Anda di halaman 1dari 14

Hubungan kejadian stroke iskemik dengan tingkat kematian pada

pasien COVID-19 pada usia 40-50 tahun.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Stroke merupakan salah satu penyakit yang morbiditas dan mortalitasnya


tinggi. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kecacatan di seluruh
dunia. Angka kejadian stroke sendiri dalam dekade terakhir cenderung meningkat,
rata-rata sekitar 10-30 kasus per 100.000 penduduk. Angka mortalitas pada
penderita stroke mencapai ± 20% pada 3 hari pertama dan ± 50% pada tahun
pertama. Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau
infark.1

Stroke di Indonesia juga mengalami peningkatan prevalensi. Pada tahun


2007, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan data 8,3 per 1000
penduduk menderita stroke. Sedangkan pada tahun 2013, terjadi peningkatan
yaitu sebesar 12, 1 per 1000. Stroke juga menjadi penyebab kematian utama di
hampir semua rumah sakit di Indonesia, yakni sebesar 14,5%.4 Jumlah penderita
stroke di Indonesia menurut diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) pada tahun 2013,
diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%). Dari seluruh penderita stroke
yang terdata, sebanyak 80% merupakan jenis stroke iskemik. Stroke iskemik
ditandai dengan oklusi arteri akibat embolus atau trombus. Ketidakteraturan
fungsional dan metabolik yang terjadi selama stroke iskemik sangat bergantung
pada arteri yang tersumbat, yang pada gilirannya menentukan ukuran area iskemik
di otak.2
Stroke terjadi karena gangguan suplai darah ke daerah otak, yang
menyebabkan kematian atau defisit neurologis permanen. Ini adalah penyebab
kematian kedua dan penyebab utama kecacatan fisik orang dewasa di dunia.
Defisit neurologis yang terjadi setelah stroke meliputi masalah keseimbangan,
hemiplegia, hilangnya sensasi sensorik dan getaran, mati rasa, penurunan refleks,
ptosis (kelopak mata), defek lapang pandang, afasia, dan apraxia. Stroke
menyebabkan 44 juta kematian fisik setiap tahun, dengan 5,5 juta kematian di
seluruh dunia.3

Stroke pada pasien COVID-19 disebabkan oleh penyebab umum seperti


aterosklerosis, hipertensi, dan fibrilasi atrium. Dalam sebuah tinjauan oleh panel
Organisasi Stroke Dunia melaporkan bahwa risiko stroke iskemik selama
COVID-19 adalah sekitar 5%.4

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan penyakit coronavirus


2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh sindrom pernafasan akut virus corona-2
(SARS-CoV-2) sebagai pandemi pada 11 Maret 2020. Per 27 April 2020, total
3.064.895 pasien telah didiagnosis secara global, dengan 211.609 kematian.
Sebagian besar pasien yang dikonfirmasi COVID-19 mengalami demam, batuk,
dan / atau dispnea. Pneumonia, gagal napas, sindrom gangguan pernapasan akut
(ARDS), cedera jantung, gagal ginjal, dan ensefalitis.5

Tingkat keparahan stroke yang diukur menggunakan dengan NIHSS lebih


besar pada pasien dengan covid-19 dibandingkan pada pasien non covid-19,
beberapa penulis telah menekankan frekuensi tinggi stroke pada subjek covid-19
muda yaitu diusia 33 hingga 49 tahun dengan peningkatan penanda peradangan
feritin dan faktor koagulasi yaitu D-dimer dan fibrinogen. 6 Menurut penelitian
yang dilakukan wijeratne, dkk Pada penelitian yang dilakukan oleh Li dkk, dari
219 pasien covid, 11 (4,6%) mengalami stroke iskemik akut. Terdapat 10
(90,9%) orang yang berusia lebih dari 60 tahun sedangkan usia kurang dari 60
tahun terdapat 1 orang. Dari data tersebut pasen covid-19 dengan stroke iskemik 3
diantaranya meninggal dunia, pada hari berikutnya 2 pasien meninggal setelah
mendapat pengobatan enoxaparin.7
Bedasarkan uraian diatas menujukan bahwa kejadian stroke iskemik pada
pasien covid-19 mendapat perhatian khusus dari beberapa penelitian. Kelainan
neurologis dapat ditekan morbiditas dan mortalitasnya bila ditangani tepat waktu.
Data yang sangat kurang mengenai tingkat kematian stroke iskmeik pada pasien
covid-19. Oleh karena itu penting untuk dilakukannya suatu penelitian mengenai
hubungan kejadian stroke iskemik dengan tingkat kematian pada pasien covid-19.

1.2 Perumusan masalah

Apakah terdapat hubungan pada tingkat kejadian stroke iskemik dengan


kematian pada pasien COVID-19?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Menganalisis tingkat kejadian stroke iskemik dan


menurunkan angka kematian pada pasien COVID-19.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui tingkat kejadian stroke iskemik pada pasien


COVID-19 usia 40-50 tahun
2) Mengetahui tingkat kematian stroke iskemik pada pasien
COVID-19 usia 40-50 tahun
3) Mengetahui hubungan tingkat kejadian stroke iskemik dan
kematian pada pasien COVID-19 pada usia 40-50 tahun

1.4 Hipotesis

Ada hubungan tingkat kejadian stroke iskemik dan kematian


dengan pasien COVID-19 usia 40-50 tahun

1.5 Manfaat

1.5.1 Ilmu pengetahuan


1) Penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi untuk penelitian
selanjutnya.
1.5.2 Profesi

1) Para dokter diharapkan memiliki kemampuan lebih untuk


menghindari kematian pada pasien COVID-19
2) Para dokter diharapkan mampu mencegah terkena COVID-19 pada
pasien stroke iskemik

1.5.3 Lingkungan

1) Masyarakat menjadi lebih waspada dan menjaga kesehatan agar


terhindar dari stroke iskemik dan COVID-19
2) Masyarakat mendapatkan edukasi dari penyakit stroke iskemik dan
COVID-19.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, RINGKASAN PUSTAKA,
KERANGKA TEORI

2.1. Stroke Iskemik

2.1.1. Definisi

WHO mendefinisikan stroke merupakan suatu tanda klinis


yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global)
dengan gejala -gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. Stroke dengan defisit neurologik yang
terjadi tiba – tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan
otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah
otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke
bagian otak yang mengalami oklusi.8

2.1.2. Etiologi dan Faktor Risiko

Stroke iskemik akibat oklusi dan penyumbatan pembuluh


otak meliputi 80%, terutama dari oklusi pembuluh darah besar
karena emboli arteri-ke-arteri atau emboli jantung.9 Faktor risiko
yang dilaporkan untuk stroke mirip dengan penyakit
kardiovaskular umum dan termasuk hipertensi, diabetes mellitus,
atrial fibrillation, peningkatan kadar kolesterol dan lipid,
merokok/penggunaan tembakau, aktivitas fisik, gizi buruk,
penyakit ginjal, dan riwayat keluarga/kecenderungan genetik.
Wanita, ras/etnis minoritas, dan mereka yang memiliki latar
belakang pendidikan rendah juga secara tidak proporsional terkena
stroke.10
2.1.3. Epidemiologi

Di AS, prevalensi stroke kira-kira 2,7% pada orang berusia


20 tahun atau lebih (7,2 juta total orang), dan meningkat seiring
bertambahnya usia menjadi lebih dari 6% dan 13% pada orang di
atas 60 dan 80 tahun, masing – masing. Insiden tahunan stroke
baru atau berulang di AS hampir 800.000. Meskipun angka
kematian akibat stroke telah menurun selama beberapa dekade
terakhir karena kemajuan dalam pencegahan, diagnosis, dan
pengobatan, lebih dari 140.000 orang masih meninggal setiap
tahun di AS. dari stroke, yang menjadikannya penyebab kematian
kelima.10

2.1.4. Patofisiologi

Pada stroke iskemik, neuron kekurangan oksigen dan energi


dengan efek merugikan pada proses yang bergantung pada energi
dalam sel saraf. Setelah iskemia, neuron tidak dapat
mempertahankan gradien ionik transmembran normal dan
homoeostasis. Ini memunculkan beberapa proses yang
menyebabkan kematian sel: eksitotoksisitas, stres oksidatif dan
nitratif, peradangan, dan apoptosis. Proses patofisiologis ini sangat
merugikan neuron, sel glia, dan sel endotel dan saling terkait,
memicu satu sama lain dalam umpan balik positif yang berakhir
pada kerusakan saraf.(11)

2.1.5. Manifestasi Klinis

Selama pemeriksaan, ditemukan gangguan pandangan


mata, pupil midriatik, pupil miotik, dan kejang.9

2.1.6. Diagnosis
Penegakkan diagnosis stroke, pertama lakukan anamnesis
mengenai gejala awal, perkembangan gejala, riwayat penyakit
sebelumnya, faktor risiko yang ada, dan pengobatan yang sedang
dijalani. Berikutnya adalah melakukan pemeriksaan neurologis
lengkap untuk mengetahui kemungkinan letaknya lesi. Untuk
membedakan diagnosis stroke itu merupakan infark/hemoragik
dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan CT scan. Untuk
membedakan stroke iskemik karena trombosis atau emboli
memang sulit dibedakan dari gejala klinis saja. Diagnosis stroke
emboli biasanya ditegakkan secara inferensi. Pada beberapa kasus
ditemukan adanya obstruksi arteri melalui pemeriksaan
arteriografi. Penemuan yang mendukung ke arah diagnosis stroke
emboli adalah awitan yang akut dan ditemukannya sumber
emboli.12

2.1.7 Tatalaksana

Penggunaan obat stroke pada golongan antihipertensi


adalah amlodipin 10 mg, amlodipin 5 mg, dan golongan beta
blocker. Penggunaan obat antihipertensi bertujuan untuk
menurunkan tekanan darah pada pasien stroke setelah periode akut
terlewati (7 hari). Penggunaan obat golongan antiplatelet yang
paling banyak adalah Clopidogrel dan Asetosal. Clopidogrel
merupakan tienopiridin dengan efek samping yang lebih rendah.
Dosis lazim 75 mg/hari, sedangkan Asetosal bekerja sebagai
antiplatelet dengan menghambat secara irreversibel
siklooksigenase dimana dapat mencegah konversi asam
arakhidonat menjadi tromboxan A2 yang merupakan
vasokonstriktor kuat agregasi platelet. Pemberian antiplatelet
bermanfaat untuk mengurangi kekambuhan pada stroke non
hemoragik akibat penyumbatan dan kematian akibat gangguan
pembuluh darah.13
2.1.8 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi setelah stroke merupakan


hambatan untuk mendapatkan pemulihan yang optimal dan bahkan
berpotensi mengancam nyawa. Anemia sering terjadi pada pasien
stroke dan mengakibatkan dampak yang buruk pada pasien stroke.
Lima komplikasi yang paling umum adalah ISK (48,1%), nyeri
bahu (37,0%), insomnia (37,0%), depresi (32,1%), dan nyeri
muskuloskel-etal selain nyeri bahu (32,1%).14

2.1.9 Prognosis

Prognosis buruk atau tidak pada stroke iskemik dipengaruhi


oleh umur, penyakit sebelumnya dan komplikasi.15

2.2 Covid 19

2.2.1 Definisi

Corona virus sebelumnya tidak teridentifikasi dan di beri


nama 2019 novel coronavirus (2019-nCoV). Corona virus ini
pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada akhir 2019.
Penyakit ini menyebabkan kejadian luar biasa atau pandemik di
banyak kota dalam negara China hingga menyebar ke seluruh
dunia. Penyebaran terjadi di Jepang, Republik Korea, United
States, Filipina, Thailand, Vietnam dan negara lain. 16 Coronavirus
sudah menyerang paling sedikit 25 negara pada 2 mei 2020. World
Health Organization (WHO) kemudian secara resmi memberi
nama Corona virus Disease-2019 (COVID-19) pada 11 Februari
2020. COVID-19 merupakan penyakit yang ditandai dengan
infeksi akut yang disebabkan Severe Acute Respiratory Syndrome
Corona virus 2 (SARS-CoV-2) pada saluran pernafasan.17

2.2.2 Etiologi
Akhir tahun 2019, ditemukan wabah baru di China yang
menewaskan lebih dari 1800 orang serta menginveksi lebih dari
7000 orang dalam 50 hari pertama pandemik. Virus ini dinamakan
Wuhan coronavirus atau 2019 novel coronavirus (2019-nCov) oleh
peneliti China. Tanggal 11 februari 2020 diberi nama Severe
Pneumonia With Novel Pathogens oleh Taiwan CDC (Centers for
Disease Control and Prevention). Secara resmi diberi nama
Coronavirus Disease-2019 (COVID-19) oleh WHO (World Health
Organization). Wabah ini disebabkan oleh virus Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2).17

2.2.3 Epidemiologi

SARS-CoV-2 pada desember 2019 ditemukan di Wuhan,


provinsi Hubei, China. Tepatnya pada pasar lokal china yakni di
Huanam Seafood Market dengan 41 orang telah terkonfirmasi.
Pasar Huanam mulai ditutup pada 1 januari 2020 dengan total 59
pasien suspek, 41 pasien terkonfirmasi. Pemeriksaan dengan next-
generation sequencing or real-time reverse transcription-
polymerase chain reaction (RT-PCR) didapatkan 27 dari 41 orang
pasien memiliki riwayat pergi ke pasar Huanam.16

Pada penghujung tahun 2019, sebuah novel coronavirus


yang kini dikenal dengan SARS-CoV-2 (2019) tiba-tiba muncul di
Wuhan, China. Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa
epidemi tersebut adalah keadaan darurat kesehatan masyarakat
yang menjadi perhatian internasional pada 31 Januari 2020. Pada
16 April 2020, infeksi virus corona yang muncul, COVID-19, telah
menyebar ke seluruh dunia, menyebabkan lebih dari 2 juta kasus
dan lebih. 137 ribu kematian.18

2.2.4 Patofisiologi

SARS-CoV-2 menggunakan reseptor ACE2, yang


ditemukan pada traktus respiratori bawah manusia dan enterosit
usus kecil sebagai reseptor masuk. Glikoprotein spike (S) virus
melekat pada reseptor ACE2 pada pernukaan sel manusia. 19
Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor binding
domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi
membran antara sel virus dan sel inang.20
Glikoprotein S mencakup dua sub-unit S1 dan S2. S1
berfungsi sebagai domain fungsi utama, sedangkan S2 memediasi
fusi membran sel-virus dengan 2 pintu utama, heptad repeats 1
(HR1) dan HR2. Setelah fusi membrane, RNA genom virus
dilepaskan ke dalam sitoplasma dan menerjemahkan dua
poliprotein, pp1a dan pp1b yang mengkode protein non-struktural,
dan membentuk Replication-transciption-complex (RTC). Secara
berulang RTC mereplikasi dan mensintesis kumpulan RNA sub
genomic yang mengkode protein aksesori dan protein struktural.
Dengan dimediasi oleh Retikulum endoplasma dan badan golgi,
RNA, protein nukleokapsid, serta glikoprtoein yang baru terbentuk
berkumpul dna membentuk tunak partikel virus, yang kemudian
vesikel yang mengandung virion berfusi dengan membran plasma
untuk melepaskan virus.21

2.2.5 Manifestasi Klinis

Infeksi akut tanpa status karier apa-apa, diawali perioda


tanpa gejala atau asimtomatik, dimana terjadi replikasi virus di
nasofaring dengan masa inkubasi virus 3-14 hari (rata-rata 5 hari).
Gejala biasanya dimulai dengan sindrom non spesifik seperti
demam (Suhu >38OC), batuk kering, sulit bernafas dan kelelahan,
beberapa sistem terlibat seperti sistem pernafasan (batuk, nafas
pendek, sakit tenggorokan, rinore, hemoptisis dan nyeri dada),
sistem pencernaan (diare, mual dan muntah) sistem
muskuloskeletal (nyeri otot) sistem neurologi (sakit kepala atau
kebingungan). Tanda dan gejala yang lebih umum adalah demam
(83% -98%), batuk (76% -82%), dan sesak napas (31% -55%). Ada
sekitar 15% dengan demam, batuk, dan sesak napas.16

2.2.6 Diagmosis

2.2.6.1 PCR
Analisis kuantitatif reverse-transcription
polymerase chain reaction (RT-PCR) dianggap sebagai
gold standar untuk mendiagnosis Covid-19. RNA SARS-
CoV-2 diidentifikasi oleh RT-PCR. Sampel dari usap
tenggorokan (nasofaring pada anak-anak), dahak, sekresi
saluran napas bawah, tinja dan darah dapat diperiksa untuk
asam ribonukleat SARS-CoV-2. Penelitian telah
menunjukkan viral load yang lebih tinggi di rongga hidung
dibandingkan dengan tenggorokan tanpa perbedaan dalam
viral buden antara individu yang bergejala dan yang tidak
bergejala.22

2.2.6.2 Laboratorium

Hasil laboratorium berikut ini telah diamati pada


pasien Covid-19 yaitu :23
1. Hitung darah lengkap: sel darah merah normal,
leukopenia, lomfopenia (80%), trombositopenia
2. Inflamatory markers: prokalsitonin normal atau rendah,
protein C-reaktif, dan ferritin tinggi
3. Pemeriksaan lain: D-dimer tinggi, interleukin-6, dan
laktat dehidrogenase
2.2.7 Tatalaksana
Saat ini Covid-19 belum ada tatalaksana pasti,
informasi tentang uji klinis Covid-19 di Amerika Serikat
adalah :24

1. Chlorokuine dan hydroxychloroquine merupakan obat


yang mempunyai mekanisme menghalangi masuknya
virus ke dalam endosom.
2. Remdesivir merupakan analog nukleotida anti virus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Swatindra A dan Gofir A. Letak lesi dalam sebagai prediktor perburukan


defisit neurologis stroke iskemik akut. Repositori UGM. 2015.
2. Wicaksana IEP, Wati AP, Murhatomo H. Perbedaan Jenis Kelamin
sebagai Faktor Risiko terhadap Keluaran Klinis Pasien Stroke Iskemik.
Jurnal Kedokteran Diponegoro. 2017; 6(2): 655-662. ISSN: 2540-8844
3. Jayaraj RL, Azimullah S, Beiram R, Jalal RY, Rosenberg GA.
Neuroinflammation: friend and foe for ischemic stroke. Journal of
Neuroinflammation. 2019; doi : 10.1186/s12974-019-1516-2
4. Tan YK, Goh C, Leow AST, Tambyah PA, Ang A, Yap ES, et al.
COVID-19 and ischemic stroke: a systematic review and meta-summary
of the literature. Journal of Thrombosis and Thrombolysis. 2020; doi :
10.1007/s11239-020-02228-y
5. Pinto RD, Ferri C, Mammarella L, AbballeS, Dell’anna S, Cicogna S, et
al. Increased cardiovascular death rates in a COVID-19 low prevalence
area. 2020; doi : 10.1111/jch.14013
6. Spence JD, De freitas GR, Pettigrew LC, Liebeskind DS, Kase CS, Del
brutto OH, Hankey GJ. Mechanism of stroke in covid 19. Cerebrovascular
diseases. 2020; 49: 451-458. doi: 10.1159/000509581
7. Li Y, Li M, Wang M, Zhou F, Chang J, Xian Y, Wang D, et.al. Acute
cerebrovascular disease following covid-19: a single center, retrospective,
observational study. Stroke and Vascular Neurology. 2020;
doi:10.1136/svn-2020-000431
8. Shazari PA, Kurniawan B. Manfaat Enzim Protease Fibrinolitik Cacing
Tanah (Lumbricus Rubellus) terhadap Pasien Stroke Iskemik. Majority.
2016.
9. Ojaghihaghighi S, Vahdati SS, Mikaeilpour A, Ramouz A. Comparison of
neurological clinical manifestation in patients with hemorrhagic and
ischemic stroke. World J Emerg Med. 2017; 8(1): 34–38.
doi: 10.5847/wjem.j.1920-8642.2017.01.006
10. Rennert RC, Wali AR, Steinberg JA, Santiago-Dieppa DR, Olson SE,
Pannell JS, et al. Epidemiology, Natural History, and Clinical Presentation
of Large Vessel Ischemic Stroke. Neurosurgery. 2019.
11. Khoshnam SE, Winlow W, Farzaneh M, Farbood Y, Moghaddam HF.
Pathogenic mechanisms following ischemic stroke. Neurol Sci. 2017; doi :
10.1007/s10072-017-2938-1
12. O'Connell GC, Alder ML, Smothers CG, Still CH, Webel AR, Moore SM.
Diagnosis of ischemic stroke using circulating levels of brain-specific
proteins measured via high-sensitivity digital ELISA. Brain Research.
2020.
13. Handayani D, Dominica D. Gambaran Drug Related Problems (DRP’s)
pada Penatalaksanaan Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Non
Hemoragik di RSUD Dr M Yunus Bengkulu. Jurnal Farmasi Dan Ilmu
Kefarmasian Indonesia. 2018.
14. Civelek GM, Atalay A, Turhan N. Medical complications experienced by
first-time ischemic stroke patients during inpatient, tertiary level stroke
rehabilitation. The Journal of Physical Therapy Science. 2016.
15. Sorgun MH, Kuzu M, Ozer IS, Yilmaz V, Ulukan C, Levent HC, et al.
Risk Factors, Biomarkers, Etiology, Outcome and Prognosis of Ischemic
Stroke in Cancer Patients. Asian Pac J Cancer Prev. 2018; doi :
10.22034/APJCP.2018.19.3.649
16. Yi-Chi W, Ching-Sung C, Yu-Jiun C. The outbreak of covid-19 : an
overview. Journal of the Chinese Medical Association. 2020; 83: p:217-
220. doi : 10.1097/JCMA.0000000000000270
17. Shereen MA. Khan S. Kazmi A. Bashir N. Siddique R. COVID-19
infection: origin, transmission, and characteristics of human coronaviruses.
Science Direct. 2020; 24: p 91-98. doi : 10.1016/j.jare.2020.03.005
18. Bulut C, Kato Y. Epidemiology of COVID-19. Turkish Journal of Medical
Sciences. 2020.
19. Sahin AR. 2019 Novel Virus corona (COVID-19) Outbreak: A Review of
the Current Literature. Eurasian J Med Investig. 2020.
20. Guo YR, Cao QD, Hong ZS, Tan YY, Chen SD, Jin HJ, et al. The origin,
transmission and clinical therapies on coronavirus disease 2019 (COVID-
19) outbreak - an update on the status. Mil Med Res. 2020.
21. Xu Z, Shi L, Wang Y, Zhang J, Huang L, Zhang C, et al. Pathological
findings of COVID-19 associated with acute respiratory distress
syndrome. Lancet Respir Med [Internet]. 2020; 8(4):420–2. Available
from: http://dx.doi.org/10.1016/S2213-2600(20)30076-X.
22. Zou L, Ruan F, Huang M, Liang L, Huang H, Hong Z, et al. SARSCoV-2
Viral Load in Upper Respiratory Specimens of Infected Patients. N Engl J
Med 2020; 382(12): 1177–9
23. Guan W. Clinical Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in China.
NEJM. 2020; doi : 10.1056/NEJMoa2002032
24. Mark N, Jamil S, Carlos G, Cruz CD. Diagnosis and management of
Covid-19 disease. American Journal of respiratory and critical care
medicine. 2020; doi: 10.1164/rccm.2020C1
25.

Anda mungkin juga menyukai