di
PT. PENTA VALENT
CABANG MEDAN
Disusun Oleh
di
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien
Disusun oleh:
Pembimbing
Mengetahui
Dr. apt. Nilsya Febrika Zebua, S.Farm., M.Si. apt. Kanne Dachi, S.Farm., M.Farm
NIDN: 0110028603 NIDN: 0105069202
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
menyelesaikan Praktik Kerja Profesi (PKP) Apoteker dan laporan Praktik Kerja
Profesi di PBF PT. Penta Valent Cabang Medan yang terletak di Jalan Kapten
Muslim Komplek Ruko Mega Com Center Blok B nomor 25-27. Praktik Kerja
Profesi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker.
Laporan ini ditulis berdasarkan teori dan hasil pengamatan selama melakukan
dari berbagai pihak baik berupa arahan, bimbingan dan masukan. Oleh karena itu
1. Bapak Dr. Awaludin, SE., M.Si., M.M., selaku Ketua Yayasan Apipsu dan
Bapak Dr. Irawan Agusnu Putra, SP., MP., selaku Rektor Universitas Tjut
2. Ibu Dr. apt. Nilsya Febrika Zebua, M.Si., selaku Dekan Fakultas Farmasi
3. Ibu apt. Kanne Dachi, M.Farm., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
4. Ibu apt. Yessi Febriani, M.Si selaku dosen Pembimbing PKPA PBF yang
5. Ibu apt. Sri Reny Hartati.,S.Farm selaku dosen Praktisi dan Apoteker
iv
penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk
kedua orang tua beserta keluarga yang telah banyak memberikan dukungan
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Penulis
RINGKASAN
v
Telah selesai dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF
PT. Penta Valent Cabang Medan, yang berlokasi di Jalan Kapten Muslim
Komplek Ruko Mega Com Center Blok B nomor 25-27. Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini dilaksanakan dalam upaya untuk memberikan perbekalan,
keterampilan dan keahlian kepada calon Apoteker dengan melihat dan
melaksanakan pekerjaan kefarmasian di PBF sesuai dengan Cara Distribusi Obat
yang Baik (CDOB) serta peran dan tugas Apoteker Penanggung Jawab dalam
melaksanakan tugas kefarmasian di PBF.
Kegiatan PKPA ini bertujuan agar calon Apoteker mampu memahami
prinsip dan aspek CDOB, memahami ketentuan khusus produk rantai dingin
(Cold Chain Product/CCP) serta mampu bekerja secara professional sesuai
dengan peraturan perundang-undangan serta kaidah profesi yang berlaku.
PKPA ini dilaksanakan pada tanggal 01-11 November 2023 dengan
kegiatan meliputi pemahaman mengenai tugas dan fungsi Apoteker di PBF dan
mengetahui proses pengadaan, penyimpanan, serta penyaluran obat sampai
kepelayanan kesehatan yang telah memiliki sertifikat CDOB.
DAFTAR ISI
vi
Halaman
JUDUL..............................................................................................................
HALAMAN JUDUL........................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................
RINGKASAN...................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
DAFTAR TABEL............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................
vii
2.2.3 Bangunan dan Peralatan................................................
2.2.4 Operasional....................................................................
2.2.7 Transportasi...................................................................
2.2.9 Dokumentasi..................................................................
3.4.1 Pengadaan......................................................................
3.4.2 Penyimpanan.................................................................
3.8 Pelaporan..................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................
viii
4.1 Penyelenggaraan PT. Penta Valent..........................................
4.1.2 Penerimaan....................................................................
4.1.3 Penyimpanan.................................................................
4.1.4 Penyaluran/Pendistribusian...........................................
4.1.5 Dokumentasi..................................................................
5.1 Kesimpulan..............................................................................
5.2 Saran.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Nomor izin PBF PT. Penta Valent cabang Medan...........................
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Pengadaan Produk.............................................................
Lampiran 2. Alur Penerimaan Produk...........................................................
Lampiran 3. Alur Penyimpanan Produk........................................................
Lampiran 4. Alur Distribusi dari Cabang ke Pelanggan...................................
Lampiran 5. Alur Penanganan Pengembalian Produk/Retur............................
Lampiran 6. Alur Penarikan Kembali/Recall...................................................
Lampiran 7. Contoh Faktur Pembelian.............................................................
