Anda di halaman 1dari 18

BAB 4

PENINGKATAN KEAMANAN,
KETERTIBAN, DAN PENANGGULANGAN
KRIMINALITAS

Stabilitas keamanan nasional sampai saat ini secara umum dapat


dikatakan relatif kondusif. Berkaitan dengan rasa aman masyarakat
dalam suasana kehidupan yang bhineka dapat dikemukakan bahwa
masih diperlukan kepedulian kita terhadap berbagai masalah yang
dapat menyebabkan timbulnya konflik dalam masyarakat. Dengan
kesadaran untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai kita
perlu meletakkan tekad pada kebersamaan aparat keamanan dan
seluruh potensi masyarakat untuk meningkatkan kemampuan deteksi
dini terhadap semua ancaman dan gangguan keamanan sehingga kita
tidak selamanya didahului oleh masalah.
Dalam rangka menciptakan suasana kehidupan yang aman dan
damai pemerintah menetapkan prioritas pembangunan yang diletakkan
pada peningkatan rasa saling percaya dan harmonisasi antarkelompok
masyarakat, pengembangan budaya yang berlandaskan pada nilai-nilai
luhur Pancasila, serta peningkatan keamanan, ketertiban dan
penanggulangan kriminalitas.
I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
Kejahatan konvensional seperti pencurian, penipuan,
perampokan, kekerasan rumah tangga, pembunuhan atau kejahatan
susila, intensitasnya masih cukup tinggi dan semakin bervariasi.
Sementara itu, pencapaian tingkat profesionalisme aparat penegak
hukum yang belum optimal, disamping menyebabkan belum
meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum,
juga menyebabkan banyaknya sumber kriminalitas yang tidak
dilaporkan oleh masyarakat. Sementara tara itu kondisi kesadaran
hukum masyarakat yang rendah sebagai akibat tingkat pendidikan
yang belum memenuhi harapan masyarakat dan kekurangresponan
aparat menanggapi laporan masyarakat menyebabkan timbulnya
kecenderungan main hakim sendiri dalam penyelesaian kasus-kasus
pelanggaran hukum tertentu.
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan semakin
mengglobalnya dunia menyebabkan kejahatan transnasional seperti
terorisme, pencucian uang, perompakan, pembalakan liar, pencurian
ikan, penambangan liar, kejahatan ekonomi lintas negara,
penyelundupan senjata api, perdagangan manusia (perdagangan anak-
anak dan perempuan), ataupun perdagangan narkoba semakin
kompleks dan semakin tinggi intensitasnya. Letak geografis yang
strategis pada persimpangan dua benua dan dua samudera,
menyebabkan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung dapat
terlibat aktif dalam permasalahan kejahatan transnasional. Masih
lemahnya penjagaan wilayah perbatasan dan pintu-pintu masuk
Indonesia seperti pelabuhan laut dan udara, serta masih terbatasnya
kerja sama internasional di bidang kejahatan transnasional menjadikan
Indonesia sebagai ladang subur bagi tumbuhnya kejahatan
transnasional. Organisasi kejahatan yang tidak terbatas pada suatu
negara, menjadikan suatu tindak kejahatan dapat dikendalikan dari
suatu negara yang letaknya berjauhan.
Sementara itu tindak kejahatan narkoba sebagai bagian
kejahatan transnasional yang dilakukan oleh warga negara Indonesia
maupun oleh orang asing yang beroperasi di Indonesia baik sebagai
pengedar maupun pengguna, kondisinya semakin memprihatinkan.
Moral manusia pelaku kejahatan narkoba sudah tidak takut lagi
terhadap sanksi hukuman berat yang telah dijatuhkan. Demikian juga

04 - 2
para pengguna masih enggan untuk melakukan terapi dan rehabilitasi,
karena masih terbentuknya opini bahwa hal tersebut dianggap sebagai
aib yang selanjutnya akan menghambat proses pengentasan korban-
korban penyalahgunaan narkoba. Keresahan masyarakat semakin
meningkat seiring merebaknya tindak kriminal yang dilakukan oleh
pengguna narkoba. Pada umumnya pengguna narkoba merupakan
golongan pemuda baik yang masih duduk di bangku sekolah maupun
perguruan tinggi yang merupakan kelompok usia produktif.
Sedangkan pengedarnya adalah orang-orang yang memiliki jaringan
yang kuat dengan bandar narkoba. Masih tingginya kejahatan narkoba
ini mengindikasikan bahwa berbagai lembaga dan perangkat hukum
yang ada belum dapat menjalankan fungsinya secara efektif dalam
menangani permasalahan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Hukuman yang berat (mati) dan langkah preventif maupun kuratif
yang telah dilaksanakan belum dapat menurunkan kejahatan narkoba
secara signifikan. Bahkan kejahatan narkoba telah merambah kepada
anak-anak yang sedang duduk di bangku sekolah dasar sehingga
dampaknya sangat membahayakan masa depan pemuda Indonesia
baik di perkotaan maupun di tingkat kecamatan dan desa.
Meskipun di beberapa wilayah pascakonflik seperti Maluku,
dan Poso masih ditemui berbagai upaya untuk mendorong terjadinya
konflik komunal, namun kesigapan aparat keamanan dalam
mendeteksi dan mengatasi gejala awal telah mampu meredam potensi
konflik tidak muncul ke permukaan. Semakin meningkatnya toleransi
masyarakat terhadap keberagaman dan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya rasa aman dalam
beraktivitas, menjadikan upaya adudomba SARA antarkelompok
masyarakat sulit dilakukan. Didukung oleh meningkatnya kondisi
keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah-daerah pascakonflik,
kegiatan pembangunan dan perekonomian semakin menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan.
Gangguan keamanan di wilayah yurisdiksi laut Indonesia,
terutama gangguan pelayaran penumpang maupun barang belum
menunjukkan gejala penurunan. Tingkat kejadian pembajakan
(piracy) di laut intensitasnya masih tinggi dan sulit diatasi oleh aparat
penegak hukum. Bahkan karena keterbatasan kemampuan aparat
keamanan Indonesia dalam menangkap pelaku pembajakan yang

04 - 3
mengganggu pelayaran kapal-kapal niaga di perairan Selat Malaka,
sempat memunculkan kekhawatiran dan keinginan internasional untuk
turut mengamankan Selat Malaka tersebut. Oleh karena itu, TNI AL
sebagai unsur penegak kedaulatan di laut serta TNI AL dan Polri
sebagai unsur penegak hukum di laut, kemampuannya perlu
ditingkatkan guna mampu melakukan tugas penegakan kedaulatan dan
penindakan pelanggaran hukum di laut. Di samping itu, belum
efektifnya pelaksanaan koordinasi keamanan laut sebagai akibat
belum terciptanya harmonisasi peran dan fungsi lembaga di ruang laut
merupakan salah satu kendala dalam rangka peningkatan pengawasan
dan pengamanan pengelolaan sumber daya alam di laut.
Lemahnya sistem pengawasan dan pengamanan pengelolaan
sumber daya alam, telah mengundang pihak-pihak tertentu termasuk
pihak asing untuk memanfaatkannya secara ilegal baik berupa illegal
logging, illegal minning maupun illegal fishing yang mengakibatkan
kerugian negara mencapai ratusan triliun setiap tahunnya. Banyaknya
kapal-kapal asing tanpa dokumen resmi yang ditangkap di perairan
Indonesia baik yang melakukan penangkapan ikan, penambangan,
atau pengapalan kayu-kayu glondong menunjukkan bahwa kejahatan
terhadap sumber daya alam relatif belum menunjukkan gejala
penurunan. Di bidang kehutanan, pembalakan liar merupakan
ancaman yang paling serius bagi keberlanjutan fungsi hutan, baik dari
aspek ekonomi, ekologis, maupun sosial. Kerugian hutan Indonesia
akibat praktik pembalakan liar diperkirakan mencapai US$5,7 miliar
atau setara dengan Rp46,74 triliun per tahun, belum termasuk nilai
kerugian dari aspek ekologis seperti musnahnya spesies langka,
terganggunya daerah aliran sungai yang berimbas kepada kehidupan
manusia dan sekitarnya, yang berpotensi menimbulkan dampak
bencana seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, dan kebakaran
hutan. Semakin maraknya pencurian kayu ini melibatkan pelaku yang
berperan aktif dalam memfasilitasi perdagangan kayu hasil
pembalakan liar, yang dilakukan oleh pelaku-pelaku baik WNI
maupun WNA yang berasal dari negara-negara tetangga sehingga
sudah merupakan kejahatan transnasional. Upaya untuk mengatasi
masalah pencurian kayu ini adalah suatu usaha yang sulit mengingat
pelakunya memiliki jaringan sangat luas dan sulit tersentuh. Namun
demikian upaya penegakan hukum yang tegas diharapkan mampu
memutus jaringan pembalakan liar baik di dalam negeri maupun antar

04 - 4
negara. Dalam upaya mengatasi masalah tersebut dari segi yuridis
Pemerintah telah mengeluarkan Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang
Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan
Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.
Kejahatan perdagangan manusia yang merupakan salah satu
bentuk kejahatan yang meresahkan dan menjadi perhatian masyarakat
internasional. Sampai dengan saat ini sudah dilakukan penindakan
secara intensif mulai dari hulu sampai hilir dan cukup banyak kasus-
kasus yang berhasil diungkap, termasuk penggagalan percobaan
penyelundupan 140 anak dari Indonesia ke luar negeri (Syria dan
Australia). Namun potensi meningkatnya kasus-kasus perdagangan
manusia masih cukup besar sehingga perlu terus dilakukan upaya
pencegahan dan penanganan secara intensif.
Berkenaan dengan kondisi tersebut, maka tantangan yang
dihadapi dalam rangka meningkatkan keamanan, ketertiban dan
penanggulangan kriminalitas adalah menurunkan tingkat kriminalitas
agar aktivitas masyarakat dapat berjalan secara wajar. Keberhasilan
dalam menurunkan tingkat kriminalitas akan menjadi landasan bagi
keberlangsungan pembangunan bidang-bidang lainnya. Di samping
itu, profesionalitas aparat keamanan dalam menyelesaikan kasus-
kasus kriminal, mengungkap jaringan kejahatan transnasional,
mencegah terjadinya konflik komunal, mengamankan laut dari
gangguan keamanan dan pencurian kekayaan negara merupakan
determinan penting bagi kepercayaan masyarakat dan dunia usaha
terhadap iklim investasi di Indonesia.

II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL


YANG DICAPAI
Langkah kebijakan yang ditempuh dalam upaya meningkatkan
keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas adalah
sebagai berikut.
1) Peningkatan koordinasi dan kerja sama antara TNI dan Polri
dalam penanganan gangguan keamanan negara.
2) Peningkatan profesionalitas institusi yang terkait dengan
keamanan negara, meliputi: Polri, TNI, Departemen Kehutanan,

04 - 5
Departemen Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan
Hidup, Badan Intelijen Negara (BIN), Lembaga Sandi Negara
(Lemsaneg), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan
Koordinasi Kemanan Laut (Bakorkamla).
3) Perkuatan keterpaduan kegiatan dan operasi bersama keamanan
di laut.
4) Intensifikasi pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkoba.
5) Intensifikasi pencegahan dan penindakan hukum terhadap
trafficking in persons.
6) Peningkatan koordinasi pengamanan di wilayah perbatasan.
7) Penguatan peran aktif masyarakat dalam menciptakan
keamanan dan ketertiban masyarakat melalui upaya perpolisian
masyarakat (community policing).
8) Peningkatan kegiatan sosialisasi terhadap peraturan
perundangan serta mempercepat proses penindakan pelanggaran
hukum.
9) Peningkatan penyidikan dan perlindungan hutan melalui operasi
intelijen dan operasi represif pengamanan hutan serta
menyempurnakan penatausahaan hasil hutan dengan revisi
peraturan-peraturan yang ada.
Dalam kurun waktu sepuluh bulan terakhir hasil-hasil penting
yang telah berhasil dicapai adalah sebagai berikut:
1) Peningkatan kualitas intelijen telah diupayakan melalui
pengembangan jaringan pos intelijen wilayah pada perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri dan pos intelijen wilayah
provinsi, kabupaten/kota. Adapun peningkatan kerja sama
internasional di bidang intelijen telah ditempuh melalui
koordinasi seluruh badan-badan intelijen pusat dan daerah di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
serta kerja sama institusi intelijen negara-negara Association of
South East Asia Nations (ASEAN) dengan pertukaran informasi
intelijen.

04 - 6
2) Intensitas keamanan berita rahasia negara senantiasa
diupayakan melalui perkuatan jaring komunikasi sandi instansi
pemerintah. Kustomisasi prototipe sistem sandi sebagai Fully
National Algorithm (FNA) dan modifikasi peralatan sandi serta
pemantapan hasil penelitian dan pengembangan materiil
persandian yang didukung dengan ketersediaan peralatan
laboratorium, serta penetapan perangkat lunak persandian
merupakan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya
memberikan jaminan keamanan bagi lalu lintas pengiriman
berita rahasia negara. Di samping itu, dilakukan pembinaan
perangkat lunak persandian yang meliputi: (1) penyusunan
Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara; (2) kontribusi
dalam penyusunan Cyber Law atau Digital Signature Law
sebagai upaya pencegahan agar Indonesia tidak semakin
tertinggal dan terisolir dari dinamika perkembangan
perdagangan internasional yang mensyaratkan kepastian
landasan hukum transaksi perdagangan secara elektronik; (3)
pengembangan aspek pengamanan informasi sektor
publik/privat untuk mengantisipasi penerapan transaksi
perdagangan secara elektronik di masa mendatang (E-
Commerce, E-Government, E-Banking, E-Payment, Tele-
Medicine, Tele-Education); (4) pengkajian rancang bangun
sistem dan peralatan persandian yang spesifik untuk
kepentingan persandian nasional.
3) Dalam rangka pemulihan keamanan, khususnya dalam
menghadapi konflik yang terjadi di beberapa wilayah, antara
lain: Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Papua, Maluku, dan
Sulawesi (Poso, Morowali, Mamasa, dan Tentena), telah
dilaksanakan operasi penegakan hukum dan operasi terpadu
antara Polri, TNI, dan pemerintah daerah. Sementara itu, dalam
menyelesaikan konflik vertikal di Provinsi NAD, Polri telah
menggelar operasi penegakan hukum yang merupakan bagian
dari lima program operasi terpadu. Berhasilnya
penyelenggaraan Pemilu 2004 di Provinsi NAD merupakan
suatu indikator bagi pemulihan keamanan di wilayah tersebut.
Meskipun masih terjadi kerawanan yang bersifat fluktuatif,
secara umum konflik yang terjadi di Poso dan Maluku telah
dapat dipulihkan dari darurat sipil ke tertib sipil yang didukung

04 - 7
oleh segenap unsur aparatur negara dan masyarakat yang telah
mampu memelihara dinamika situasi.
4) Pengungkapan perkara dari 4 (empat) golongan jenis kejahatan
dari tahun 2004 sampai dengan 2006 (Januari s/d Juni) adalah
sebagai berikut : (a) kejahatan konvensional tahun 2004
dilaporkan sebanyak 127.995 kasus dan telah disidangkan di
pengadilan sebanyak 54.020 kasus atau rata-rata penyelesaian
kasusnya sebanyak 42,20%, tahun 2005 dilaporkan sebanyak
161.671 kasus dan telah diungkap sebanyak 72.888 kasus atau
54,08%, dan pada tahun 2006 dilaporkan sebanyak 80.889
kasus dan diselesaikan 35.392 kasus atau 43,75% ; (b)
kejahatan transnasional tahun 2004 dilaporkan sebanyak 5.779
kasus dan telah diselesaikan 5.770 kasus atau 99,84% , tahun
2005 dilaporkan sebanyak 3.441 kasus dan telah diselesaikan
3.471 kasus atau 100,87% yang ditambahkan dari sisa kasus
tahun sebelumnya, dan pada tahun 2006 dilaporkan sebanyak
3.243 kasus dan telah diselesaikan sebanyak 3.032 kasus atau
93,76% ; (c) kejahatan kekayaan negara tahun 2004 dilaporkan
sebanyak 320 kasus dan telah diselesaikan sebanyak 207 kasus
atau 64,68%, tahun 2005 dilaporkan sebanyak 3.049 kasus dan
telah diselesaikan sebanyak 2.335 kasus atau 76,58%, dan pada
tahun 2006 dilaporkan 2.006 kasus dan telah diselesaikan
sebanyak 1.573 kasus atau 79,06% ; dan (d) kejahatan
berimplikasi kontijensi tahun 2004 dilaporkan sebanyak
135.229 kasus dan telah diselesaikan sebanyak 55.098 kasus
atau 40,83%, tahun 2005 dilaporkan sebanyak 168.308 kasus
dan telah diselesaikan sebanyak 78.789 kasus atau 46.81%, dan
pada tahun 2006 dilaporkan sebanyak 273 kasus dan telah
diselesaikan sebanyak 69 kasus atau 25,27 %.
5) Penanganan kejahatan narkoba sampai dengan 10 bulan terakhir
ini, terdapat 16.609 kasus yang melibatkan 28.917 tersangka
dan sejumlah barang bukti. Hukuman berat juga telah
diterapkan dari tahun 1999 sampai 2006 sudah 44 orang divonis
hukuman mati. Untuk mengintensifkan penanggulangan
narkoba di seluruh Indonesia, BNN telah melaksanakan
program Pencegahan, Penegakan Hukum, Terapi dan
Rehabilitasi, Penelitian Pengembangan dan Informatika serta

04 - 8
Kelembagan. Selain itu Badan Narkotika Nasional telah
membentuk 31 Badan Narkotika Propinsi dari 33 Propinsi di
seluruh Indonesisa dan 291 BNKabupaten/ Kota dari 440
kabupaten/ kotamadya.
6) Telah terjalin kerja sama internasional dalam rangka menjawab
tantangan global dan semua bentuk gangguan keamanan yang
tidak lagi mengenal batas negara (borderless crime), kerja sama
internasional merupakan jawaban bagi seluruh penegak hukum
di dunia untuk bangkit memerangi kejahatan yang bersifat trans
nasional. Kerja sama internasional teknis profesional
penanggulangan kejahatan juga telah dilakukan dengan Jerman
(GSG), Jepang (JICA), Inggris (SIS) dan Amerika Serikat
(ICITAP, ATA, DEA, IOM) serta Australia (Aus AID).
Selanjutnya, dalam rangka memberikan perlindungan bagi WNI
yang berada di luar negeri, maka telah ditempatkan perwira
penghubung di berbagai negara, antara lain, Arab Saudi,
Malaysia, Thailand, Filipina, Timor Leste, dan Australia.
7) Upaya penindakan kasus-kasus korupsi terus digalakkan di
seluruh Indonesia dengan pola penindakan hukum secara tegas
tanpa pandang bulu dan dengan penekanan kepada upaya
mengembalikan kerugian negara semaksimal mungkin. Untuk
itu kerjasama Interpol terus diintensifkan baik dalam upaya
pengejaran pelaku ataupun penyelamatan aset negara yang
dibawa lari ke luar negeri. Dalam upaya pengembalian kerugian
negara pada Sidang Regional Conference ICPO INTERPOL
ke-19 tanggal 19 April 2006 di Jakarta telah diusulkan dan
diterima untuk disepakati dalam sidang ICPO 2007 bahwa
korupsi sebagai salah satu bentuk kejahatan transnasional yang
menjadi sasaran kerjasama Interpol dan akan ditindaklanjuti
dengan mendirikan Akademi Anti Korupsi di Wina
bekerjasama dengan Jakarta Centre For Law Enforcement
Cooperation (JCLEC).
8) Kejahatan terhadap kekayaan negara, khususnya pembalakan
liar pada tahun 2004 tercatat 896 kasus dengan tersangka 1.885
orang, barang bukti sebanyak 223.385,51 m3 kayu dan alat yang
digunakan berupa 109 kapal, 320 truk, serta 258 alat berat dan
ringan berupa trailer, dan lain lain. Sebanyak 625 kasus telah

04 - 9
selesai diproses dan 273 kasus dalam proses penyidikan. Pada
tahun 2005 telah digelar operasi hutan lestari dengan jumlah
laporan 363 kasus, tersangka 488 orang, dan kasus yang telah
diselesaikan sebanyak 60 kasus. Tindak pidana korupsi yang
ditangani sejak tahun 2002 sebanyak 1.009 kasus dan dapat
diselesaikan sebanyak 400 kasus dengan kerugian negara
mencapai Rp8.576.596.837.278,00 dan yang berhasil
dikembalikan sebanyak Rp161.467.153.655,00.
9) Di samping itu, Pemerintah juga telah menetapkan
pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan
perdagangan kayu ilegal sebagai salah satu prioritas
pembangunan di bidang kehutanan. Adapun hasil yang telah
dicapai antara lain: adalah pelatihan polisi hutan 130 orang, dan
PPNS 56 orang, melaksanaan kegiatan operasi pengamanan
hutan: (1) Sandi Wanalaga I di Kalimantan Barat dengan hasil
25 kasus; (2) operasi pengamanan hutan di TN Betung Kerihun
menghasilkan tiga orang tersangka dengan barang bukti kayu
tebangan 3.000 batang kayu serta operasi Pengamanan Hutan di
Taman Nasional Gunung Palung dengan tersangka/terdakwa 46
orang (23 kasus), yang sebagian besar telah mendapat vonis
antara 1 sampai dengan 8 bulan ditambah denda; (3) Operasi
Hutan Lestari I di Kalimantan Timur, menangani 106 kasus
134 tersangka dengan barang bukti kayu bulat 101,46 m3 disita
oleh negara dan Operasi Imbangan menangani 99 kasus dengan
116 tersangka serta barang bukti kayu 17.567 batang dan
84.036,75 M3, alat angkut air 26 unit alat berat 117 unit; (4)
Operasi Hutan Lestari II di Papua menangani 173 orang
tersangka (WNI 159 orang dan WNA 14 orang). Barang bukti
yang disita meliputi: kayu bulat 72.310 batang (sekitar 385.580
m3), kayu olahan 20.116 m3, dokumen 361 buah, dan peralatan
sebanyak 1.269 unit terdiri dari alat berat, kapal, mobil,
tongkang, tugboat, chainsaw dan alat lainnya 298 unit serta
Operasi Imbangan sebanyak 232 kasus, tersangka 249 dengan
barang bukti kayu 39.730 batang dan 9.788,15 M3, alat angkut
air 26 unit dan alat berat 13 unit; (5) penanganan terhadap
penyalahgunaan wewenang jabatan penatausahaan hasil hutan
dan kasus pemalsuan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil
Hutan (SKSHH) yang melibatkan aparat kehutanan, keamanan

04 - 10
dan oknum swasta di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur, Kalimanatan Selatan, Riau, Jambi, Jawa
Timur, Papua dan Jakarta; (7) Operasi Wanabahari untuk
menangkap KM Caraka Jaya Niaga III-23 bermuatan 34 peti
kemas kayu tanpa SKSHH serta KMV Iloeva yang bermuatan
48 peti kemas kayu; (8) penangkapan KM berbendera Kroasia
di Irian Jaya Barat dengan dokumen susulan dari Dinas
Pertanian, Kehutanan, dan Lingkungan Hidup, Kabupaten
Teluk dengan jumlah kayu sebanyak 7.121,24 m3.
10) Penyempurnaan penatausahaan hasil hutan dilakukan dengan
revisi peraturan-peraturan yang ada, dan pengawasan dan
pemeriksaan Ijin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK)/Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang diduga terkait
dengan kegiatan illegal logging; melakukan sosialisasi dan
konsolidasi implementasi Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang
Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan
Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik
Indonesia; melakukan kerjasama dengan Pusat Pelaporan dan
Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dalam rangka penegakan
hukum terhadap tindak pidana di bidang kehutanan dan tindak
pidana pencucian uang; menggalang kerjasama internasional
dalam forum Asian Forest Partnership (AFP), proyek
penegakan hukum Forest Law Enforcement, Governance and
Trade (FLEGT), serta kerjasama dengan Cina, Jepang, Inggris,
Korea Selatan, dan Norwegia. Di samping itu, untuk mengawal
penegakan peratutan di bidang kehutanan, telah dibentuk Satuan
Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) di 10 provinsi dan 5
Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan Manggala Agni di 5
provinsi rawan kebakaran hutan.
11) Dalam rangka penanggulangan pencurian ikan (illegal fishing),
telah dilakukan upaya pengendalian sumber daya kelautan dan
perikanan melalui penerapan sistem monitoring, controlling,
and surveilance, yang terdiri dari: (1) pemasangan transmitter
dalam rangka pengembangan vessel monitoring system dengan
sasaran kapal perikanan Indonesia yang berukuran lebih dari
100 GT dan seluruh kapal perikanan asing. Sampai saat ini telah
terpasang sebanyak 1.439 buah transmitter; (2) pembangunan

04 - 11
pos pengawas dan pembentukan Unit Pelaksana Teknis
Pengawasan di 5 lokasi yaitu Belawan, Jakarta, Pontianak,
Bitung dan Tual; dan (3) kerjasama operasional pengawasan
dengan TNI AL dan Polri serta operasi pengawasan oleh kapal
pengawas DKP. Selain itu, juga dilaksanakan persiapan
pembentukan pengadilan Khusus Perikanan, perbaikan
pelayanan perizinan dan perlu dibentuk wadah koordinasi
tindak pidana dibidang perikanan meliputi Penyidik Polri,
PPNS Departeman Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Penyidik
TNI-AL.
12) Dalam rangka perbaikan pelayanan perizinan telah dilakukan
penggantian surat izin dengan model baru sesuai dengan UU
No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dengan
menyederhanakan proses perizinan yang semula 16 hari kerja
menjadi 7 hari kerja, dan membuat proses perizinan menjadi
satu atap, dan penggantian bentuk dan format perizinan usaha
penangkapan ikan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan No. 17 Tahun 2006.
13) Untuk penanganan pemalsuan dokumen izin usaha
penangkapan ikan telah dilakukan pencabutan izin usaha
penangkapan kepada 155 kapal eks-asing berbendera Indonesia
yang melakukan pemalsuan deletion certificate (penghapusan
status bendera kapal dari negara asal ke Indonesia).
14) Selanjutnya, guna mendukung kendali operasional telah
dibangun sistem operasional yang menjadikan jaringan dasing
(on-line) di seluruh jajaran dengan Markas Besar. Hal tersebut
juga didukung pembangunan manajemen informasi sistem yang
memungkinkan penyampaian data secara waktu nyata (real
time). Seluruh jaringan dapat dikendalikan dari satu ruangan
kendali pusat krisis (crisis centre) di Markas Besar dan
terhubung ke seluruh Polda secara dasing (on-line), bahkan
dapat terhubung dengan tempat kejadian perkara dengan sistem
komunikasi bergerak.
15) Dalam rangka kerja sama pendidikan, telah dikirim sebanyak
1.082 personel Polri untuk menempuh pendidikan di
mancanegara serta kerja sama dengan negara-negara donor

04 - 12
(partnership) dan kerja sama operasional, terutama dengan
negara-negara yang berbatasan langsung, khususnya Malaysia,
Filipina, Timor Leste, Australia, dan Selandia Baru.
16) Pembangunan Sekolah Polisi Negara (SPN) telah dilakukan
hampir di seluruh Polda, sehingga sampai saat ini di setiap
Polda telah terbentuk SPN kecuali di Polda Kepulauan Riau dan
Polda Bangka Belitung. Untuk menyesuaikan kebutuhan
penambahan personel Polri maka pola pendidikan telah diubah
dengan pola 5 bulan pembelajaran di kelas, 5 bulan
magang/pelatihan kerja di lapangan dan 1 bulan pembulatan.
Dengan pola itu maka setiap tahun dapat dilaksanakan dua
gelombang pendidikan pembentukan bintara, sehingga jumlah
personel Polri semakin mendekati rasio yang diharapkan.
17) Untuk lebih meningkatkan kemampuan Polri dalam rangka
mencegah dan mengantisipasi ancaman terorisme dan narkoba
di seluruh wilayah Indonesia, maka secara organisatoris saat ini
di setiap Propinsi telah digelar Polda kecuali Propinsi Irian
Jaya Barat. Disamping itu hampir di setiap Polda telah
dibentuk Direktorat Narkoba dan Detasemen Khusus 88 Anti
Teror (Dennsus 88 AT). Sedangkan untuk meningkatkan
pelayanan para wisatawan telah dibentuk Direktorat Pam
Pariwisata untuk Polda Bali dan Polda Yogyakarta.

III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN


Dalam upaya peningkatan keamanan, ketertiban dan
penanggulangan kriminalitas diperlukan pengembangan penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan keamanan negara; pengembangan
Sistem Pengamanan Rahasia Negara; pengembangan sumber daya
manusia (SDM) Kepolisian; pengembangan sarana dan prasarana
kepolisian; pengembangan strategi keamanan dan ketertiban;
pemberdayaan potensi keamanan; pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat; kerja sama keamanan dan ketertiban;
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana; pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba; serta
pemantapan keamanan dalam negeri.

04 - 13
Dalam pengembangan penyelidikan, pengamanan dan
penggalangan keamanan negara, tindak lanjut yang diperlukan adalah
meningkatkan operasi intelijen di luar negeri dan dalam negeri,
pembangunan jaringan pos intelijen wilayah pada perwakilan RI di
luar negeri, dan pos intelijen wilayah propinsi, kabupaten/kota,
didukung dengan intelijen device, penyelenggaraan intelijen sinyal
dalam jaring komunikasi, kendaraan operasi intelijen. Di samping itu,
koordinasi seluruh badan-badan intelijen pusat dan daerah di seluruh
wilayah NKRI dalam pelaksanaan operasi intelijen didukung dengan
kajian dan analisis intelijen perkembangan lingkungan strategis, serta
pengolahan dan penyusunan produk intelijen dalam hal deteksi dini.
Dalam rangka pengembangan sistem rahasia negara, Lembaga
Sandi Negara melaksanakan Sistem Persandian Negara (Sisdina) yaitu
suatu totalitas pengelolaan SDM, Perangkat Lunak dan Perangkat
Keras Persandian secara utuh dalam wujud kebijakan pembinaan dan
operasional persandian, guna mendukung sistem pertahanan dan
keamanan negara.
Lembaga Sandi Negara melakukan tiga peran penting
kelembagaan sebagai implementasi Sisdina yakni sebagai Lembaga
Keamanan, Lembaga Ilmu Kripto dan Lembaga Rekayasa. Sebagai
Lembaga Keamanan menyelenggarakan dan merumuskan kebijakan
persandian nasional, bersama lembaga keamanan lain mengelola
ketahanan nasional dengan menyelenggarakan pengamanan
pemberitaan informasi rahasia negara dan analisa kripto (intelijen
sinyal). Sebagai Lembaga Ilmu Kripto, melakukan penelitian dan
pengembangan kriptografi serta analisa kripto, menyelenggarakan
Diklat profesi, pemberian akreditasi Diklat dan sertifikasi tenaga ahli.
Sebagai lembaga Rekayasa menetapkan standardisasi materiil
persandian dan rekayasa materiil persandian menuju ke arah
kemandirian (Fully National Algorithm/FNA).
Tindak lanjut yang diperlukan dalam pengembangan sistem
pengamanan rahasia negara adalah penyusunan juklak dan juknis
pengoperasian sistem pengamanan rahasia Negara, serta sosialisasi
bidang persandian pada instansi pemerintah maupun swasta, serta
penyelesaian penyusunan RUU Rahasia Negara. Rekayasa prototype
sistem sandi dan peralatan sandi serta pengkajian peralatan sandi
merupakan suatu terobosan dalam rangka mengurangi ketergantungan

04 - 14
terhadap peralatan dari luar negeri. Penyelenggaraan persandian dalam
upaya pencegahan dan pengungkapan kegiatan pengacau keamanan
dan ketertiban perlu didukung dengan penggelaran peralatan sandi
pada instansi strategis, serta peningkatan kualitas SDM persandian
melalui penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan.
Pengembangan kekuatan dan kemampuan personil Polri
merupakan tindak lanjut dalam pengembangan SDM Kepolisian,
ditunjang dengan pemeliharaan personil Polri dalam rangka
kesejahteraan anggota. Dalam rangka menggantikan anggota Polri
yang penugasannya lebih diarahkan turun ke lapangan, maka
peningkatan kemampuan PNS Polri perannya diarahkan menjadi
komplemen dalam organisasi Polri.
Dalam pengembangan sarana dan prasarana kepolisian, tindak
lanjut yang diperlukan adalah penataan kelembagaan Polri serta sarana
dan prasarana lainnya untuk mendukung peningkatan kinerja dan
profesionalisme Polri. Dalam rangka pengamanan wilayah perairan,
maka pengembangan organisasi Satwil diarahkan pada pembangunan
kekuatan Polisi Perairan di 5 (lima) titik pangkalan gerak : Riau,
Nunukan, Bitung, NTT dan Sorong serta penggelaran kekuatan
Brimob di Polda-polda tertentu untuk mengantisipasi terjadinya
kontinjensi keamanan. Pembangunan Mapolda, Mapolres, dan
Mapolsek persiapan merupakan tindak lanjut dari pemekaran wilayah,
serta perlu dilengkapi dengan pembangunan fasilitas Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak (UPPA) dan fasilitas di wilayah perbatasan,
perlengkapan operasional kepolisian berupa alat komunikasi, sarana
transportasi, alsus serse, alsus intel, serta perlengkapan perorangan
(senpi, revolver, borgol, tongkat), dan peralatan pengendalian massa
(aldalmas).
Deteksi kegiatan masyarakat yang mendukung kegiatan
pemerintahan, cipta kondisi keamanan, peningkatan pengawasan
orang asing, pengawasan senjata api dan bahan peledak, perizinan dan
criminal record, pengkajian potensi konflik, merupakan tindak lanjut
dalam pengembangan strategi keamanan dan ketertiban.
Pemberdayaan potensi keamanan diupayakan dengan
pemberdayaan community policing termasuk dengan memberdayakan
tokoh-tokoh masyarakat serta mengkonsultasikan keamanan dengan

04 - 15
warga permukiman, pemberdayaan pengamanan swakarsa, serta
bimbingan dan penyuluhan keamanan pada wilayah permukiman dan
lokasi kegiatan perekonomian.
Peningkatan kualitas pelayanan Kepolisian di bidang
pencegahan tindak kriminal melalui pembinaan fungsi-fungsi
Kepolisian dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat
yang ditunjang dengan pembimbingan, pengayoman dan perlindungan
masyarakat, pengaturan dan penertiban kegiatan masyarakat/instansi,
penyelamatan masyarakat dan pemulihan keamanan termasuk
penanganan keamanan di wilayah konflik dan rawan konflik serta
daerah bencana alam, serta peningkatan pos-pos wilayah perbatasan
serta pulau-pulau terluar berpenghuni.
Peningkatan kerja sama keamanan dan ketertiban dilakukan
dengan peningkatan kerja sama bantuan unsur-unsur keamanan dan
instansi, pemeliharaan perdamaian dunia/peace keeping operation,
serta peningkatan kerjasama bilateral/multilateral dalam pencegahan
kejahatan maupun kerja sama teknik dan pendidikan dan pelatihan.
Peningkatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
terhadap kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan
terhadap kekayaan negara dan kejahatan yang berimplikasi kontijensi,
merupakan tindak lanjut dalam penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana. Hal tersebut ditunjang dengan melakukan koordinasi dan
pengawasan teknis penyidikan PPNS.
Dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba, diupayakan melalui penegakan hukum di
bidang narkoba, pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba, terapi dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba,
penelitian dan pengembangan informatika penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba, serta penguatan kelembagaan anti narkoba.
Adapun dalam pemantapan keamanan dalam negeri, tindak
lanjut yang diperlukan adalah: (1) penegakan hukum di perbatasan
laut, udara dan darat, pelaksanaan pengamanan VVIP, serta obyek
vital nasional; (2) operasi keamanan laut dan penegakan hukum di
dalam wilayah laut Indonesia; (3) penangkapan dan pemrosesan
secara hukum pelaku illegal fishing dan illlegal mining; serta
pelanggar hukum di wilayah yuridiksi laut Indonesia; (4) peningkatan

04 - 16
kapasitas maupun aspek kelembagaan institusi penegak keamanan di
laut; (5) pengembangan sistem operasi dan prosedur pengelolaan
keamanan di laut; (6) penggiatan upaya pengawasan dan pengamanan
laut terpadu berbasis masyarakat dan aparatur; dan (7) pemantapan
keamanan dan pengawasan lalu lintas tenaga nuklir termasuk
penyusunan kebijakan, sistem dan prosedur, pelayanan informasi, dan
safety.
Sementara itu dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
pembalakan liar, tindak lanjut yang diperlukan antara lain meliputi:
(1) melanjutkan operasi intelijen (menghimpun informasi), operasi
represif (menangkap pihak yang terlibat seperti cukong, pelaku dan
oknum aparat), operasi yustisi (pengaturan penanganan barang bukti),
dan penanganan dampak pasca operasi (pemulihan kondisi industri
perkayuan nasional), melalui pola prosperity approach (pendekatan
kesejahteraan); (2) penataan kembali tenaga polisi kehutanan dan
melengkapi sarana dan prasarana pengamanan; (3) memperkuat kerja
sama antar instansi khususnya antara Depertemen Kehutanan, Mabes
Polri, Kejaksaan Agung, TNI AL, dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK); (4) meningkatkan pemberdayaan
masyarakat pascaoperasi represif dengan menciptakan peluang kerja
dan berusaha; (5) penangkapan dan pemrosesan secara hukum pelaku
pembalakan liar serta pelanggar hukum di kawasan hutan Indonesia;
(6) revitalisasi kelembagaan Polisi hutan sebagai bagian dari
desentralisasi kewenangan; (7) percepatan penyelesaian kasus hukum
pelanggar/kejahatan hutan; serta (8) meningkatkan dan
mengefektifkan kerja sama antarnegara dalam mengatasi dan
mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara ilegal dan
merusak alam.
Adapun dalam upaya pencegahan dan penindakan trafficking in
persons tindak lanjut yang diperlukan meliputi : (1) Melaksanakan
kegiatan operasi represif/penegakan hukum pada 8 titik wilayah yang
menjadi sasaran prioritas (Jawa, Bali, NTB, Kalbar, Kaltim, Riau,
Batam, dan Sumut); (2) Memperkuat pengawasan dan pelayanan
imigrasi di perbatasan Kalimantan (Entikong, Nunukan), Riau dan
Batam; (3) Memperkuat kerjasama antarinstansi khususnya Depdagri,
Dep. Hukum dan HAM, Mabes Polri, Deplu, Kejaksaan Agung,
Depnaker, Depag, Depsos, Menneg Pemberdayaan Perempuan, dan

04 - 17
Komnas HAM; (4) Meningkatkan dan mengefektifkan kerjasama
antarnegara dalam mencegah dan mengatasi kegiatan trafficking in
persons.

04 - 18

Anda mungkin juga menyukai