Anda di halaman 1dari 80

Sistem endokrin

Sistem endokrin adalah sistem kontrol


kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di
tubuh melalui aliran darah untuk
memengaruhi organ-organ lain. Hormon
bertindak sebagai "pembawa pesan" dan
dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel
dalam tubuh, yang selanjutnya akan
menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi
suatu tindakan.[1]
Kelenjar endokrin utama pada manusia:
1.Kelenjar Pineal. 2.Kelenjar Hipofisis. 3.Kelenjar
Tiroid.
4.Kelenjar Timus. 5.Kelenjar Adrenal. 6.Kelenjar
Pankreas. 7.Ovarium. 8.Testis

Sistem endokrin merupakan bagian dari


sistem koordinasi yang berfungsi untuk
mengatur kegiatan-kegiatan dalam tubuh.[2]
Sistem endokrin tidak memasukkan
kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah,
kelenjar keringat, dan
kelenjar-kelenjar lain dalam saluran
gastroinstestin.[1]

Secara keseluruhan, semua sel penghasil


hormon pada seekor hewan menyusun sistem
endokrin. Organ pensekresi hormon disebut
sebagai kelenjar endokrin, dan juga disebut
kelenjar buntu atau tanpa duktus karena
mensekresikan pembawa pesan kimiawinya
secara langsung ke dalam cairan tubuh.[3] Zat
yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin
disebut sekret. Proses pengeluarannya disebut
sekresi. Sekresi hasil kelenjar endokrin
disebut hormon.[4]

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,


istilah kata endokrin memiliki arti yaitu,
kelenjar yang tidak memiliki saluran untuk
mengalirkan hasil sekresinya.[5] Ilmu tentang
kelenjar endokrin pada manusia dan vertebrata
lainnya, khususnya mengenai hormon yang
dihasilkan dan pengaruhnya terhadap proses
dalam tubuh dikenal dengan istilah
endokrinologi.[5][6]

F ungsi
Pada umumnya, sistem endokrin bekerja untuk
mengendalikan berbagai fungsi fisiologis
tubuh, seperti aktivitas metabolisme,
pertumbuhan, reproduksi, regulasi osmotik,
dan regulasi ionik.[7][8]
Sistem endokrin pada manusia memilki
fungsi yang paling umum, yaitu:[1][9]

1. Membedakan sistem saraf dan sistem


reproduktif pada janin yang sedang
berkembang;
2. Menstimulus urutan perkembangan;
3. Mengkoordinasi sistem reproduktif;
4. Memelihara lingkungan internal yang
optimal;
5. Melakukan respons korektif dan adaptif
ketika terjadi situasi darurat;
6. Mengontrol dan merangsang
aktivitas kelenjar tubuh;
7. Merangsang pertumbuhan jaringan;
8. Mengatur metabolisme.
S truktur dan Komponen

Hormon …

Hormon adalah sinyal kimiawi yang


disekresikan oleh kelenjar endokrin ke dalam
cairan tubuh dan mengkomunikasikan pesan-
pesan yang bersifat mengatur di dalam tubuh.
[3]
Hormon dibutuhkan oleh tubuh dalam
jumlah yang sangat terbatas. Kelebihan atau
kekurangan hormon dapat mengakibatkan
gangguan fungsi tubuh. Kekurangan satu
jenis hormon tidak dapat digantikan oleh
hormon yang lain, karena hormon memiliki
fungsi yang spesifik dan organ tubuh yang
dipengaruhi juga spesifik.[2] Hormon bisa
mencapai semua bagian tubuh, tetapi jenis
sel-sel tertentu saja, yang memiliki
kemampuan untuk memberikan respon
terhadap sinyal tersebut. [3] Hormon bisa
memengaruhi sel atau jaringan tertentu
apabila sel atau jaringan tersebut
mempunyai reseptor untuk hormon tertentu.
Sel, jaringan, atau organ yang mengadakan
respons terhadap hormon tertentu disebut sel
target atau organ target.[10]

Mekanisme kerja hormon pada sel target


organ adalah dengan cara menduduki atau
berikatan dengan reseptor. Satu reseptor
spesifik hanya dapat berikatan
dengan satu jenis hormon saja. Reseptor
hormon berada di sitoplasma sel untuk
hormon steroid, sedangkan reseptor hormon non-
steroid terletak di membran sel.[2]

Hormon protein/peptida berikatan dengan


reseptor di permukaan sel. Sedangkan hormon
berjenis steroid dan tiroksin berdifusi untuk
berinteraksi dengan reseptor di dalam sitosol atau
inti sel.
Keterangan: (a) hormon, (b) membrane sel,
(c) sitoplasma, dan (d) nukleus.
Berdasarkan sifat kimianya, hormon dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
utama, yaitu:[7]

1. Hormon peptida diantaranya hormon-


hormon hipotalamus, Angiostensin,
Somatostatin, Gastrin, Sekretin,
Kalsitonin, Glukagon, Insulin dan
Parathormon. Sedangkan hormon
protein besar diantaranya Hormon
pertumbuhan, Prolaktin, LH, FSH, dan
TSH;
2. Hormon yang termasuk dalam
kategori steroid ialah Testosteron,
Estrogen, Progesteron, dan
Kortikosteroid;
3. Hormon yang merupakan turunan
tirosin adalah Noradrenalin,
Adrenalin, Tiroksin dan
Triiodotironin.