Lampiran 8. Contoh Kartu Stok Gudang..........................................................
Lampiran 9. Struktur Organisasi.......................................................................
Lampiran 10. Sertifikat CDOB CCP................................................................
Lampiran 11. Sertifikat CDOB Obat Lain........................................................
Lampiran 12. Daftar Obat Psikotropika............................................................
Lampiran 13. Daftar Obat-Obat Tertentu.........................................................
Lampiran 14. Daftar Obat Prekursor Farmasi..................................................
Lampiran 15. Daftar Obat PBF Penta Valent................................................... 55
Lampiran 14. Surat Pesanan OOT, Prekusor, Psikotropik............................... 57
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
integritas distribusi obat disetiap titik distribusi sejak dari industri farmasi
hingga fasilitas pelayanan kefarmasian yaitu mengharuskan setiap PBF
untuk menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yaitu
memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/ penyaluran sesuai persyaratan
dan tujuan penggunaannya (Permenkes RI, 2011).
Setiap PBF dan PBF cabang harus memiliki apoteker penanggung
jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat (Permenkes RI,
2014). PBF dan PBF cabang hanya melaksanakan penyaluran obat
berdasarkan surat pesanan yang sudah ditanda tangani apoteker pemegang
SIA, apoteker penanggung jawab atau tenaga teknis kefarmasian
penanggung jawab untuk toko obat dengan mencantumkan nomor SIPA
atau SIPTTK (Permenkes RI, 2017). Dengan demikian, berkaitan dengan
pelaksanaan PKPA di PBF, Fakultas Farmasi Universita Tjut Nyak Dhien
Medan bekerja sama dengan PT. Penta Valent cabang Medan pada periode
01 November – 11 November 2023. PBF PT. Penta Valent merupakan
salah satu distributor farmasi, kosmetik dan produk konsumer yang
berbentuk nasional. PBF cabang Medan merupakan cabang dari PBF PT.
Penta Valent Pusat yang berlokasi di Jakarta Pusat yang telah memiliki
pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2
3. Mendapatkan pengalaman praktis kepada calon apoteker untuk melihat
dan mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rangka pengembangan praktek farmasi.
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang profesional.
5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan dan penyelesaian
dalam pekerjaan kefarmasian.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
4. Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 31 tahun 2016
tentang perubahan atas peraturan Mentri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan
Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5 tahun
2023 tentang Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi.
6. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia No. HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2020
tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik.
7. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia No. 6 Tahun 2020 tentang Perubahn Atas
Peraturan Badan Pengawasan Obat Dan Makanan No. 9 Tahun
2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang baik.
8. Peraturan Mentri Kesehatan Indonesia No. 30 tahun 2017
Tentang Perubahan kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar
Farmasi.
2.1.3 Tugas dan Fungsi PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF. Tugas dan fungsi
PBF yaitu :
1. Menyelengarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat.
2. Sebagai tempat pendidikan dan penelitian.
2.1.4 Apoteker Penangung Jawab untuk PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
RI No. 889/MENKES/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan
Izin Kerja Tentang Kefarmasian menjelaskan bahwa Apoteker adalah
Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker yang akan
5
menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Memiliki keahlian dan kewenangan
2. Menerapkan standar profesi
3. Didasarkan pada standar kefarmasian dan standar operasional
4. Memiliki sertifikat kompetensi profesi
5. Memiliki surat tanda regristrasi apoteker (STRA) (Menkes RI,
2011) Surat tanda registrasi apoteker (STRA) merupakan bukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu 5 tahun selama masih memenuhi persyaratan.
Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi
persyaratan:
a. Ijazah Apoteker
b. Memiliki sertifikat kompetensi Profesi
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah
/janji Apoteker.
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari
dokter yang memiliki surat izin praktik.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi (Menkes RI, 2011).
Setelah memenuhi persyaratan diatas, seorang apoteker yang
akan bekerja sebagai Apoteker penanggung jawab di PBF wajib
memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat izin
praktek yang diberikan kepada Apoteker Untuk dapat melaksanakan
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi
atau pelayanan SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas
kefarmasian untuk memperoleh SIKA, Apoteker mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilaksanakan serta harus menerbitkan SIKA
paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan
6
diterima dan dinyatakan lengkap. Berkas-berkas yang harus
dilampirkan untuk permohonan SIKA yaitu :
1. Fotokopi STRA yang dilengkapi oleh KFN.
4. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3x4
2 (dua) lembar (Menkes RI, 2011).
