Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Context of justification adalah konteks pengujian ilmiah terhadap hasil
penelitian dan kegiatan ilmiah (Keraf dan Dua, 2001: 156). Terdapat
paradigma yang menyatakan mengenai ilmu yang mana adalah suatu kesatuan
dari proses, prosedur, dan produk. Sebagai suatu produk, ilmu adalah
pengetahuan sistematis yang diperoleh dari aktivitas yang didasarkan pada
prosedur-prosedur tertentu. Dalam hal inilah kenyataan dalam kebenaran
ilmiah merupakan satu-satunya nilai yang harus dijadikan acuan sebagai
pokok dari pengjian ilmiah.

Dalam suatu penelitian ilmiah terdapat fakta dan data yang dapat
mendukung nilai kebenaran. Misalnya, ada pandangan atau pendapat dari
sesama ilmuwan atau para ahli. Dengan kata lain yaitu pada konteks
pembuktian, sebuah hipotesis atau teori hanyalah faktor dan kriteria ilmiah.
Hal yang diperhitungkan adalah dengan bukti empiris yang didapatkan dari
sebuah objek yang diteliti. Sehingga hal tersebut dapat dijadikan proses
sebagai bentuk kebenaran. Di dalam context of justification ilmu pengetahuan
haruslah bebas nilai. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa konsekuensi yang
dapat dipertanggungjawabkan di kemudian hari.

Context of justification juga dapat dihubungkan dengan rekayasa


genetika penerapan genetika untuk kepentingan manusia. Dengan pengertian
ini kegiatan pemuliaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam populasi
dapat dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi buatan tanpatarget dapat
pula dimasukkan. Masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan
batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-teknik biologi molekular
untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem
ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu.

1
Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan organisme,
mulai dari bakteri,fungi, hewan tingkat rendah, hewan tingkat tinggi, hingga
tumbuh-tumbuhan. Bidang kedokteran dan farmasi paling banyak berinvestasi
di bidang yang relatif baru ini. Sementara itu bidang lain,seperti ilmu pangan,
kedokteran hewan, pertanian (termasuk peternakan dan perikanan), serta
teknik lingkungan juga telah melibatkan ilmu ini untuk mengembangkan
bidang masing-masing.Namun rekayasa genetik tersebut memiliki dampak
bagi lingkungan sekitar dengan beberapa bidang, diantaranya bidang ekonomi,
bidang kesehatan, dan bidang etika & moral.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa makna pengujian ilmiah (context of justification)?
b. Bagaimana kegiatan ilmiah dapat diuji terhadap context of justification?
c. Bagaimana penerapan context of justification terhadap rekayasa?
d. Apa saja bidang yang menjadi dampak negatif dari rekayasa genetika?

1.3 Tujuan Penelitian


a. Untuk mengetahui makna mengenai pengujian ilmiah (context of
justification)
b. Untuk mengetahui kegiatan ilmiah dapat diuji terhadap context of
justification
c. Untuk mengetahui penerapan context of justification terhadap rekayasa
genetika
d. Untuk mengetahui bidang yang menjadi dampak negatif dari rekayasa
genetika

1.4 Manfaat Penelitian


a. Manfaat bagi pendidik

2
Pendidik dapat menjadikan makalah ini sebagai referensi atau bahan
materi pengajaran kepada anak didiknya.
b. Manfaat bagi akademisi
Akademisi dapat menjadikan masalah ini untuk memperluas cakrawala
ilmu pengetahuan.
c. Manfaat bagi pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan mengimplementasikan konsep
pengujian ilmiah.

1.5 Tinjauan Pustaka


Menurut M. Ansjar, Justifikasi adalah suatu proses pembuktian atas suatu proses
pembuktiam atas suatu pernyataan yang didasarkan pada definisi, teorema, lemma
yang sudah pernah dibuktikan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan De Villiers dan
Hanna yang menggunakan istilah pembuktian untuk menjelaskan tentang Justifikasi.
Hanna menuliskan “Siswa tidak dapat dikatakan telah mempelajari apa itu
pembuktian. Yang dapat diartikan, Pembuktian tidak cukup jika hanya menyusun
beberapa pernyataan, tapi pembuktian seharusnya dijadikan alat yang digunakan
untuk memberikan penalaran, mengapa sebuah pernyataan bernilai benar. Hal ini
berkaitan dengan menyatakan bahwa justifikasi merupakan elemen yang
penting dalam penalaran adaptif. Penalaran adaptif atau adaptive reasoning
merupakan kapasitas untuk berpikir secara logis, merefleksikan atau
memperkirakan jawaban, eksplanatif atau memberikan penjelasan mengenai
konsep dan prosedur jawaban, dan justifikasi atau menilai kebenarannya
secara matematika. Jadi, seseorang perlu menggunakan justifikasi dalam
menjelaskan suatu gagasan agar penalaran mereka menjadi jelas, kemampuan
penalaran mereka terasah, dan pemahaman konseptual mereka meningkat.
Justifikasi menurut Dreyfus dan Kidron, merupakan proses yang tidak
hanya membuktikan kebenaran sebuah pernyataan secara formal dan
melakukan verifikasi saja, tetapi justifikasi membangun pengetahuan yang
lebih mendalam. Hal ini sejalan dengan perspektif teori belajar
konstruktivisme, bahwa ketika siswa menjustifikasi suatu pernyataan, mereka

3
sekaligus mampu mengonstruksi pengetahuan yang baru secara mandiri. Jadi,
justifikasi tidak hanya berfungsi untuk meyakinkan orang lain terhadap
jawaban yang kita buat, tetapi juga untuk memperdalam pemahaman konsep
matematika. Menyimpulkan dari hasil penelitian Anwaril Hamidy dan Sri
Suryaningtyas, justifikasi adalah cara menentukan benar atau salah atau tidak
keduanya terhadap suatu pernyataan yang diperkuat dengan adanya pemberian
alasan secara tertulis. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti
dapat menyimpulkan bahwa justifikasi adalah proses membuktikan kebenaran
dari suatu pernyataan dengan cara memberikan alasan yang didasarkan pada
definisi, teorema, atau lemma yang sudah pernah dibuktikan sebelumnya.

4
BAB II

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu data yang
dikumpulkan berbentuk kata. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena
yang ada, baik fenomena alamiah maupun rekayasa manusia.-kata dan gambar
bukan angka-angka. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena
yang ada, baik fenomena alamiah maupun rekayasa manusia.

Tujuan melakukan penelitian kualitatif deskriptif ini adalah untuk


mengetahui seseorang dalam melakukan pengujian ilmiah yang digunakan untuk
mendapatkan pengetahuan secara sistematis melalui bukti fisis. Karena jika
peninjauan ilmiah ini tidak dilakukan, eksperimen-eksperimen yang dilakukan
akan meragukan dan tidak dapat dipercaya untuk penetapan hukum yang jelas
akan terjadinya suatu fenomena fisis. Teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam sebuah penelitian, sebab tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data yang akurat, sehingga tanpa mengetahui
teknik pengumpulan data peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi
standar yang ditetapkan (Sugiyono, 2016: 224).

Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data sekunder.
Menurut Indriantoro dan Supomo (2002: 147) data sekunder adalah sumber data
yang diperoleh secara tidak langsung yaitu melalui media perantara (diperoleh dan
dicatat oleh pihak lain). Data sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan, atau
laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter yang
dipublikasikan dan tidak dipublikasikan) atau dari media online. Penelitian ini
adalah penelitian deskriptif, lebih banyak bersifat uraian dari hasil catatan dan
informasi media online. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif

5
serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut Patton (Moleong, 2001:103),
analisis data adalah “proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”.

6
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Makna dari context of justification adalah sebuah konteks pengujian ilmiah


terhadap hasil penelitian dan kegiatan ilmiah. Inilah konteks dimana kegiatan
ilmiah dan hasil-hasilnya diuji berdasarkan kategori dan kriteria yang murni
secara ilmiah. Pembicaraan yang dibahas adalah data dan fakta apa adanya serta
keabsahan yang diuji dalam metode ilmiah yang dipakai tanpa
mempertimbangkan kritera dan pertimbangan lain diluar itu.

Dapat dikatakan secara spesifik bahwa dalam konteks pembuktian sebuah


hipotesis atau teori, yang menentukan adalah faktor dan kriteria ilmiah. Semua
faktor ekstra ilmiah harus ditinggalkan. Harusnya yang dapat diperhitungkan
adalah bukti empiris dan penalaran yang logis-rasional dalam membuktikan
kebenaran suatu hipotesis atau teori. Dengan kata lain satu-satunya nilai yang
harusnya berlaku dan diperhitungkan secara baik adalah nilai kebenaran.

Context of justification lebih menggambarkan mengenai ilmu pengetahuan


yang harus bebas nilai. Dalam context of discovery ilmu pengetahuan mau tidak
mau harus peduli terhadap berbagai nilai lain diluar ilmu pengetahuan. tetapi,
context of justification nilai-nilai lain itu tidak lagi ikut menentukan satu-satunya
yang menentukan adalah benar tidaknya hipotesis atau teori itu berdasarkan
bukti-bukti empiris dan penalaran logis yang bisa ditunjukkan.

Tujuan dari perbedaan ini adalah untuk melindungi objektivitas dari hasil
akhir kegiatan ilmiah, dengan demikian sekaligus melindungi otonomi ilmu
pengetahuan. yaitu, dalam proses penemuan sebuah hukum ilmiah atau teori ada
berbagai nilai, faktor, dan pertimbangan ekstra ilmiah yamg ikut menentukan,
ketika sampai pada tahap pengujiannya kebenaran hukum atau teori itu tidak
boleh ditentukan oleh faktor diluar ilmu pengetahuan. dengan kata lain, pada
tahap ini penemuan ilmu pengetahuan, memang tidak otonom 100%. tetapi pada
tahap pengujian, ilmu pengetahuan harus otonom mutlak, karena hanya berada
dibawah pertimbangan ilmiah murni.

7
Konsekuensinya pertama dari tujuan penelitian ilmiah yaitu harus
dibedakan dari tujuan pribadi dan sosial yang terkandung dalam penelitian ilmiah.
Tujuan ilmiah memang hanya satu yaitu kebenaran, atau pencapaian pengetahuan
atau penjelasan yang objektif. Sementara itu, boleh saja setiap ilmuwan punya
tujuan persoalan lain diluar tujuan murni ilmiah tadi.

Kedua, kemajuan ilmiah harus dibedakan dari kemajuan sosial pada


umumnya, walaupun keduanya berkaitan secara timbal balik kemajuan ilmiah
mempengaruhi kemajuan sosial, dan sebaliknya kemajuan sosial mempengaruhi
kemajuan ilmiah. tetapi, kemajuan ilmiah berkaitan dengan pencapaian kebenaran
secara objektif terlepas dari faktor-faktor persoalan dan sosial yang menjadi
konteks penemuan dan perkembangan ilmiah tersebut.

Ketiga, rasionalitas, kaidah ilmiah, dan kriteria ilmiah hanya berkaitan


dengan penilaian mengenai kebenaran, dengan bukti-bukti empiris dan rasional.
Rasionalitas dan kriteria ilmiah tidak ada sangkut pautnya dengan penilaian mora,
social, personal, politis, ideologis. Ini tidak berarti perasaan dan segala aspek
social, personal, dan nilai tidak penting. Semua hal itu penting, tetapi tidak
relevan untuk menilai kebenaran ilmiah.

Keempat, dalam kaitan dengan ilmu-ilmu empiris, penilaian mengenai


hasil kegiatan ilmiah hanya didasarkan pada keberhasilan dan kegagalan empiris;
ada tidaknya fakta dan data empiris yang mendukung kesimpulan. Nasib sebuah
hipotesis atau teori itu memberikan bukti-bukti nyata. Satu-satunya pertimbangan
bagi penerimaan dan penolakan hasil kegiatan ilmiah adalah timbangan bagi
penerimaan dan penolakan hasil kegiatan ilmiah adalah cukup tidaknya data
ilmiah yang bisa diberikan, dan bukan soal apakah hipotesis atau teori itu berguna
atau tidak bagi hidup manusia.

Kelima, hanya ilmuwan yang punya wewenang untuk memberi penilaian


tentang fakta dan data, dan sekaligus tentang kebenaran hasil penelitian. Diluar
itu, tidak ada orang lain yang berhak menilai data dan kebenaran hasil ilmu
pengetahuan, kendati dalam seluruh proses penemuan dan kegiatan ilmiah ada

8
banyak orang lain ikut berperan dan mempengaruhi kegiatan ilmiah tersebut.
Otoritas religius, termasuk Paus sekalipun, dan politis tidak punya wewenang
untuk menentukan benar tidaknya sebuah teori atau hokum ilmiah.

Pertanyaan relevan yang menggelitik adalah bagimana dengan hasil


penelitian ilmiah yang telah terbukti kebenaranya berdasarkan kriteria ilmiah
murni, tetapi ternyata dianggap bertentangan dengan nilai moral religius tertentu,
contohnya adalah cloning. Pada tingkat ini, sesungguhnya yang menjadi kriteria
untuk menerima atau menolak hasil ilmu pengetahuan ini adalah nilai
kegunaanya. Dalam pengertian segi context of justification dari segi kriteria
kebenaranya tidak bisa dibantah. Jadi dari segi ilmiah hasil ini tidak bisa ditolak.
Ini sah secara ilmiah. Tetapi dari sego cntext of discovery, pertanyaanya adalah
apakah hasil ilmu pengetahuan tersebut berguna? Kalu ternyata tidak berguna,
kalua ternyata merendahkan martabat manusia, hasil tersebut perlu ditolak. Tetapi
ditolaknya hasil ini bukan karena tidak benar, melainkan karena tidak ada
gunanya bagi hidup manusia.

Di sini otonomi ilmiah tidak dilanggar. Hanya saja manusia menolak hasil
tersebut hanya karena mereka merasa tidak ada gunanya, hanya karena manusia
merasa hasil tersebut berbahaya bagi hidup manusia, merendahkan martabat
manusia, tanpa berarti membatasi otonomi ilmu pengetahuan. Pada titik ini
ilmuan ilmuan yang punya perasaan moral, yang hidup dalam lingkungan social
tertentu dengan segala nilainya, dipersilahkan untuk memutuskan sendiri apakah
ia akan tetap mengembangkan ilmunya yang merugikan masyarakat itu, kendati
benar, atau justru menghentikanya.

Context Of Justification terhadap Rekayasa Genetik (genetic engineering)


dalam arti paling luas adalah penerapan genetikauntuk kepentingan manusia.
Dengan pengertian ini kegiatan pemuliaan hewan atau tanamanmelalui seleksi
dalam populasi dapat dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi buatan
tanpatarget dapat pula dimasukkan. Walaupun demikian, masyarakat ilmiah
sekarang lebih bersepakatdengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan

9
teknik-teknik biologi molekular untuk mengubahsusunan genetik dalam
kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan
padakemanfaatan tertentu. Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua
golongan organisme, mulai dari bakteri,fungi, hewan tingkat rendah, hewan
tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Bidang kedokterandan farmasi paling
banyak berinvestasi di bidang yang relatif baru ini. Sementara itu bidang
lain,seperti ilmu pangan, kedokteran hewan, pertanian (termasuk peternakan dan
perikanan), sertateknik lingkungan juga telah melibatkan ilmu ini untuk
mengembangkan bidang masing-masing.
Berkembangnya ilmu rekayasa genetika bisa dikatakan berawal dari
temuan bersejarah James Watson dan Francis Crick berupa informasi genetik
DNA yang struktur molekulnya berbentuk helixganda, Pada tahun 1954, ahli
bedah Soviet Vladimir Demikhov, mengungkapkan karya terbesarnya kepada
dunia: Seekor anjing berkepala dua. Kepala anak anjing telah dicangkokkan ke
leher anjinggembala Jerman dewasa. Kepala kedua akan mendapatkan sisa susu,
bahkan tidak perlu makanankarena susu mengalir menuruni leher dari sambungna
esofagus. Meskipun akhirnya kedua binatangsegera mati karena penolakan
jaringan, itu tidak menghentikan Demikhov untuk menciptakan lebihdari 19 lagi
anjing berkepala dua selama 15 tahun setelahnya. Rekayasa Genetika anjing
berkepala dua Oktober 1990, National Institute of Health mengumumkan
pekerjaan ambisius, memetakanstruktur genetik manusia dalam Human Genome
Project. Sebelum proyek ini rampung, Juli 1995ilmuwan Skotlandia
mengumumkan keberhasilan mereka mengrekayasa genetika domba dari
selembrio yang dinamai Mehan dan Morag. Februari 1997, ilmuwan Skotlandia
berhasilmengembangkan Dolly, anak domba yang di rekayasa genetika dari sel
kambing dewasa. Ini diikutidomba rekayasa genetika Polly yang dihasilkan dari
sel kulit yang di modifikasi dengan tambahangen manusia, Juli1997.
Rekayasa genetika domba dengan gen manusia. Posisi Rekayasa genetika
dalam Ilmu Pengetahuan dan Agama Rekayasa genetika Dalam Ilmu
Pengetahuan. Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, rekayasa genetika
adalah satu capaianyang luar biasa. Manusia telah mampu menciptakan makhluk

10
hidup yang sesuai dengan keinginan „sang pembuat‟, yaitu ilmuwan-ilmuwan ahli
rekayasa genetika. Pada awalnyarekayasa genetika hanya dilakukan pada hewan
dan tumbuhan, tetapi pada akhirnya akandilakukan pada manusia. Banyak sekali
perdebatan yang menentang dan menerima rekayasagenetika terhadap manusia.
Mereka yang menentang berpangkal pada dampak-dampak negatif yag
ditimbulkan dari rekayasa genetika tersebut. Sedangkan mereka yang menerima
akanbertitik tolak dari tujuan positif yang akan dicapai.
Dengan berpangkal pada kitab suci Al Qur`an, kaum konservatif dengan
tegas menolakrekayasa genetika diterapkan pada manusia. Rekayasa genetika
terhadap manusia dengan carabagaimanapun yang berakibat pada pelipatgandaan
manusia hukumnya adalah haram.Rekayasa genetika terhadap tumbuh-tumbuhan
dan hewan hukumnya boleh (mubah) sepanjang dilakukan demi kemaslahatan
dan/atau untuk menghindarkakemudaratan (hal-hal negatif). Dan diwajibkan
kepada semua pihak terkait untuk tidak melakukan atau mengizinkaneksperimen
atau praktek rekayasa genetika terhadap manusia. Disini martabat manusia
dipertanyakan kedudukannya ketika segala sifat dan bentuk yang tercipta dalam
obyek rekayasa genetika adalah ciptaan manusia.
Rekayasa genetika dalam Opini Publik beranggapan bahwa rekayasa
genetika, bukanlah menjadi persoalan yang harus dipertentangkan jika yang
menjadi tujuan dan dasar penelitian adalah untuk kemaslahatanmasyarakat
banyak. Namun di dalam penerapannya harus didasarkan pada kaidah dan aturan-
aturan yang tidak menyimpang dari ketentuan alam dan tidak menyebabkan
dampak negatif pada hasil dan lingkungan di sekitarnya.
Dampak di bidang sosial ekonomi yang tampak adalah paten hasil
rekayasa, swastanisasi dan konsentrasibioteknologi pada kelompok tertentu,
memberikan pengaruh yang sangat luas padamasyarakat. Produk bioteknologi
dapat merugikan petani kecil. Penggunakan hormonpertumbuhan sapi dapat
meningkatkan produksi susu sapi sampai 20%, niscaya akanmenggusur peternak
kecil. Dominasi produksi pangan dunia oleh beberapa perusahaan.
Dampak di bidang kesehatan memang sudah ada yang menimbulkan
masalahyang serius. Contohnya adalah penggunaan insulin hasil rekayasa

11
menyebabkan 31 orang meninggal di Inggris. Tomat Flavr Savr diketahui
mengandung gen resisten terhaap antibiotic. Susu sapi yang disuntik dengan
hormone BGH disinyalir mengandung bahan kimia baru yangpunya potensi
berbahaya bagi kesehatan manusia. Kontroversi Produk Transgenik memiliki
dampak terhadap kesehatan manusia: alergi, transfer penanda antibiotik, dan efek
potensialyang tidak diketahui.
Dampak di bidang etika dan moralMenyisipkan gen makhluk hidup
kepada makhluk hidup lain memiliki dampak etika yagserius. Menyisipkan gen
makhluk hidup lain yang tidak berkerabat dianggap sebagaipelanggaran terhadap
hukum alam dan sulit diterima manusia. Bahan pangan transgenic yangtidak
berlabel juga membawa konsekuensi bagi penganut agama tertentu. Penerapan
hak patenpada organism hasil rekayasa merupakan pemberian hak pribadi atas
organism. Hal ini bertentangan dengan banyak nilai-nilai budaya yang
menghargai nilai intrinsic makhluk hidup. Kontroversi tanaman transgenik seperti
pelanggaran nilai intrinsik organisme alami, melawan sistem alamiah karena
mencampurkan gen berbagai spesies.
Dampak pada lingkungan: transfer gen yang tidak dikehendaki,
penyerbukan silang, efekpada mikroba tanah, serta penyusutan keanekaragaman
hayati flora dan fauna.

12
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa context of justification


adalah konteks pengujian ilmiah terhadap hasil penelitian dan kegiatan ilmiah
berdasarkan kategori dan kriteria yang murni ilmiah.

Dengan demikian, sebagai manusia memang memiliki pilihan pilih


yang mana. Tetapi satu hal yang perlu dilihat bahwa ilmu pengetahuan lahir
karena ada manusia. Manusia melihat fenomena dengan apik dan kagum.
Setiap fenomena kemudian dicari fakta-fakta dan diteliti. Entah itu apakah
lahirnya ilmu pengetahuan ditunggangi oleh pihak tertentu sehingga setelah
tidak ada kepentingan berhenti mengobservasi atau sebaliknya.

Maka seharusnya ilmu pengetahuan memiliki nilai daya guna bagi


masyarakat. Mengapa? Karena ilmu pengetahuan manusia hidup. Dengan
ilmu pengetahuan, manusia dapat berpikir dengan logis ke ke arah masa
depan. Dengan ilmu pengetahuan pula, manusia menemukan kebebasan
dalam berekspresi.

4.2 Saran

Sebagai manuasia yang dikaruniai akal oleh sang pencipta sudah


selayaknya kita mengoptimalkan akal ini untuk berfikir, jangan sampai kita
terus memanjakan akal ini dengan berfikir hal-hal yang mudah sekali-kali
marilah kita belajar filsafat, agar akal ini mampu berkembang dan berfikir
secara dalam.

13

Anda mungkin juga menyukai