Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: DIARE


Dosen pengampu: Alif Nurul Rosyidah, S.Kep, Ners.

DISUSUN OLEH:

Yusril
(P27905119042)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE

A. KONSEP GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR


1. Definisi
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi buang air besar yang
lenih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih encer. Diare merupakan gangguan
buang air besar BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair,
dapat disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas, 2013).
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses. Seseorang
dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari
tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes,
2016).
WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan
konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung
selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama _> 14 hari.

2. Etiologi
Faktor penyebab diare, antara lain :
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno-virus,
Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
c) Infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongyloides); protozoa
(entamoeba, hystolityca, giardia lambia, trichomonas hominis); jamur (candida
albicans)
2) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut
(OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa);
monosakarida(intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan..
d. Faktor psikologs, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar)

3. Klasifikasi
Menurut Wong (2008) diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Diare akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare didefinisikan sebagai
peningkatan atau perubahan frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen infeksius
dalam traktus Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran
napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK). Diare akut biasanya sembuh sendiri
(lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi
tidak terjadi.

b. Diare Kronis
Didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan air dalam
feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena
keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan,
alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari
penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.
c. Diare Intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada bayi usia minggu pertama
dan lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai
penyebabnya dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya yang paling
sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.
d. Diare Kronis Nonspesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare todler,
merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga
54 minggu. Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel makanan yang tidak
tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anak-anak yang menderita diare kronis
nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan tidak akan ada gejala malnutrisi, tidak ada
darah dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.

4. Patofisiologi
Menurut Ngastiyah (2005), faktor yang menyebabkan penyakit diare dibagi menjadi 3 meliputi:
1) Infeksi
Bakteri yang berkembang di saluran pencernaannmengakibatkan terjadinya peradangan
sehingga meningkatkan sekresi air dan elektrolit, dapat terjadi meningkatnya suhu tubuh
karena daya tahan tubuh menurun, isi usus yang berlebihan, dan penyerapan makanan
juga ikut menururn.
2) Stress
Stress memberikan impuls-impuls ke usus untuk meningkatkan gerakan peristaltik.
Keadaan ini juga bisa mengakibatkan diare. Stress juga meningkatkan rasa cemas dan rasa
takut yang dapat meningkatkan psikologi menururn.
3) Malabsorbsi karbohidrat, lemak, protein meningkatkan tekanan osmotik meningkat
sehingga terjadi pergeseran rongga air dan elektrolit ke usus yang dapat meningkatkan isi
rongga usus, sehingga terjadi diare.

Pathway

5. Manifestasi Klinik
Menurut Suratun & Lusianah (2010), gambaran klinis diare yaitu sebagai berikut:
1) Muntah/muntah dan/atau suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang.
2) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair, tenesmus, hematochezia, nyeri perut
atau keram perut.
3) Tanda-tanda dehidrasi muncul ketika intake lebih kecil dari outputnya. Tanda-tanda
tersebut adalah perasaan haus, berat badan menurun, mata cekung, lidah kering, tulang
pipi menonjol, turgor kulit menurun dan suara serak.
4) Frekuensi napas lebih cepat dan dalam (pernapasan kussmaul). Bikarbonat dapat hilang
karena muntah dan diare sehingga dapat terjadi penurunan pH darah. Ph darah yang
menurun ini merangsang pusat pernapasan agar bekerja lebih cepat dengan
meningkatkan pernapasan dengan tujuan mengeluarkan asam karbonat, sehingga pH
darah kembali normal.asidosis metabolic yang tidak terkompensasi ditandai dengan basa
excess negative, bikarbonat standar rendah dan PaCO2 normal.
5) Anuria karena penurunan perfusi ginjal dan menimbulkan nekrosis tubulus ginjal akut,
dan bila tidak teratasi, klien/pasien beresiko menderita gagal ginjal akut.
6) Demam, pada umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke
dalam sel epitel usus. Demam dapat terjadi karena dehidrasi, demam yang timbul akibat
dehidrasi umumnya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup.
Demam yang tinggi mungki diikuti kejang demam.

6. Penatalaksanaan Medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu diperhatikan
1) Jenis cairan
- Oral : pedialyte atau oralit, ricelyte
- Parenteral : NaCl, isotonic, infus
2) Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan
3) Jalan masuk atau cara pemberian
- Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan
per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCl dan glukosa.
- Cairan parenteral, pada umumnya cairan ringer laktat (RL) selalu tersedia di
fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai seberapa banyak cairan yang diberikan
tergantung dari berat ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
4) Jadwal pemberian cairan
Untuk anak dibawah umur 1 tahun dan diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari
7 kg jenis makanan:
- Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak
tidak jenuh, misalnya LLM, almiron atau sejenis lainnya)
- Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak tidak
mau minum susu karena dirumah tidak biasa.
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak
jenuh (Ngastiyah, 2014).
7. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi. Cairan
harus mengandung elektrolit seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat diberikan larutan gula
garamdenan 1 gelas air matang yang agak dingin dilarutkan dalam 1 sendok teh gula pasir
dan 1 jumput garam dapur.
Jika klien terus muntah atau tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melalui sonde.
Bila pemberian cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infus dengan cairan ringer
laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan adalah
apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk
segera mengatasi dehidrasi.
b. Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui kebutuhan sesuai yang
diperhitungkan jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan cara

1) Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set infus
yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus waktu
memantaunya.

2) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.

3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering,


encer atau sudah berubah konsistensinya.

4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir
dan selaput lendir mulut kering.
Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makan lunak atau secara
realimentasi.
c. Kebutuhan nutrisi
Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia sehingga masukan nutrisinya menjadi
kurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien juga mengalami muntah-muntah
atau diare lama, keadaan ini menyebabkan makin menurunnya daya tahan tubuh sehingga
penyembuhan tidak lekas tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi
Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan yang menyebabkan malabsorbsi
harus dihindarkan. Pemberian makanan harus mempertimbangkan umur, berat badan dan kemampuan
anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun sudah bisa makan makanan biasa, dianjurkan
makan bubur tanpa sayuran pada hari masih diare dan minum teh. Hari esoknya jika defekasinya telah
membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak (Ngastiyah, 2014).

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Padila (2013) pemeriksaan diagnostik :
a. Pemeriksaan tinja
Diperiksa dalam hal volume, warna dan konsistensinya serta diteliti adanya mukus darah dan
leukosit. Pada umunya leukosit tidak dapat ditemukan d
Jika diare berhubungan dengan penyakit usus halus. Tetapi ditemukan pada penderita
salmonella, e.coli, enterovirus dan shigelosis. Terdapatnya mukus yang berlebihan dalam tinja
menunjukan kemungkinan adanya peradangan kolon. pH tinja yang rendah menunjukan
adanya malabsorbsi HA, jika kadar glukosa tinja rendah/pH kurang dari 5,5 makan penyebab
diare bersifat tidak menular.
b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan analis, gas darah, elektrolit, ureum, kreatin dan berat jenis plsma. Penurunan pH
darah disebabkan karena terjadi penurunan bikarbonat sehingga frekuensi napas agak cepat.
Elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor.

9. Komplikasi
Menurut Maryunani (2010) sebagai akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai
berikut.
a. Dehidrasi
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan terjadinya pemindahan
ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjafi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang
sebelumnya menderita kekirangan kalori protein (KKP). Hal ini terjadi karena adanya
gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan etabol
glukosa. Gejala hipoglikemia akan timbul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40%
pada bayi dan 50% pada anak-anak.
d. Gangguan Gizi
Terjadinya penurunan berat badan pada waktu singkat, hal ini disebabkan oleh makanan yang
sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertanbah hebat,
walaupun susu diteruskan sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini
diberikan terlalu lama, makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
e. Gangguan Sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock)hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan mengakibatkan hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
pendarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

Menurut Ngastiyah (2014) sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan
terjadi kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan
asam basa (asidosis metabolis, hipokalemia), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan
kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan

1. Keluhan Utama

Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4
kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/ sedang),
atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung <14 hari maka diare
tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih
adalah diare persisten (Nursalam, 2008)

2. Riwayat kesehatan sekarang

a) Biasanya pasien mengalami:


(1) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan
mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak
ada, dan kemungkinan timbul diare.