Menurut Pedoman Teknis CDOB Tahun 2020, tugas dan
kewajiban apoteker di PBF adalah sebagai berikut :
1. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu.
2. Fokus pada penggelolaan kegiatan yang menjadi
kewenangannya serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.
3. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan
pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang
terkait dalam kegiatan distribusi.
4. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap
kegiatan penarikan obat dan/atau bahan obat.
5. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan
efektif.
6. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan
pelanggan.
7. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk
dikembalikan ke dalam stok obat dan/atau bahan obat yang
memenuhi syarat jual.
8. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak
dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung
jawab masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi
dan/atau transportasi obat dan/atau bahan obat.
7
9. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai
program dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.
10. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis
kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi
berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka
waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan
setiap pendelegasian yang dilakukan.
11. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk
mengkarantina atau memusnahkan obat dan/atau bahan obat
kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga palsu.
12. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan
untuk obat dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan
perundang-undangan.
2.1.5 Perizinan PBF
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan No. 14 Tahun 2021, tentang Standar Kegiatan Usaha dan
Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Kesehatan. Berdasarkan Permenkes No. 14 Tahun 2021,
persyaratan izin PBF adalah:
1. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
2. Data apoteker penanggung jawab yang meliputi: STRA, ijazah,
surat pernyataan bekerja penuh waktu, perjanjian kerja sama
yang disahkan oleh notaris, dan KTP.
3. Data lokasi usaha yang meliputi: lokasi kantor dan gudang PBF.
4. Bukti Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Persyaratan perpanjangan izin PBF adalah disampaikan paling
cepat 6 (enam) bulan sebelum masa berlaku izin PBF berakhir.
Persyaratan perubahan izin PBF adalah:
1. Perubahan izin PBF disampaikan dalam hal terdapat:
a. Perubahan nama perusahaan.
b. Perubahan alamat perusahaan dan/atau lokasi usaha.
c. Pergantian direktur dan/atau penanggung jawab.
8
d. Perubahan lingkup penyaluran PBF.
2. Pelaku Usaha menyampaikan permohonan perubahan izin dan
memperbaharui persyaratan yang disampaikan pada permohonan
izin.
3. Pada permohonan pergantian Apoteker wajib disertakan juga
berita acara serah terima Apoteker yang ditandatangani oleh
Apoteker lama, Apoteker baru, dan direktur.
2.1.6 Penyelengaraan PBF
Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES /PER/VI/2011 tentang PBF menyebutkan bahwa PBF
dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal pengadaan obat di
PBF, PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri
farmasi dan/atau sesama PBF. Sedangkan PBF cabang hanya dapat
melakukan pengadaan obat dan/bahan obat dari PBF pusat. Pengadaan
obat dan/atau bahan obat tersebut harus berdasarkan surat pesanan
yang ditandatangani Apoteker penanggung jawab dengan
mencantumkan nomor SIKA.
Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker
penanggung jawab yang telah memiliki izin yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran obat. Namun, Apoteker penanggung jawab dilarang
merangkap jabatan sebagai direktur atau pengurus PBF atau PBF
Cabang. Apabila apoteker penanggung jawab tidak dapat
melaksanakan tugas, apoteker yang bersangkutan harus menunjuk
apoteker lain sebagai pengganti sementara yang bertugas paling lama
untuk waktu 3 (tiga) bulan. Penggantian tersebut harus mendapat
persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Setiap pergantian
Apoteker penanggung jawab, pergantian direktur/ketua PBF cabang,
wajib memperoleh persetujuan dari Direktur Jendral dengan tembusan
kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Sedangkan,
9
setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian direktur
/ketua PBF Cabang, wajib meperoleh persetujuan dari kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepala direktur jendral, kepala
Badan, dan Kepala Balai POM. Untuk memperoleh persetujuan
tersebut, direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang melaporkan kepada
Direktur Jendral atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi paling lambat
dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja sejak terjadi perubahan
(BPOM RI, 2020).
PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran obat wajib menerapkan Pedoman
Teknis CDOB yang diterapkan oleh Kepala Badan. PBF dan PBF
Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB
oleh Kepala Badan. Setiap PBF dan PBF Cabang wajib melaksanakan
dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat
usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut
dapat dilakukan secara elektronik dan setiap saat harus dapat diperiksa
oleh petugas yang berwenang (BPOM RI, 2020).
1. Pengadaan
Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus
dilakukan kualifikasi pemasok yang tepat sebelum pengadaan
dilaksanakan. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan
prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa
ulang secara berkala. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari
industri farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan
bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan
prinsip dan pedoman CPOB. Sedangkan jika bahan obat
diperoleh dari industri non farmasi yang memproduksi bahan
obat dengan standar mutu farmasi, maka fasilitas distribusi wajib
memastikan bahwa pemasok tersebut memiliki izin serta
menerapkan prinsip dan pedoman CPOB. Pengadaan obat
dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis
10
dan rantai pasokan harus diidentifikasiserta didokumentasikan
(BPOM RI, 2020).
Sebelum memulai kerja sama dengan pemasok baru,
fasilitas distribusi harus melakukan pengkajian guna memastikan
calon pemasok tersebut sesuai, kompeten dan dapat dipercaya
untuk memasok obat dan/atau bahan obat. Dalam hal ini,
pendekatan berbasis resiko harus dilakukan dengan
mempertimbangkan reputasi dan tingkat keadaan serta keabsahan
operasionalnya, obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan
terhadap pemalsuan, penawaran obat dan/atau bahan obat dalam
jumlah besar yang biasanya hanya tersedia dalam jumlah
terbatas, dan harga yang tidak wajar (BPOM RI, 2020).
2. Penyaluran
PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan
fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Fasilitas pelayanan kefarmasian tersebut
meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik,
dan toko obat (kecuali obat keras). Setiap PBF dilarang menjual
obat secara ecer dan menerima atau melayani resep dokter. PBF
dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat
berdasarkan surat pemesan yang ditanda tangani apoteker
pengelola apotek, apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis
kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan
mencantumkan Nomor SIPA, SIKA, atau SIPTIK (BPOM RI,
2020).
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF
Cabang dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi
pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. PBF Cabang hanya dapat meyalurkan obat
dan/atau bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat
pengakuannya. Dalam kondisi tertentu PBF Cabang dapat
menyalurkan obat dan/atau bahan obat diwilayah provinsi
11
terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat yang dibuktikan dengan
surat penugasan/penunjukan yang disahkan oleh dinas kesehatan
provinsi (BPOM RI, 2020).
2.1.7 Gudang PBF
Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada
lokasi yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas
pengawasan intern oleh direksi atau pengurus atau penanggung jawab.
Apabila gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam
lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki
apoteker PBF dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan
gudang dimana setiap penambahan atau perubahan gudang PBF
tersebut harus memperoleh persetujuan dari Direktur Jendral dan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi pada akhirnya, gudang tambahan
hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan penyaluran sebagai
bagian dari PBF (Menkes RI, 2011).
Menurut menteri kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF,
permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada
Direktur Jendral dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
Kepala Badan, dan Kepala Balai POM sedangkan untuk permohon
penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Permohonan tersebut dengan
mencantumkan :
1. Alamat kantor PBF pusat.
2. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan.
3. Nama apoteker penanggung jawab pusat.
4. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan
Permohonan penambahan gudang tersebut ditandatangani oleh
direktur / ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Fotocopy Izin PBF.
12
2. Fotocopy Surat tanda registrasi Apoteker calon penanggung
jawab gudang tambahan.
3. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung
jawab.
4. Surat bukti penguasaan bangunan dan gedung.
5. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.
Sedangkan untuk permohonan perubahan gudang PBF ditanda
tangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan fotokopi izin PBF
serta peta lokasi dan denah bengunan gedung. Permohonan perubahan
gudang tersebut diajukan secara tertulis kepada direktur jendral
dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan,
dan Kepala Balai POM dengan mencantumkan alamat kantor PBF
pusat, alamat gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
2.2.1 Manajemen Mutu
Fasilitas Distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang
mencakup tanggung jawab, prosses dan langkah menajemen resiko
terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus
memastikan bahwa mutu obat dan / atau bahan obat dan integrasi
rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh
kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara
sistemik dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan
yang bermakna harus difasilitasi dan didokumentasikan. Sistem mutu
harus mencakup prinsip menajemen resiko mutu (BPOM RI, 2020).
Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggungjawab dari penanggung
jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi
aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemenpuncak.
Manajemen mutu meliputi sistem mutu, pengelolahan kegiatan
berdasarkan kontrak, kejian dan pemantauan manajemen, dan
manajemen resiko mutu. Dalam suatu organisasi. Pemastian mutu
berfungsi sebagai alat manajemen. Harus ada kebijakan mutu
13
terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan
pernyataan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu,
sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh manajemen.
Sistem mutu harus memastikan bahwa :
1. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan,
dikirimkan atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan
persyaratan CDOB.
2. Tanggung jawab manajemen diterapkan secara jelas.
3. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat
dalam jangka waktu yang sesuai.
4. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan
tersebut dilakukan.
5. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan
didokumentasikan dan diselidiki.
6. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action
Preventive Action / CAPA) yang tepat diambil untuk
memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai
dengan prinsip manajemen resiko mutu.
Sistem Manajemen Mutu harus mencakup pengendalian dan
pengkajian berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus
mencukupkan manajemen resiko mutu yang meliputi penelitian
terhadap pihak yang ditunjuk, penetapan tanggung jawab dan proses
komunikasi, dan pemantauan dan pengkajian secara terarur.
Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji
sistema manajemen mutu secara periodik kajian tersebut mencakup
pengukuran pencapaian sasaran penilaian indikator kinerja, peraturan,
pedoman dan hal baru yang berkaitan dengan mutu, inovasi,
perubahan iklim usaha dan bisnis (BPOM RI, 2020).
Manajemen risiko mutu merupakan bagian akhir dari
manajemen mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk
menilai, mengendalikan, mengkomunikasikan dan mengkaji risiko
terhadap mutu obat dan/atau bahan obat. Hal ini dapat dilaksanakan
14
baik secara proaktif maupun retrospektif. Fasilitas distribusi harus
melaksanakan penilaian risiko secara berkesinambungan untuk
menilai risiko yang mungkin terjadi terhadap mutu dan integritas obat
dan/atau bahan obat. Sistem mutu harus disusun dan diterapkan untuk
menangani setiap petensi risiko yang teridentifikasi. Sistem mutu
harus ditinjau ulang dan direvisi secara berkala untuk menangani
risiko baru yang teridentifikasi pada saat pengkajian risiko.
Manajemen risiko mutu harus memastikan bahwa evaluasi risiko
didasarkan pada pengetahuan ilmiah, pengalaman terhadap proses
yang dievaluasi dan berkaitan erat dengan pada pengetahuan ilmiah,
pengalaman terhadap proses yang dievaluasi dan berkaitan erat
dengan perlindungan pasien, usaha perbaikan, formalitas dan
dokumentasi pengkajian risiko mutu harus setara dengan tingkat risiko
yang ditimbulkan (BPOM RI, 2020).
2.2.2 Organisasi, Manajemen dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik
serta distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung
pada personil yang menjalankannya. Untuk melaksanakan semua
tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi maka harus ada
personil yang cukup dan kompeten dan setiap personil harus
memahami tanggung jawab masing-masing dengan jelas dan di catat.
Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima
pelatihan dasar maupun pelatihan lanjut dengan jelas dan di catat.
Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima
pelatihan dasar maupun pelatihan lanjut yang sesuai dengan tanggung
jawabnya. Personil yang bertanggungjawab dalam kegiatan menajerial
dan teknis harus memiliki kewenangan dan sumber daya yang
diperlukan untuk menyusun, mempertahankan, mengidentifikasi dan
memperbaiki penyimpangan sistem mutu. (BPOM RI, 2020).
Manajemen puncak pada fasilitas distribusi harus menunjuk
seseorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang
Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi peraturan
15
perundang-undangan. Selain itu setiap personil lainnya harus
kompeten dan dalam jumlah yang memadai. Selain itu, untuk
mendukung kegiatan yang dilakukan perlu diterapkan higiene personil
dan tersedianya prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil
yang relevan dengan kegiatannya yang mencakup kesehatan, higiene
dan pakaian kerja (BPOM RI, 2020).
2.2.3 Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk
menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat
meliputi gedung, gudang dan penyimpanan. Menurut Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia (2020), persyaratan bangunan
dan peralatan sesuai dengan CDOB antara lain:
1. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan
bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat di pertahankan,
mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup
untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang
baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan
yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan
dilaksanakan secara akurat.
2. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri,
maka harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan
tersebut.
3. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan
obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya,
meliputi obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang
dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang
ditarik, dan yang kadaluwarsa dari obat dan/atau bahan obat yang
dapat disalurkan.
4. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus
dilakukan pengendalianyang memadai untuk menjaga agar semua
bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter
suhu, kelembaban dan pencahayaan yang di persyaratkan.
16
5. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau
bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan
khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misal
narkotika).
6. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau
bahan obat yang mengandung bahan radioaktif dan bahan
berbahaya lain yang yang dapat menimbulkan risiko kebakaran
atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan
dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan
keamanan.
7. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah,
terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesaindengan baik
serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai.
8. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk
kontrak personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan
bahan obat di area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman,
untuk menimalkan kemungkinan obat dan/atau bahan obat
diberikan kepada pihak yang tidak berhak.
9. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari
sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program
pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersih.
10. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah
dari area penyimpanan.
Adapun persyaratan peralatan menurut CDOB diantaranya:
1. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara
sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program
perawatan untuk peralatan vital, seperti thermometer, genset, dan
chiller.
2. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor
lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus
17
dikalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan
diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat.
3. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu
obatdan/atau bahan obat.
4. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan,
pemeliharaan dan kalibrasi peralatanutama harus dibuat dan
disimpan. Peralatan tersebut misalnta tempat penyimpanan suhu
dingin, termohigrometer, atau alat lain pencatat suhu dan
kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain yang
digunakan pada rantai distribusi (BPOM RI, 2020).
2.2.4 Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus
dapat memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak
hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang
tercantum pada kemasan. Bagian operasional terdiri dari proses
penerimaan, penyimpanan, pemisahan, pemusahan, pengambilan,
pengemasan, dan peneriman obat dan/atau bahan obat. Proses
penerimaan obat dan/atau bahan obat ditujukan untuk memastikan
bahwa kiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima benar, berasal
dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami
perubahan selama transportasi (BPOM RI, 2020).
Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kadaluwarsa,
atau mendekati tanggal kadaluwarsa sehingga kemungkinan besar
obat dan/atau bahan obat telah kadaluwarsa sebelum digunakan
konsumen. Selain itu, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa obat
dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan, untuk
mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat
diduga palsu, batch tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan
ke instansi berwenang, dan ke pemegang izin edar. Pengiriman obat
dan/atau bahan obat yang diterima dari sarana transportasi harus
diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan
18
kontainer/sistem penutup, fisik dan fitur kemasan serta label kemasan
(BPOM RI, 2020).
Proses penyimpanan dan penanganan obat/atau bahan obat harus
mematuhi peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimpanan
untuk obat dan/atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari
industri farmasi atau non farmasi yang memproduksi bahan obat
standar mutu farmasi. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan
terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan terlindungi
dari dampak yang tidak di inginkan akibat paparan cahaya matahari,
suhu kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus
diberikan. Untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan
kondisi penyimpanan khusus (BPOM RI, 2020).
Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan
obat harus memastikan terpenuhnya kondisi penyimpanan yang
dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai
kategorinya obat dan/atau bahan obat dalam status karantina,
diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus
diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan
tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First
Expired First Out (FEFO). Obat dan/atau bahan obat harus ditangani
dan disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan,
kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh
langsung diletakkan dilantai. Obat dan/atau bahan obat yang
kadaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir
secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan
obat kadaluwarsa harus dilakukan secara berkala. Untuk menjaga
akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara berkala
berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai
dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada
tidaknya campur baur, kesalahan keluar masuk, pencurian,
penyalahgunaan obat dan/atau bahan obat. Dokumentasi yang
19
berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk jangka waktu
yang telah ditentukan (BPOM RI, 2020).
Pemusnahan obat dan/atau bahan obat dilaksanakan terhadap
obat dan/atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk
didistribusikan. Obat dan/atau bahan obat yang akan dimusnahkan
harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan
secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur
tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak
terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan
kebocoran/penyimpanan obat dan/atau bahan obat kepada pihak yang
tidak berwenang (BPOM RI, 2020).
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan
dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan
obat dan/atau bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan
obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum
kadaluwarsa dan berdasarkan sistem FEFO. Nomor batch obat
dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika
ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat
dan/atau bahan obat kadaluwarsa. Obat dan/atau bahan obat harus
dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan
pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk
mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang
akan dikirimkan harus disegel (BPOM RI, 2020).
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada
pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Untuk penyaluran obat dan/atau bahan obat ke pihak yang
berwenang atau bahkan untuk keperluan khusus,seperti penelitian,
special access dan uji klinik, harus dilengkapi dengan dokumen yang
mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan obat, bentuk sediaan,
nomor batch, jumlah, nama dan alamat pemasok, nama dan alamat
pemesanan atau penerima. Alamat pemesan atau penerima dan kondisi
penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan
20
obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu
tertelusur. Dokumentasi untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat
harus disiapkan dan harus mencakup sekurang-kurangnya informasi
berikut:
1. Tanggal pengiriman.
2. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status
dari penerima (misalnya Apoteker, rumah sakit atau klinik).
3. Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk
sediaan dan kekuatan (jika perlu).
4. Nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
5. Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah container dan
kuantitas perkontainer (jika perlu).
6. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman.
7. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat
perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil
ekspedisi yang menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan
kondisi penyimpanan (BPOM, 2020).
2.2.5 Inspeksi Diri
Inspeksi diri adalah inspeksi yang dilakukan oleh diri sendiri
terhadap sistem. Inspekdi diri dilakukan untuk mengukur kenerja dan
mengetahui apakah sistem yang direncanakan dan dijalankan sudah
memenuhi standar. Inspeksi diri dilembaga distribusi obat dilakukan
secara periodik. Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau
pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk
bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang
ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur
tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja.
Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci
oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit
eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat membantu,
21
namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk
memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB (BPOM RI, 2020).
Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi
bagian dari program inspeksi diri. Semua pelaksanaan inspeksi diri
harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan
selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada
manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan
ditemukan adanya penyimpangan dan/atau kekurangan, maka
penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus
didokumentasikan dan ditindak lanjuti (BPOM RI, 2020).
2.2.6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu,
dan Penarikan Kembali
Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain
tentang obat dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan,
dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis serta harus
tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan
termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan
kepada pihak yang berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali
maka harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab
sesuai dengan kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau
bahan obat yang layak dijual kembali, antara lain jika:
1. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang
memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan.
2. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan
menyimpan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.
3. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh
penanggungjawab atau personil yang terlatih, kompeten dan
berwenang.
4. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang
kebenaran asalusul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas
obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat dan/atau
bahan obat palsu. Sedangkan untuk obat dan/atau bahan obat
22
diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan, segera
dilaporkaan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari
instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat
dan/atau bahan obat tersebut palsu, maka harus segera ditindak
lanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang
(BPOM RI, 2020).
2.2.7 Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi
yang memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan
kondisi penyimpanan sesuai dengan insformasi pada kemasan. Metode
transportasi yang tepat harus digunakan mancakup transportasi
melalui darat, laut, udara atau kombinasi diatas. Apapun metode
transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau
bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi
yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus
digunakan ketika merencanakan rute transportasi (BPOM RI, 2020).
Obat dan/atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman
untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang
terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan
keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat
dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi.
Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan/atau bahan
obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang
ditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan
berpendingin, alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara
dan dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali setahun.
Persyaratan ini meliputi pemetaan suhu pada kondisi yang
representative dan harus dipertimbangkan variasi musim. Jika
diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu untuk
menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi
suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi (BPOM
RI, 2020).
23
2.2.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan
keamanan, khasiat dan mutu obat dan/atau bahan obat meliputi
kontrak antar fasilitas distribusi dan kontrak antara fasilitas distribusi
dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian
hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua kegiatan
kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak
serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB (BPOM
RI, 2020).
Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi
yang diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus
melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak dalam
melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan
pedoman CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil
yang kompeten, peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam
melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak.
Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan
yang dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum
dilakukannya evaluasi, dan mendapatkan persetujuan dari pemberi
kontrak serta dilakukannya audit ke pihak ketiga tersebut (BPOM RI,
2020).
