Syarat perkawinan yang berhubungan dengan calon mempelai adalah persetujuan
kedua belah pihak. Tanpa persetujuan dari keduanya, perkawinan tidak dapat dilangsungkan. Syarat lain yang berhubungan dengan calon mempelai adalah mahar, atau sering disebut maskawin. Mahar atau maskawin merupakan hak mutlak calon mempelai wanita dan kewajiban bagi calon mempelai pria untuk memberikannya sebelum akad nikah dilangsungkan. Bentuknya bermacam-macam dan pelaksanaannya dapat dilakukan secara tunai dapat pula secara hutang. Mahar merupakan lambang penghalalan hubungan suami-istri dan lambang tanggung jawab mempelai pria terhadap mempelai wanita yang kemudian menjadi istrinya. Syarat lainnya adalah tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan yaitu: 1. Larangan karena perbedaan agama (QS Al-Baqarah [2]: 221, 222, Al-Ma’idah [5] : 5, dan Al-Mumtahanah [60]: 10) 2. Larangan karena hubungan darah (QS Al-Nisa [4]: 23) 3. Larangan karena hubungan perkawinan (QS Al-Baqarah [2]: 22-23) 4. Larangan karena hubungan sepersusuan (QS Al-Baqarah [2]: 23) 5. Larangan melakukan poliandri (QS Al-Baqarah [2]: 24) Dengan demikian, larangan perkawinan yang bersifat selamanya menurut ajaran Islam adalah larangan perkawinan karena hubungan keturunan, sepersusuan, dan hubungan antara mertua dan anak-tiri. Sementara selebihnya, merupakan larangan yang bersifat sementara, yaitu larangan karena perbedaan agama, karena masih dalam ‘iddah orang lain, sebagai istri atau suami orang lain, sedang melakukan ihram, dan istri yang ditalak tiga. Perkawinan merupakan sesuatu yang “suci”. Dengan demikian, perkawinan menurut Islam merupakan ibadah, yaitu dalam rangka terlaksananya perintah Allah atas pertunjuk Rasul-Nya.