(2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir


dan darah. Warna tinja berubah menjadi kehijauan
karena bercampur empedu.

(3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering


defekasi dan sifatnya makin lama makin asam.
(4) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

(5) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan


eletrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak.

(6) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila


terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa
dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan
atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam
(dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).

3. Riwayat kesehatan dahulu

a) Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih sering terjadi
pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak dalam 4
minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh pada pasien.
Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya
seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta imunisasi polio.

b) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan


(antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini
merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.

c) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja,


menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah
buang air besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah
makanan.

d) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan
gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis,
faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis (Nursalam, 2008).

4. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat menular ke
anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang
disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan perjalanan ke daerah tropis
(Nursalam, 2008; Wong, 2008).

5. Riwayat nutrisi

Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi:


a) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko
diare dan infeksi yang serius

b) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air


masak dan diberikan dengan botol atau dot, karena botol
yang tidak bersih akan mudah menimbulkan pencemaran.

c) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa
minum (Nursalam, 2008)

b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum

a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar


b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar
d) Berat badan

Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang mengalami diare dengan
dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan, sebagai berikut:
Tabel 2.4
Persentase Kehilangan Berat Badan Berdasarkan Tingkat Dehidrasi
Tingkat dehidrasi Bayi Anak
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)
Sumber: Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Nursalam, 2008.

c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi,
ubun-ubunnya biasanya cekung

2) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. Apabila
mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan
apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung
3) Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak ada
pernapasan cuping hidung
4) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga
5) Mulut dan Lidah
a) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
b) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
c) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
6) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan pada kelenjar
tyroid
7) Thorax
a) Jantung

(1) Inspeksi
Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.
(2) Auskultasi
Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi ringan
atau sedang denyut jantung pasien normal hingga meningkat, diare dengan
dehidrasi berat biasanya pasien mengalami takikardi dan bradikardi.

b) Paru-paru
(1) Inspeksi
Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi ringan
pernapasan normal hingga melemah, diare dengan dehidrasi berat
pernapasannya dalam.
8) Abdomen
a) Inspeksi
Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.

b) Palpasi
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien diare dehidrasi
ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik.

c) Auskultasi
Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat
9) Ekstremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral teraba hangat.
Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin. Pada anak
dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin, sianosis
10) Genitalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan pemeriksaan yaitu
apakah ada iritasi pada anus.

d. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan laboratrium

a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum


Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L

b) Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah Na + K+
dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis (Suharyono, 2008).

c) Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan
bikarbonat.

d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa


Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit dalam
feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH menurun disebabkan akumulasi
asama atau kehilangan basa (Suharyono, 2008).

e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi


sistemik ( Betz, 2009).
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi
a) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien mengalami
mual dan muntah.
b) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan segar
melalui rektum.
c) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika pada
pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk
menyingkirkan kanker.
2. Radiologi
a) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi
b) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami penyakit
bilier atau prankeas
3. Pemeriksaan lanjutan
a) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare.
b) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan
sampel feses dan serologi (Emmanuel, 2014).
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare menurut NANDA
Internasional (2015), adalah sebagai berikut:

a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi,


inflamasi, iritasi, malabsorbsi.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, kegagalan mekanisme regulasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, faktor psikologis, ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Intervensi
Intervensi Noc
Keperawatan
1. Berhubungan NOC: NIC:
a. Kontinensi usus a. Manajemen diare
dengan parasit,
Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
psikologis, proses keperawatan diharapkan 1. Evaluasi efek
pasien dapat mengontrol samping pengobatan
infeksi, inflamasi,
pengeluaran feses dari terhadap
iritasi, malabsorbsi. usus, dengan Kriteria gastrointestinal
hasil: 2. Anjurkan pasien untuk
1. Diare(4) menggunakan obat
2. Mengeluarkan feses antidiare
paling tidak 3 kali per 3. Evaluasi intake
hari(5) makanan yang
3. Minum cairan secara dikonsumsi
adekuat(5) sebelumnya
4. Mengkonsumsi serat 4. Identifikasi faktor
secara adekuat(5) penyebab diare
(misalnya, bakteri)
Keterangan: 5. Berikan makanan
(4): Jarang menunjukkan dalam porsi kecil dan
: Secara konsisten lebih sering serta
tingkatkan porsi secara
menunjukkan
bertahap
Monitor tanda dan
gejala diare
b. Fungsi b. Manajemen
Gastrointestinal Saluran Cerna
Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
keperawatan diharapkan 1. Monitor buang air
saluran pencernaan pasien besar termasuk
mampu untuk mencerna, frekuensi, konsistensi,
dan menyerap nutrisi dari bentuk,
makanan, dengan Kriteria volume, dan warna,
hasil: dengan cara yang
1. Frekuensi BAB(4) tepat.
2. Konsistensi feses(5) 2. Monitor bising usus
3. Distensi perut(5) Instruksikan pasien
4. Peningkatan
mengenai makanan tinggi
peristaltik(4)
Diare(4) serat
Keterangan:
(4): Sedikit terganggu
: Tidak terganggu
2. Kekurangan NOC: NIC:
a. Keseimbangan cairan a. Manajemen cairan
Volume cairan
Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
berhubungan Monitor status
keperawatan diharapkan
dengan hidrasi (misalnya,
keseimbangan cairan
kehilangan cairan membran mukosa
didalam tubuh pasien tidak
aktif, terganggu, dengan Kriteria lembab, denyut nadi
hasil: adekuat)
kegagalan
2. Jaga intake/asupan
1. Tekanan darah (5)
mekanisme regulasi. yang akurat dan catat
2. Denyut nadi perifer(5)
3. Keseimbangan intake output pasien
dan output dalam 24 Monitor

jam(4) makanan/cairan yang


4. Berat badan stabil(5) dikonsumsi dan
5. Turgor kulit(5) hitung asupan kalori
Kelembaban membran harian
mukosa(5) 4. Kolaborasi
pemberian cairan IV
Keterangan: 5. Monitor status nutrisi
(4): Sedikit terganggu Timbang berat badan
(5): Tidak terganggu setiap hari dan
monitor status pasien
7. Monitor tanda-tanda
vital
8. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan

b. Hidrasi
b. Manajemen
Setelah dilakukan tindakan
Hipovolemia
keperawatan diharapkan
Tindakan Keperawatan:
ketersediaan air didalam
1. Monitor status cairan
tubuh pasien tidak
termasuk intake dan
terganggu, dengan Kriteria
output cairan
hasil:
2. Pelihara IV line
1. Turgor kulit(5)
3. Monitor tingkat Hb
2. Membran mukosa
dan hematokrit
lembab(5)
4. Monitor tanda-tanda
3. Intake cairan(5)
vital
4. Mata dan ubun-ubun
5. Monitor respon pasien
cekung(5)
terhadap penambahan
5. Nadi cepat dan
cairan
lemah(5)
6. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
Keterangan:
(5): Tidak terganggu
c. Monitor cairan
c. Status nutrisi:
Tindakan keperawatan:
asupan makanan &
1. Monitor berat badan
cairan
2. Monitor intake dan
Setelah dilakukan tindakan
output
keperawatan diharapkan
3. Monitor nilai serum
jumlah makanan dan cairan
dan elektrolit urin
yang masuk ke dalam
4. Monitor serum
tubuh pasien adekuat,
albumin dan total
dengan Kriteria hasil:
protein
1. Asupan makanan
5. Monitor TD, nadi,
secara oral(4)
pernafasan
2. Asupan makan secara
6. Monitor kelembaban
tube feeding
mukosa, turgor kulit
(NGT/OGT) (4)
3. Asupan cairan
intravena(4)
4. Asupan nutrisi
parenteral(4)
Keterangan:
(4): Sebagian besar
adekuat
3. Ketidakseimbangan NOC: NIC:
a. Status nutrisi a. Manajemen nutrisi
nutrisi: kurang
Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
dari keperawatan diharapkan 1. Identifikasi adanya
nutrisi pasien dapat alergi atau
kebutuhan tubuh
terpenuhi, dengan Kriteria intoleransi makanan
hasil: 2. Instruksikan pasien
1. Asupan makanan(4) mengenai kebutuhan
2. Asupan cairan(5) nutrisi
3. Rasio berat/tinggi 3. Atur diet yang
badan(5) diperlukan (yaitu,
4. Energi(4) menyediakan makana
Hidrasi(4) protein
tinggi, menambah
Keterangan: atau mengurangi
(4): Sedikit menyimpang kalori, menambah
dari rentang normal atau menurangi
: Tidak menyimpang vitamin, mineral)
4. Tentukan jumlah
dari rentang normal
kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan
untuk memenuhi
persyaratan gizi
b. Status nutrisi: b. Monitor nutrisi
Asupan Makanan & Tindakan keperawatan:
Cairan 1. Monitor
Setelah dilakukan tindakan kecendrungan turun
keperawatan diharapkan BB
jumlah makanan dan cairan 2. Monitor turgor kulit
yang masuk ke dalam 3. Monitor adanya mual
tubuh pasien adekuat, dan muntah
dengan Kriteria hasil: 4. Monitor pucat,
1. Asupan makanan kemerahan, dan
secara oral(4) kekeringan jaringan
2. Asupan makan secara konjungtiva
tube feeding 5. Monitor diet dan
(NGT/OGT) (4) asupan kalori
3. Asupan cairan secara
oral(4)
asupan nutrisi parenteral(4)

Keterangan:
(4): Sebagian besar
adekuat

c. Status nutrisi: c. Monitor nutrisi


asupan nutrisi Tindakan keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang berat badan
keperawatan diharapkan pasien
asupan gizi pasien 2. Monitor adanya
terpenuhi, dengan Kriteria mual muntah
hasil: 3. Monitor adanya
1. Asupan kalori(5) penurunan berat
2. Asupan protein(5) badan
3. Asupan karbohidrat(5) 4. Monitor turgor
4. Asupan serat(4) kulit dan
Asupan mineral(5) mobilitas

Keterangan:
(4): Sebagian besar
adekuat
(5): Sepenuhnya
adekuat
d. Berat badan: Massa d. Bantuan
tubuh peningkatan BB
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan:
tindakan keperawatan 1. Timbang pasien pada
diharapkan berat badan jam yang sama setiap
pasien normal, dengan hari
Kriteria hasil: 2. Monitor mual dan
1. Berat badan(5) muntah
2. Persentil lingkar 3. Monitor asupan
kepala (anak)(5) kalori setiap hari
3. Persentil berat badan
Instruksikan cara
(anak)(5)
meningkatkan asupan
kalori
Keterangan:
(5): Tidak ada deviasi
dari kisaran normal
Sumber: NANDA International, 2015, Moorhead, Sue, dkk, 2013, Bulechek, Gloria M, 2013.

4. Evaluasi Asuhan Keperawatan


Tanggal Dx Perkembangan (SOAP)
12/02/2016 1 S: Pasien mengatakan diare berkurang
O: Pasien sudah terlihat lebih baik
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
12/02/2016 2 S: Pasien mengatakan turgor kulit kembali lembab
O: Pasien tampak lebih segar
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
12/02/2016 3 S: Pasien mengatakan berat badannya naik
O: Pasien mengatakan nafsu makan sudah kembali
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta:


Depkes RI

Dewi, Vivian Nanny Lia. (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Anan Balita.
Cetakan Ke.3 Salemba Medika: Jakarta

Dion, Yohannes dan Betan, Yasinta. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga dan Konsep
Praktik. Cetakan Pertama. Nuha Medika: Yogyakarta.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Edisi 1. Salemba Medika

Anik, Maryunani. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :


CV. Trans Info Media

Wong, (2011). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6 Volume 1. Jakarta :

Buku Kedokteran EGC.

Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai