Anda di halaman 1dari 8

Pembahasan

A. Masa Sebelum Teleskop

Astronomi Era Klasik

1. Sekilas Astronomi Era Pra-Sejarah dan Astronomi Kuno

Jika membahas tentang sejarah teleskop, tentunya dimulai dengan kelahiran ilmu astronomi
di muka bumi. Astronomi merupakan ilmu yang telah terlahir sejak kelahiran manusia untuk
pertama kalinya di muka bumi. Kala itu, manusia mengamati benda langit dan menjadikannya
sebagai pedoman untuk berkegiatan. Contohnya, manusia prasejarah memulai kegiatan saat
matahari terbit, dan kembali ke tempat tinggalnya saat matahari telah terbenam. Seiring
berjalannya waktu, dengan naked-eye observation, manusia mulai menyadari keteraturan dari
pergerakan benda langit yang berulang dalam rentang periode tertentu.

Berdasarkan pengamatan-pengamatan tersebut, secara berangsur-angsur manusia mulai


mencatat dan mengimplementasikan hasil yang mereka dapat, yaitu dengan membuat
bangunan/monumen. Dua diantaranya adalah Stonehenge yang terletak di Inggris, dan Big
Horn Medicine Wheel di Wyoming; yang merupakan wujud dari pengukuran summer
solstice dan kesegarisan dengan bintang-bintang terang sepert Sirius, Aldebaran dan Rigel.
Hal ini menandai dimulainya era astronomi kuno.

Gambar teloskop pertama kali:


2. Bangsa Babilonia

Pengamatan ini dilakukan dalam jangka waktu yang lama, hingga masuk kepada era klasik.
Manusia pada era klasik mulai berpikir lebih jauh. Salah satu bangsa yang patut disorot
kemajuannya pada era ini adalah Bangsa Babilonia, yang mulai mengenal Astronomi sekitar
tahun 1800 SM.

Para astronom Babilonia meneliti Planet Jupiter sedari lama. Bangsa Babilonia yang meyakini
bahwa mereka memiliki dewa pelindung yaitu Marduk (Merodakh), yang kehadirannya
diwakili oleh penampakan Jupiter di langit. Sehingganya, para astronom Babilonia seringkali
melacak keberadaan Jupiter, dan mencatatnya. Bahkan, ilmuwan kini menemukan bahwa isi
prasasti pada sebuah sabak kecil yang merupakan peninggalan era Babilonia pada 350 SM —
50 SM, merupakan penggambaran gerakan Jupiter relatif terhadap bintang-bintang yang jauh
dengan perhitungan yang modern dan akurat. Selain itu, bangsa Babilonia juga mulai
melakukan penamaan benda langit, seperti konstelasi, bintang dan planet yang didasarkan
pada nama-nama dewa.
3. Bangsa Mesir Kuno

Sebagai bangsa yang bertempat tinggal di sekitar sungai Nil, bangsa Mesir Kuno
menggunakan ilmu astronomi untuk memprediksi waktu meluapnya sungai nil, sehingga
mereka bisa menentukan kapan waktu yang tepat untuk bercocok tanam. Bangsa Mesir juga
mulai menggunakan kalender, yang pada awalnya didasarkan pada siklus bulan. Karena
penanggalan tersebut dirasa kurang tepat, bangsa Mesir menjadikan kemunculan bintang
Sirius sebagai dasar penanggalan baru, yang kemudian diadopsi oleh bangsa Romawi.
Sedangkan, penanggalan dengan siklus bulan diadopsi oleh bangsa Arab Kuno, yang kini kita
kenal sebagai sistem kalender Hijriyah.

4. Bangsa Yunani Kuno


Yunani Kuno menjadi era dimana astronom dan matematikawan mulai banyak bermunculan,
dan masing-masingnya memiliki peranan yang krusial dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Dengan pengukuran yang jelas, mulai muncul berbagai usulan untuk
menggambarkan alam semesta. Seperti yang diusulkan oleh Phytagoras, yakninya alam
semesta memiliki model pirosentrik, dimana bintang-bintang, matahari, bulan dan enam
planet lainnya berputar di sekitar api pusat. Begitu pula dengan kemunculan model alam
semesta dengan 27 lingkaran, yang dikemukakan oleh Eudoxus. Aristoteles
menyempurnakan konsep 27 lingkaran ini menjadi 55 lingkaran, dan mengemukakan konsep
bahwa alam semesta terbagi atas dua, yaitu bumi (tidak sempurna), dan langit (sempurna).
Erastothenes, dengan konsep matematika yang telah maju, mampu memperhitungkan radius
dan keliling bumi. Kemudian, muncul model geosentris yang diusulkan oleh Ptolemeus.
Model alam semesta geosentris menjadi suatu kepercayaan di masyarakat, yang juga diakui
oleh gereja. Pada saat itu, menentang sesuatu yang dipercayai dan diakui oleh gereja adalah
hal tabu. Sekalipun para astronom menyadari bahwa terdapat ketidaksesuaian dalam sistem ini
dan mencoba memperbaikinya, sistem geosentris masih tetap dipercayai. Diantaranya, jauh
sebelum Ptolemeus, terdapat Aristarchus yang mengemukakan bahwa bumi bergerak
mengelilingi matahari. Ilmuwan Italia Nicholas dan Leonardo da Vinci pun berpendapat
bahwa bumi bergerak, sama sekali tidak berada di pusat alam semesta, dan tidak menempati
posisi yang luar biasa di dalamnya. Namun, dengan kekuasaan gereja pada saat itu,
masyarakat masih enggan menentang, dan pembuktian yang meyakinkan untuk membantah
teori geosentris masih belum ditemukan.

Astronomi Era Renaissance

1. Copernicus: Heleosentris
Pada akhir abad ke 15 teori Plato yang menjelaskan tentang deskripsi kosmos yang dicirikan
harmoni, simetri, dan proporsi matematis di temukan oleh para sarjana humanis pada saat itu.
Teori plato sangat bertentangan dengan teori yang dikemukakan oleh Ptolemy yaitu
Geosentris. Geosentris adalah teori yang menganggap bahwa bumi menjadi pusat tata surya.
Astronom Polandia Nicholas Copernicus mengemukakan kritiknya terhadap teori Ptolemy
pada tahun 1514 dalam sebuah manuskrip yang disebutnya Commentariolus (A Little
Commentary) yang didalamnya Copernicus juga menawarkan model planet alternatif yaitu
matahari yang menjadi pusat tata surya dan bulan pada gilirannya berputar mengelilingi bumi.
Model ini disebut Heliosentris, “helios” yang berarti matahari dan “kentron” yang berarti
pusat. Model ini masih didasarkan pada lingkaran dan episiklus, dan tidak lebih akurat
daripada model Ptolemy; Namun, ini memungkinkan penghitungan jarak ke planet dengan
AU, dan memberikan penjelasan yang benar untuk gerakan retrograde atau gerakan mundur.
Setelah puluhan tahun menyempurnakan teorinya, Copernicus dibujuk untuk menerbitkan
karyanya. De revolutionibus orbium coelestium (Tentang revolusi bola langit) muncul pada
tahun 1543, hanya dua bulan sebelum kematian Copernicus. De revolutionibus menguraikan
teori Copernicus tentang alam semesta dan memberikan perhitungan matematis yang
kompleks yang menjelaskan pergerakan planet-planet berdasarkan model berpusat pada
Matahari. Tetapi buku tersebut di cap sebagai buku sesat oleh gereja karena tidak
sepemahaman dengan gereja pada saat itu yang menganut teori Geosentris. Copernicus hanya
membuktikan modelnya secara matematis karena tidak adanya data yang menyatakan bahwa
Copernicus melakukan observasi.

3. Johannes Kepler

Johannes Kepler, asisten Tycho yang paling terkenal, sangat percaya pada ide-ide Platonis
tentang alam semesta yang sederhana dan harmonis. Kepler ditugaskan untuk mengamati
pergerakan planet Mars, yang sangat menyimpang dari model melingkar yang dibuat oleh
Ptolemy. Kepler mengamatinya dengan mata telanjang karena belum adanya instrumen yang
tepat pada saat itu. Setelah kematian Tycho pada tahun 1601, Kepler menggunakan catatan
pengamatan Tycho, bersama dengan teori heliosentris Copernicus dan teori magnet dari filsuf
Inggris William Gilbert, untuk merancang model baru orbit planet dan Matahari. Kepler
menemukan bahwa orbit planet berbentuk elips daripada melingkar, dan merumuskan aturan
matematika yang mengatur periode dan ukuran orbit planet.
Gambar teleskop bintang terbaru:

Anda mungkin juga menyukai