Sejarah
Artikel utama: Sejarah astronomi
Informasi lebih lanjut: Arkeoastronomi
Pada awalnya, astronomi hanya melibatkan pengamatan beserta prediksi atas gerak-gerik
benda-benda langit yang terlihat dengan mata telanjang. Pada beberapa situs seperti
Stonehenge, peradaban-peradaban awal juga menyusun artifak-artifak yang diduga memiliki
kegunaan astronomis. Observatorium-observatorium purba ini jamaknya bertujuan seremonial,
namun dapat juga dimanfaatkan untuk menentukan musim, cuaca, dan iklim —sesuatu yang
wajib diketahui apabila ingin bercocok tanam— atau memahami panjang tahun. [12]
Sebelum ditemukannya peralatan seperti teleskop, penelitian harus dilakukan dari atas
bangunan-bangunan atau dataran yang tinggi, semua dengan mata telanjang. Seiring dengan
berkembangnya peradaban, terutama di Mesopotamia, Tiongkok, Mesir, Yunani, India, dan
Amerika Tengah, orang-orang mulai membangun observatorium dan gagasan-gagasan
mengenai sifat-sifat semesta mulai ramai diperiksa. Umumnya, astronomi awal disibukkan
dengan pemetaan letak-letak bintang dan planet (sekarang disebut astrometri), kegiatan yang
akhirnya melahirkan teori-teori tentang pergerakan benda-benda langit dan pemikiran-pemikiran
filosofis untuk menjelaskan asal usul Matahari, Bulan, dan Bumi. Bumi kemudian dianggap
sebagai pusat jagat raya, sedang Matahari, Bulan, dan bintang-bintang berputar mengelilinginya;
model semacam ini dikenal sebagai model geosentris, atau sistem Ptolemaik (dari nama
astronom Romawi-Mesir Ptolemeus).[13]
Dimulainya astronomi yang berdasarkan perhitungan matematis dan ilmiah dulu dipelopori oleh
orang-orang Babilonia.[14] Mereka menemukan bahwa gerhana bulan memiliki sebuah siklus yang
teratur, disebut siklus saros.[15] Mengikuti jejak astronom-astronom Babilonia, kemajuan demi
kemajuan kemudian berhasil dicapai oleh komunitas astronomi Yunani Kuno dan negeri-negeri
sekitarnya. Astronomi Yunani sedari awal memang bertujuan untuk menemukan penjelasan
yang rasional dan berbasis fisika untuk fenomena-fenomena angkasa. [16] Pada abad ke-3
SM, Aristarkhos dari Samos melakukan perhitungan atas ukuran Bumi serta jarak antara Bumi
dan Bulan, dan kemudian mengajukan model Tata Surya yang heliosentris — pertama kalinya
dalam sejarah. Pada abad ke-2 SM, Hipparkhos berhasil menemukan gerak presesi, juga
menghitung ukuran Bulan dan Matahari serta jarak antara keduanya, sekaligus membuat alat-
alat penelitian astronomi paling awal seperti astrolab.[17] Mayoritas penyusunan rasi bintang di
belahan utara sekarang masih didasarkan atas susunan yang diformulasikan olehnya melalui
katalog yang waktu itu mencakup 1.020 bintang.[18] Mekanisme Antikythera yang terkenal
(ca. 150-80 SM) juga berasal dari periode yang sama: komputer analog yang digunakan untuk
menghitung letak Matahari/Bulan/planet-planet pada tanggal tertentu ini merupakan barang
paling kompleks dalam sejarah sampai abad ke-14, ketika jam-jam astronomi mulai bermunculan
di Eropa.[19]
Di Eropa sendiri selama Abad Pertengahan astronomi sempat mengalami kebuntuan dan
stagnansi. Sebaliknya, perkembangan pesat terjadi di dunia Islam dan beberapa peradaban
lainnya, ditandai dengan dibangunnya observatorium-observatorium di belahan dunia sana pada
awal abad ke-9.[20][21][22] Pada tahun 964, astronom Persia Al-Sufi menemukan Galaksi
Andromeda (galaksi terbesar di Grup Lokal) dan mencatatnya dalam Book of Fixed Stars (Kitab
Suwar al-Kawakib).[23]
Supernova SN 1006, ledakan bintang paling terang dalam catatan sejarah, berhasil diamati oleh
astronom Mesir Ali bin Ridwan dan sekumpulan astronom Tiongkok yang terpisah pada tahun
yang sama (1006 M). Astronom-astronom besar dari era Islam ini kebanyakan berasal
dari Persia dan Arab, termasuk Al-Battani, Tsabit bin Qurrah, Al-Sufi, Ibnu Balkhi, Al-Biruni, Al-
Zarqali, Al-Birjandi, serta astronom-astronom dari observatorium-observatorium
di Maragha dan Samarkand. Melalui era inilah nama-nama bintang yang berdasarkan bahasa
Arab diperkenalkan.[24][25] Reruntuhan-reruntuhan di Zimbabwe Raya dan Timbuktu[26] juga
kemungkinan sempat memiliki bangunan-bangunan observatorium [27] melemahkan keyakinan
sebelumnya bahwa tidak ada pengamatan astronomis di daerah sub-Sahara sebelum era
kolonial.