Abstrak− Setiap penduduk mempunyai resiko demografi dimasyarakat [3]. Setiap wilayah dengan
menjadi korban tindak kriminalitas. Semakin besar wilayah lain mempunyai keterkaitan satu sama lain,
resiko yang dimiliki masyarakat menggambarkan baik keterkaitan karena kedekatan jarak antar wilayah
semakin tidak amannya suatu daerah. Penelitian ini maupun karena kesamaan karakteristik, budaya dan
bertujuan untuk memperoleh model yang menjelas- bahasa yang dimiliki. Begitu juga dengan wilayah Jawa
kan hubungan antara tingkat kriminalitas atau Timur yang terdiri dari 38 Kabupaten/Kota. Analisis
resiko penduduk menjadi korban tindak krimina- statistik yang mampu memodelkan permasalahan ini
litas (crime rate) terhadap faktor-faktor yang mem- adalah analisis regresi spasial. Regresi spasial merupa-
pengaruhinya di Jawa Timur. Ada dua matriks kan hasil pengembangan dari metode linier klasik.
pembobot yang digunakan yaitu queen contiguiy dan Pengembangan itu berdasarkan adanya pengaruh tempat
customize, yang masing-masing menghasilkan model atau spasial data yang dianalisis [4].
Spatial Error Model (SEM) dan Spatial Autoregres- Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi
sive (SAR). Berdasarkan metodel SEM, ada 2 varia- tingkat kriminalitas dan faktor-faktor yang mempenga-
bel yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat ruhinya di Jawa Timur dari sudut pandang kewilayahan
kriminalitas, yaitu variabel kepadatan penduduk serta memperoleh model yang menjelaskan hubungan
yang berpengaruh positif dan persentase penduduk antara tingkat kriminalitas dan faktor-faktor yang
miskin yang berpengaruh negatif. Sedangkan mempengaruhinya di Jawa Timur dengan pendekatan
dengan menggunakan metode SAR, ada 3 variabel analisis regresi spasial pada tahun 2012. Manfaat yang
yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat ingin dicapai dari penelitian ini adalah memberikan
kriminalitas di Jawa Timur yaitu kepadatan pendu- informasi kepada Pemerintah dan Kepolisian Daerah
duk dan Indeks gini yang berpengaruh positif serta Jawa Timur dalam mengambil kebijakan-kebijakan
PDRB perkapita yang berpengaruh negatif untuk meminimalisasi jumlah kasus kriminalitas di
Jawa Timur dengan mengetahui pola penyebaran kasus
Kata Kunci− contiguity, customize, Tingkat Krimina- kriminalitas tersebut.
litas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN A. Regresi Spasial
7. Kondisi keluarga sehubungan dengan perceraian 4. Memeriksa apakah ada efek spasial dengan uji
dan kekompakan keluarga. Moran’s I, Lagrange Multiplier (LM) dan uji Robust
8. Iklim atau kondisi geografis. Lagrange Multiplier (RLM).
9. Kekuatan efektif dari lembaga penegak hukum. 5. Melakukan pemodelan analisis regresi spasial.
10. Penegakan administrasi dan investigasi penegakan 6. Melakukan pengujian asumsi terhadap residual yang
hukum. bersifat IIDN (Identik, Independen dan Berdistribusi
11. Kebijakan komponen lain dari sistem peradilan normal).
pidana.
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Jenis-jenis Kriminalitas Kriminalitas atau tindak pidana
A. Deskripsi Tingkat Kriminalitas dan Faktor-faktor
dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
yang Mempengaruhinya dari Sudut Kewilayahan
a. Tindak kriminalitas terhadap fisik manusia yang
Tingkat kriminalitas di Jawa Timur pada tahun 2012
meliputi pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan
mencapai 60 korban per 100.000 penduduk. Hal ini
ringan, penganiayaan berat, penculikan dan KDRT.
menunjukkan bahwa dalam setiap 100.000 penduduk di
b. Tindak kriminalitas terhadap hak milik yang
Jawa Timur terdapat 60 penduduk yang beresiko
meliputi kebakaran, pencurian dengan pemberatan,
menjadi korban kejahatan. Tingkat kriminalitas
peencurian dengan kekerasan, pencurian kendaraan
tertinggi terdapat di Kota Malang (420 korban per
bermotor, pencurian kawat telpon, pencurian kayu
100.000 penduduk) dan yang terendah di Kabupaten
jati dan pencurian kendaraan bermotor.
Bojonegoro (12 korban per 100.000 penduduk). Daerah
c. Tindak kriminalitas jenis lainnya meliputi narkotika,
yang terpadat di Jawa Timur adalah Kota Surabaya
uang palsu dan lainnya [2].
(8459 jiwa/Km2) dan yang terendah, Kabupaten Pacitan
(308 jiwa/Km2). Sedangkan untuk PDRB perkapita
III. METODOLOGI PENELITIAN
terendah adalah Kabupaten Pacitan (8,32 juta pertahun)
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dan yang tertinggi adalah Kota Kediri (290,79 juta
data sekunder. Data tersebut diperoleh dari hasil
pertahun).
beberapa publikasi yang dilakukan oleh BPS Jawa
Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat pengang-
Timur. Unit penelitian yang diteliti adalah 38
guran tertinggi di Jawa Timur adalah Kota Kediri (7,85
Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Variabel dan skala
persen) dan yang terendah adalah Kabupaten Pacitan
pengukurannya dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
(1,16 persen). Kabupaten/Kota yang memiliki persen-
Tabel 1.
tase angka putus sekolah SD/MI yang paling tinggi
Variabel dan Skala pengukuran adalah Kabupaten Sampang (0,46 persen) dan yang
Variabel Uraian Skala paling rendah adalah Kabupaten Madiun (0,03 persen).
Y Tingkat Kriminalitas Rasio Sedangkan Kabupaten/Kota yang memiliki persentase
Y Tingkat Kriminalitas Rasio angka putus sekolah SMP/MTs yang paling tinggi
X1 Kepadatan Penduduk Rasio adalah Kabupaten Sampang (0,79 persen) dan yang
X2 PDRB perkapita Rasio paling rendah adalah Kabupaten Lamongan (0,11
X3 Tingkat Pengangguran Terbuka Rasio persen).
X4 Angka Putus Sekolah SD/MI Rasio Persentase penduduk dengan status perkawinan
X5 Angka Putus Sekolah SMP/MTs Rasio
X6 Persentase Penduduk dengan Status Rasio cerai hidup yang tertinggi adalah Kabupaten Lumajang
Perkawinan Cerai Hidup (3,01 persen) dan yang terendah adalah Kabupaten
X7 Persentase Penduduk Miskin Rasio Gresik (0,87 persen). Persentase penduduk miskin
X8 Indeks Gini Rasio terendah di Kota Batu (4,45 persen) dan yang tertinggi
di Kabupaten Sampang (27,87 persen). Sedangkan
Langkah-langkah analisis yang dilakukan untuk Kabupaten/Kota yang memiliki persentase tertinggi
mencapai tujuan pada penelitian ini adalah sebagai adalah Kota Malang (0,49) dan yang terendah adalah
berikut: Kabupaten Gresik (0,27).
1. Mendeskripsikan tingkat kriminalitas dan variabel-
variabel prediktor di Jawa Timur dengan meme- B. Identifikasi Pola Hubungan antara Variabel
takan lokasinya. Informasi yang ingin digali adalah Prediktor dan Variabel Respon
pola sebaran wilayah, nilai variabel dan daerahnya. Terdapat empat variabel prediktor yang berkorelasi
Langkah yang dilakukan adalah membagi nilai dari negatif dengan variabel respon yaitu variabel angka
semua variabel menjadi 5 kategori berdasarkan putus sekolah SD/MI (X4), angka putus sekolah
range nilainya, hal ini bertujuan agar lebih mudah SMP/MTs (X5), persentase penduduk dengan status
dipahami dan di interprestasikan. Lima kategori perkawinan cerai hidup (X6) dan persentase penduduk
tersebut meliputi, sangat tinggi, tinggi, sedang, miskin (X7). Hal ini berarti bahwa setiap terjadi
rendah dan sangat rendah. peningkatan pada variabel X4, X5, X6 dan X7 akan
2. Mengidentifikasi pola hubungan antara variabel mengakibatkan penurunan pada tingkat kriminalitas
prediktor (tingkat kriminalitas) dan faktor-faktor (Y) di Jawa Timur. Sebaliknya, variabel kepadatan
yang mempengaruhinya (variabel respon). penduduk (X1), PDRB perkapita (X2), tingkat
3. Menetapkan Matriks Pembobot Spasial (W). pengangguran terbuka (X3) dan indeks gini (X8)
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) D-76
berkorelasi positif artinya setiap terjadi peningkatan ditunjukkan oleh nilai RLM-nya, nilai RLM lag dan
pada variabel-variabel tersebut dapat pula menyebabkan RLM error signifikan. Hal ini dapat disebabkan karena
meningkatnya tingkat kriminalitas (Y) di Jawa Timur. prosedur robust yang resisten terhadap data outlier.
Pada tahun 2012, tingkat kriminalitas di Kota Malang
C. Matriks Pembobot Spasial (W) mencapai 420 korban per 100.000 penduduk. Data
Dalam penelitian ini, diuji dua matriks pembobot tersebut menyimpang terlalu jauh dari data lainnya atau
yaitu queen contiguity dan customize. Matriks outlier. Adanya data outlier dapat menyebabkan hasil
pembobot queen contiguity mempertimbangkan per- analisis menjadi bias atau tidak mencerminkan feno-
singgungan baik dari sisi maupun sudut wilayah. mena yang sebenarnya, sehingga perlu dilakukan uji
Kabupaten/Kota yang bersisian atau titik sudutnya dependensi spasial tanpa menyertakan data outlier
bertemu akan diberikan bobot 1 ( =1) sedangkan tersebut. Adapun hasil uji dependensi spasial dengan
Kabupaten/Kota yang lainnya diberi bobot 0 ( =0). menggunakan 37 unit penelitian atau tanpa menyerta-
Semua Kabupaten/Kota di Jawa Timur menggunakan kan Kota Malang adalah sebagai berikut:
pembobot queen contiguity kecuali Kota Surabaya dan
Tabel 3.
Bangkalan. Secara visual seperti pada gambar 1, pada Hasil diagnosis Dependensi Spasial menggunakan pembobot queen
kedua wilayah tersebut tidak terdapat persinggungan, contiguity dengan 37 Kabupaten/Kota
tetapi keduanya dihu-bungkan oleh jembatan Uji Dependensi Spasial Nilai P-value Keputusan
Suramadu, sehingga dapat diberi bobot 1. Sedangkan Lagrange Multiplier (lag) 1,2246 0,2685 Gagal
pembobot matriks customize dalam penelitian ini, Tolak H0
Lagrange Multiplier 3,9807 0,0460 Tolak H0
mempertimbangkan bahwa tingkat kriminalitas di suatu (error)
daerah dengan daerah yang lain saling berkaitan dan
memiliki karakteristik yang hampir sama, walaupun Berdasarkan tabel 3 di atas, diperoleh hasil diag-
tidak bersinggungan secara langsung. Pembobotan nosis spasial menggunakan pembobot queen contiguity
dilakukan berdasarkan hasil cluster BPS yang membagi dengan 37 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, dan dipe-
wilah Jawa Timur menjadi 3 kelompok berdasarkan roleh nilai LM error yang sangat signifikan. Dengan
perspektif tindak kejahatan pada Tahun 2012 [2]. demikian dapat disimpulkan bahwa ada dependensi
spasial error jika Kota Malang tidak diikutsertakan
dalam analisis, dan metode yang dapat digunakan untuk
mengestimasi model spasial untuk 37 Kabupaten/Kota
ini adalah Spatial Error Model (SEM).
Selain uji dependensi dengan pembobot queen
contiguity, dilakukan pula uji dependensi dengan
pembobot customize dengan menggunakan 38 unit
penelitian atau menyertakan semua Kabupaten/Kota di
Jawa Timur. Hasil diagnosis dependensi spasial dapat
dilihat pada tabel 3 berikut:
Gambar 1. Peta Provinsi Jawa Timur
Tabel 4.
Hasil diagnosis Dependensi Spasial
C. Identifikasi Awal (Diagnosis) Adanya Efek Spasial
Uji Dependensi Nilai P-value Keputusan
Diagnosis ini dilakukan untuk mengidentifikasi Spasial
adanya efek spasial, yaitu dependensi spasial. Hasil Moran’s I (error) 5,3319 0,000 Tolak H0
diagnosis dependensi spasial dengan pembobot queen Lagrange Multiplier 20,6206 0,000 Tolak H0
contiguity dapat dilihat pada tabel 2 berikut: (lag)
Robust LM (lag) 10,1600 0,001 Tolak H0
Lagrange Multiplier 11,7129 0,000 Tolak H0
Tabel 2. (error)
Hasil diagnosis Dependensi Spasial dengan pembobot queen Robust LM (error) 1,2524 0,263 Gagal Tolak
contiguity H0
Uji Dependensi Spasial Nilai P-value Keputusan
Moran’s I 1,4920 0,1356 Tolak H0
Lagrange Multiplier 0,0002 0,9681 Gagal Tolak
Pada table 4 di atas diketahui nilai Moran’s I yang
(lag) H0 signifikan yang berarti bahwa terdapat dependensi
Robust LM (lag) 2,7121 0,0996 Tolak H0 spasial. Sedangkan berdasarkan hasil uji Lagrange Mul-
Lagrange Multiplier 0,7541 0,3852 Gagal tiplier (LM) diperoleh semua nilai LM yang signifikan,
(error) Tolak H0
Robust LM (error) 3,4645 0,0627 Tolak H0
baik LM lag maupun LM error sehingga diagnosis
dilanjutkan dengan Robust Lagrange Multiplier (RLM).
Parameter yang signifikan dengan menggunakan uji
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa dengan meng-
RLM adalah parameter lag. Hal ini mengindikasikan
gunakan pembobot queen contiguity diperoleh nilai p-
bahwa terdapat dependensi pada lag. Oleh karena itu,
value Moran’s I signifikan pada α=15% yang berarti
model yang digunakan untuk estimasi parameter
bahwa terdapat dependensi spasial. Sedangkan dari
dengan pembobot customize adalah SAR.
hasil uji LM, tidak satupun nilai p-value baik LM lag
maupun LM error yang signifikan. Hasil yang berbeda
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) D-77
DAFTAR PUSTAKA
[1] BPS. (2014). Statistik Kriminalitas 2013. Jakarta: Badan Pusat
Statistik Indonesia.
[2] BPS. (2013). Pengelompokkan Kabupaten/Kota dalam perspektif
Tindak Kejahatan Tahun 2012. Jawa Timur: Badan Pusat
Statistik Provinsi Jawa Timur.
[3] BPS. (2011). Laporan Studi Perempuan Pelaku Tindak
Kriminalitas 2008. http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/flip_
2011/4401004/files/search/searchtext.xml diakses pada tanggal
25 September 2014.
[4] Anselin, L. (1988). Spatial Econometrics: Methods and Models.
Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
[5] Bera, A. dan Yoon, M. (1993). Specification Testing with Locally
Misspecified Alternatives. Econometric Theory 9, 694-658.
[6] LeSage, J.P. (1999). The Theory and Practice of Spatial
Econometrics. http://www.econ.utoledo.edu download pada
tanggal 21 September 2014.
[7] Arbia, G. (1996). Spatial Econometrics: Statistical Foundations
and Applications to Regional Convergence. Berlin: Springer.
[8] Federal Bureau of Investigation. (2009). Hate Crime Statistics.
http://www2.fbi.gov/ucr /cius2009/about/variables_affecting_
crime.html diakses pada tanggal 25 September 2014.
[9] Gujarati, D. 2004. Basic econometrics, 4th ed. Singapore: The
McGraw-Hill Companies.