Anda di halaman 1dari 2

Liputan6.

com, Jakarta - Maraknya platform pinjaman online berbasis aplikasi, dapat


mempermudah masyarakat untuk meminjam melalui kecanggihan teknologi.

Kendati demikian, menurut laporan masyarakat yang diterima oleh Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Jakarta, platform pinjaman online atau pinjol ini telah melanggar hukum yang
ditetapkan.

Menurut LBH, sekitar 283 korban pinjol telah mengadukan berbagai bentuk pelanggaran
hukum. Mengutip situs web resmi LBH Jakarta, Rabu (7/11/2018), kasus pinjol sudah
meluas sejak Juni 2018, salah satunya adalah cara penagihan pinjaman online kepada
konsumen yang tidak dipatut dilakukan.

Berdasarkan pengaduan tersebut, LBH Jakarta mendapati temuan awal sebagai berikut:

 Penagihan dengan berbagai cara mempermalukan, memaki, mengancam,


memfitnah, bahkan dalam bentuk pelecehan seksual;
 Penagihan dilakukan kepada seluruh nomor kontak yang ada di ponsel
konsumen/peminjam (ke atasan kerja, mertua, teman SD, dan lain-lain);Bunga
pinjaman yang sangat tinggi dan tidak terbatas;
 Pengambilan data pribadi (kontak, sms, panggilan, kartu memori, dan lain-lain) di
telepon seluler (ponsel) konsumen/peminjam;
 Penagihan baik belum waktunya dan tanpa kenal waktu;Nomor pengaduan pihak
penyelenggara pinjaman online yang tidak selalu tersedia;
 Alamat kantor perusahaan penyelenggara pinjaman online yang tidak jelas;
 Aplikasi pinjaman online yang berganti nama tanpa pemberitahuan kepada
konsumen/peminjam selama berhari-hari namun bunga pinjaman selama proses
perubahan nama tersebut terus berjalan.

Permasalahan-permasalahan yang merupakan temuan awal tersebut membawa dampak


yang tidak ringan. Akibat penagihan ke nomor telepon yang ada di ponsel, peminjam
menjadi di-PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja, diceraikan oleh suami/istri mereka
(karena menagih ke mertua), trauma (karena pengancaman, kata-kata kotor, dan
pelecehan seksual).

Akibat bunga yang sangat tinggi misalnya, banyak peminjam yang tidak mampu membayar
akhirnya frustasi, mereka kemudian berupaya menjual organ tubuh (ginjal) sampai pada
upaya bunuh diri.

Oleh karena itu, LBH telah membuka pos pengaduan pinjol mulai 4-25 November 2018,
yang dilakukan secara online melalui situs resmi LBH Jakarta.

Pengaduan dapat dilakukan dengan mengisi formulir di situs web LBH Jakarta, dengan


menyertakan bukti-bukti terkait.

Pembukaan pos pengaduan dilakukan untuk mengetahui lebih dalam tentang


permasalahan-permasalahan terkait pinjaman online.
Atas pengaduan yang telah dibuat, para pengadu selanjutnya akan dihubungi oleh LBH
Jakarta untuk menentukan langkah selanjutnya atas permasalahan-permasalahan yang
ada.

Menanggapi hal itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai
asosiasi resmi bagi para penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi (fintech) memastikan perusahaan yang memiliki debt collector tersebut bukan
bagian dari anggotanya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Sunu
Widyatmoko, mengatakan 73 perusahaan fintech pendanaan yang mendapat izin dari OJK
tak memiliki cara penagihan seperti yang diberitakan.

"Mereka itu adalah penyelenggara pinjaman online ilegal yang tidak terdaftar OJK dan
bukan anggota asosiasi. Kalau ilegal, maka tugas penegak hukum yang harusnya
menangani. Hal-hal seperti ini jangan sampai merusak industri yang sudah kita bangun,"
kata Sunu di Office 88, Jakarta, Selasa (6/11/2018).

Tak hanya mengkritisi perusahaan yang melakukan penagihan secara tidak manusiawi,
Sunu juga mengkritisi cara nasabah yang hingga memiliki pinjaman hingga ke sembilan
perusahaan fintech pembiayaan.

Ia menceritakan, setiap perjanjian pinjaman, pihak perusahaan dan calon peminjam sudah
terinformasi dan sepakat mengenai berapa dana yang akan cair, berapa bunga yang harus
dibayarkan.

"Memang menurut saya ada upaya mereka ingin menghindari kewajiban pinjaman yang
mereka terima. Orang-orang ini bukan tidak mampu bayar tapi dari awal niatnya memang
sudah ngemplang," tegas Sunu.

Pada kesempatan sama, Dino Martin selaku Ketua Bidang Pendanaan Multiguna AFPI
menambahkan, mengenai perusahaan yang melakukan penagihan di luar batas tersebut,
meski tak menjadi anggotanya, akan diperkarakan.

"Meski tak menjadi anggota, kita akan kirimkan surat, kalau perlu kita bantu untuk
pelaporan ke polisi. Asosiasi ini ada untuk terus mengawal membangun industri yang baru
ini. Kalau ada hal seperti ini kan sama saja apa yang sudah kita bangun ini rubuh begitu
saja," Dino menambahkan.

Di dalam asosiasi pun, Dino mengaku proses penagihan ini menjadi satu hal yang wajib
disampaikan kepada para anggotanya baik secara formal ataupun personal kepada
masing-masing pemiliknya.

Anda mungkin juga menyukai