Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN

PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION

Dosen Pembimbing Lapangan : Dr. Lalu Mariawan Alfarizi S.H.,M.H.Kes.

Disusun Oleh

Dianita gadis pratama 2008060009

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA NUSA TENGGARA BARAT

TAHUN 2023/2024

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN

PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION

TAHUN 2023

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Farmasi Dalam Program Studi S1 Farmasi
Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat
Fakultas Kesehatan
Mataram, 10 November 2023

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing Lapangan Mengetahui,


Kaprodi S1 Farmasi

(Dr. Lalu Mariawan Alfarizi S.H.,M.H.Kes.) (Faelga Sara Rosiana,. S.Farm,. M.Biomed)
NIDN : 0827018901 NIDN : 0802079401

i
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN

PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION

TAHUN 2023

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Farmasi Dalam Program Studi S1 Farmasi
Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat
Fakultas Kesehatan
Mataram, 10 November 2023
Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing Lapangan

(Dr. Lalu Mariawan Alfarizi S.H.,M.H.Kes.)


NIDN : 0827018901

Mengetahui,
Kaprodi S1 Farmasi

(Faelga Sara Rosiana,. S.Farm,. M.Biomed)


NIDN : 0802079401

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, segala


puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga pelaksanaan dan penyusunan Laporan Praktik
Belajar Lapangan (PBL) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution tahun
2022 ini dapat selesai tepat pada waktunya. Penulisan laporan ini merupakan
suatu bentuk penanggung jawaban terhadap Pelaksanaan Praktik Belajar
Lapangan (PBL) S1 Farmasi Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat,
Penyelesaian Laporan Pengantar Praktik Belajar Lapangan ini tidak lepas dari
bantuan doa dari keluarga, rekan, relasi dan teman-teman yang telah mendukung
dan meluangkan waktu untuk ikut berpartisipasi.

Pada kesempatan ini tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih


kepada:

1. Dr, Baiq Mulianah M.Pd Selaku Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Nusa
Tenggara Barat.
2. Febrina Sulistiawati, S.T.P., M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan UNU NTB
3. Dr. Lalu Mariawan Alfarizi S.H.,M.H.Kes. Selaku Dosen Pembimbing
Lapangan
4. Segenap pihak yang telah membantu pelaksanaan Praktik Belajar Lapangan
hingga pembuatan laporan, yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kata sempurna karena
adanya keterbatasan kemampuan, pengetahuan, pengalaman dan ilmu yang kami
miliki dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Penyusun berharap
PBL ini dapat membuahkan hasil yang baik dan bermanfaat sehingga dapat
menjadi panduan dalam menghadapi persaingan dan lingkungan kerja yang
semakin penuh tantangan di masa yang akan datang. Penyusun menyadari bahwa
dalam penyusunan laporan PBL ini masih banyak terdapat kekurangan dan
ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, penyusun berharap kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk perbaikan selanjutnya. Semoga laporan PBL ini dapat

iii
bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata, penyusun mengucapkan mohon maaf
apabila dalam penyusunan laporan ini terdapat kekurangan dan kesalahan.
Semoga laporan ini dapat berguna bagi para pembaca.

Mataram, 10 November 2023

Penyusun,

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER .......................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................iv
DAFTAR ISI .....................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Tujuan.........................................................................................................3
C. Manfaat.......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................4
A. Pedagang Besar Farmasi.............................................................................4
B. Ketentuan Pokok Pengelolaan Pedagang Besar Farmasi............................5
C. Penyelenggaraan Pedagang Besar Farmasi.................................................9
BAB III TINJAUAN UMUM.........................................................................11
A. Sejarah Pabrik...........................................................................................11
B. Visi Dan Misi Kimia Farma......................................................................12
C. Lokasi, Sarana Dan Prasarana...................................................................13
D. Struktur Organisasi...................................................................................15
BAB IV KEGIATAN DAN PEMBAHASAN................................................16
A. Kegiatan Yang Dilakukan...........................................................…. 16
BAB V PENUTUP...........................................................................................31
A. Kesimpulan...............................................................................................31
B. Saran..........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................32
LAMPIRAN.....................................................................................................33

v
DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 1. Pembekalan Materi KFTD...................................................................57

Gambar 2. Pembekalan Materi KFTD...................................................................57

Gambar 3. Gudang Narkotika................................................................................57

Gambar 4. Gudang Psikotropika...........................................................................57

Gambar 5. Gudang Vaksin....................................................................................58

Gambar 6. Gudang Karantina Produk Retur.........................................................58

Gambar 7. Penarikan PBL Kimia Farma Trading and Distribution......................58

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sudah menjadi rahasia umum kesehatan merupakan salah satu


indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam
pembangunan nasioan suatu bangsa. Hal ini terkait dengan upaya peningkatan
kualitas sumber daya bangsa tersebut. Dengan sumber daya manusia yang
berkualitas maka akan semakin meningkatkan daya saing bangsa dalam era
persaingan global saat ini.
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan di
bidang kesehatan dengan mewujudkan dan meningkatkan derajat kesehatan
seluruh masyarakat Indonesia. Beberapa langkah kerja yang dilakukan
pemerintah dalam rangka pembangunan nasional dibidang kesehatan meliputi
tercukupinya ketersediaan obat, meratanya distribusi obat, serta terjangkaunya
harga obat oleh masyarakat. Oleh karena itu, pengadaan dan produksi obat
yang dalam hal ini dilakukan oleh indutri farmasi yang akan mempengaruhi
ketersediaan obat yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Dalam era globalisasi sekarang ini, dimana industri farmasi dituntut
untuk bersaing dengan indutri farmasi baik dalam maupun luar negeri untuk
dapat memperebutkan pasar era global dan memenuhi kebutuhan obat bagi
masyarakat. Salah satunya adalah dengan meningkatkan pemenuhan kebutuhan
obat yang bermutu bagi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan
pedoman bagi industri farmasi untuk dapat menghasilkan produk yang bermutu
yaitu dengan CPOB ( Cara Pembuatan Obat yang Baik ). Pada tahun 2006
pemerintah telah memperbaharui CPOB ini, yang kemudian lebih dikenal
dengan CPOB Terkini atau cGMP ( Current Good Manufactering Product ).
Dalam era perdagangan bebas dimana industri farmasi di Indonesia
akan bersaing dengan industri farmasi dari negara lain maka penerapan CPOB
saja belum cukup maka itu dituntut untuk memenuhi persyaratan sistem mutu

1
yang berlaku secara internasional, salah satunya dengan mendapatkan sertifikat
International Organization for Standardization ( ISO ).
Sertifikat ISO 9000 merupakan jaminan sistem pengelolaan mutu dan
memberikan kerangka kerja kerja untuk pengolahan yang efektif dan
denganseri ISO 9000 sekaligus merupakan promosi pengembangan
perdagangan. Sedangkan sistem managemen lingkungan, sistem ramah
lingkungan yang menekankan pada dokumentasi dan penerapannya sebagai
bukti obyektif dari jaminan mutu diatur dalam seri ISO 14000. Dengan
memperoleh pengakuan ISO maka akan meningkatkan kredibilitas perusahaan
dalam hal kemudahan memasuki pasar bebas dan sekaligus merupakan
kemajuan perusahaan.
Keberhasilan pelaksanaan CPOB dan penerapan ISO dipengaruhi oleh
kualitas sumber daya manusia yang terlibat dalam industri farmasi. Oleh
karena itu seorang farmasis harus melihat langsung penerapan dan konsep
konsep farmasi indutri yang ada di lapangan dan mengetahui aplikasi ilmu
selain ilmu kefarmasian yang tidak didapt di pendidikan formal kuliah.
Praktik Belajar Lapangan dilaksanakan dalam rangka peningkatan
mutu dan kualitas lulusan mahasiswa Farmasi khususnya S 1 Farmasi
Universitas Nahdlatul Ulama NTB Pelaksanaan Praktik Belajar Lapangan
(PBL) bertujuan untuk menyelaraskan pendidikan dengan kebutuhan tenaga
kesehatan dibidang farmasi.
Harapan utama dari kegiatan Praktik Belajar Lapangan ini disamping
keahlian profesionalisme siswa dalam bidang farmasi, juga dituntut memiliki
etos kerja yang baik, berkualitas, disiplin waktu dan keterampilan serta
keuletan dalam bekerja. Disamping itu dengan adanya Praktik Belajar
Lapangan (PBL) diharapkan pihak institusi mengetahui tentang kebutuhan
dunia industri sehingga mutu pengajaran dapat ditingkatkan guna tuntutan
tersebut.

2
C. Tujuan

1. Mengetahui Sejarah PT Kimia Farma

2. Mengetahui Penerapan Aspek CPOB di Kimia Farma Trading and


Distribution

3. Mengetahui Penerapan Aspek CDOB di Kimia Farma Trading and


Distribution

D. Manfaat

1. Dapat menambah keahlian dan keterampilan mahasiswa dalam melakukan


pekerjaan kefarmasian.

2. Mengetahui peran farmasi dalam Pedagang Besar Farmasi Khususnya


Kimia Farma

3. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa farmasi.

3
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Pedagang Besar Farmasi

Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan


hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat,
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
obat dan/atau bahan obat, PBF memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan dan
pelatihan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

PBF berdiri bila telah memperoleh izin dari Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes). Permohonan izin
disertai dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Balai Pengawas Obat dan
Makanan. Izin PBF berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Untuk
memperoleh izin PBF, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu

a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;

b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia (WNI) sebagai


penanggung jawab;

d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat,


baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang- undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu dua tahun
terakhir;

e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan


pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;

4
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan
yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan

g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

Sanksi administratif diberikan apabila terjadi pelanggaran terhadap


semua ketentuan dalam peraturan yang telah ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Sanksi administratif tersebut dapat berupa

a. Peringatan;

b. Penghentian sementara kegiatan;

c. Pencabutan pengakuan; atau

d. Pencabutan izin.

Penghentian sementara kegiatan berlaku paling lama 21 hari kerja dan


harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Pengaktifan kembali izin dan pengakuan dapat dilakukan jika PBF
atau PBF cabang telah membuktikan pemenuhan seluruh persyaratan
administratif dan teknis sesuai ketentuan. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan berwenang mencabut izin PBF berdasarkan rekomendasi
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau hasil analisis pengawasan dari
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2014).

B. Ketentuan Pokok Pengelolaan Pedagang Besar Farmasi

Pengelolaan sarana distribusi farmasi di Indonesia harus menerapkan


CDOB dalam pelaksanaannya. CDOB bertujuan untuk memastikan mutu
sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia, 2012). Dalam pelaksanaannya, ada sembilan aspek yang harus
diperhatikan dalam CDOB, yaitu

5
a. Manajemen Mutu

Suatu fasilitas distribusi hendaklah memastikan bahwa mutu obat


dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama
proses distribusi. Kegiatan distribusi harus jelas dan telah melewati kajian
sistematis. Setiap tahap kritis dalam proses distribusi dan adanya perubahan
bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Suatu sistem mutu harus
memastikan bahwa

1. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan,


atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB;

2. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas;

3. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam


jangka waktu yang sesuai;

4. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan;

5. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan


didokumentasikan dan diselidiki; dan

6. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang tepat diambil untuk


memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan
prinsip manajemen risiko mutu.

b. Organisasi, Manajemen, dan Personalia

Setiap personil harus kompeten dalam melaksanakan tugas sesuai


lingkup tanggung jawabnya di fasilitas distribusi. Manajemen puncak harus
menunjuk seorang apoteker yang terkualifikasi sebagai penanggung jawab.
Tanggung jawab setiap personil harus dipahami dan dicatat dengan jelas.
Setiap personil harus memahami CDOB dan menerima pelatihan
berkelanjutan sesuai dengan tanggung jawabnya.

6
c. Bangunan dan Peralatan

Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan yang diatur


sedemikian rupa untuk menjamin perlindungan selama penyimpanan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat. Setiap peralatan harus mendapatkan
perawatan secara berkala. Penetapan kualifikasi dan/atau validasi pada
fasilitas distribusi diperlukan untuk pengendalian kegiatan distribusi.
Pelaksanaan validasi didokumentasikan dalam bentuk laporan yang memuat
hasil validasi, penyimpangan yang terjadi, dan tindakan perbaikan dan
pencegahan yang perlu dilakukan.

d. Operasional

Setiap kegiatan di fasilitas distribusi harus mampu memastikan bahwa


identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani
sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Fasilitas distribusi
harus menggunakan semua cara yang tersedia untuk memastikan bahwa
obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal dari industri farmasi
dan/atau fasilitas distribusi lain yang berizin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Kegiatan operasional di fasilitas distribusi yang perlu
diperhatikan meliputi kualifikasi pemasok, kualifikasi pelanggan,
penerimaan, penyimpanan, pemisahan, pemusnahan, pengambilan,
pengemasan, pengiriman, dan ekspor dan impor.

e. Inspeksi Diri

Inspeksi diri bertujuan untuk memantau pelaksanaan dan kepatuhan


kepatuhan terhadap CDOB sebagai bahan tindak lanjut tindakan perbaikan
dan pencegahan yang diperlukan. Inspeksi diri harus dilakukan secara
berkala dan didokumentasikan. Bila ada penyimpangan maka penyebabnya
harus diidentifikasi dan dibuat tindakan pencegahan dan perbaikan untuk
masalah tersebut.

7
f. Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan
Penarikan Kembali

Setiap keluhan harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai


dengan prosedur tertulis. Setiap keluhan juga harus didokumentasikan dan
ditindaklanjuti dengan batas waktu tertentu. Penanganan obat dan/atau
bahan obat kembalian, diduga palsu, dan penarikan kembali harus memiliki
prosedur tertulis. Obat dan/atau bahan obat yang diterima harus dipastikan
terpisah dari rantai distribusi. Penyimpanan dilakukan di tempat yang aman,
terpisah, dan terkunci serta diberi label yang jelas. Semua kegiatan harus
didokumentasikan dengan baik.

g. Transportasi

Metode transportasi harus disesuaikan dengan kondisi penyimpanan


obat dan/atau bahan obat yang tercantum pada kemasan. Metode
transportasi yang dipilih harus menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat
tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat
mengurangi mutu. Kajian risiko dibuat ketika merencanakan rute
transportasi.

h. Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak

Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan kemasan,


khasiat, dan mutu obat dan/atau bahan obat meliputi kontrak antarfasilitas
distribusi dan kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa
antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan, dan
sebagainya. Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak
dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan
CDOB.

8
i. Dokumentasi

Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari


komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, seperti sejarah bets,
instruksi, dan prosedur. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi
harus ditandatangani, diberi tanggal, dan memungkinkan pembacaan
informasi yang asli. Alasan perubahan dapat dicatat bila diperlukan. Seluruh
dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan, dan dipelihara pada
tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah,
kerusakan, dan/atau kehilangan dokumen. Penyimpanan dokumen harus
dilakukan hingga minimal tiga tahun.

C. Penyelenggaraan Pedagang Besar Farmasi

PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan, dan menyalurkan obat


dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari
industri farmasi dan/atau sesama PBF, sedangkan untuk bahan obat hanya
dapat dilaksanakan dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui impor
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Setiap PBF harus memiliki Apoteker penanggung jawab yang


bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan,
dan penyaluran obat dan.atau bahan obat. Apoteker Penanggung Jawab (APJ)
harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan serta
dilarang merangkap jabatan sebagai direksi atau pengurus PBF atau PBF
cabang. Setiap pergantian APJ, direksi atau pengurus PBF atau PBF cabang
wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2011).

9
Setiap PBF dan PBF cabang dilarang untuk menjual obat atau bahan obat
secara eceran serta dilarang untuk menerima dan/atau melayani resep dokter.
PBF dan PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF
cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai peraturan perundang-
undangan, meliputi:

a. Apotek;
b. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
c. Puskesmas;
d. Klinik; atau
e. Toko obat (kecuali obat keras).

PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di


wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya. PBF hanya dapat melaksanakan
penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan Surat Pesanan yang
ditandatangani Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Penanggung Jawab.
Setiap PBF atau PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan perundang-
undangan. Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran
obat dan/atau bahan obat, PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan
dan pelatihan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

10
BAB III

TINJAUAN UMUM

A. Sejarah Pabrik

Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia


yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama
perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp &
Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di
masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia
melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan
Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus
1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas,
sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero). Pada
tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya
menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan
berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut,
Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya
(sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia).
Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah berkembang
menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia.
Perseroan kian diperhitungkan 11 kiprahnya dalam pengembangan dan
pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat
Indonesia. Historis Kimia Farma sejak pertama kali didirikan: Pada Tahun
1817 perseroan didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai perusahaan
industri pertama, dengan nama NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co.
Di Tahun 1958 Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan
sejumlah perusahaan farmasi menjadi Perusahaan Negara Farmasi (PNF)
Bhinneka Kimia Farma. Pada 1971 badan hukum PNF diubah menjadi
Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia
Farma (Persero). Pada 2001 PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah

11
statusnya menjadi perusahaan public, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. 2014
menjadi Health Care Company. 1 Saat ini, Perseroan memiliki 3 Anak
Perusahaan yaitu :
1. PT Kimia Farma Trading & Distribution, yang bergerak di bidang
perdagangan dan distribusi baik obat maupun alat kesehatan. Saat ini
Perseroan memiliki 46 Cabang KFTD yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia.
2. PT Kimia Farma Apotek, bergerak di bidang ritel farmasi dan yang
terbesar dari kekuatan jaringan apotek di Indonesia. Perseroan memiliki
lebih dari 560 Apotek Kimia Farma yang tersebar di seluruh wilayah 1
www.kimiafarma.co.id 12 Indonesia. Pada tahun 2012, Perseroan mulai
membuka konsep bisnis ritel baru yaitu dengan konsep One Stop
Healthcare Solution (OSHcS) yaitu layanan kesehatan dari praktek
dokter/klinik kesehatan, laboratorium klinik hingga apotek semuanya
dilayani dalam satu atap secara terintegrasi. Terkait dengan bisnis
layanan laboratorium klinik, Perseroan telah membentuk PT Kimia
Farma Diagnostika yang berada di bawah kewenangan PT Kimia Farma
Apotek.
3. PT Sinkona Indonesia Lestari, bergerak di bidang produksi dan pemasaran
produk kina beserta turunannya dan satu-satunya perusahaan yang
memproduksi kina dan bahan baku di Indonesia yang hampir seluruh
produksinya di ekspor ke luar negeri.

B. Visi dan Misi Kimia Farma

VISI

Menjadi perusahaan Healthcare pilihan utama yang terintegrasi dan


menghasilkan nilai yang berkesinambungan.

MISI

12
1. Melakukan aktivitas usaha di bidang-bidang industri kimia dan farmasi,
perdagangan dan jaringan distribusi, retail farmasi dan layanan kesehatan
serta optimalisasi asset

2. Mengelola perusahaan secara Good Corporate Governance dan operational


excellence didukung oleh SDM profesional

3. Memberikan nilai tambah dan manfaat bagi seluruh stakeholder

C. Lokasi, Sarana Dan Prasarana

Kimia farma trading and distribution cabang mataram terletak di jalan I Gusti
Jelantik Gosa No.10x, Pegasangan Timur, Kecamatan Mataram, Kota Mataram,
Nusa Tenggara Barat.

Bangunan dan Peralatan


Fasilitas distribusi harus memililiki bangunan dan peralatan untuk
menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat meliputi
gedung- gedung, gudang, pemantaun suhu dan penyimpanan. Menurut
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012),
persyaratan bangunan dan peralatan sesuai CDOB yaitu sebagai berikut:
a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai
keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk
memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area
penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk
memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat.
b. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka
harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut.
c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang
menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat
dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak,
yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kadaluwarsa dari obat
dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan.

13
d. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus
dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian
terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu,
kelembaban, dan pencahayaan yang dipersyaratkan.
e. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan
obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).
f. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan
obatyang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang
dapat menimbulkan risiko kebakaran atau leakan (misalnya gas
bertekanan, mudah terbakar, cairan, dan padatan mudah menyala) sesuai
persyaratan keselamatan dan keamanan.
g. Area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman harus terpisah,
terlindung dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta
dilengkapi dengan peralatan yang memadai.
h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman hanya
diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat
berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.
i. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil, termasuk personil
kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obat di area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan
kemungkinan obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang
tidak berhak.
j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah
dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan
dokumentasi pelaksanaan pembersihan. k. Ruang istirahat, toilet, dan
kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Menurut
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012),
persyaratan peralatan sesuai CDOB adalah:
a. Semua peralatan harus didesain untuk penyimpanan dan penyaluran
obat dan/atau bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara

14
sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program
perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer, genset, dan
chiller.
b. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor
lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi,
serta kebenaran kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara
berkala dengan metodologi yang tepat.
c. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi obat
dan/atau bahan obat.
d. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan,
dan kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan
tersebut misalnya tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer,
atau alat lain pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali udara
dan peralatan lain yang digunakan pada rantai distribusi.

D. Struktur Organisasi KFTD

Gambar 1.Struktur Organisasi KFTD

15
BAB IV

KEGIATAN PBL DAN PEMBAHSAN

Praktek Belajar Lapangan di PT Kimia Farma Trading & Distribution


(KFTD) periode November 2023 dilaksanakan di KFTD Cabang Mataram
Pembekalan materi dilakukan sebanyak satu kali . Pembekalan umum mengenai
profil perusahaan, bidang kegiatan pokok KFTD, dan penerapan Cara Distribusi
Obat yang Baik CDOB disampaikan oleh Apoteker selaku Manajer Umum &
Sumber Daya Manusia.
KFTD melakukan distribusi perbekalan kesehatan dan alat kesehatan ke
instansi pemerintahan, rumah sakit, apotek, toko obat, Pedagang Besar Farmasi
(PBF) lainnya, dan hotel, restoran, karaoke, atau kafe (horeka). Produk yang
didistribusikan meliputi obat keras, obat over-the-counter (OTC), narkotika,
psikotropika, obat generik berlogo (OGB), kosmetika, dan alat kesehatan. KFTD
Cabang Mataram
a. Pengadaan

Setiap bulan, KFTD Cabang Mataram membuat daftar Ranking


Penjualan Per Produk Per Tiga Bu lan. Daftar ini dibuat oleh Apoteker
Penanggung Jawab (APJ) dan menjadi acuan dan gambaran pengadaan
pada suatu bulan. Daftar ini memuat nama barang, isi kemasan, kuantitas,
jumlah penjualan per hari, jumlah hari efektif bulan berikutnya, level
stock, buffer stock, index stock, dan jumlah yang harus dipesan per
minggu. Nama barang, isi kemasan, dan kuantitas diambil dari data
penjualan tiga bulan sebelumnya melalui software Navision. Data tersebut
lalu diolah untuk mendapatkan acuan dan gambaran tentang jumlah barang
yang harus dipesan setiap minggunya. Jumlah penjualan per hari didapat
dari kuantitas dibagi dengan jumlah hari efektif selama tiga bulan terakhir.
Level stock didapat dari jumlah penjualan per hari dikali dengan jumlah
hari efektif bulan berikutnya. Buffer stock didapat dari level stock dikali
dengan lead time kedatangan barang. Lead time di KFTD Cabang
Mataram dua hari. Index stock merupakan hasil penjumlahan antara level

16
stock dan buffer stock. Dari hasil pengolahan data tersebut, maka rencana
jumlah pembelian per minggu pada bulan berikutnya dapat dihitung
dengan cara membagi index stock dengan empat. Data ini selanjutnya
diberikan ke bagian penjualan untuk disesuaikan dengan kondisi penjualan
saat ini. Data ini juga akan didiskusikan bersama Branch Manager dalam
rapat penjualan.

Pengadaan barang di KFTD Cabang Mataram sepenuhnya melibatkan


peran Unit Logistik Sentral (ULS) dan Unit Kerja Logistik (UKL).
Pemesanan produk PT Kimia Farma (Persero), Tbk. ditujukan ke ULS,
sementara pemesanan produk prinsipal pihak ketiga ditujukan ke UKL.
Pemesanan langsung melalui ULS dan UKL di KFTD Cabang Mataram
biasanya dilakukan setiap hari Jumat. Lama pengiriman ke KFTD cabang
dibatasi hingga maksimal tiga hari.

Pengadaan di KFTD menerapkan sistem konsinyasi untuk produk


milik PT Kimia Farma (Persero), Tbk. yang disalurkan dari ULS. KFTD
cabang akan membayar biaya pengadaan produk ketika produk sudah
terjual ke outlet. Sementara itu, produk prinsipal pihak ketiga yang
disalurkan dari UKL menerapkan sistem transaksi langsung.

Pemesanan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi ke ULS


memerlukan Surat Pesanan khusus. Pemesanan dibuat oleh bagian
pembelian lalu disetujui oleh Supervisor Logistik, Kepala Cabang, dan
Apoteker Penanggung Jawab. Surat Pesanan yang telah disetujui
selanjutnya dipindai untuk dilampirkan dalam sistem lalu Surat Pesanan
asli dikirim ke ULS.

Barang dari suatu cabang dapat dipindahkan ke cabang lain yang


sedang kekurangan stok. Hal ini dikenal dengan istilah relokasi. Relokasi
wajib dilakukan atas sepengetahuan ULS atau UKL agar
terdokumentasikan dengan baik.

b. Penerimaan

17
KFTD Cabang Mataram biasanya menerima barang setiap hari Senin.
Saat pengantar barang datang untuk mengantarkan barang, hal yang
diperiksa adalah Surat Kirim Barang (SKB) dari ULS atau UKL selaku
pengirim barang. Pemeriksaan barang yang datang meliputi pemeriksaan
kondisi fisik, nama barang, jumlah barang, nomor bets, dan tanggal
kadaluarsa. Bila hasil pengecekan sesuai, maka barang dapat dimasukkan
ke dalam gudang dan dicatat pada Kartu Persediaan Gudang. Nomor SKB
lalu dimasukkan ke dalam sistem komputer dan rincian semua barang yang
masuk akan terekam secara otomatis di dalam sistem sesuai nomor SKB.
Dalam penerimaan barang, prinsip yang harus ditekankan adalah bahwa
barang harus masuk dulu secara fisik sebelum dimasukkan ke dalam
sistem. Tujuan prinsip ini adalah untuk memudahkan pengaturan
penyaluran barang berdasarkan first expired first out (FEFO).

Penerimaan barang harus melalui area transito in, sedangkan


pengeluaran barang harus melalui area transito out. Pintu masuk barang
harus berbeda dan terpisah dengan pintu keluar barang. Tidak ada
ketentuan mengenai aturan jarak dan lokasi penempatan kedua pintu, tetapi
tata letak harus menjamin tidak ada risiko ketercampuran antara barang
masuk dengan barang keluar. Adapun pemisahan jalur penerimaan barang
sesuai pedoman CDOB telah diterapkan di KFTD Cabang Mataram

c. Penyimpanan

Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan Praktek Kerja


Profesi, Gudang KFTD Cabang Mataram memiliki lantai berbahan epoksi
untuk memudahkan pembersihan. Atap dilengkapi dengan rangka baja dan
dinding terbuat dari beton untuk menjamin kekokohan struktur bangunan
gudang. Terkait pengendalian hama, KFTD Cabang Mataram telah
menggunakan Terminix sebagai pest control. Kondisi bangunan seperti ini
bertujuan untuk mempertahankan kualitas perbekalan farmasi dan alat
kesehatan yang disimpan di dalam gudang.

18
Selama penyimpanan, barang harus ditata dengan baik untuk
memungkinkan terlaksananya sistem FEFO. Penataan dilakukan oleh
petugas gudang dengan pengawasan APJ. Tujuan dari penerapan sistem
FEFO adalah agar pergerakan barang senantiasa terjaga. Pada beberapa
kasus, sistem FEFO tidak dapat diterapkan karena kapasitas gudang kecil
sehingga terpaksa melakukan pembongkaran bila ingin menyusun barang
dengan sistem FEFO. Adapun KFTD Cabang Mataram memiliki kapasitas
gudang yang luas sehingga sistem FEFO dapat diterapkan. Hal yang masih
menjadi permasalahan di KFTD Cabang Mataram adalah masih adanya
penempatan produk yang tidak terorganisasi dengan baik.

Gudang KFTD Cabang Mataram terdiri atas area penyimpanan utama,


Gudang Sejuk, Gudang Narkotika, Gudang ED/Rusak, lemari
psikotropika, lemari prekursor, dan lemari pendingin (chiller).
Penyimpanan perbekalan farmasi dan alat kesehatan di KFTD Cabang
Mataram dikategorikan berdasarkan persyaratan kondisi penyimpanan,
bentuk sediaan, dan alfabetik. Adapun pengategorian ini masih belum
diterapkan secara maksimal di KFTD Cabang Mataram . Setiap area dan
ruangan dilengkapi dengan termometer dan higrometer untuk keperluan
pemantauan suhu.

Area penyimpanan utama terdiri atas sembilan rak bertingkat. Setiap


rak memiliki tiga tingkat. Area ini ditujukan untuk menyimpan perbekalan
farmasi dan alat kesehatan yang tidak memerlukan perlakukan khusus.
Area ini memiliki suhu maksimal 30° C. Sirkulasi udara yang baik dapat
membantu menjaga stabilitas suhu di area ini.

Produk yang memerlukan suhu penyimpanan lebih rendah diletakkan


di Gudang Sejuk. Gudang Sejuk memiliki suhu sekitar 15°-25° C.
Ruangan ini memiliki dimensi 7×8 m. Beberapa contoh produk yang harus
diletakkan di ruangan ini adalah sediaan injeksi, sediaan setengah padat,
dan sediaan lainnya yang memerlukan persyaratan penyimpanan pada suhu

19
sejuk. Produk yang memerlukan suhu dingin harus disimpan di dalam
lemari pendingin (chiller). Suhu harus selalu dijaga pada kisaran 2°-8° C.
Lemari pendingin ini memiliki kapasitas 218 L. Produk yang disimpan di
dalam lemari pendingin (chiller) merupakan produk rantai dingin (cold
chain product) seperti vaksin.

Narkotika diletakkan di Gudang Narkotika. Ruangan ini juga dijaga


suhunya pada suhu sekitar 15°-25° C. Ruangan ini memiliki dua pintu
berlapis yang terbuat dari besi untuk menjamin keamanan selama
penyimpanan. Ruangan ini selalu terkunci bila sedang tidak diakses.
Psikotropika dan prekursor diletakkan di dalam lemari terkunci yang
berada di area penyimpanan utama. Kedua lemari ini masing-masing
berkapasitas 315 L. Lokasi penyimpanan ini bersifat sementara karena
keterbatasan tempat. Ke depannya, psikotropika dan prekursor akan
diletakkan di dalam ruangan khusus yang terkunci seperti halnya
narkotika. Rencana pemindahan dilakukan untuk memenuhi ketentuan
yang tercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

Produk yang telah rusak atau kadaluarsa ditempatkan di Gudang


ED/Rusak. Tujuan pemisahan ruangan untuk produk semacam ini adalah
untuk mencegah ketercampuran. Ruangan ini harus terkunci untuk
menjamin tidak ada pencurian barang oleh oknum tertentu. Data produk
yang telah kadaluarsa dapat terlihat pada sistem komputer sehingga produk
yang akan kadaluarsa dapat dipersiapkan untuk dipindahkan ke Gudang
ED/Rusak. Pemusnahan produk di ruangan ini menunggu hingga ruangan
penuh atau hingga sudah berisiko tercampur dengan produk baik. Bila
sudah penuh maka produk-produk kadaluarsa dan rusak yang terkumpul
segera dikirim ke ULS untuk dimusnahkan. Pemusnahan mandiri di KFTD
Cabang Jakarta-2 sangat jarang dilakukan karena tidak efisien dari segi
biaya. Proses pemusnahan secara fisik disertai dengan pembuatan berita

20
acara. Walaupun telah dilakukan pemusnahan secara fisik, data produk
yang telah dimusnahkan masih tercantum pada sistem komputer.
Pemusnahan secara sistem dapat dilakukan setelah melalui persetujuan
Komisaris yang dibawa pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Untuk memastikan kesesuaian antara stok fisik dengan stok pada sistem
komputer, stok opname dilakukan secara berkala. KFTD Cabang Mataram
melakukan stok opname setiap tiga bulan.

d. Penjualan

Penjualan di KFTD Cabang Mataram dibagi ke dalam sembilan divisi


berdasarkan produk. Setiap divisi menangani produk yang berbeda-beda,
seperti produk OTC, ethical, dan alat kesehatan yang dibedakan lagi
berdasarkan produk pihak pertama dan pihak ketiga. Dulu, divisionalisasi
tidak dilakukan berdasarkan produk, melainkan berdasarkan outlet seperti
apotek, rumah sakit, dan toko obat. Divisionalisasi berdasarkan outlet lebih
menekankan pada penyebaran produk, sementara divisionalisasi
berdasarkan produk lebih menekankan pada penetrasi produk. Perubahan
orientasi dari outlet menjadi produk merupakan pilot project yang bermula
di KFTD Cabang Mataram dari bulan Mei 2015 yang saat ini mulai
diimplementasikan di cabang lainnya. Melalui divisionalisasi berdasarkan
produk, diharapkan penjualan akan semakin tajam pada suatu outlet
sehingga kuantitas penjualan produk pada outlet tersebut akan meningkat.

Setiap divisi memiliki sejumlah salesman yang masing-masing


bertugas menawarkan dan menjual produk di area tertentu. Dalam
melaksanakan tugas penjualan, setiap salesman bertanggung jawab pada
supervisor. Seorang supervisor dapat memegang lebih dari satu divisi.
Setiap salesman memiliki target penjualan tertentu. Target ini dapat
berbeda-beda pada setiap divisi dan umumnya disesuaikan dengan
intensitas kepadatan outlet di suatu area penjualan. Selain menjual ke
pelanggan yang sudah ada, setiap salesman juga memiliki target untuk
mencari pelanggan baru (new outlet open) di area tugasnya.

21
Bila Surat Pesanan telah diterima oleh salesman, maka selanjutnya
dibuat sales order (SO) di sistem informasi untuk mengecek ketersediaan
barang. SKB, faktur penjualan, dan faktur pajak segera dibuat bila
pembayaran dilakukan secara cash on delivery (COD). Bila pembayaran
dilakukan secara kredit, maka faktu pajak akan dibuat saat penagihan.
SKB dicetak oleh bagian logistik lalu produk yang dipesan dapat
disiapkan.

Berdasarkan pengamatan pada aktivitas seorang salesman KFTD


Cabang Mataram pada tanggal 8 Mei 2015, ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan. Salesman bertugas mengunjungi beragam outlet dalam area
tugasnya untuk menanyakan pesanan dan menawarkan produk. Setiap
salesman selalu membawa lembar Daftar Kunjungan Salesman. Setiap
kunjungan, salesman akan meminta cap dari outlet yang dikunjungi
sebagai bukti kunjungan salesman. Dalam satu hari, salesman tersebut
biasanya ditargetkan untuk mengunjungi 20 outlet di mana sebanyak 12
outlet harus melakukan pemesanan. Target dapat berbeda pada setiap
salesman dan divisi. Lembar ini selanjutnya akan dilaporkan kepada
supervisor terkait.

Hal yang perlu diperhatikan dalam setiap kunjungan adalah tata cara
perkenalan yang baik. Kesan pertama mampu menentukan kelanjutan
hubungan antara salesman dengan pelanggan hingga seterusnya. Hal yang
diperkenalkan umumnya meliputi nama salesman dan asal PBF. Selain itu,
ditanyakan pula biasanya pemesanan dilakukan pada hari apa dan melalui
apa. Setelah memperkenalkan diri, salesman akan menanyakan apa saja
obat yang sedang dibutuhkan di outlet tersebut. Pelanggan sambil
ditawarkan beberapa barang sebagai pengingat dan untuk menciptakan
impulsive buying. Bila pelanggan ingin memesan, maka pelanggan
diminta untuk menulis daftar pesanan di Surat Pesanan. Untuk pemesanan
narkotika, psikotropika, dan prekursor, pemesanan harus ditulis pada Surat
Pesanan khusus yang dipersyaratkan dan harus ditandatangani oleh

22
Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bertugas. Secara paralel,
salesman akan mengonfirmasi ketersediaan obat dengan cara melihat
daftar stok obat yang dibawa. Bila Surat Pesanan telah ditulis, salesman
akan menghubungi fakturis di KFTD Cabang Mataram untuk
menginformasikan daftar obat yang dipesan sehingga faktur dapat segera
dibuat. Baik pesanan ada atau tidak, pelanggan harus dipastikan telah
memiliki kontak salesman yang dapat dihubungi sebelum meninggalkan
outlet.

e. Penyiapan dan Pengantaran Barang

KFTD Cabang Mataram menerapkan sistem one day service. Melalui


pelayanan ini, semua barang yang dipesan di bawah pukul 12.00 siang
akan langsung segera dikirim pada hari yang sama. Namun, bila
pemesanan dilakukan di atas pukul 12.00 siang maka akan dikirim
keesokan harinya. Sistem pelayanan ini juga diterapkan di berbagai
cabang.

Pengeluaran barang di KFTD Cabang Mataram mengacu pada sistem


FEFO. Untuk menjamin sistem FEFO berjalan dengan baik, fakturis akan
menginformasikan nomor bets yang sesuai pada faktur. fakturis
akan mengeluarkan barang dari sistem terlebih dahulu. Setelah itu,
dilanjutkan dengan pengeluaran barang secara fisik. Prinsip pengeluaran
barang ini harus selalu diikuti. Petugas pengambilan barang bertugas
mengambil barang yang sesuai dengan faktur. Kesesuaian nomor bets
antara faktur dengan barang yang diambil perlu diperhatikan dengan
saksama, khususnya untuk narkotika, psikotropika, dan prekursor. Segala
kegiatan pengambilan barang harus didokumentasikan dengan baik pada
Kartu Persediaan Gudang. Hal yang dicatat meliputi tanggal, lima digit
terakhir nomor faktur, nama outlet yang memesan, nomor bets, jumlah
barang yang keluar, dan sisa persediaan barang. Setiap minggu, petugas
pengambilan barang biasanya akan mengecek kesesuaian jumlah
persediaan barang antara data yang tertera pada Kartu Persediaan Gudang

23
dengan data stok pada sistem. Bila ada data yang tidak sesuai maka dapat
segera ditindaklanjuti.

Narkotika, psikotropika, dan prekursor membutuhkan Surat Pesanan


khusus sehingga bila outlet memberikan Surat Pesanan yang tidak sah
maka dapat diabaikan. Biasanya outlet tersebut akan menelepon ke KFTD
Cabang Mataram dan berjanji akan memberikan Surat Pesanan yang sah
segera. Ketika Surat Pesanan yang sah tiba, maka pemesanan akan segera
dilayani.

Barang yang telah diambil kemudian dikemas dengan plastik atau dus
dan disegel dengan pengokot (stapler) atau lakban. Pengemasan ini
bertujuan untuk mempertahankan mutu barang dan mencegah aksi
pencurian selama proses pengantaran. Barang yang telah dikemas
diletakkan di area transito out lalu dipindahkan ke dalam mobil pengantar
barang. Petugas pengantaran barang selanjutnya akan mengantar barang
sesuai outlet yang dituju.

Faktur tetap disimpan sebagai dokumentasi walaupun proses


pengantaran barang telah berjalan. Faktur yang terkumpul setiap harinya
dikumpulkan dan disusun dengan sistem binder berdasarkan tanggal.
Penyimpanan dilakukan selama sepuluh tahun lalu selanjutnya dapat
dimusnahkan. Dokumentasi ini penting karena terkadang Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) sering memeriksa arsip terdahulu ketika
melakukan inspeksi.

f. Pelaporan

Setiap bulan, KFTD Cabang Mataram melaporkan data penyaluran


narkotika, psikotropika, dan prekursor ke Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM). Pelaporan bulanan dilakukan secara online selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. Pada tanggal 9 Mei 2015, peserta
Praktek Kerja Profesi diminta oleh APJ untuk membantu membuat dan

24
melaporkan laporan penyaluran narkotika, psikotropika, dan prekursor
periode April 2015.

Laporan penyaluran harus dibuat sesuai dengan ketentuan format yang


dipersyaratkan oleh BPOM. Salah satu ketentuannya adalah laporan
penyaluran harus dibuat dalam bentuk file berekstensi *.csv (comma
separated value) dan setiap produk harus dibuat laporan terpisah. Data
penyaluran produk bulanan dapat

diambil dari software Navision. Secara otomatis, software tersebut


akan menghasilkan file yang sebagian besar telah disesuaikan dengan
format dari BPOM. Hal yang perlu disesuaikan ulang biasanya hanya
format penulisan tanggal. Prosedur teknis pelaporan ke BPOM secara
online adalah

1) Kunjungi <http://e-napza.pom.go.id/>.
2) Lakukan login dengan username dan password yang sesuai.
3) Pilih menu “Berkas”, “Baru”, “Laporan Penyaluran”, lalu “Obat Jadi”.
4) Klik menu “Buat Data Penyaluran”.
5) Pada bagian “Input Laporan Penyaluran Produk Jadi”, pilih salah satu
dari kategori “Narkotika”, “Psikotropika”, dan “Prekursor”. Tentukan
pula bulan dan tahun sebagai periode penyaluran yang dilaporkan.
6) Klik “Tambah Produk Jadi” untuk memulai menambahkan produk yang
ingin dilaporkan. Produk yang dipilih harus memperhatikan kesesuaian
antara nomor izin edar, nama produk, dan kemasan. Setelah itu, unggah
file berektensi *.csv yang telah disiapkan. Sistem dari BPOM akan
mengecek kesesuaian format secara otomatis. Bila format telah sesuai
maka akan muncul lambang “✓” berwarna hijau. Sementara itu, bila
belum sesuai dan memerlukan perbaikan format, akan muncul lambang
“×” berwarna merah. Ulangi tahap ini untuk produk lainnya.

25
7) Bila semua data produk telah diunggah maka selanjutnya dapat dikirim.
Bila pelaporan berhasil, maka pelapor akan menerima e-mail
pemberitahuan dari <e-napza@pom.go.id>.

Selain pelaporan ke BPOM, pelaporan data penyaluran untuk semua


produk juga harus dilakukan ke Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes). Pelaporan semua produk obat
dilakukan setiap tiga bulan secara online ke <
http://pbf.binfar.kemkes.go.id/>. Data penyaluran semua produk didapat
dari software Navision yang dikemas secara otomatis menjadi Laporan
Dinamika Obat. Laporan Dinamika Obat selanjutnya dapat diunggah
secara online.

g. Penanganan Keluhan

Selama pelaksanaan Praktek Belajar Lapangan di KFTD Cabang


Mataram periode Mei 2015, tidak ditemui adanya keluhan dari pelanggan.
Hal ini menunjukkan bahwa sejauh ini kualitas produk yang
didistribusikan dan kualitas pelayanan distribusi tidak memiliki masalah.
Pelanggan seperti apotek, rumah sakit, toko obat, dan lain-lain, dapat
mengajukan keluhan pada KFTD Cabang Mataram . APJ KFTD Cabang
Mataram selanjutnya akan menerima keluhan. Keluhan yang diterima akan
diklasifikasikan apakah keluhan terkait dengan kualitas obat atau distribusi
obat.

Bila keluhan terkait dengan kualitas obat, misalnya seperti obat yang
tidak memenuhi syarat, maka APJ akan membuat laporan yang dievaluasi
bersama dengan Branch Manager. Laporan tersebut ditujukan kepada
industri farmasi yang memproduksi obat yang dikeluhkan melalui ULS
atau UKL. Laporan tesebut memuat tentang jumlah obat yang diterima,
nomor dan tanggal Surat Pesanan, nomor bets, dan informasi lainnya.
Secara paralel, produk yang bermasalah segera dikarantina di tempat yang

26
terpisah dari produk baik. Segala aktivitas ini harus didokumentasikan
dengan baik.

h. Penanganan Obat Palsu

Selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi di KFTD Cabang Mataram


periode Mei 2015, belum pernah ditemui adanya kasus pelaporan obat
palsu dari pelanggan. Beberapa produk yang pernah dilaporkan hanya
terbukti positif palsu setelah dianalisis lebih lanjut. Pemastian sederhana
biasanya dilakukan dengan cara membandingkan dengan produk sejenis.

Menurut APJ KFTD Cabang Mataram, kasus obat palsu di KFTD


Cabang Mataram umumnya sangat jarang ditemukan karena KFTD
memiliki alur distribusi yang jelas. KFTD merupakan distributor tunggal
sehingga barang yang diterima merupakan barang yang dikirimkan
langsung dari prinsipal. Kasus obat palsu umumnya lebih sering terjadi
pada tender karena risikonya lebih tinggi bila disalurkan ke outlet.
Umumnya kasus pemalsuan terjadi pada obat langka yang memiliki
tingkat permintaan tinggi.

Konsumen atau pihak yang menemukan obat palsu atau diduga palsu
dapat melaporkan pada outlet tempat pembelian. Outlet tersebut
selanjutnya dapat melaporkan penemuan ini ke KFTD cabang terkait.
Identifikasi obat palsu dapat dilakukan dengan cara membandingkan
dengan obat sejenis dan mengonfirmasi kesesuaian nomor bets ke ULS
atau UKL. Bila memang diyakini positif, maka APJ selanjutnya akan
memerintahkan penghentian distribusi dan segera melakukan karantina
obat terkait. APJ menginformasikan pada Branch Manager lalu Branch
Manager meneruskan informasi ini ke ULS atau UKL untuk selanjutnya
diteruskan ke prinsipal terkait. Segala aktivitas ini harus didokumentasikan
dengan baik.

27
i. Penarikan Kembali

Penarikan obat biasanya dilakukan ketika ada pemberitahuan dari


prinsipal. Penarikan umumnya dapat disebabkan oleh faktor produksi,
nomor izin edar habis, atau kemasan tidak terstandar. Ketika BPOM
memerintahkan prinsipal untuk melakukan penarikan, maka prinsipal akan
menginstruksikan KFTD untuk melakukan penarikan produk terkait di
setiap cabang. Tanggung jawab KFTD dalam penarikan produk hanya
sampai tingkat outlet yang menjadi pelanggan KFTD.

Ketika KFTD mendapat instruksi penarikan dari prinsipal atau


BPOM, maka APJ di setiap cabang akan melakukan pelacakan obat
terkait, baik obat yang masih tersimpan di gudang maupun obat yang
sudah didistribusikan ke pelanggan. APJ akan melakukan penarikan dari
pelanggan dengan menggunakan Nota Retur (NR) dan melakukan
rekonsiliasi antara jumlah yang dikirim ke pelanggan dengan jumlah yang
ditarik. Semua obat yang telah ditarik dimasukkan ke dalam ruang khusus
yang terkunci dan diberi label yang jelas. Dokumentasi yang dibuat
meliputi informasi nama pelanggan, nama barang, kemasan, jumlah,
nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan invoice.

Salah satu contoh kasus penarikan kembali terbaru yang pernah


dilakukan oleh KFTD Cabang Mataram adalah penarikan atas instruksi
BPOM pada tanggal 30 Maret 2015. Penarikan kembali dilakukan pada
salah satu produk obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat.

j. Inspeksi

Secara berkala, BPOM dapat melakukan inspeksi ke KFTD Cabang


Mataram, baik secara mendadak maupun dengan pemberitahuan. Inspeksi
ini bertujuan untuk memastikan kegiatan di KFTD Cabang Mataram telah
berlangsung dengan benar dan telah memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan. Untuk mengantisipasi timbulnya masalah ketika inspeksi,

28
KFTD Cabang Mataram telah mempersiapkan sejumlah dokumen yang
dapat ditunjukkan kepada tim inspeksi bila diperlukan.

Dokumen tersebut meliputi

a. Dokumen perizinan dan denah bangunan,


b. Surat Penugasan, Surat Izin Kerja (SIK), dan Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA),
c. Undang-undang, peraturan, atau pedoman terkait yang dimiliki,
d. Arsip faktur dan Surat Pesanan selama dua bulan terakhir,
e. Prosedur tetap,
f. Struktur organisasi,
g. Uraian tugas (job description) tiap karyawan,
h. Daftar karyawan,
i. Contoh absensi APJ dan beberapa karyawan,
j. Arsip laporan triwulan dan bulanan,
k. Program pelatihan dan arsip pelatihan,
l. Sampel dokumen tahun sebelumnya,
m. Arsip faktur yang dibatalkan,
n. Laporan dan data jika pernah melakukan inspeksi diri,
o. Daftar salesman dan wilayah kerja salesman,
p. Dokumen pelaksanaan penarikan kembali (recall), dan
k. Laporan Dinamika Obat.

Dalam pelaksanaan inspeksi, BPOM akan membawa lembar checklist


yang berisi setiap aspek yang perlu diperiksa. Lembar ini diisi oleh tim
inspeksi berdasarkan kondisi KFTD Cabang Mataram di lapangan. Setiap
aspek pemeriksaan memiliki tingkat kekritisan, yaitu minor, mayor,
critical, dan critical absolute. Contoh pelanggaran minor adalah perubahan
denah bangunan tidak dilaporkan, tidak ada papan nama, tidak memiliki
prosedur tetap, dan lain-lain. Contoh pelanggaran mayor adalah seperti
perlengkapan gudang tidak memenuhi syarat, informasi pada faktur kurang
lengkap, kartu stok tidak mencantumkan nomor bets dan tanggal

29
kadaluarsa, Surat Pesanan tidak ada, termometer lemari pendingin tidak
dikalibrasi, dan lain-lain. Contoh pelanggaran critical adalah seperti
pengadaan atau penyaluran obat keras melibatkan pihak tak berwenang,
sarana sudah aktif tapi belum berizin, tidak ada APJ, tidak aktif selama
satu tahun, tidak memiliki genset bagi PBF penyalur vaksin, dan lain-lain.

Setelah diinspeksi, KFTD Cabang Matara, selanjutnya akan membuat


corrective and preventive action (CAPA) berdasarkan temuan dari BPOM.
Pelaksanaan CAPA ditulis dalam lembar yang merinci akar masalah,
dampak, tindakan perbaikan dan pencegahan, batas waktu
penanggulangan, penanggung jawab, dan bukti perbaikan. Hasil analisis
ini selanjutnya diinformasikan ke BPOM sebagai bukti bahwa KFTD
Cabang Mataram telah menanggulangi aspek yang bermasalah.

l. Pelaksanaan Tugas Khusus

Tugas khusus dilaksanakan di KFTD Cabang Mataram Tugas khusus


tersebut membahas tentang desain penempatan perbekalan farmasi
kuantitas kecil. Tugas khusus ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk
meningkatkan efisiensi ruang kosong pada gudang dan memudahkan
pengambilan barang oleh setiap personil. Peningkatan efisiensi ruang
kosong dilakukan dengan memisahkan produk berdasarkan kuantitas untuk
ditempatkan pada rak yang terpisah. Untuk memudahkan pengambilan
barang, khususnya bagi personil baru, diciptakan suatu sistem penandaan
lokasi bagi seluruh barang di gudang.

30
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Apoteker Penanggung Jawab (APJ) di PT Kimia Farma Trading &


Distribution (KFTD) Cabang Mataram bertanggung jawab penuh atas
seluruh kegiatan logistik, yaitu mulai dari pengadaan hingga penyaluran
ke sarana kefarmasian lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Peserta Praktek Belajar Lapangan telah memperoleh gambaran umum
dari pelaksanaan pekerjaan kefarmasian di KFTD Cabang Mataram .
Secara umum, pengetahuan yang didapat meliputi mekanisme pengadaan
barang, tata cara penerimaan barang, pengaturan penyimpanan barang,
mekanisme penjualan barang, tata cara penyiapan dan pengantaran
barang, tata cara pelaporan data penyaluran ke pemerintah, penanganan
keluhan, penanganan obat palsu, penarikan kembali, dan cara
menindaklanjuti inspeksi pemerintah.
3. KFTD Cabang Mataram telah menerapkan seluruh aspek Cara Distribusi
Obat yang Baik (CDOB) dengan baik. Upaya pemenuhan CDOB selalu
dipertahankan melalui perbaikan secara terus-menerus.
4. Beberapa permasalahan yang muncul di KFTD Cabang Matara
mmeliputi pengambilan barang yang tidak terdokumentasi pada Kartu
Persediaan Gudang, kurangnya jumlah petugas pengambilan barang,
penempatan barang yang belum tertata dengan baik, pencapaian target
penjualan yang kurang maksimal, dan adanya bagian bangunan yang
rusak.
B. Saran

Semoga PBL ditahun depan lebih banyak mengunjungi pabrik – pabrik


farmasi sehingga pengetahuan tentang industri farmasi lebih banyak lagi.

31
DAFTAR PUSTAKA

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012).


Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman
Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

PT Kimia Farma Trading & Distribution. (2015). Standard Operating


Procedures 2015. Jakarta: PT Kimia Farma Trading & Distribution.

32
LAMPIRAN

Gambar 1. Pembekalan Materi KFTD Gambar 2. Pembekalan Materi KFTD

Gambar 3. Gudang Narkotika Gambar 4. Gudang Psikotropika

Gambar 5. Gudang Vaksin Gambar 6. Gudang Karantina Produk


Retur

33
Gambar 7. Penarikan PBL Kimia Farma
Trading and Distribution

34
1

Anda mungkin juga menyukai