Pada sistem endokrin terdapat sejumlah zat


kimia yang menyerupai hormon, antara lain
bradikinin, eritropuitin, histamin, kinin, renin,
prostaglandin dan hormon thymic.[7][11]

Persinyalan Seluler …

Ilustrasi Parakrin dan Autokrin


Sel-sel berkomunikasi satu sama lain
melalui sinyal-sinyal kimiawi hormon, yang
berupa molekul-molekul sederhana seperti
asam amino atau asam lemak yang
mengalami modifikasi, atau molekul-
molekul peptida yang lebih kompleks,
protein atau steroid.
Komunikasi dapat terjadi secara lokal
antar sel di dalam jaringan atau organ, atau
pada jarak tertentu di jaringan antar organ
yang berlainan. Komunikasi sel-sel yang
berdekatan dilakukan melalui sekresi
parakrin, yaitu komunikasi antar sel yang
berdekatan dengan melepaskan sinyal-sinyal
kimiawi ke dalam cairan ekstraseluler dan
mencapai tujuan
melalui proses difusi sederhana. Sedangkan
komunikasi yang terjadi sebagai respons sel
terhadap sekresi dirinya sendiri disebut
sekresi autokrin.[12] Contoh sekresi parakrin
adalah hormon histamin yang disekresi oleh
mast cell dan sel parietal pada lambung sapi,
akan merangsang pengeluaran asam lambung.
Contoh sekresi autokrin adalah prostaglandin
dan faktor pertumbuhan yang mirip insulin.[7]
[13]

Mekanisme Kerja …
Pada aksis Hipotalamus-Pituitari-Adrenal,
corticotropin releasing hormone (CRH)
menyebabkan hipofisis melepaskan ACTH.
Kemudian ACTH merangsang korteks adrenal
untuk
mensekresi kortisol. Selanjutnya kortisol kembali
memberikan umpan balik terhadap aksis
hipotalamus-hipofisis, dan menghambat produksi
CRH-ACTH. Kortisol melakukan kontrol umpan balik
negatif untuk menstabilkan konsentrasinya sendiri
didalam plasma.

Sistem endokrin berfungsi berdasarkan


konsep mekanisme umpan balik. Untuk
mempertahankan fungsi regulasi yang benar,
kelenjar endokrin menerima
informasi umpan balik yang konstan tentang
kondisi sistem yang diatur, sehingga sekresi
hormon dapat disesuaikan. Kadar hormon
harus dipertahankan pada batas yang tepat
karena jumlah hormon yang tepat sangat
perlu untuk mempertahankan kesehatan sel
atau organ. Faktor yang terkait dalam
pengendalian hormon adalah kontrol umpan
balik (feedback control). Kelenjar A di
stimulasi untuk memproduksi hormon X.
Hormon X menstimulasi organ B untuk
mengubah (meningkatkan atau mengurangi)
zat Y. Perubahan pada zat Y mencegah
produksi hormon X.[10][12]
Mekanisme umpan balik pada kelenjar
endokrin dapat terjadi melalui berbagai cara,
yaitu:

Umpan balik negatif langsung, terjadi


ketika peningkatan kadar suatu hormon
di dalam sirkulasi, akan menyebabkan
penurunan aktivitas sekresi dari sel-sel
kelenjar endokrin yang memproduksi
hormon tersebut.[12]
Umpan balik tidak langsung, terjadi
ketika hormon yang di sekresi kelenjar
target menghambat sekresi releasing
hormone dari hipotalamus.[12]
Pada umpan balik loop pendek,
pengaruh terhadap sekresi hormon
beraksi secara langsung dengan
menurunkan sekresi hormon.[6]

Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Gonad yang meregulasi


hormon-hormon reproduksi pada laki- laki.

Kelenjar Endokrin …

Kelenjar endokrin adalah organ tubuh yang


mempunyai fungsi untuk menghasilkan
substansi (hormon) yang secara biologis
sangat berguna. Sekresi atau hormon dari
kelenjar ini mengalir
langsung ke dalam aliran darah dan dapat
memberikan efek menyebar luas.[14] Kelenjar
endokrin dapat berupa sel tunggal atau
berupa organ multisel.[7] Sistem endokrin
terdiri dari beberapa kelenjar diantaranya
adalah hipotalamus, hipofisis, pankreas,
adrenal, tiroid, paratiroid, ovarium, testis,
serta timus.
Kelenjar hipotalamus dan hipofisis
merupakan kelenjar neuroendokrin. [1][2]
Kelenjar timus berperan signifikan selama
masa pertumbuhan dalam perkembangan
imunitas, dan ketika dewasa fungsinya
menjadi tidak signifikan.[14] Hormon thymic
yang dihasilkan kelenjar timus berperan
untuk memengaruhi perkembangan sel
limfosit
B menjadi sel plasma, yaitu sel penghasil
antibodi.[7] Kelenjar pineal mensekresikan
hormon melatonin, dan sebagian besar
fungsinya berkaitan dengan ritme biologis.[3]
Kelenjar Endokrin dan Hormon yang dihasilkan.
Kelenjar Hormon yang dihasilkan
Corticotropin Releasing Hormone (CRH),

Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH),

Tryrotropin Releasing Hormone (TRH),

Hipotalamus
Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH),

Prolactin Inhibitory Factor / Dopamin


[15]
Somatostatin (SS)

Thyroid Stimulating Hormone (TSH) / Tirotopin


Adrenocorticotropin Hormone (ACTH) / Corticotropin

Adenohipofisis Luteinizing Hormone (LH) / Interstitial Cell Stimulating


Hormone (ICSH)
(Pituitari anterior)
Follicle Stimulating Hormone (FSH)
Somatotropin Hormone / Growth Hormone (GH)

Hipofisis Prolakt in (PRL)


Hipofisis bagian
(Pituitari)
Tengah

(Lobus Melanotropin Stimulating Hormone (MSH)


intermediate)

Neurohipofisis [2]
Antidiuretic Hormone / Vasopresin
(Pituitari
posterior) Oksitosin

Tiroid Tiroksin (T 4), Triiodotrionin (T 3) dan Kalsitonin


Paratiroid Parathormon (PTH)

Pulau- pulau
Pankreas Insulin dan Glukagon
Langerhans
[14]
Korteks adrenal Kort isol dan Aldosteron
Adrenal
Medula adrenal Adrenalin [2]

Ovarium Estrogen, Progesteron, dan Relaksin


Test is Testosteron
[14][16]
Timus Hormon thymic (thymopoetin, timosin)
Pineal Melatonin [3]

Kelenjar endokrin lain yang


mensekresikan hormon atau senyawa
menyerupai hormon, antara lain:

Saluran pencernaan (Usus) : Gastrin,


Sekretin, CCK (cholecystokinin), gastric-
inhibitory peptide (GIP), pancreatic
polypeptide, motilin, neurotensin,
enteroglucagon.
Ginjal : Renin, Eritropoietin,
Prostaglandin, nitric oxide, dan
endothelin.[16]

Sel-Sel …
Pada sistem endokrin terdapat berbagai
macam tipe sel yang berperan dalam
menghasilkan hormon-hormon dan
merupakan bagian penyusun dari suatu
jaringan dan organ di dalam sistem endokrin.
Sel-sel penyusun organ endokrin dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu sel
neurosekretori dan sel endokrin sejati. Sel
neurosekretori adalah sel yang berbentuk
seperti saraf, tetapi berfungsi sebagai
penghasil hormon. Contohnya ialah sel saraf
pada hipotalamus, yang menunjukkan fungsi
endokrin sehingga dapat disebut sebagai sel
neuroendokrin. Sesungguhnya, semua sel
yang dapat menghasilkan sekret disebut
sebagai sel sekretori. Oleh karena itu, sel
saraf yang
terdapat pada hipotalamus disebut sel
neurosekretori. Sedangkan sel endokrin yang
benar-benar berfungsi sebagai penghasil
hormon dan tidak memiliki bentuk seperti sel
saraf disebut sel endokrin sejati.[7]

1. Hipotalamus
2. Hipofisis
Adenohipofisis tersusun atas
sejumlah jenis sel-sel yang
dikelompokkan berdasarkan
karakteristik warna dalam
pengecatan mikroskop, yaitu:
Kromofob yang menyerap
warna sangat sedikit dan
bergranula halus,
merupakan sel-sel cadangan
atau dalam keadaan istirahat;
Basofil yang berwarna biru
atau ungu, merupakan
kelompok sel yang
mensekresikan hormon
adrenokortikotrofik,
gonadotropin, dan tiroid
stimulating hormone (TSH);
Asidofil yang berwarna merah
atau oranye, adalah kelompok
sel terbanyak yang
menghasilkan growth
hormone / somatotropin dan
prolaktin.[6]
Secara histologis, sel-sel
kelenjar hipofisis
dikelompokkan berdasarkan
jenis hormon yang disekresi
yaitu:
Sel-sel somatotrof
berbentuk besar dan
mengandung granula sekretori,
yang menghasilkan
somatotropin;
Sel-sel laktotrof
mengandung granula
sekretoris, yang
menghasilkan prolaktin
atau laktogen;
Sel-sel tirotrof berbentuk
polihedral dan bergranula
sekretoris, menghasilkan
TSH;
Sel-sel gonadotrof
3. Tiroid
bergranula sekretoris,
menghasilkan FSH dan LH;
Sel-sel kortikotrof
merupakan granula
terbesar yang
menghasilkan ACTH.[1]

Sel-sel folikular berfungsi


mensintesis hormon tiroksin (T4
) dan triiodontironin (T3 );
Sel-sel C berperan untuk
mensintesis kalsitonin .[17]
4. Paratiroid
Sel-sel utama (chief cells )
mensekresikan parathormon.
[17]

Visualisasi sel pulau Langerhans


menggunakan double immunostaining.
Merah: antibodi glukagon. Biru: antibodi
insulin.

5. Pulau-pulau Langerhans (Pankreas) Sel


alpha menghasilkan hormon
glukagon;
Sel beta menghasilkan hormon
insulin;[18]
Sel delta menghasilkan
somatostatin dalam jumlah kecil.[17]
6. Adrenal terdiri dari bagian medula
adrenal yang berasal dari jaringan
saraf primitif, dan korteks adrenal
berasal dari jaringan mesodermis,
dan dapat diidentifikasi tiga zona
jaringan terpisah, yaitu:
zona glomerulosa terbentuk
dari sekelompok sel-sel kecil yang
mensekresi mineralokortikoid ;
zona fasikulata tersusun atas
sel-sel kolumna yang mensekresi
glukokortikoid (dan sebagian
hormon seks);
zona retikularis terdiri atas
massa kecil sel-sel kromafin
dengan sinus-sinus vena
diantaranya.[14]

Jaringan penyusun kelenjar adrenal

7. Ovarium
Sel teka di sekeliling folikel
ovarium yang pecah diubah
menjadi k orpus luteum yang
mensintesis progesteron ;
Sel granulosa mensintesis hormon
estrogen .[19]
8. Testis
S el Leydig berfungsi untuk
memproduksi testosteron .[19]

P enyakit dan Kelainan

Kelenjar Hipofisis …

Hipopituitarisme paling sering disebabkan


oleh adenoma nonfungsional (kromofob).
Menyebabkan defisiensi sekresi GH, FSH,
LD pada saat awal, disusul defisiensi
sekresi TSH dan ACTH. Pada
penderita anak-anak menyebabkan
infatilisme hipofisis (kurcaci Peter Pan
- kecil tapi terbentuk dengan baik dengan
proporsi tepat).[20] Hiperpituitarisme
disebabkan oleh adenoma hipofisis.
Adenoma ini hampir selalu mengeluarkan
hormon sehingga sering disebut
functioning tumor, seperti Prolactin-
secreting tumor atau prolaktinoma,
Somatotroph tumors (hipersekresi GH),
dan Corticotroph tumors (sekresi
ACTH).[10] Akromegali disebabkan oleh
hormon pertumbuhan (GH) yang
berlebihan pada orang dewasa di usia 20-
40 tahun (setelah penyatuan epifisis),
sedangkan pada anak-anak
menyebabkan gigantisme. Hormon GH
yang berlebihan menyebabkan
pertumbuhan yang berlebih pada jaringan
lunak, termasuk kulit, lidah dan visera serta
tulang.[20]
Penyakit Diabetes insipidus disebakan
oleh defisiensi vasopresin (ADH) yang
disekresikan oleh hipofisis posterior.[20]

Kelenjar Tiroid …

Penyakit yang umum diketahui pada


kelenjar tiroid adalah gondok/goiter.
Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid
yang disebabkan oleh meningkatnya sekresi
thyroid- stimulating hormone (TSH)
sekunder
akibat berkurangnya output hormon tiroid.
Hal ini dapat terjadi karena defisiensi
iodium.[20][21] Defisiensi iodin akan
berdampak pada menurunnya produksi
hormon tiroid yang membuat kelenjar
hipofisis meningkatkan sekresi TSH
sebagai respons terhadap kurangnya
hormon tiroid dalam darah (tidak ada
umpan balik negatif), sehingga kelenjar
tiroid akan membesar sebagai
kompensasinya.[10] Hipotiroidisme adalah
status metabolik yang diakibatkan oleh
kekurangan hormon tiroid, baik dalam
bentuk T4 atau T3. Faktor yang
menyebabkan adalah atrofi jaringan tiroid,
hilangnya stimulasi trofik, dan
lingkungan. Penderita hipotiroidisme bisa
atau bisa juga tidak mengalami goiter.
Gejala yang timbul adalah cepat lelah,
letargi, dan merasa lemah untuk melakukan
aktivitas sehari-hari.[10] Jika penderita
adalah anak-anak dapat mengakibatkan
kekerdilan (kretinisme).[4]
Hipertioridisme terjadi akibat kelebihan
hormon tiroid (T4 dan/atau T3). Penyakit
Graves adalah bentuk hipertiroidisme yang
paling umum.[20] Gejala yang timbul adalah
peningkatan metabolisme, denyut jantung
cepat, mudah gugup dan emosional.[4]
Tiroiditis adalah peradangan pada kelenjar
tiroid. Tiroiditis bisa terjadi
akut, subakut, dan kronis.[10] Tiroiditis akut
bisa sering timbul setelah infeksi saluran
napas bagian atas atau infeksi mikroba
lain.[20] Pada kondisi kronis yang paling
sering ditemukan disebut sebagai tiroiditis
autoimun, istilah yang ditujukan untuk
gangguan kelenjar tiroid dimana terdapat
antibodi tiroid bersikulasi dalam plasma,
selain itu ditemukan sel-sel limfoid dan sel
plasma yang berlebihan dalam kelenjar
tiroid. Penyakit Hashimoto adalah keadaan
di mana tiroiditis autoimun menyebabkan
terbentuknya goiter nodular keras. Palpasi
menunjukkan masa yang keras, licin, tidak
nyeri, dan dapat digerakkan.[10][20]
Kelenjar Adrenal …

Kadar glukokortikoid yang terlalu banyak


akan mengakibatkan sekumpulan tanda dan
gejala yang disebut sindrom Cushing.
Sindrom Cushing primer terjadi ketika
terlalu banyak produksi kortisol yang
diakibatkan oleh adenoma atau karsinoma
adrenal. Pada sindrom Cushing sekunder,
produksi kortisol terlalu banyak yang
diakibatkan oleh hyperplasia adrenal karena
banyak seklai ACTH. Pada sindrom
Cushing iatrogenic, kadar kortisol yang
sangat tinggi sebagai akibat terapi
glukokortikoid eksogen dalam dosis tinggi
yang berlangsung lama.[10] Aldosteronisme
primer (Sindrom Conn) diakibatkan oleh
hiperplasia adrenal bilateral (kedua
adrenal) atau salah satu adrenal (unilateral)
dengan adenoma yang menghasilkan
aldosteron. Kelebihan sekresi aldosteron
yang menstimulasi reabsorpsi natrium oleh
tubula ginjal sebagai pengganti kalium dan
hidrogen. Meningkatnya retensi natrium
menyebabkan peningkatan retensi air
sehingga volume cairan tubuh meningkat,
yang bisa menimbulkan pembesaran pada
ventrikel kiri dan retinopati.[10]
Aldosteronisme sekunder diakibatkan oleh
adanya penyebab eksogen yang
merangsang sistem renin- angiostensin-
aldosteron. Sekresi renin yang meningkat
disebabkan oleh berkurangnya perfusi
ginjal.[10] Penyakit Addison disebabkan
oleh kerusakan pada bagian korteks
kelenjar adrenal dan berakibat pada
menurunnya sekresi hormon adrenalin.
Penyakit ini ditandai dengan kelelahan,
nafsu makan berkurang, mual dan muntah-
muntah, serta bercak-bercak merah pada
kulit.[4][22]

Kelenjar Pankreas …
Diabetes melitus disebabkan oleh defisiensi
hormon insulin, yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa dalam darah.
Gejala yang timbul adalah sering
mengeluarkan urin dalam jumlah banyak,
sering merasa haus dan lapar, serta badan
terasa lemas.[22]

Neoplasia Endokrin Multipel /


Multiple Endocrine Neoplasia …

(sindrom MEN)

Terdapat dua sindrom dominan autosomal


(kromosom 10) yang utama. Tumor berasal
dari dua atau lebih jaringan endokrin (atau
neural) dan menghasilkan hormon peptida.
MEN tipe I : Kondisi ini mengacu pada
adenoma jinak dari paratiroid, pulau-
pulau Langerhans pancreas, dan hipofisis
anterior. Tumor pada sel pulau
menimbulkan efek sesuai sel asalnya:
insulinoma (hipoglikemia), gastrinoma
(sindrom Zollinger-
Ellison ), glukagonoma (hiperglikemia),
dan tumor yang mensekresi polipeptida
usus vasoaktif.[20]
MEN tipe 2a : Kondisi ini mengacu
pada hubungan antara kanker tiroid
meduler (MTC) yang menghasilkan
kalsitonin, feokromositoma, dan yang
lebih jarang, adenoma atau hiperplasia
paratiroid.[20]
MEN tipe 2b : Kondisi ini mengacu pada
hubungan yang sangat jarang terjadi
antara gambaran tipe 2a dengan habitus
Marfanoid, neuroma mukosa, dan
divertikula kolon multiple disertai
megakolon.[20]

Sistem Endokrin pada


H
ewan lainnya

Sistem Endokrin pada Invertebrata …

Kelenjar endokrin dapat ditemukan pada


hewan yang mempunyai sistem sirkulasi,
baik vertebrata maupun invertebrata.
Hewan invertebrata yang sering menjadi
objek studi endokrin adalah insekta,
krustasea, sefalopoda, dan moluska.[7]
Sejumlah invertebrata tidak mempunyai
organ khusus untuk sekresi hormon sehingga
sekresinya dilaksanakan oleh sel
neurosekretori. Sel neurosekretori dapat
ditemukan diantaranya pada kelompok
Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida,
Nematoda, dan Moluska.[7]

Kelenjar endokrin pada invertebrata


cenderung berupa struktur yang sederhana,
dengan jaringan amorfus melepaskan
hormon langsung ke sirkulasi terbuka.
Sistem kendali berupa akson neurosekretori
melepaskan neuropeptida langsung menuju
jaringan target. Hormon pada invertebrata
lebih menitikberatkan pada regenerasi dan
pertumbuhan, reproduksi (determinasi seksual
dan aktivitas gonad), serta peran yang terbatas
dalam sistem homeostatis.[16]

Pada kelompok hewan terdapat juga


Feromon. F eromon adalah suatu
senyawa kimia spesifik yang dilepaskan oleh
hewan ke lingkungannya, yang dapat
menimbulkan respons perilaku, respons
perkembangan, atau respons reproduktif pada
individu lain. Senyawa kimia tersebut sangat
bermanfaat bagi hewan untuk memberikan
daya tarik seksual, menandai daerah
kekuasaan, mengenali individu lain dalam
spesies yang sama
dan berperan penting dalam sinkronisasi
siklus seksual.[7]

Coelenterata …

Gambar mikroskopis bagian kepala beserta tentakel


dari Hydra viridissima

Hidra, yang termasuk dalam golongan ini,


mempunyai sejumlah sel yang mampu
menghasilkan zat kimia yang berperan dalam
proses reproduksi, pertumbuhan, dan
regenerasi. Suatu molekul peptida yang
disebut aktivator kepala akan dikeluarkan
oleh tubuh Hidra ketika
kepalanya terpotong. Zat tersebut
menyebabkan sisa tubuhnya dapat
membentuk mulut dan tentakel, dan
selanjutnya membentuk daerah kepala.[7]

Platyhelminthes …

Hewan ini dapat menghasilkan hormon yang


berperan penting dalam proses regenerasi, dan
hormon tersebut juga terlibat dalam regulasi
osmotik dan ionik, serta proses reproduksi.[7]

Nematoda …

Sistem endokrin pada kelompok hewan ini


merupakan struktur khusus yang berfungsi
untuk sekresi neurohormon,
yang berkaitan dengan sistem saraf.
Struktur khusus tersebut terdapat pada
anterior ganglion di daerah kepala dan
beberapa diantaranya terdapat pada korda
saraf, namun tidak ada organ neurohemal
khusus. Fungsi utama neurohormon adalah
kontrol molting.[7][16]

Annelida …

Pada kelompok seperti Polichaeta,


Oligochaeta, dan Hirudinae sudah memiliki
derajat sefalisasi yang memadai. Otak
hewan tersebut memiliki sejumlah besar sel
saraf yang berfungsi sebagai sel sekretori.
Sistem sirkulasi pada kelompok ini juga
telah
berkembang sangat baik sehingga mampu
mendukung penyelenggaraan sistem
endokrin. Sistem endokrin Annelida berkaitan
erat dengan aktivitas pertumbuhan,
perkembangan, regenerasi, dan reproduksi.
Salah satu proses yang dikendalikan oleh
sistem neuroendokrin pada Polichaeta adalah
Epitoki. Dalam proses tersebut, beberapa
ruas tubuh mengalami perubahan bentuk akan
terlepas dari tubuh utamanya, dan
berkembang menjadi organisme yang hidup
bebas. Epitoki hanya akan berlangsung pada
saat kadar hormon yang disekresi rendah,
dan sekresinya dipengaruhi oleh faktor
lingkungan.[7] Polichaeta mempunyai sel-sel
neurosekretori di ganglia kepala, ganglia
supraesofagial, dan berbagai ganglia di korda
saraf, serta terdapat strujtur neurohemal di
dasar otak yang menerima akson dari ganglia
kepala. Neurohormon termasuk annetocin
(berhubungan dengan hormon vasopressin di
vertebrata) berperan penting dalam
pertumbuhan, regenerasi, dan reproduksi pada
annelida. Serta berimplikasi pada
osmoregulasi dan keseimbangan glukosa.
Organ neurohemal bernama kelenjar
infraserebral diduga sebagai kelenjar
endokrin sejati. Polichaeta juga memiliki
hormon endokrin sejati yang berasal dari
oosit immature, dan disebut
"feedback substance" karena mencegah
produksi sel telur berlebihan.[16]

Moluska …

Moluska memiliki sejumlah besar sel


neuroendokrin yang terletak pada ganglia
penyusun sistem saraf pusat. Hewan ini juga
memiliki organ endokrin klasik.
Senyawa yang dilepaskan menyerupai
protein dan berperan penting dalam
mengendalikan osmoregulasi, pertumbuhan,
serta reproduksi. Pada beberapa spesies
hewan yang bersifat protandri, ditemukan
adanya hormon yang menstimulus
pelepasan telur dari gonad dan pengeluaran
telur dari tubuh. Pada Cephalopoda, proses
reproduksi
dikendalikan oleh organ endokrin klasik,
terutama kelenjar optik yang diduga
menyekresi beberapa hormon yang
diperlukan untuk perkembangan sperma dan
telur.[7]

Krustasea …

Sistem endokrin pada krustasea umumnya


berupa sistem neuroendokrin, meskipun
mempunyai organ endokrin klasik. Sistem
endokrin berfungsi mengendalikan
osmoregulasi, laju denyut jantung, komposisi
darah, pertumbuhan, dan pergantian kulit.
Sistem kendali endokrin pada kelas
Malakostra berkembang paling baik.[7]
Organ neuroendokrin krustasea terdapat
pada tiga daerah utama berikut:
1. Kompleks kelenjar sinus atau
disebut juga kompleks kelenjar sinus-
organ X, yang menerima akson sel
neuroendokrin dari ganglion kepala
dan lobus optik di tangkai mata.
Sekresi berupa molting-inhibiting
hormone (MIH);
2. Organ post-komisural, menerima
akson dari otak dan berakhir pada
awal esofogus;
3. Organ pericardial, terletak sangat
dekat dengan jantung dan menerima
akson dari ganglion toraks.[7]
Sel endokrin klasik yang dimiliki
Krustasea, yaitu:
1. Organ Y merupakan sepasang
kelenjar yang terletak di toraks,
tepatnya pada ruas maksila dan ruas
antenna. Hormon crustecdysone
yang dihasilkan kelenjar ini
memengaruhi proses molting;[16]
2. Kelenjar mandibula terletak di dekat
organ Y dan diduga memiliki fungsi
endokrin juga.[7]

Krustasea juga mempunyai kelenjar


androgenik yang diyakini berperan dalam
perkembangan testis dan produksi sperma.[7]
Krustasea mampu mengubah
warna kulitnya untuk menyesuaikan diri
dengan warna latar belakang mereka sehingga
dapat terhindar dari perhatian musuhnya.
Perubahan warna kulit krustasea dipengaruhi
oleh penyebaran pigmen yang terdapat dalam
kromatofor dan dikendalikan oleh sistem
endokrin.
Hormon peptida yang disekresikan oleh
kompleks kelenjar sinus menyebabkan
pigmen pada kromatofor mengumpul atau
menyebar. Hormon yang dilepaskan organ
perikardial juga dianggap dapat
memengaruhi fungsi kromatofor.[7]
Metamorfosis pada krustasea dilakukan oleh
methyl farnesoate (MF), prekursor hormon
juvenile seperti pada insekta.
Hormon hiperglikemik terdapat pada
beberapa spesies.[16]

Insekta …

Insekta memliki tiga kelompok sel


neuroendokrin utama yang terletak pada
sistem saraf, yaitu:

1. Sel neurosekretori medialis,


merupakan kelompok sel dengan
akson yang membentang hingga ke
korpora kardiaka. Korpora kardiaka
adalah sepasang organ yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan dan
pelepasan neurohormon;
2. Sel neurosekretori lateralis,
kelompok sel dengan akson yang
membentang hingga ke korpora
kardiaka;
3. Sel neurosekretori subesofageal,
terdapat pada bagian di bawah
kerongkongan dan memiliki akson
yang membentang ke korpora alata,
yang merupakan organ endokrin klasik.
[7]

Organ endokrin klasik lainnya yaitu


kelenjar protoraks. Pada insekta yang
sudah lebih maju, kelenjar ini terletak di
daerah toraks, namun pada insekta yang
kurang berkembang dapat ditemukan pada
daerah kepala.[7]
Sistem endokrin pada insekta berfungsi
untuk mengendalikan berbagai aktivitas,
antara lain aktivitas pertumbuhan.
Pertumbuhan insekta terjadi dalam beberapa
tahap dan memerlukan serangkaian proses
pengelupasan rangka luar (kulit luar). Proses
perubahan bentuk tubuh dan pengelupasan
kulit tersebut dikenal dengan istilah
metamorfosis. Proses metamorfosis
berlangsung di bawah kendali hormon.
Kelompok sel neurosekretori medialis
menghasilkan hormon protorasikotropik
(PTTH), yang dilepaskan melalui ujung
akson pada korpora kardiaka. PTTH akan
merangsang kelenjar protoraks untuk
sekresi hormon ekdison. Hormon
ekdison menyebabkan pengelupasan kulit
(ekdisis) pada insekta. Hormon juvenil
dilepaskan oleh korpora alata dan
bertanggung jawab mengendalikan
(menghambat) proses metamorfosis insekta .
[7][22]

Sistem Endokrin pada Vertebrata …

Sistem endokrin pada vertebrata terutama


sekali tersusun atas berbagai organ endokrin
klasik. Sistem endokrin vertebrata dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok kelenjar
utama, yaitu hipotalamus, hipofisis atau
pituitari, dan kelenjar endokrin tepi.
Berbagai organ endokrin tepi bekerja di
bawah kendali
kelenjar pituitari bagian depan (anterior),
yang merupakan salah satu organ endokrin
pusat. Pituitari anterior bekerja di bawah
pengaruh hipotalamus yang bekerjanya
dipengaruhi oleh saraf.[7] Adenohipofisis
merupakan inti pada sistem endokrin
vertebrata dan mensekresikan tujuh hormon
kunci "tropik", yaitu: hormon pertumbuhan
(GH), prolaktin, ACTH (atau corticotropin),
MSH, TSH, dan dua gonadotropin (GnH) LH
dan FSH.[16] Kelenjar pineal memproduksi
melatonin, yang disintesis dari triptofan. Pada
mayoritas vertebrata, terkecuali mamalia dan
ular, kelenjar pineal memiliki unit
fotoreseptor dengan sambungan saraf ke otak
dan sensitif
terhadap cahaya. Namun, kelenjar pineal pada
mamalia hanya menerima informasi tentang
siklus cahaya dari mata, melalui neuron dari
nukleus suprachiasmatik hipotalamus.[16]

Ikan …

Hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh


kelenjar pituitari dan neuroendokrin berperan
dalam mengontrol proses diferensiasi gonad
pada beberapa jenis ikan.[23] Ikan di kelompok
Elasmobranchii terdapat sel neurosekretori
besar di saraf tulan belakang yang disebut sel
Dahlgreen yang berperan penting mengatur
keseimbangan cairan.
Sedangkan pada kelompok Teleostei
terdapat organ neurohemal bernama urofisis,
mensekresikan sejumlah peptida yang disebut
urotensin, berperan dalam regulasi tekanan
darah (UTI), kontraksi jaringan otot (UTII),
dan asupan natrium (UTIII) pada insang
sebagai bagian respon osmoregulasi pada
spesies air tawar, dan efek antidiuretik
(UTIV).[16]

Ikan pada kelompok Teleostei memiliki organ


Korpuskula Stannius (CS), yang
merupakan kelenjar endokrin kecil yang
berada di permukaan ginjal. CS mengandung
hormon yang meregulasi kadar kalsium.
Kontrol sistem osmoregulasi pada Teleostei
diatur oleh sejumlah hormon-hormon dari
hipofisis
seperti prolaktin, dan GH, serta hormon
kortisol dari kelenjar interrenal, yang
berperan penting dalam aklimasi osmotik.
Kortisol bersama dengan GH menstimulasi
pengeluaran ion pada keadaan
hiperosmotik, dan kerjasama antara kortisol
dan prolaktin berperan untuk meningkatkan
asupan ion di keadaan lingkungan
hipoosmotik.[24]

Amfibia …

Hormon tiroid tidak hanya mengatur


pertumbuhan dan pematangan seksual, tetapi
juga mengontrol metamorfosis.[17] Semua
kelompok Amfibi, termasuk Anura dan
Caudata, mempunyai dua jenis hormon
gonadotropik yang secara
stuktur dan fungsi mirip dengan LH dan FSH
pada mamalia. Stimulasi pelepasan hormon
gonadotropik dihasilkan dari pengaruh
Gonadotropin-releasing hormone (GnRH).
GnRH merupakan neurohormon utama yang
mengaktifkan reproduksi amfibi, dihasilkan
oleh hipotalamus.[25]

Aksis Hipotalamus-Pituitari-Gonad
meregulasi reproduksi pada amfibi. Hormon
GnRH yang diproduksi hipotalamus
mengontrol sekresi FSH dan LH oleh kelenjar
pituitari. Kedua hormon tersebut meregulasi
perkembangan gamet dan sekresi hormon-
hormon estrogen dan hormon androgen oleh
ovarium dan testis. Metamorfosis pada
amfibi dikendalikan oleh aksis hipotalamus-
pituitari-tiroid (HPT) dan aksis hipotalamus-
pituitari-adrenal (HPA). Aksis HPT
berperan dalam produksi corticotropin-
releasing factor (CRF) di hipotalamus,
yang menstimulus TSH dari pituitari. TSH
menstimulus sintesis T3 dan T4, yang
bertanggung jawab mengendalikan
metamorfosis.
CRF mengaktivasi aksis HPA, dengan
menstimulasi sekresi ACTH dari pituitari
yang kemudian menstimulasi sekresi
corticosterone (CORT) dari jaringan
interrenal.[25]

Reptilia …
Kelenjar endokrin pada reptil adalah hipofisis,
adrenal, tiroid, pankreas, testis, ovarium, dan
pineal. Terdapat beberapa perbedaan hormon
pada reptil dibandingkan dengan mamalia.
Pituitari (hipofisis) posterior reptil
mensekresikan hormon AVT (arginine
vasotocin) dan mesotocin. Sekresi dari
korteks adrenal adalah corticosterone.[16]

Aves …

Kelenjar pituitari posterior menghasilkan


AVT dan mesotocin.[16] Kelenjar tiroid
kelompok unggas memiliki keunikan karena
tidak terdapat sel-sel kalsitonin, yang
letaknya terpisah di kelenjar
ultimobranchial. Sintesis hormon tiroid
mirip dengan sintesis pada mamalia, yaitu
terdapat hormon T3 dan T4.[26]

Mamalia …

Kelenjar endokrin vertebrata, terutama


mamalia, sudah dipelajari dengan baik.
Peranan kelenjar endokrin dalam
memelihara kondisi homeostasis telah
diuraikan dengan cukup detail.[17] Kelenjar
endokrin utama pada mamalia adalah
hipotalamus, hipofisis, tiroid, paratiroid,
timus, pankreas, adrenal, dan gonad.
Hormon-hormon yang disekresi oleh
kelenjar tersebut memengaruhi berbagai sel
dan satu sama lainnya selama perkembangan
mamalia.
Plasenta merupakan salah satu sumber
hormon penting berhubungan dengan fungsi
reproduksi, hanya terdapat pada mamalia
betina. Selama kehamilan plasenta
mensekresikan estrogen dan progesteron,
serta chorionic gonadotropin pada
kelompok Primata.[16]

Rujukan

Referensi
1. ^ a b c d e Manurung, Nixson;
Manurung, Rostinah; Bolon, Christina
M. T. (2017). Asuhan Keperawatan
Sistem Endokrin Dilengkapi Mind
Mapping dan Asuhan Keperawatan
Nanda Nic Noc . Yogyakarta:
Deepublish. hlm. 1, 3, 6, 7. ISBN
978-
602-453-342-7.
2. ^ a b c d e f Furqonita, Deswaty (2007).
Seri IPA Biologi 3 SMP Kelas IX .
Jakarta: Yudhistira. hlm. 63, 64, 66,
68, 69. ISBN 978-979-746-790-6.
3. ^ a b c d e Campbell, Neil A.; Reece,
Jane B.; Mitchell, Lawrence G.
(2004). Biologi. Jilid 3 Edisi 5 .
Jakarta: Erlangga. hlm. 129, 139.
ISBN 9796884704.
4. ^ a b c d Arisworo, Djoko; Yusa (2004).
IPA Terpadu (Biologi, Kimia, Fisika) :
Kelas IX. Jilid 3 . Jakarta: PT
Grafindo Media Pratama. hlm. 58,
60, 61, 62. ISBN 978-979-758-331-6.
5. ^ a b "Arti kata endokrin - Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Online" . www.kbbi.web.id.
Diakses tanggal 2020-11-06.
6. ^ a b c Astuti, Pudji (2017).
Endokrinologi Veteriner . Yogyakarta:
UGM Press. hlm. 39, 50, 51.
ISBN 9789794209189.
7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x

Isnaeni, Wiwi (2019). Fisiologi


Hewan. Edisi Revisi . Sleman:
Kanisius. hlm. 145, 148–152, 158–
165, 167. ISBN 9789792162714.
8. ^ Isnaeni 2019, hlm. 145: "Pada
umumya, sistem endokrin
bekerja (…)"
9. ^ Azhar; Lubis, Triva Murtiva;
Adam, Mulyadi; Gholib (2017).
Pengantar Fisiologi Veteriner :
Buku untuk mahasiswa . Banda
Aceh: Syiah Kuala University
Press. hlm. 93. ISBN 978-602-
5679-18-6.
10. ^ a b c d e f g h i j Baradero, Mary; Dayrit,
Mary Wilfrid; Siswandi, Yakobus
(2005). Klien Gangguan Endokrin Seri
Asuhan keperawatan . Jakarta: EGC.
hlm. 2, 50, 51.
ISBN 978-979-448-950-5.
11. ^ Isnaeni 2019, hlm. 151:
"Berdasarkan hakikat kimianya
hormon dapat diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu hormon peptid
dan protein steroid, dan turunan
tirosin. Selain berbagai hormon di
atas, terdapat sejumlah zat kimia
yang menyerupai hormon. Zat kimia
lain yang kerjanya menyerupai
hormon antara lain bradikinin
eritropuiitin, histamin, kinin, renin,
prostaglandin, dan hormon thymic.
Hormon thymic adalah hormon dari
kelenjar timus (thymus) yang
berperan untuk memengaruhi
perkembangan sel limfosit B
menjadi
sel plasma, yaitu sel
penghasil antibodi."
12. ^ a b c d Shahab, Alwi (2017). Dasar-
dasar Endokrinologi . Jakarta:
Rayyana Komunikasindo. hlm. 2, 9,
10, 12. ISBN 9786026111227.
13. ^ Isnaeni 2019, hlm. 148:"Contoh
yang baik untuk hormon ini ialah
histamin, yang bekerja untuk
mengontrol sekresi asam pada
lambung vertebrata, misalnya pada
sapi. Apabila rangsang
memengaruhi sel master (mast
cells) dan sel parietal pada lambung,
sel-sel tersebut akan mengeluarkan
histamin, yang selanjutnya akan
merangsang pengeluaran asam
lambung. Dalam contoh tersebut
tampak bahwa hormon berpengaruh
terhadap sel sasaran yang terletak di
sekitar sel penghasil histamin. Jadi,
hormon tersebut bekerja secara
lokal. Aksi hormon lokal semacam
ini
disebut kontrol/kendali parakrin.
Kadang-kadang senyawa kimiw
yang dikeluarkan oleh suat sel akan
memengaruhi sel itu sendiri.
Peristiwa semacam ini dikenal
dengan istilah kontrol/kendali
autokrin. Contoh senyawa kimia
semacam ini adalah prostaglandin
dan faktor pertumbuhan yang
mirip insulin."
14. ^ a b c d e Broom, Bryan (1998).
Anatomi Fisiologi Kelenjar Endokrin
dan Sistem Persarafan. Edisi 2 .
Jakarta: EGC. hlm. 2, 8, 13, 14, 30.
ISBN 9794484148.
15. ^ Roosita, Katrin; Subandriyo, Vera
U.; Ekayanti, Karina R,; Nurdin,
Naufal M. (2016). Fisiologi Manusia .
Bogor: IPB Press. hlm. 65, 68.
ISBN 9789794939826.
16. ^ a b c d e f g h i j k l m Willmer, Pat; Stone,
Graham; Johnston, Ian (2005).
Environmental Physiology of Animals
2nd Edition (dalam bahasa Inggris).
Malden: Blackwell Publishing.
hlm. 347–349, 352–360. ISBN 978-
1-4443-0922-5.
17. ^ a b c d e Fried, George H.;
Hademenos, George J. (2006).
Schaum's Outline Biologi Ed.2 .
Diterjemahkan oleh Tyas, Damaring.
Jakarta: Erlangga. hlm. 244, 245.
ISBN 9789797817138.
18. ^ Wibowo, Daniel S. (2008).
Anatomi Tubuh Manusia . Jakarta:
Grasindo. hlm. 94. ISBN
9789797328887.
19. ^ a b Heffner, Linda J.; Schust, Danny
J. (2010). At a Glance Sistem
Reproduksi Ed.2 . Jakarta:
Erlangga. hlm. 13, 14.
20. ^ a b c d e f g h i j Rubenstein, David;
Wayne, David; Bradley, John
(2007). Kedokteran Klinis Ed. 6 .
Diterjemahkan oleh Rahmalia,
Annisa. Jakarta: Erlangga. hlm.
161, 165, 170–176. ISBN 978-979-
781- 823-4.
21. ^ Susilowarno, R. Gunawan; Mulyadi,
R. Sapto Hartono; Murtiningsih,
Th. Enik Mutiarsih; Umiyati (2007).
Biologi SMA/MA Kls XI (Diknas) .
Jakarta: Grasindo. hlm. 285.
ISBN 978-979-025-020-8.
22. ^ a b c Aryulina, Diah; Muslim, Choirul;
Manaf, Syalfinaf; Winarni, Endang W.
(2004). BIOLOGI SMA dan MA
untuk Kelas XI : Jilid 2. Jakarta:
ESIS. hlm. 270–272. ISBN 978-979-
734- 550-1.
23. ^ Hayati, Alfiah (2019). Biologi
Reproduksi Ikan . Surabaya:
Airlangga University Press. hlm. 26.
ISBN 978-602-473-177-9.
24. ^ Baldisserotto, Bernardo; Mancera,
Juan Miguel; Kapoor, B.G. (2018).
Fish Osmoregulation (dalam
bahasa Inggris). Boca Raton: CRC
Press. hlm. 88. ISBN 978-1-4398-
4311-6.
25. ^ a b Norris, David O.; Lopez, Kristin H.
(2011). Hormones and Reproduction
of Vertebrates, Volume 2:
Amphibians (dalam bahasa
Inggris). London: Academic Press.
hlm. 89, 132. ISBN 978-0-08-095808-
8.
26. ^ Sturkie, Paul D. (2012). Avian
Physiology 4th edition (dalam
bahasa Inggris). New York: Springer
Science & Business Media. hlm.
453, 454. ISBN 978-1-4612-4862-0.

Daftar pustaka
Pemeliharaan

Buku
Isnaeni, Wiwi (2019). Fisiologi Hewan. Edisi
Revisi . Sleman: Kanisius.
ISBN 9789792162714.

P ranala luar
http://www.rscarolus.or.id/article/peny
akit-tiroid-autoimun
https://www.honestdocs.id/sindrom-
zollinger-ellison

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?


title=Sistem_endokrin&oldid=18018372"

Terakhir disunting 2 bulan yang lalu oleh Bozky

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali


dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai