Oleh:
Ira Rizkillah Koswara
155090707111003
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018
Pengertian dan Persamaan Matematis Korelasi
Korelasi adalah proses penggeseran salah satu dari dua fungsi. Korelasi mempunyai
peranan penting dalam mempelajari deret waktu (time series). Secara umum, korelasi
memberikan estimasi kuantitatif dalam tingkat similaritas di antara 2 fungsi. Dalam statistik,
korelasi merupakan salah satu analisis yang dipakai untuk mencari hubungan antara dua
variabel yang bersifat kuantitatif substantif numerik (angka/bilangan). Korelasi dibagi
kedalam 2 jenis, yang pertama adalah korelasi silang dan yang kedua adalah korelasi domain
frekuensi.
1. Korelasi Silang
Korelasi silang merupakan mengukur similaritas/keselarasan (conformity) dari dua
fungsi setelah menggeser salah satu fungsi dimana penggeserannya bias positif (>0) atau
negative (<0). Hasil korelasi silang dapat diinterpretasikan secara kuantitatif atau kualitatif.
Pada pendekatan yang terakhir, hasil korelasi silang dinormalisasikan dengan suatu harga
terentu yang tetap. Sebagai contoh jika harga korelasi silang maksimal Zmaks. pada t=t0, maka
harga normalisasinya adalah
𝑛
𝑍𝑋,𝑌 (𝑇)
𝑍𝑋,𝑌 =
|𝑍𝑚𝑎𝑘𝑠 (𝑡𝑜)
Sehingga analisa hasil korelasi hanya berhubungan dengan waktu t0 dan bentuk fungsinya
dimana masing-masing menunjukkan posisi keselarasan terbaik dan pola perubahan dari
selaras ke tidak selaras.
Sesuai dengan pers.(𝑍𝑆,𝑃 (𝑓) = 𝑆(𝑓). 𝑃 ∗ (𝑓)), maka auto-korelasi dalam kawasan
frekuensi diberikan oleh :
𝑍𝑆,𝑃 (𝑓) = 𝑃(𝑓). 𝑃∗ (𝑓)
Diketahui bahwa pasangan kompleks conjugate P(f) dan P*(f) diberikan oleh :
𝑃(𝑓) = 𝐴(𝑓). 𝑒 −𝑖𝜕(𝑓) … 𝑑𝑎𝑛 … 𝑃 ∗ (𝑓) = 𝐴(𝑓). 𝑒 +𝑖𝜕(𝑓)
Dimana A(f) dan ϑ(f) masing-masing adalah spectrum ampllitudo dan spectrum phase.
Sehingga auto-korelasinya menjadi :
𝑍𝑃,𝑃 (𝑓) = |𝐴(𝑓)|2
dengan kata lain auto-korelasi dalam kawasan frekuensi adalah fungsi frekuensi riil atau fungsi
dengan spectrum phase nol. Sehingga dari suatu fungsi auto-korelasi hanya mengandung
spectrum amplitude, artinya bahwa fungsi auto-korelasi sepenuhnya didefinisikan oleh
spectrum amplitude (energi) yang tidak bergantung pada phasenya.
Sifat-sifat Autokorelasi :
1. Autokorelasi Maksimum
2. Autokorelasi Normalisasi
3 Transien Terhadap Waktu
4. Transformasi Fourier
5. Simetris
6. Familier
7. Diskrit
Gambar di atas merupakan analisis dengan Metode Adaplet menggunakan 3 macam sinyal
seismik.
Hasil dan Pembahasan :
1. Sinyal Tipe 1
Sinyal dengan tipe yang sama, maka hasil masing-masing 4 koefisien polinomial prediksi
linear menggunakan Adaplet atau Adaptif berbasis Wavelet adalah sama atau serupa.
2. Sinyal Tipe 2
Sinyal Tipe-2 memiliki pola yang berbeda dengan Sinyal Tipe-1.
3. Sinyal Tipe 3
Berdasarkan pengamatan dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
untuk sinyal-sinyal yang memiliki kemiripan dengan Tipe-3 memiliki koefisien-1, 2, 3, dan 4
dari Adaplet yang sama.
Selanjutnya didapat pengelompokan (klaster) semua koefisien dan semua tipe sebagai berikut
Kesimpulan :
Penggunaan Metode Adaplet memungkinkan analisis pola-pola kuantitatif dengan
memperhatikan parameter koefisien-koefisien polinomial model sinyal untuk tipe-tipe sinyal
non-stasioner dengan pola visual tertentu, hal ini dibuktikan dengan hasil eksperimen untuk 3
(tiga) macam jenis event sinyal yang memberikan koefisien-koefisien polinomial, relasi antar
koefisien ralat prediksi maupun pengelompokan (klaster) koefisien-koefisien secara khusus.
Dari grafik di atas dapa diketahui bahwa curah ujan pada Bulan Januari – April dan Oktober -
Desember curah hujan cukup tinggi, Bulan Mei – September curah hujan cukup rendah.
Dengan demikian pola Curah Hujan di daerah Cilacap termasuk pola Monsun dimana dapat
diketahui periode basah dan periode kering. zona SPL tersebut bergerak ke arah utara mulai
bulan Juni hingga September dan pada umumnya curah hujan di wilayah Indonesia
berkurang, yang selanjunya bergerak kembali ke arah selatan dan di Indonesia mulai lagi
musim hujan. Siklus ini akan berulang setiap tahun dengan teratur apabila tidak terjadi
anomali iklim.
Dari penyebaran nilai koefisien korelasi terlihat adanya keterkaitan antara curah hujan
kabupaten Cilacap dengan SPL wilayah Indonesia.Terdapat korelasi positif dan negatif dalam
keterkaitannya. Korelasi positip menunjukkan bahwa peningkatan SPL pada zona tersebut
berkaitan dengan meningkatnya curah hujan pada bulan yang bersangkutan. Sedangkan
korelasi negatip menunjukkan bahwa peningkatan SPL pada zona tersebut berkaitan dengan
menurunnya curah hujan pada bulan yang bersangkutan.
Setelah dilakukan korelasi, selanjutnya dilakukan validasi model prakiraan curah hujan
yang menunjukkan hasil bahwa Hasil prediksi menunjukkan fluktuasi curah hujan yang relatif
rendah yaitu kurang dari 100 mm/bulan dengan standar deviasi 19,23. Apabila dibandingkan
dengan data rata-rata bulanan selama kurang lebih 19 tahun (1988-2006), maka curah hujan di
Kabupaten Cilacap setiap bulannya terlihat sebagian besar lebih rendah dari rata-ratanya (di
bawah normal), kecuali bulan Mei dan September yang lebih tinggi dari rata-ratanya (di atas
normal), tetapi polanya hampir sama dimana curah hujan terendah sekitar bulan Juni-Agustus
(Gambar 11). Bulan Oktober menerima curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan bulan
lainnya yaitu sebesar 66 mm/bulan. Prakiraan hujan ini dapat diperbarui sesuai dengan data
real time terakhir yang diperoleh.
2. Pada saat apa dan pada data yang bagaimana kita dapat menrapkan metode korelasi dan
metode autokorelasi? (Tania Febriola)
Seperti yang telah dijelaskan pada nomor 1, bahwa metode korelasi dan autokorelasi dilakukan
pada tahap data selecting dan data correcting. Namun yang membedakan adalah jika data
tersebut merupakan data time series (terpengaruh waktu) maka kita dapat menggunakan
metode autokorelasi. Namun jika data tersebut bukan time series (tidak terpengaruh waktu)
dapat dilakukan korelasi. Sebagai contoh, kita mengambil data gravitasi di suatu titik pada jam
yang sama namun hari yang berbeda. Tentunya data yang dihasilkan tidak akan sama persis.
Pasti ada sedikit perbedaan. Untuk melihat keselarasan data di titik yang sama namun pada hari
yang berbeda, dapat dilakukan autokorelasi.
5. Apa perbedaan mendasar dari kedua studi kasus yang disajikan? (Pak Sukir)
Perbedaan mendasar dari kedua studi kasus tersebut adalah pada studi kasus yang pertama,
korelasi yang digunakan adalah korelasi temporal yaitu membandingkan sampel pada segmen
waktu yang berbeda. Sedangkan pada studi kasus kedua korelasi yang digunakan adalah
korelasi spasial dimana masih harus dilakukan validasi pada hasil korelasi.
6. Ada prediksi dan ada data, bagaimana diperoleh prediksi dan datanya, dan apa hubungannya
dengan prediksi? (Pak Sukir)
Cara memperoleh prediksi dan data adalah sebagai berikut :
1. Data grid SPL global dengan resolusi 1⁰ lintang x 1⁰ bujur yang bersumber dari NOAA,
2. Grid data SPL dengan resolusi 1⁰ lintang x 1⁰ bujur pada wilayah Indonesia yang
dibatasi pada posisi geografi 09⁰LU-12⁰LS dan 93⁰BT-144⁰BT,
3. Data curah hujan bulanan 24 stasiun di seluruh kabupaten Cilacap, dengan periode data
1988-2006.
Kemudian dilakukan korelasi pada data tersebut yang menghasilkan koefesien korelasi negatif
dan positif. Selanjutnya dilakukan validasi pada hasil korelasi untuk mendapatkan grafik
prediksi curah hujan.
Pada kondisi dimana signal dan noise mempunyai spectrum energi yang hampir sama’ proses
pemisahan dengan filtering (misalnya low-pass filter, band-pass filter dsb) tidak efektif karena
filter tersebut tidak bias membedakan signal dan noisenya, pada kondisi ini proses pemisahan
melalui KORELASI merupakan alternative yang baik. Tetapi proses ini (korelasi)
membutuhkan pengenalan bentuk signal dengan baik dan adanya perbedaan spectrum ‘phase’
antara signal dan noise.