Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ESOFAGUS

Diajukan untuk memenuhi tugas Stase Anak

Disusun oleh:
Nama : Nanik Lestari
NIM : 4006200017

PROGRAM STUDI NERS SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Atresia esophagus merupakan suatu kelainan congenital dimana esophagus
tidak terbentuk secara sempurna. Pada kebanyakan kasus, kelainan ini disertai
dengan terbentuknya hubungan antara esophagus dengan trakea yang disebut
fistula trakeaoesophageal (Tracheoesophageal Fistula/ TEP) (Solidikin, 2011).
B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar Anatomi fisiologi pencernaan


1. Fungsi Pencernaan

Fungsi pencernaan menurut Syaifuddin (2011) adalah:

Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan zat nutrien (zat


yang sudah dicerna), air dan garam berasal dari zat makanan untuk
didistribusikan ke sel-sel melalui sistem sirkulasi. Zat makanan
merupakan sumber energi bagi tubuh seperti ATP yang dibutuhkan
sel-sel untuk melaksanakan tugasnya.

Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran


pencernaan, maka saluran pencernaan harus mempunyai persediaan
air, elektrolit dan zat makanan yang terus menerus. Untuk ini
dibutuhkan:
a. Pergerakkan makanan melalui saluran pencernaan
b. Sekresi getah pencernaan
c. Absorbsi hasil pencernaan, air dan elektrolit
d. Sirkulasi darah melalui organ gastrointestinal yang membawa
zat yang diabsorbsi.
e. Pengaturan semua fungsi oleh sistem saraf dan hormon.
2. Sistem Saluran Pencernaan

Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima


makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh
dengan jalan proses pencernaan (penguyahan, penelanan, dan
pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari
mulut (oris) sampai anus. Susunan saluran pencernaan terdiri dari:

a. Mulut atau oris adalah pemulaan saluran pencernaan yang terdiri


atas 2 bagian yaitu :
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang antara gusi,
gigi, bibir, dan pipi.
2) Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang
dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan
mandibularis, di sebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi, epitelium yang berlapis-lapis,
dibawahnya terletak kelenjarkelenjar halus yang mengeluarkan
lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat
banyak ujung akhir syaraf sensoris.
Di sebelah luar mulur ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam
ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris
menutupi bibir, levator anguli oris mengangkat dan depresor
anguli oris menekan ujung mulut.

b. Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu :

1) Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk


palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih
kebelakang terdiri dari 2 tulang palatum.
2) Palatummole (palatum lunak) terletak dibelakang yang
merupakan lipatan menggantung yang bergerak, terdiri atas
jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh mukosa yang mengandung papila,
otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator. Didalam
rongga mulut terdapat geligi kelenjar ludah dan lidah.

c. Gigi ada dua macam yaitu :

1) Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan,


lengkap pada umur 2½ tahun jumlahnya adalah 20 buah
tersebut juga gigi susu, terdiri dari: 8 buah gigi seri (dens
insivusi), 4 buah gigi taring (dens karinus) dan 8 buah gigi
geraham (molare).
2) Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 612 tahun,
jumlahnya 32 buah terdiri dari: 8 buah gigi seri (dens
insisivus) 4 buah gigi taring (dens karinus) 18 buah gigi
geraham (molare, dan 12 buah gigi geraham peremolare).
Fungsi gigi terdiri dari: gigi seri untuk memotong makanan,
gigi taring gunanya untuk memutuskan makanan yang keras
dan liat, dan gigi geraham gunanya untuk mengunyah
makanan yang sudah dipotong-potong.

d. Lidah

Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,
kerja otot ini dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah dibagi atas
tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua
(punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal
lidah yang belakang tedapat terdapat epiglotis, yang berfungsi
untuk menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan,
supaya makanan jangan masuk ke jalan nafas.

Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai


alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan.

Kelenjar ludah merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang


bernama duktus wartoni dan duktus stensoni. Kelenjar ludah ini ada
yakni yaitu:

1) Kelenjar ludah yang bawah rahang (kelenjar submaksilaris),


yang terdapat di bawah tulang rahang atas pada bagian
tengah.
2) Kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang
terdapat di sebelah depan di bawah lidah.
e. Faring (tekak)

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan


kerongkongan (esofagus). Didalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limpe yang banyak mengandung
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.

f. Esofagus (kerongkongan)

Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak lambung,


panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di
bawah lambung. Lapisan dari dalam ke luar: lapisan selaput lendir
(mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan
lapisan otot memanjang longitudinal. Esofagus terletak di belakang
trakea dan didepan tilang punggung, setelah melalui toraks menembus
diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.

g. Ventrikulus (lambung)

Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat


mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung
terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus
melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan
pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.

Bagian lambung terdiri dari:

1) Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak


disebelah kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan
pada bagian bawah kurvatura minor
3) Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung
mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pilorus.
4) Kurvatura minor, tedapat di sebelah kanan lambung,
terbentang dari osteum kardiak sampai ke pilorus.
5) Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor,
terbentang dari sisi kiri osteum kardiak melalui fundus
ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior.
Ligamentum gastrolienalis terbentang dari bagian atas
kurvatura mayor sampai ke limpa.
6) Osteum kardiak, merupakan tempat esofagus bagian
abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat
orifisium pilorik.
Fungsi lambung meliputi:

Menampung makanan, menghancurkan dan mengahaluskan


makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung. Getah
cerna lambung dihasilkan: Pepsin, fungsinya memecah putih telur
menjadi asam amino (albumin dan pepton). Agar garam (HCL),
fungsinya mengasamkan makanan sebagai antiseptik dan
disenfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen
sehingga menjadi pepsin. Renin fungsinya, sebagai ragi yang
membekukan susu dan membentuk kasein dari karsinogen
(karsinogen dan protein susu). Lapisan lambung jumlahnya
sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang
sekresi getah lambung.

h. Usus Halus

Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem


pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir
pada pada sekum panjangnya 6 m, merupakan saluran paling panjang
tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri
dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar (M. Sirkuler), lapisan otot memanjang (M. Longitudinal),
lapisan serosa (sebelah luar) dan usus halus terbagi menjadi 3 bagian
yaitu:
1) Duodenum
Duodenum disebut juga usus 1 jari, panjangnya ±25 cm,
berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan
ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini
terdapat selaput lendir, yang berbukit disebut papila vateri.
Pada bagian papila vateri ini bermuara saluran empedu
(duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus
wirsung/duktus pankreatikus).

Emepedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum


melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan
lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan
amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi di
sakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein
menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida. Dinding
duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjarkelenjar
brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.

2) Jejenum dan ileum

Jejenum dan ilium mempunyai panjang sekitar 6 meter.Dua


perlima bagian atas adalah (jejenum) dengan panjang ±23
meter dan ilium panjang 4-5 m. Lekukan jejenum dan ilium
melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan
lipatan peritonium yang berbentuk kipas kenal sebagai
mesenterium.

Akar mesentrium memungkinkan keluar dan masuknya


cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh
limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang
membentuk mesentrium. Sambungan antara jejenum dan ileum
tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileosekalis.

Fungsi usus adalah menerima zat-zat makanan yang sudah


dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan
saluran-saluran limfe, menyerap protein dalam bentuk asam
amino, karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

i. Intestinum mayor (usus besar)

Usus besar adalah intestinum mayor panjangnya ±11/2 m, lebarnya


adalah 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar:
selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang,
jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri koli, tempat feses.

Usus besar terbagi dari beberapa bagian yaitu:

1) Sekum
Di bawah sekum mendapat apendiks vermiformis yang
berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing,
panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum
mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesentrium dan
dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang
masih hidup.

2) Kolon asendens

Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan,


membujur ke atas dari ileum di bawah hati. Di bawah hati
melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika,
dilanjutkan sebagai kolon tranversum.

3) Kolon transversum

Panjangnya ±38 cm, membujur dari ujung kolon asendens


sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri
terdapat fleksura lienalis.

4) Kolon desendens

Panjangnya ±25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri


membujur dari atas ke bawah dan fleksura lenalis sampai ke
depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.

5) Kolon sigmoid

Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens,


terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya
menyerupai hurup S, ujung bawahnya berhubungan dengan
rektum.

j. Rektum

Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan


intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan
os sakrum dan os koksigis.

k. Anus

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan


rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis,
dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter.
a. Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut
kehendak.
b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut
kehendak.
C. Tanda dan Gejala

Tanda ataupun gejala dapat berupa :

1. Salivasi yang berlebihan dimana saliva cenderung mengalir dari mulut


dalam bentuk seperti buih
2. Apabila diusahakan pemberian makanan maka akan terjadi batuk dan
sumbatan, kesukaran bernapas dan ditemukan sianosis.
3. Terdapat kesukaran pemberian makanan yang mengarah pneumonia
aspirasi, walaupun demikian hal ini jarang terbukti mencapai 2-3 hari
setelah dimulainya pemberian makanan
4. Dapat terjadi pneumonitis yang disebabkan kerusakan akibat refluks
cairan lambung melalui kantong bagian bawah.
5. Bila Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di
curigai terdapat atresia esofagus.
(Solidikin, 2011)
D. Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa
menyebabkan terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka
rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia
esophagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan
dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia
esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan
kelainan genetik. Perdebatan tentang proses embriopatologi masih terus
berlanjut.

Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan


esophagus dapat terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap
maka fistula trakeoesofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi
sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan belakang maka trakea akan
membentuk atresia esophagus.

Atresia Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal, diantaranya


sebagai berikut :

1. Faktor obat => Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital yaitu thali domine .
2. Faktor radiasi => Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin
dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat
menimbulkan mutasi pada gen
3. Faktor gizi
4. Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari
masing –masing menjadi esopagus dan trachea.
5. Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan
terjadinya atresia.
6. Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna
sehingga terjadi fistula trachea esophagus
7. Tumor esophagus.
8. Kehamilan dengan hidramnion
9. Bayi lahir prematur,

Tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini.
Dan ada alasan yang tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk
berdiferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu ke empat dan ke 
lima

(Solidikin, 2011)

E. Patofisiologi
Biasanya Trakea dan Kerongkongan sepenuhnya lumen terpisah
dengan ada hubungan antara mereka. Oleh karena itu, anak dapat makan
dengan baik tanpa pernapasan apapun distress dan masalah dalam makan

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion


dengan efektif. Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan
amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Akibat dari hal ini dapat terjadi polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat
menyebabkan kelahiran prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan
cairan amnion, sehingga janin dengan atresia esofagus lebih kecil daripada
usia gestasinya.

Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan


menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi
aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar
asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika
bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi
gaster akut yang seringkali mematikan. Penelitian mengenai manipulasi
manometrik esofagus menunjukkan esofagus distal seringkali dismotil,
dengan peristaltik yang jelek atau anpa peristaltik. Hal ini akan menimbulkan
berbagai derajat disfagia setelah manipulasi yang berkelanjutan menuju
refluks esofagus.

Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada atresia


esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C
seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder ada struktur
anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan
gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh.
Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pnemona berulang.
Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau
ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang daat menjurus ke kegagalan nafas;
hipoksia, bakan apnea.

Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan penyakit


pada bayi baru lahir dan merupakan kelainan bawaan. Resiko tinggi terhadap
atresia esophagus yaitu bayi baru lahir secara premature dan menangis terus
disertai batuk-batuk sampai adanya sianosis. Malformasi struktur trakhea
menyebabkan bayi mengalami kesulitan dalam menelan serta bayi dapat
mengalami aspirasi berat apabila dalam pemberian makan tidak diperhatikan.

Pada perkembangan jaringan,terjadi gangguan pemisahan antara trakhea


dan esopagus pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan embryonal.
Resiko tinggi dapat terjadi pada ibu hamil dengan hidramnion yaitu
amniosentesis harus dicurigai. Bayi dengan hipersalivasi ; berbuih, sulit
bernafas, batuk dan sianosis. Tindakan pembedahannya segera dilakukan
pembedahan torakotomi kanan retro pleural (Solidikin, 2011).

F. Pathway
Kelainan Bawaan

Atresia Esofagus
Kerongkongan Buntu

MK :
Udara mengalir Kesulitan menelan Mengeluarkan air liur
Ansietas
ke fistula
MK : Pneumonia aspirasi
Gangguan
Gaster perforasi akut Menelan

Reflux gastrofageal Perut kembung Pneumonia berulang Batuk, sesak nafas


membuncit
Anoreksia
Kegagalan nafas MK :
- Ketidakefektifan pola nafas
Sianosis MK : Ketidakefektifan
MK : - Ketidakefetifan bersihan jalan
pola nafas
Ketidakseimbangan nafas
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

(Nanda,2015)
G. Klasifikasi

Menurut [ CITATION Sol11 \l 1033 ] ada berbagai tipe kelainan esophagus adalah
sebagai berikut :
1. Tipe A (5-8%), kantong buntu disetiap esofagus, terpisah jauh, dan
tanpa hubungan ke trakea. Kedua ujung esofagus terpisah 1 cm atau
lebih.
2. Tipe B (jarang) kantong buntu disetiap esofagus dengan fistula dari
trakea kesegmen esofagus bagian atas, dimana esofagus bagian bawah
tidak mempunyai hubungan dengan trakea, kantong bagian bawah
sangat pendek dan hanya menonjol sedikit diatas diafragma.
3. Tipe C (80-95%), segmen esofagus proksimal berakhir pada kantong
buntu dan segmen distl dihubungkan ke trakea atau bronkus primer
dengan fistula pada atau dekat bifurkasi dimana hanya kantong bagian
atas yang berhubungan dengan trakea.
4. Tipe D (jarang) kedua segmen esofagus atas dan bawah dihubungkan
ketrakea.
5. Tipe E (lebih jarang disbanding A atau C), trakea dan esofagus normal
diubungkan dengan fistula umum.
6. Tipe F – stenosis esofagus kongenital (<1%)

H. Pemeriksaan Penunjang

Dalam pemeriksaan USG pada usia kehamilan sekitar 26 mingu ditemukan


polyhidramnion tetapi pembesaran perut ibu tidak sesuai dengan umur
kehamilan (lebih kecil). Kesulitan memasukkan kateter ke dalam lambung
akan memperkuat kecurigaan. Kateter biasanya berhenti mendadak pada 10-
11 cm dari garis gusi atas, dan gambaran rontgen menunjukkan kateter
menggulung di kantong esophagus atas. Kadang-kadang, pada foto rontgen
polos dada terlihat esophagus melebar dengan udara di dalamnya. Adanya
udara dalam perut menunjukkan fistula diantara trakea dan esophagus distal.
Media kontras yang digunakan pada foto rontgen seharusnya larut dalam
air ; jumlah kurang dari 1 ml yang diberikan di bawah pengamatan
fluoroskopi cukup untuk memberikan gambaran kebuntuan kantong bagian
atas. Gambaran video esophagus, saat pengisian bahan kontras, biasanya
efektif. Lubang fistula pada trakea mungkin dapat ditemukan dengan
bronkoskopi. Pencarian malformasi yang menyertai dengan teliti harus
dilakukan. Banyak orang menganjurkan ultrasonografi jantung praoperatif
untuk mendeteksi yang cukup berat (Solidikin 2011).

I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

1. Pada anak segera dipasangkan kateter ke dalam esophagus dan bila


mungkin dilakukan penghisapan terus-menerus.
2. Pemberian antibiotic pada kasus dengan resiko infeksi
3. Kadang-kadang keadaan bayi memerlukan tindakan bedah dalam 2 tahap,
tahap pertama berupa pengikatan fistula serta pemasangan pipa
gastrostomi untuk pemberian makanan, tahap kedua berupa tindakan
anastomosis kedua ujung esophagus (Solidikin, 2011).

J. Komplikasi

1. Pneumonia aspirasi yang disebabkan karena usaha makan


2. Atelektasis pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
3. Dismotilitas esophagus, terjadi karena kelemahan dinding otot
esophagus
4. Gastrosophagus refluks atau asam lambung naik
5. Fistula tracheosophagus berulang
6. Disfagia atau kesulian menelan

K. Diagnosa Banding
Hernia Diafragma kongenital
L. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Lakukan penkajian bayi baru lahir secara umum dan menyeluruh, kemudian
lakukan pengkajian pada hal yang mengarah pada manifestasi atresia
esofagus dan fistula trakeaesofagus (FTE), seperti : saliva berlebihan dan
mengalir, tersedak , sianosis, apnea, peningkatan distress pernapasan setelah
pemberian makanan, dan adanya distensi abdomen. Penting untuk
melakukan pemantauan dengn ketat tanda-tanda distress
pernapasan[ CITATION Sol11 \l 1033 ].
Lakukan prosedur diagnositk seperti radiografi dada dan abdomen, kateter
dengan perlahan dimasukkan ke dalam esofagus, apabila ditemukan tahanan
artinya lumen tersebut tersumbat. Jika ditemukan atresia, kateter akan
tertahan 10 sampai 12 cm dari tepi alveoler.
Setelah kateter terpasang, lalu dpat dilakukan pengambilan gambar melaui
foto X-ray. Pada suatu kondisi (jarang), media kontras diteteskan melalui
suatu kateter uretra, jhal ini akan memberikan gambaran dari kantong
esofagus yang buntu. Apabila memungkinkan, diambil juga gambaran lateral
untuk memperlihatkan adanya fistula. Selama pemeriksaan bayi harus tidur
terlengkup dan media diaspirasi setelah selesainya pemeriksaan. Apabila
terdapat fistulatrakheoesofagus, seperti pada sembilan puluh persen kasus,
gmbaran sinar X-ray aka memeperlihatkan udara didalam lambung.
M. Data Fokus Pengkajian
Lakukan penkajian bayi baru lahir.observasi manipestasi atresia esophagus
dan fistula. Traekeoesofagus, saliva berlebihan, tersedat, sianosis, apneu.
1. Lakukan pengkajian pada bayi baru lahir
a. Saliva berlebihan dan mengiler
b. Tersedak
c. Sianosis
d. Apnea
e. Peningkatan distres pernapasan setelah makan
f. Distensi abdomen
2. Observasi, Manifestasi atresia esofagus
3. Bantu dengan prosedur diagnostik misalnya : Radiografi dada dan
abdomen, kateter dengan perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang
membentuk tahanan bila lumen tersebut tersumbat.
4. Pantau dengan sering tanda-tanda distres pernapasan
5. Laringospasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi
dalam kantung buntu
N. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds: Ibu klien mengatakan anaknya Atresia esofagus Gangguan menelan
tidak bisa menelan ASI Kerongkongan buntu
Do: Klien tampak kesulitan saat
menelan Kesulitan menelan

Gangguan menelan

2. Ds: Ibu klien mengatakan klien Atresia Esofagus Ketidakefektifan


sesak, mengeluarkan air liur pola nafas
Do: R: 65x/menit Kerongkongan buntu

Mengeluarkan air
liur

Pneumonia aspirasi

Sesak nafas

Ketidakefektifan
pola nafas
3. Ds: Ibu klien mengatakan klien Atresia Esofagus Ketidakefektifan
sesak, mengeluarkan air liur bersihan jalan
Do: R: 65x/menit Kerongkongan buntu nafas
Suara paru ronchi Mengeluarkan air
liur

Pneumonia aspirasi

Sesak nafas, batuk

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

O. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas berhubungan dengan lubang


abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan
sekresi.
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan
3. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis
(Nanda, 2015)
P. Rencana Tindakan Keperawatan
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
o Keperawat
an
1. Ketidakefe Setelah Airway suction - Untuk
ktifan dilakukan - Pastikan mengeluarkan
bersihan asuhan kebutuhan sekret pada klien
jalan nafas keperawatan oral/tracheal
selama 3x24 suctioning - Untuk mengetahui
jam masalah - Auskultasi suara masih adanya
ketidakefektifan nafas sebelum sekret atau tidak
bersihan jalan dan sesudah
nafas dapat suctioning
diatasi dengan - Informasikan - Agar klien paham
kriteria hasil: pada klien dan mengenai tindakan
- Tidak keluarga tentang yang diberikan
adanya suction
sumbatan - Monitor status - Untuk pemenuhan
dijalan nafas oksigen pasien oksigen dalam
- Frekuensi - Ajarkan keluarga tubuh klien
nafas dalam bagaimana cara - Agar kluarga bisa
rentan normal melakukan melakukan suction
40-60x/menit suksion pada klien
Airway Management
- Buka jalan - Untuk mengetahui
nafas,gunakan adanya sumbatan di
teknik chin lift jalan nafas
atau jaw thrust
bila perlu
- Posisikan pasien - Agar oksigen
untuk terpenuhi
memaksimalkan
ventilasi - Untuk membantu
- Identifikasi pernafasan klien
pasien perlunya
pemasangan alat
jalan nafas - Fisioterapi dada
buatan untuk
- Pasang mayo bila mengeluarkan
perlu sekret
- Lakukan - Untuk mengetahui
fisioterapi dada perkembangan
jika perlu klien
- Keluarkan secret
dengan batuk
atau suction
- Auskultasi suara
nafas, catat
adanya suara
tambahan
- Monitor respirasi
dan status O2
2. Ketidakefe Setelah - Monitor TTV - Untuk mengetahui
ktifan pola dilakukan - Penghisapan keadaan umum
nafas asuhan lendir pada jalan klien
keperawatan nafas (suction) - Agar lendir keluar
selama 3x24 - Lakukan terapi - Agar klien bisa
jam masalah oksigen bernafas dengan
ketidakefektifan - Lakukan efektif
pola nafas fisioterapi dada - Untuk
teratasi dengan - Kolaborasi mengeluarkan
kriteria hasil: dengan dokter lendir
- Klien tidak dalam pemberian - Agar klien bisa
mengalami analgesik bernafas dengan
sesak normal
- Frekuensi -
nafas dalam -
rentan normal
40-60x/menit

3. Gangguan Setelah - Pantau tingkat - Untuk


menelan dilakukan kesadaran, reflex mengetahui
tindakan batuk, reflex keadaan klien
keperawatan muntah, dan - Untuk
selama 3x24 kemampuan mengeluarkan
jam diharapkan menelan lendir pada
gangguan - Penghisapan jalan nafas
menelan teratasi lendir pada jalan - Untuk
dengan kriteria nafas (suction) memenuhi
hasil: - Pemasangan kebutuhan
- Produksi NGT nutrisiklien
ludah
berkuran
- Klien bisa
atau
mampu
melakukan
minum ASI

(NIC & NOC, 2013)


DAFTAR PUSTAKA

Gloria.2013.Nursing Interventions Classification (NIC).Jakarta: Elsevier

Moorhead.2013. Nursing Outcomers Classification.Jakarta: Elsevier

Nanda.2015-2017. Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC

Price, S.A., dan Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses
Penyakit, Edisi 6, Vol.2.Jakarta: EGC
Solidikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal
dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa Keperawatan, Edisi 3.


Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai