Dosen Pengampu :
Dr. Luita Aribowo S.S., M.A.
2019
DAFTAR ISI
Daftar Isi...................................................................................................................i
BAB I Pendahuluan..................................................................................................1
BAB IV Penutup…................................................................................................16
4.1 Kesimpulan..................................................................................................16
4.2 Saran............................................................................................................16
Daftar Pustaka........................................................................................................17
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.1.1 Bagaimana yang dimaksud dengan identitas nasional ?
1.1.2 Bagaimana nasionalisme pada generasi muda di Indonesia ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui maksud dari identitas nasional
1.3.2 Mengetahui bagaimana nasionalisme bangsa Indonesia
1.3.3 Mengetahui bagaimana rasa nasionalisme pada generasi muda bangsa
Indonesia
1.4 Manfaat
1.4.1 Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang pembuatan makalah
dan juga materi krisis nasionalisme sebagai identitas Negara Indonesia
1.4.2 Memenuhi penugasan mata kuliah filsafat pada semester satu program
studi kesehatan masyarakat PSDKU Universitas Airlangga di
Banyuwangi
2
karena kata nasci digunakan masyarakat Romawi Kuno untuk menyebut
ras, suku, atau keturunan dari orang yang dianggap kasar atau yang tidak
tahu adat menurut standar atau patokan moralitas Romawi. Padanan
dengan bahasa Indonesia sekarang adalah tidak beradab, kampungan,
kedaerahan dan sejenisnya.
Kata nation dari Bahasa Latin ini kemudian diadopsi oleh bahasa-
bahasa turunan Latin seperti Perancis, yang menerjemahkannya sebagai
nation, yang artinya bangsa atau tanah air. Dan juga bahasa Italia yang
memakai kata nascere yang artinya “tanah kelahiran”.Dalam bahasa
Inggris pun menggunakan kata nation untuk menyebut “sekelompok orang
yang dikenal atau diidentifikasikan sebagai entitas berdasarkan aspek
sejarah, bahasa, atau etnis yang dimiliki oleh mereka”.(The Grolier
International Dictionary: 1992). Pengertian ini jelas mengalami perubahan
karena kata nasion dan nasionalisme diadopsi dan dipakai secara positif
untuk menggambarkan semangat kebangsaan suatu kelompok masyarakat
tertentu. Di bawah pengaruh semangat pencerahan (enlightenment), kata
nasionalime tidak lagi bermakna negatif atau peyoratif seperti digunakan
dalam masyarakat Romawi Kuno. Sejak abad pencerahan (zaman
pencerahan atau zaman Fajar Budi berlangsung selama abad 17–18), kata
ini mulai dipakai secara positif untuk menunjukkan kesatuan cultural dan
kedaulatan politik dari suatu bangsa.
Nasionalisme didefinisikan sebagai suatu faham tentang sikap
loyal yang tulus dan rasa cinta pada negara dan bangsa dengan bentuk
yang disesuaikan dengan zamannya. Salah satu wujud nyata dari
nasionalisme sebagai faham dapat kita lihat pada saat rumusan sila-sila
Pancasila dan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang dibahas dalam sidang-
sidang BPUPKI maupun PPKI. Proses dalam perumusan sila ataupun
pasal-pasal menunjukkan bagaimana pada akhirnya golongan tua dan
golongan muda harus mengakui kenyataan untuk lebih mendahulukan
kepentingan bangsa dan negara ketimbang kepentingan golongan mereka
sendiri.
3
1.6 Landasan Teori
Setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendidri-sendiri
sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut.
Jadi identitas nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat dengan wilayah
dan selalu memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri),
kesamaan sejarah, sistim hukum/perundang undangan, hak dan kewajiban
serta pembagian kerja berdasarkan profesi. Berdasarkan hakikat pengertian
identitas nasional sebagai mana di jelaskan di atas maka identitas nasional
suatu bangsa tidak dapat di pisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau
lebih populer disebut dengan kepribadian suatu bangsa. (Khalis purwanto,
2009).
Nasionalisme Indonesia, yakni sebuah penegasan akan identitas
diri versus kolonialisme-imperialisme. Kesadaran sebagai bangsa yang
adalah hasil konstruksi atau bentukan mengandung kelemahan internal
yang serius ketika kolonialisme dan imperialisme tidak lagi menjadi
sebuah ancaman. Karena itu, nasionalisme kita akan ikut lenyap jika kita
berhenti mengkonstruksi atau membentuknya tanpa harus menyebutnya
sebagai sebuah nasionalisme baru.
Pertama, beberapa pengalaman kolektif seharusnya menjadi “roh
baru” pembangkit semangat nasionalisme Indonesia. Kedua, negara
Indonesia sangat plural. Identifikasi sebuah kelompok etnis atau agama
pada identitas kolektif sebagai bangsa hanya mungkin terjadi kalau negara
mengakui, menerima, menghormati, dan menjamin hak hidup mereka.
Masyarakat akan merasa lebih aman dan diterima dalam kelompok
etnis atau agamanya ketika negara gagal menjamin kebebasan beragama
termasuk kebebasan beribadah dan mendirikan rumah ibadah, persamaan
di hadapan hukum,hak mendapatkan pendidikan yang murah dan
berkualitas, hak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, dan
sebagainya.
Nasionalisme bisa dipraktikkan dalam sebuah sistem pemerintahan
sosialis, komunis, ultranasionalis, etnis, atau liberal-demokratis.
Masyarakat Indonesia yang sangat plural ini akan menjadi ancaman serius
4
bagi nasionalisme jika negara kebangsaan yang kita bangun bersifat
sosialis, ultranasionalis ala nazisme Jerman dan fasisme Italia, atau
komunis. Alasannya sederhana, hak individu akan kebebasan, otonomi dan
kesetaraan (equality) dalam masyarakat dirampas oleh negara dalam
sistem pemerintahan sosialis, komunis, dan ultranasionalis (Ian Adams,
1995: 82).
Tantangan bagi nasionalisme Indonesia ke depan adalah bagaimana
kita mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang bersifat liberal-
demokratis di mana hak-hak dasar setiap warga negara diakui, dihormati,
dan dijamin, di mana hokum ditegakkan secara pasti dan adil, di mana
negara mewujudkan kesejahteraan umum, dan sebagainya. Itulah alasan
dasar tekad para pemuda 78 tahun yang lalu, yakni menjadi satu Indonesia
demi mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
5
BAB II
Metode Penelitian
6
BAB III
Hasil dan Pembahasan
7
akan di tetapkan untuk menjadi Identitas Nasional untuk bangsa
Indonesia tercinta. Melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang
yaitu sejak zaman kerajaan – kerajaan pada abad ke – IV, ke – V
kemudian dasar – dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak
pada abad ke – VIII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya
dibawah wangsa Syailendra di Palembang, kemidian kerajaan
Airlangga dan Majapahit di jawa timur serta kerajaan – kerajaan
lainya. Proses terbentuknya nasionalisme yang berakar pada budaya
ini menurut yamin di istilahkan sebagia fase terbentuknya
nasionalisme lama, dan oleh karena itu secara objektif sebagai dasar
Identitas Nasional Indonesia. Oleh karena itu akar – akar
nasionalisme Indonesia yang berkembang dalam perspektif sejarah
sekaligus juga merupakan unsur – unsur Identitas Nasional, yaitu
nilai – nilai yang tumbuh dan berkembang dalam sejarah
terbentuknya bangsa Indonesia.
3.1.3 Unsur-Unsur Pembentuk Identitas Nasional
Indonesia sendiri merupakan suatu bangsa majemuk. Artinya,
Indonesia terdiri dari berbagai suu bangsa, bahasa dan budaya.
Dengan kemajemukan itulah merupakan suatu gabungan akan unsur
– unsur penting dalam pembentukan identitas nasional. Berikut ini
beberapa unsur penting dibentuknya suatu identitas nasional meliputi
agama, suku bangsa, kebudayaan, dan bahasa.
Pertama agama, dasar negara Indonesia, Pancasila sila pertama
menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini menggambarkan
bahwa Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi nilai
Keagamaan dan Ketuhanan. Indonesia sendiri dikenal sebagai
masyarakat agamis, artinya setiap setiap penduduk di Indonesia
memiliki agama mereka masing – masing dan hal tersebut wajib
hukumnya. Agama yang berkembang di Indonesia sendiri adalah
Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu.
Kedua suku bangsa, suku bangsa juga dikenal sebagai unsur
pembentukan akan identitas nasional tersebut. Suku bangsa adalah
8
satu golongan sosial yang bersifat askriptif, yakni dibawa sejak lahir.
Di mana suku bangsa sama dengan jenis kelamin dan umur. Di
Indonesia terdapat ratusan suku bangsa atau kelompok etnis dengan
bahasa mereka masing – masing.
Ketiga kebudayaan, Kebudayaan adalah kemampuan manusia
sebagai makhluk sosial yang berisi tentang model atau perangkat
pengetahuan secara kolektif yang digunakan untuk mendukung
kehidupan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, kebudayaan
merupakan suatu pedoman atau rujukan bagaimana manusia bisa
menghadapi keadaan lingkungan sekitar guna bertahan hidup.
Budaya menjadi salah satu faktor penting akan pembentukan
identitas nasional. Dengan berbagai macam budaya yang dimiliki
oleh Indonesia menjadi salah satu ciri khas dari negara Indonesia itu
sendiri. Oleh karena itu, kita harus melestarikan budaya yang
merupakan warisan dari nenek moyang kota.
Kemudian bahasa, unsur pembentuk identitas nasional yang
berikutnya adalah bahasa. Bahasa merupakan simbol atau lambang
secara arbitrer atau verbal. Pembentuk bahasa dilakukan berdasarkan
unsur – unsur bunyi ucapan manusia. Bahasa digunakan sebagai
sarana komunikasi antar manusia satu dengan lainnya. Sudah
dijelaskan bahwa di Indonesia sendiri memiliki setidaknya ratusan
suku bangsa dan setiap suku minimal memiliki satu bahasa yang
berbeda. Salah satu contoh bahasa yang sering digunakan adalah
Jawa, Sunda, Minang dan Batak. Dengan bahasa sebagai identitas
nasional, pastinya kita harus bangga. Tidak semua negara memiliki
keanekaragaman bahasa seperti yang dimiliki oleh Indonesia. Maka
dari itu, agar tidak terpecah belah, ada satu bahasa yang merupakan
bahasa pemersatu, yakni bahasa Indonesia. Dalam mempersatukan
perbedaan keberagaman yang ada di Indonesia dibutuhkan rasa
nasionalisme yang tinggi dari warga nega Indonesia khususnya para
generasi muda yang akan menjadi penerus dari bangsa Indonesia.
9
3.2 Nasionalisme Bangsa Indonesia
3.2.1 Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme merupakan bentuk pengkultusan kepada
suatu bangsa (tanah air) yang diaplikasikan dengan memberikan
kecintaan dan kebencian kepada seseorang berdasarkan
pengkultusan tersebut, ia berperang dan mengorbankan hartanya
demi membela tanah air belaka (walaupun dalam posisi salah),
yang secara otomatis akan menyebabkan lemahnya loyalitas
kepada agama yang dianutnya, bahkan menjadi loyalitas tersebut
bisa hilang sama sekali.
Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang
meninggikan bangsanya sendiri,sekaligus tidak menghargai bangsa
lain sebagaimana mestinya. Sikap seperti ini jelas mencerai-
beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Keadaan
seperti ini sering disebut chauvinisme. Sedang dalam arti luas,
nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar
terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa
lain
Sedangkan menurut Hans Kohn, Nasionalisme secara
fundamental timbul dari adanya National Counciousness. Dengan
perkataan lain nasionalisme adalah formalisasi (bentuk) dan
rasionalisasi dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara
sendiri. Dan kesadaran nasional inilah yang membentuk nation
dalam arti politik, yaitu negara nasional. Jadi Nasionalisme bisa di
artikan sebagai sebuah faham yang membentuk loyalitas
berdasarkan kesatuan tanah air, budaya dan suku.
3.2.2 Sejarah Nasionalisme
Kebanyakan teori menyebutkan bahwa nasionalisme dan
nilai-nilainya berasal dari Eropa. Sebelum abad ke-17, belum
terbentuk satu negara nasional pun di Eropa. Yang ada pada
periode itu adalah kekuasaan kekaisaran-kekaisaran yang meliputi
wilayah yang luas, misalnya kekuasaan kekaisaran Romawi Kuno
10
atau Kekaisaran Jerman di bawah pimpinan Karolus Agung. Yang
jelas, kekuasaan bergandengan tangan dengan gereja Katolik,
sehingga masyarakat menerima dan menaati penguasa yang mereka
anggap sebagai titisan Tuhan di dunia.Karena itu, kesadaran akan
suatu wilayah (territory) sebagai milik suku atau etnis tertentu
belum terbentuk di Eropa sebelum abad ke-17.
Di awal abad ke-17 terjadi perang besar-besaran selama
kurang lebih tiga puluh tahun antara suku bangsa-suku bangsa di
Eropa.Misalnya, perang Perancis melawan Spanyol, Prancis
melawan Belanda, Swiss melawan Jerman,dan Spanyol melawan
Belanda, dan sebagainya. Untuk mengakhiri perang ini suku bangsa
yang terlibat dalam perang akhirnya sepakat untuk duduk bersama
dalam sebuah perjanjian yang diadakan di kota Westphalia di
sebelah barat daya Jerman.
Pada tahun 1648 disepakati Perjanjian Westphalia yang
mengatur pembagian teritori dan daerah-daerah kekuasaan negara-
negara Eropa yang umumnya masih dipertahankan sampai
sekarang. Meskipun demikian, negara-bangsa (nation-states) baru
lahir pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Negara bangsa
adalah negara-negara yang lahir karena semangat nasionalisme.
Semangat nasionalisme yang pertama muncul di Eropa adalah
nasionalisme romantis (romantic nationalism) yang kemudian
dipercepat oleh munculnya revolusi Prancis dan penaklukan
daerah-daerah selama era NapoleonBonaparte.
Nasionalisme Indonesia pada awalnya muncul sebagai
jawaban atas kolonialisme. Pengalaman penderitaan bersama
sebagai kaum terjajah melahirkan semangat solidaritas sebagai satu
komunitas yang mesti bangkit dan hidup menjadi bangsa merdeka.
Semangat tersebut oleh para pejuang kemerdekaan dihidupi tidak
hanya dalam batas waktu tertentu, tetapi terus-menerus hingga kini
dan masa mendatang. Salah satu perwujudan nasionalisme adalah
dibentuknya Boedi Oetomo pada tahun 1908, yang menjadi awal
11
kebangkitan nasionalisme bangsa Indonesia oleh kaum
cendekiawan. Selain berdirinya Boedi Oetomo, yang menjadi
tonggak perwujudan rasa nasionalisme bangsa Indonesia adalah
semangat Sumpah Pemuda 1928. Nasionalisme yang bertekad kuat
tanpa memandang perbedaan agama, ras, etnik, atau bahasa.
12
Unsur persamaan yang mereka miliki dapat dijadikan sebagai
identitas politik bersama atau untuk menentukan tujuan bersama. Tujuan
bersama ini direalisasikan dalam bentuk sebuah organisasi politik yang
dibangun berdasarkan geopolotik yang terdiri atas populasi, geografis, dan
pemerintahan yang permanen yang disebut negara atau state. Gabungan
dari dua ide tentang bangsa (nation) dan negara (state) tersebut mewujud
dalam sebuah konsep tentang negara bangsa atau dikenal dengan nation-
state dengan pengertian yang lebih luas dari sekedar sebuah negara. Yakni
sebuah bangsa yang memiliki bangunan politik (political building) seperti
ketentuen-ketentuan perbatasan teritorial, pemerintahan yang sah,
pengakuan luar negeri dan sebagainya.
Seiring berkembangnya zaman, rasa nasionalisme kian memudar
khususnya di kalangan remaja. Hal ini dibuktikan dari berbagai sikap
dalam memaknai berbagai hal penting bagi Negara Indonesia. Contoh
sederhana yang menggambarkan betapa kecilnya rasa nasionalisme,
diantaranya pada saat upacara bendera, masih banyak pelajar ataupun
warga negara secara umum yang tidak memaknai arti dari upacara
tersebut. Upacara merupakan wadah untuk menghormati dan menghargai
para pahlawan yang telah berjuang keras untuk mengambil kemerdekaan
dari tangan para penjajah. Para pemuda seakan sibuk dengan pikirannya
sendiri, tanpa mengikuti upacara dengan khidmad. Pada peringatan hari-
hari besar nasional, seperti Sumpah Pemuda, hanya dimaknai sebagai
serermonial dan hiburan saja tanpa menumbuhkan rasa nasionalisme dan
patriotisme dalam benak mereka.
Dari cara berpakaian banyak remaja-remaja kita yang berdandan
seperti selebritis yang cenderung ke budaya barat. Mereka menggunakan
pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang
seharusnya tidak kelihatan. Padahal cara berpakaian tersebut jelas-jelas
tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka
dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika terjadi orang lain
dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yag mau
melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan
13
sesuai dengan kepribadian bangsa. Dilihat dari sikap, banyak anak muda
yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak
ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut
kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati
mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan
tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan
masyarakat.
Adapun pengaruh yang pada tata berbahasa remaja saat ini, Bahasa
Indonesia yang tadinya harus dijunjung tinggi, sekarang seolah sudah tidak
penting bagi para remaja sekarang, karena selain mereka selalu mengikuti
tata cara berbahasa pada suatu tempat yang mereka tinggali, mereka juga
terlalu jauh untuk mengikuti era modernisasi yang sekarang terjadi begitu
cepat dan tercampurnya oleh budaya barat yang seharusnya tidak mereka
contoh dan mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari, karena dari itu
semua maka terlihat jelas bahwa para remaja sekarang begitu mudah untuk
terhasut dan terpengaruh oleh arus modernisasi yang begitu cepat
berkembang didalam pergaulan remaja sekarang. Sebagai seorang remaja
yang tahu dan mengerti akan cepatnya arus modernisasi yang berkembang,
seharusnya lebih bisa mengerti dan bisa mengontrol diri agar mereka tidak
terjerumus terlalu jauh dalam modernisasi yang terjadi sekarang. Kata-kata
yang berasal dari negara asing seperti kata bahasa Inggris yang lebih
sering digunakan dalam berinteraksi mereka sehari-hari memang
diperlukan dan patut untuk dipelajari, namun tidak untuk dikaji dan
digunakan dalam berinteraksi sehari-hari, bila seperti itu maka untuk apa
bangsa Indonesia mempunai bahasa persatuan dan kesatuan yang harus
dijunjung tinggi oleh semua warga negara Indonesia pada umumnya dan
khususnya para kaum remaja jika para remaja sekarang lebih memilih
bahasa yang mengikuti trend dalam modernisasi.
Masih banyak bentuk nasionalisme lain yang kita rasakan semakin
memudar. Kurangnya kecintaan kita terhadap produk dalam negeri dan
merasa bangga kalau bisa memakai produk dalam negeri. Kegilaan kita
tripping keluar negeri padahal negeri sendiri belum tentu dijelajahi. Kita
14
belum tersadar betul bahwa lambat laun sikap-sikap seperti itu akan
semakin menjauhkan kecintaan kita kepada negeri ini.
Rasa nasionalisme bangsa pada saat ini hanya muncul bila ada
suatu faktor pendorong, seperti kasus pengklaiman beberapa kebudayan
dan pulau-pulau kecil Indonesia seperti Sipadan, Ligitan , serta Ambalat
oleh Malaysia beberapa waktu yang lalu. Namun rasa nasionalisme pun
kembali berkurang seiring dengan meredanya konflik tersebut. Oleh
karena itu, diperlukan upaya untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
diantaranya, menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh yaitu
semangat kebangsaan, mengutamakan kepentingan bangsa dan negara
disamping kepentingan individu dan golongan. Selain itu juga dengan
menumbuhkan semangat bela negara dengan ciri khas cinta tanah air,
sadar berbangsa Indonesia, sadar bernegara Indonesia yakin akan
kebenaran dan kesaktian Pancasila serta rela berkorban yang dapat
ditanamkan di lembaga pendidikan dan pelatihan dalam rangka
internalisasi nilai-nilai budaya nasional.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Dyah Satya Yoga. 2011. Penurunan Rasa Cinta Budaya dan
Nasionalisme. Jurnal Sosial Humaniora, Vol. 4 No. 2, 179-183.
Lan, Thung Ju dan ‘Azzam Manan. 2011. Nasionalisme dan Ketahanan Budaya
di Indonesia : Sebuah Tantangan. Jakarta: LIPI Press.
Madiong, Baso, Zainuddin Mustapa dan Andi Gunawan Ratu Chakti. 2018.
Pendidikan Kewarganegaraan Civil Education. Makassar: Celebes Media
Perkasa.
Miscevic, Nenad. 2001. Nationalism and Beyond, CEU Press, [pp, 3-38]
17