Oleh:
Dhio Arya Haq Prayoga 118120163
Asisten :
Lestari Sukma Apriliana 12117009
Spectrum amplitude dari inverse filter |𝐻(𝑓 )|merupakan resiprokal dari spectrum
amplitude wavelet sumber |𝑊 (𝑓 )| serta spectrum fase Wavelet sumber. Jika dilakukan
Inverse Transformasi Fourier terhadap H(f) , maka kita akan mendapatkan filter h(t)
yang diinginkan. Spiking Deconvolution dilakukan dengan konvolusi Inverse Filter
dengan Trace s(t).
ℎ(𝑡) ∗ 𝑠(𝑡) = ℎ(𝑡) ∗ [𝑤 (𝑡) ∗ 𝑒(𝑡)
ℎ(𝑡) ∗ 𝑠(𝑡) = [ℎ(𝑡) ∗ 𝑤(𝑡)] ∗ 𝑒(𝑡)
ℎ(𝑡) ∗ 𝑠(𝑡) = 𝛿 (𝑡) ∗ 𝑒(𝑡)
ℎ (𝑡 ) ∗ 𝑠 (𝑡 ) =
𝑒(𝑡)...............................................................................................(4)
yang menghasilkan e(t) atau respon bumi itu sendiri.
Pada praktiknya, data yang dimiliki merupakan data yang disampling secara
uniform dan juga mengandung noise. Dengan demikian, trace seismik dapat ditulis
sebagai :
𝑠 (𝑡 ) = 𝑤 (𝑛 ) ∗ 𝑒 (𝑛 ) +
𝛾(𝑛)............................................................................(5)
Di mana 𝑛 merepresentasikan index waktu. Transformasi-Z umumnya
digunakan untuk menghitung inverse filter. Metoda lain untuk menentukan operator
filter adalah metode least square. Optimum Wienner filter yang mencari error terkecil
antara output yang diinginkan (zero phase spike dengan lebar nol) dan output
sebenarnya menghasilkan bentuk matrix sebagai berikut :
Dengan 𝑟(𝑛) adalah autokorelasi data, dan 𝑤(𝑛) adalah korelasi silang.
Prewhitening
Spectrum amplitude operator filter merupakan resiprokal dari spectrum
wavelet sumber. Jika spectrum amplitude sumber pada beberapa frekuensi bernilai
nol, spectrum amplitude operator filter tidak akan stabil (mendekati tak hingga).
Untuk memastikan algoritma stabil secara numeric, random white noise biasanya
ditambahkan kepada spectrum amplitude dan autokorelasi sebelum spiking
deconvolution yang disebut dengan prewhitening.
% plot trace
figure(1)
mwigb(trace,scale,offset,t)
title('Trace awal')
xlabel('Trace number','FontSize',14)
ylabel('Time (s)','FontSize',14)
d. Hitung autokorelasi keseluruhan data untuk mengamati panjang operator yang akan
digunakan dengan menjalankan script sebagai berikut :
[trace_auto ,lags]=auto_correlation_map(trace,max(t),dt);
N=round(max_lag/dt);
p_noise=mu/100;
Dauto=zeros(N,nx);
Rxd=zeros(1,N);
for i=1:nx
Dauto(:,i)=my_xcorr(trace(:,i)',N)';
Rxd=Rxd+my_xcorr(trace(:,i)',N,1);
end
Rxd=abs(Rxd);
%% Operator filter
h_opt=(inv(Rxx+eps))*Rxd';
Trace Awal
Dimana pada tahap pertama praktikan mendisplay data dari data yang ada. dimana
datanya didapatkan dari modul. Praktikan menginput data dengan mengambil 5 shot point
(gather ke-11 sampai gather ke-15) dengan jumlah trace pada display 99. Menginput
datanya sendiri dengan menggunakan script yang ada pada modul, dari hasil run script
tersebut didapatkanlah trace awalnya. Selanjutnya dilakukan autokorelasi keseluruhan
data, dimana hal ini dimaksudkan untuk mengamati panjang operator filternya dan dari
autokorelasi keseluruhan data ini juga untuk menentukan zona transien atau max lag dari
data tersebut. Zona transien ini merupakan bagian yang mempresentasikan autokorelasi
wavelet sumber dan biasanya memiliki amplitude yang tinggi.
Lalu menghitung autokorelasi dan korelasi silang, membuat matriks Toeplitz, serta
menghitung operator filternya. Setelah didapatkan operator filter, konvolusikan data nya
untuk memperoleh spiking deconvolution . Dari hasil atau figures yang muncul terlihat
perbedaannya antara setelah dilakukannya spiking deconvolution dan trace awal, dimana
perbedaannya terlihat bahwa dimana raw data yang belum dilakukan spiking
deconvolution pada data yang memiliki amplitude tinggi kurang membentuk dan membuat
keambiguitasan lapisan, berbeda dengan yang telah dilakukan spiking deconvolution data
yang lapisan sudah mulai terlihat jelas sehingga dapat lebih mudah melihat perbedaan batas
lapisan.
Dan yang terakhir dilakukannya perhitungan Power Spectral Density dari rata-rata
trace sebelum ataupun setelah dekomvolusi. Dimana dari hasilnya terlihat bahwa gambar
yang ditandai dengan warna merah sebagai hasil setelah spiking deconvolution memiliki
energi yang lebih besar dibandingkan dengan hasil sebelum spiking deconvolution yang di
tandai dengan warna biru. Hal itu yang menyebabkan hasil raw data yang telah dilakukan
spiking deconvolution energi menjadi meningkat dan sudah mulai terlihat jelas batas antar
lapisan. Dari gambar tersebut juga dapat dilihat kekurangan spiking deconvolution yaitu
dapat meningkatkan noise yang berfrekuensi tinggi.
V. Kesimpulan
A. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah di lakukan oleh praktikan didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
a. Dekonvolusi merupakan suatu proses inverse dari konvolusi yang
menghilangkan efek filter bumi pada gelombang sumber. Selain itu
dekonvolusi dapat menghilangkan noise dan multiple yang terkandung dalam
rekaman seismik.
b. Spiking deconvolition merupakan metode konvensional untuk meningkatkan
resolusi data seismik, yang mana desain metode ini adalah dengan inverse filter
untuk merubah wavelet seismik menjadi impuls. Metode ini mampu membuat
event yang lebar akibat frekuensi rendah menjadi event yang tajam dan lebih
kontinu.
c. Power Spectral Density memiliki kelebihan energinya menjadi meningkat atau
semakin besar, sedangkan kelemahannya dapat meningkatkan noise yang
berfrekuensi tinggi.
B. Saran
Dari praktikum yang telah dilakukan oleh praktikan, praktikan memiliki saran
sebagai berikut :
a. Lebih teliti lagi dalam menentukan nilai max lag atau zona transiennya agar mendapatkan
hasil yang lebih tepat
b. Lebih Mungkin ketika melakukan penjelasan menggunakan bahasa yang mudah di
mengerti dan mudah dipahami praktikan
VII. Lampiran