inti galaksi — sebab radiasi seperti itu mampu menembus debu-debu yang
menutupi dan mengaburkan pengamatan astronomis.[40] Astronomi inframerah juga bisa dimanfaatkan untuk
mempelajari struktur kimia benda-benda angkasa, karena beberapa molekul memiliki pancaran yang kuat pada
panjang gelombang ini. Salah satu kegunaannya yaitu mendeteksi keberadaan air pada komet-komet. [41]

Teleskop Subaru (kiri) dan Observatorium


Keck (tengah) di Mauna Kea, keduanya contoh observatorium yang bisa mengamati baik cahaya
tampak atau cahaya hampir-inframerah. Di kanan adalah Fasilitas Teleskop Inframerah NASA,
yang hanya beroperasi pada panjang gelombang hampir-inframerah.
Astronomi optikal
Artikel utama: Astronomi optikal
Dikenal juga sebagai astronomi cahaya tampak, astronomi optikal mengamati radiasi elektromagnetik yang
tampak oleh mata telanjang manusia. Oleh sebab itu, ini merupakan cabang yang paling tua, karena tidak
memerlukan peralatan.[42] Mulai dari penghujung abad ke-19 sampai kira-kira seabad setelahnya, citra-citra
astronomi optikal memakai teknik fotografis, namun sebelum itu mereka harus digambar menggunakan
tangan. Dewasa ini detektor-detektor digitallah yang dipergunakan, terutama yang memakai CCD (charge-
coupled devices, peranti tergandeng-muatan).
Cahaya tampak sebagaimana diketahui memiliki panjang dari 4.000 Å sampai 7.000 Å (400-700 nm).
[42]
 Namun, alat-alat pengamatan yang dipakai untuk mengamati panjang gelombang demikian dipakai pula
untuk mengamati gelombang hampir-ultraungu dan hampir-inframerah.

Citra Ultraungu dari Galaksi Triangulum oleh GALEX


Astronomi ultraungu
Artikel utama: Astronomi ultraviolet
Ultraungu yaitu radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih kurang 100 sampai 3.200 Å (10-
320 nm).[39] Cahaya dengan panjang seperti ini diserap oleh atmosfer Bumi, sehingga untuk mengamatinya
harus dilakukan dari lapisan atmosfer bagian atas, atau dari luar atmosfer (ruang angkasa). Astronomi jenis ini
cocok untuk mempelajari radiasi termal dan garis-garis spektrum pancaran dari bintang-bintang biru yang
bersuhu sangat tinggi (klasifikasi OB), sebab bintang-bintang seperti itu sangat cemerlang radiasi ultraungunya
— penelitian seperti ini sering dilakukan dan mencakup bintang-bintang yang berada di galaksi-galaksi lain.
Selain bintang-bintang OB, benda-benda langit yang kerap diamati melalui astronomi cabang ini antara
lain nebula-nebula planeter, sisa-sisa supernova, atau inti-inti galaksi aktif. Diperlukan penyetelan yang
berbeda untuk keperluan seperti demikian sebab cahayanya mudah tertelan oleh debu-debu antarbintang.[39]
Lubang hitam dapat dideteksi melalui sinar-X yang
dipancarkan olehnya. Ini adalah citra dari Cygnus X-1 oleh Observatorium Chandra
Astronomi sinar-X
Artikel utama: Astronomi sinar X
Benda-benda bisa memancarkan cahaya berpanjang gelombang sinar-X melalui pancaran sinkrotron (pancaran
yang berasal dari elektron-elektron yang berkisar di sekeliling medan magnet) atau melalui pancaran
termal gas pekat dan gas encer pada 107 K.[39] Sinar-X juga diserap oleh atmosfer, sehingga pengamatan harus
dilakukan dari atas balon, roket, atau satelit penelitian. Sumber-sumber sinar-X antara lain bintang biner sinar-
X (X-ray binary), pulsar, sisa-sisa supernova, galaksi elips, gugus galaksi, serta Inti galaksi
aktif (AGN / Active Galactic Nucleus.[39]

Compton Gamma Ray Observatory merupakan salah satu


observatorium berbasis angkasa yang berpanjang gelombang sinar Gamma
Astronomi sinar-gamma
Artikel utama: Astronomi sinar gama
Astronomi sinar-gamma mempelajari benda-benda astronomi pada panjang gelombang paling pendek (sinar-
gamma). Sinar-gamma bisa diamati secara langsung melalui satelit-satelit seperti Compton Gamma Ray
Observatory (CGRO), atau dengan jenis teleskop khusus yang disebut Teleskop Cherenkov (IACT).
[39]
 Teleskop jenis itu sebetulnya tidak mendeteksi sinar-gamma, tetapi mampu mendeteksi percikan cahaya
tampak yang dihasilkan dari proses penyerapan sinar-gamma oleh atmosfer. [43]
Kebanyakan sumber sinar-gamma hanyalah berupa ledakan sinar-gamma, yang hanya menghasilkan sinar
tersebut dalam hitungan milisekon sampai beberapa puluh detik saja. Sumber yang permanen dan tidak
sementara hanya sekitar 10% dari total jumlah sumber, misalnya sinar-gamma dari pulsar, bintang neutron,
atau inti galaksi aktif dan kandidat-kandidat lubang hitam.[39]
Cabang-cabang yang tidak berdasarkan panjang gelombang
Sejumlah fenomena jarak jauh lain yang berbentuk selain radiasi elektromagnetik dapat diamati dari Bumi.
Ada cabang bernama astronomi neutrino, di mana para astronom menggunakan fasilitas-fasilitas bawah
tanah (misalnya SAGE, GALLEX, atau Kamioka II/III) untuk mendeteksi neutrino, sebentuk partikel
dasar yang jamaknya berasal dari Matahari atau ledakan-ledakan supernova.[39] Ketika sinar-sinar
kosmik memasuki atmosfer Bumi, partikel-partikel berenergi tinggi yang menyusunnya akan meluruh atau
terserap, dan partikel-partikel hasil peluruhan ini bisa dideteksi di observatorium.[44] Pada masa yang akan
datang, diharapkan akan ada detektor neutrino yang peka terhadap partikel-partikel yang lahir dari benturan
sinar-sinar kosmik dan atmosfer.[39]
Terdapat pula cabang baru yang menggunakan detektor-detektor gelombang gravitasional untuk
mengumpulkan data tentang benda-benda rapat: astronomi gelombang gravitasional. Observatorium-
observatorium untuk bidang ini sudah mulai dibangun, contohnya observatorium LIGO di Louisiana, AS.
Tetapi astronomi seperti ini sulit, sebab gelombang gravitasional amat sukar untuk dideteksi.[45]
Ahli-ahli astronomi planet juga banyak yang mengamati fenomena-fenomena angkasa secara langsung, yaitu
melalui wahana-wahana antariksa serta misi-misi pengumpulan sampel. Beberapa hanya bekerja dengan sensor
jarak jauh untuk mengumpulkan data, tetapi beberapa lainnya melibatkan pendaratan —dengan kendaraan
antariksa yang mampu bereksperimen di atas permukaan. Metode-metode lain misalnya detektor material
terbenam atau melakukan eksperimen langsung terhadap sampel yang dibawa ke Bumi sebelumnya.

Astrometri dan mekanika benda langit


Artikel utama: Astrometri  dan  Mekanika benda langit

Salah satu tujuan dari Astrometri adalah mengukur


gerakan bintang dan planet
Pengukuran letak benda-benda langit, seperti disebutkan, adalah salah satu cabang astronomi (dan bahkan
sains) yang paling tua. Kegiatan-kegiatan seperti pelayaran atau penyusunan kalender memang sangat
membutuhkan pengetahuan yang akurat mengenai letak Matahari, Bulan, planet-planet, serta bintang-bintang
di langit.
Dari proses pengukuran seperti ini dihasilkan pemahaman yang baik sekali tentang usikan gravitasi dan pada
akhirnya astronom-astronom dapat menentukan letak benda-benda langit dengan tepat pada masa lalu dan
masa depan — cabang astronomi yang mendalami bidang ini dikenal sebagai mekanika benda langit. Dewasa
ini penjejakan atas benda-benda yang dekat dengan Bumi juga memungkinkan prediksi-prediksi akan
pertemuan dekat, atau bahkan benturan.[46]
Kemudian terdapat pengukuran paralaks bintang. Pengukuran ini sangat penting karena memberi nilai basis
dalam metode tangga jarak kosmik; melalui metode ini ukuran dan skala alam semesta bisa diketahui.
Pengukuran paralaks bintang yang relatif lebih dekat juga bisa dipakai sebagai basis absolut untuk ciri-ciri
bintang yang lebih jauh, sebab ciri-ciri di antara mereka dapat dibandingkan. Kinematika mereka lalu bisa kita
susun lewat pengukuran kecepatan radial serta gerak diri masing-masing. Hasil-hasil astrometri dapat pula
dimanfaatkan untuk pengukuran materi gelap di dalam galaksi.[47]
Selama dekade 1990-an, teknik pengukuran goyangan bintang dalam astrometri digunakan
untuk mendeteksi keberadaan planet-planet ekstrasurya yang mengelilingi bintang-bintang di dekat Matahari.
[48]

Astronomi teoretis
Artikel utama: Astronomi teoretis
Terdapat banyak jenis-jenis metode dan peralatan yang bisa dimanfaatkan oleh seorang astronom teoretis,
antara lain model-model analitik (misalnya politrop untuk memperkirakan perilaku sebuah bintang)
dan simulasi-simulasi numerik komputasional; masing-masing dengan keunggulannya sendiri. Model-model
analitik umumnya lebih baik apabila peneliti hendak mengetahui pokok-pokok persoalan dan mengamati apa
yang terjadi secara garis besar; model-model numerik bisa mengungkap keberadaan fenomena-fenomena serta
efek-efek yang tidak mudah terlihat.[49][50]
Para teoris berupaya untuk membuat model-model teoretis dan menyimpulkan akibat-akibat yang dapat
diamati dari model-model tersebut. Ini akan membantu para pengamat untuk mengetahui data apa yang harus
dicari untuk membantah suatu model, atau memutuskan mana yang benar dari model-model alternatif yang
bertentangan. Para teoris juga akan mencoba menyusun model baru atau memperbaiki model yang sudah ada
apabila ada data-data baru yang masuk. Apabila terjadi pertentangan/inkonsistensi, kecenderungannya adalah
untuk membuat modifikasi minimal pada model yang bersangkutan untuk mengakomodir data yang sudah
didapat. Kalau pertentangannya terlalu banyak, modelnya bisa dibuang dan tidak digunakan lagi.
Topik-topik yang dipelajari oleh astronom-astronom teoretis antara lain: dinamika dan evolusi bintang-
bintang; formasi galaksi; struktur skala besar materi di alam semesta; asal usul sinar kosmik; relativitas umum;
dan kosmologi fisik (termasuk kosmologi dawai dan fisika astropartikel). Relativitas astrofisika dipakai untuk
mengukur ciri-ciri struktur skala besar, di mana ada peran yang besar dari gaya gravitasi; juga sebagai dasar
dari fisika lubang hitam dan penelitian gelombang gravitasional.
Beberapa model/teori yang sudah diterima dan dipelajari luas yaitu teori Dentuman Besar, inflasi
kosmik, materi gelap, dan teori-teori fisika fundamental. Kelompok model dan teori ini sudah diintegrasikan
dalam model Lambda-CDM.
Beberapa contoh proses:

Proses fisik Alat eksperimen Model teoretis Yang dijelaskan/diprediksi

Efek Nordtvedt (sistem
Gravitasi Teleskop radio Lahirnya sebuah tata bintang
gravitasi yang mandiri)

Bagaimana bintang berpijar;


Fusi nuklir Spektroskopi Evolusi bintang bagaimana logam terbentuk
(nukleosintesis).

Teleskop luar
Dentuman Alam semesta yang
angkasa Usia alam semesta
Besar (Big Bang) mengembang
Hubble, COBE
Fluktuasi Masalah kerataan alam
Inflasi kosmik
kuantum semesta (flatness problem)

Keruntuhan Sekumpulan lubang hitam di


Astronomi sinar-X Relativitas umum
gravitasi pusat Galaksi Andromeda.

Siklus CNO pada
bintang-bintang

Wacana yang tengah hangat dalam astronomi pada beberapa tahun terakhir adalah materi gelap dan energi
gelap — penemuan dan kontroversi mengenai topik-topik ini bermula dari penelitian atas galaksi-galaksi. [51]

Cabang-cabang spesifik

Citra ultraviolet dari fotosfer aktif Matahari, hasil tangkapan


teleskop TRACE oleh NASA.
Astronomi surya
Artikel utama: Matahari
Lihat pula: Teleskop surya
Matahari adalah bintang yang terdekat dari Bumi pada sekitar 8 menit cahaya, dan yang paling sering diteliti;
ia merupakan bintang katai pada deret utama dengan klasifikasi G2 V dan usia sekitar 4,6 miliar tahun. Walau
tidak sampai tingkat bintang variabel, Matahari mengalami sedikit perubahan cahaya melalui aktivitas yang
dikenal sebagai siklus bintik Matahari — fluktuasi pada angka bintik-bintik Matahari selama sebelas tahun.
Bintik Matahari ialah daerah dengan suhu yang lebih rendah dan aktivitas magnetis yang hebat. [52]
Luminositas Matahari terus bertambah kuat secara tetap sepanjang hidupnya, dan sejak pertama kali menjadi
bintang deret utama sudah bertambah sebanyak 40%. Matahari juga telah tercatat melakukan perubahan
periodik dalam luminositas, sesuatu yang bisa menyebabkan akibat-akibat yang signifikan atas kehidupan di
atas Bumi.[53] Misalnya periode minimum Maunder, yang sampai menyebabkan fenomena zaman
es kecil pada Abad Pertengahan.[54]
Permukaan luar Matahari yang bisa kita lihat disebut fotosfer. Di atasnya ada lapisan tipis yang biasanya tidak
terlihat karena terangnya fotosfer, yaitu kromosfer. Di atasnya lagi ada lapisan transisi di mana suhu bisa naik
secara cepat, dan di atasnya terdapatlah korona yang sangat panas.
Di tengah-tengah Matahari ialah daerah inti; ada tingkat suhu dan tekanan yang cukup di sini sehingga fusi
nuklir dapat terjadi. Di atasnya terdapat zona radiatif; di sini plasma akan menghantarkan panas melalui proses
radiasi. Di atas zona radiatif adalah zona konvektif; materi gas di zona ini akan menghantarkan energi sebagian
besar lewat pergerakan materi gas itu sendiri. Zona inilah yang dipercaya sebagai sumber aktivitas magnetis
penghasil bintik-bintik Matahari.[52]
Terdapat angin surya berupa partikel-partikel plasma yang bertiup keluar dari Matahari secara terus-menerus
sampai mencapai titik heliopause. Angin ini bertemu dengan magnetosfer Bumi dan membentuk sabuk-sabuk
radiasi Van Allen dan — di mana garis-garis medan magnet Bumi turun menujur atmosfer —
menghasilkan aurora.[55]

Anda mungkin juga menyukai