2.2.9 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan
distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan),
prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian
mutu. Menurut cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), dokumentasi
yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu.
Dokumentasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan
panduan mutu dan ketentuan perundang-undangan yang berkala.
2. Apabila terjadi penyelewengan sistem, maka dapat ditelusuri
dengan sistem dokumentasi perjalanan distribusi.
24
3. Untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan umtuk
memudahkan penelusuran,antara lain sejarah batch, instruksi dan
rosedur, maka dokumentasiharus tertulis jelas.
Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk,
kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik.
Dicatat dengan jelas dan rinci merupakan dasar untuk memastikan
bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan, sesuai uraian tugas
sehingga memperkecil risiko kesalahan (BPOM RI, 2020).
Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut:
1. Tanggal
2. Nama obat dan/atau bahan obat
3. Nomor batch
4. Tanggal kadaluwarsa
5. Jumlah yang diterima/disalurkan
6. Nama dan alamat pemasok/pelanggan.
Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung,
sehingga mudah untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif
mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam
bahasa yang jelas, dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda.
Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal
oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis tangan
dan harus tercetak (BPOM RI, 2020).
Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus
ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan
informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat
dan seluruh dokumentasi harus tersedia sebagaimana mestinya. Semua
dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara
pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak
sah, kerusakan dan/atau kehilangan dokumen. Dokumen yang dibuat
harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnnya 3 tahun dari
tanggal pembuatan dokumen (BPOM RI, 2020).
25
Dokumentasi permanen, tertulis atau dengan elektronik, untuk
setiap obat dan/atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan
kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan pencegahan
dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus
diperhatikan. Persyaratan dan farmakope dan peraturan nasional
terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi. Dokumen yang dibuat
harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to dare.
Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu system untuk
menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku
(BPOM RI, 2020).
Menurut pasal 8 Peraturan menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1148/MENKES/Per/V1/2011 tentang pedagang
besar farmasi:
1. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan
kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan
dan penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.
2. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan
penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
3. Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan
psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran
narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Laporan sebagaimana dimaksud pada poin (a) dan (b) dapat
dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi.
5. Laporan setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang
berwenang (BPOM RI, 2020).
26
BAB III
TINJAUAN KHUSUS PT PENTA VALENT
27
Tabel 3.1 Nomor izin PBF PT. Penta Valent cabang Medan
Tanggal
Tipe Permohonan No Sertifikat Masa
Berlaku
10 Maret
Izin PBF 81200038427950176
2027
Sertifikat CDOB 10 Oktober
CDOB3609/R/1-1369/06/2022
CCP 2027
Sertifikat CDOB 10 Oktober
CDOB3609/R/4-4038/07/2022
Obat lain 2027
SIPA 3177/SIP/DPMPTSP/MDN/3.1/VII/2021 02 Juli 2026
28
3.4.1 Pengadaan
PT Penta Valent cabang Medan melakukan pengadaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dari PT Penta Valent cabang Medan
Pusat. Pengadaan dilakukan untuk menjaga dan menjamin stok
barang digudang masih mencukupi dalam proses pelayanan
kesehatan pada konsumen. Untuk melakukan pengadaan, terlebih
dahulu melakukan perencanaan untuk mendapatkan jumlah item obat
akan dipesan, ini didapat dari analisis penjualan dari rata-rata
penjualan 3 bulan lalu dan kemudiaan mengkatagorikan apakah item
tersebut termasuk fast moving atau slow moving.
Analisis dilakukan oleh apoteker penanggung jawab sediaan
farmasi dan alat kesehatan. Bagian admin logistik membuat pesanan
ke PT Penta Valent pusat melalui sistem online, setelah
mendapatkan balasan persetujuan pengadaan, apoteker membuat
surat pesanan kemudian dikirim ke PBF pusat. Alur pengadaan dari
PBF pusat ke PBF cabang dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman
41.
3.4.2 Penyimpanan
Setelah barang dari pusat datang, staf gudang melakukan
kegiatan penerimaan dan pemeriksaan terhadap produk yang
diterima di gudang sesuai dengan dokumen pengirim. Obat yang
diterima harus dalam kondisi baik secara fisik sesuai dengan
dipesan. Pemeriksaan barang meliputi nama barang, nomor bets, dan
tanggal kadaluwarsa. Barang disusun rapi diatas palet dan dalam rak
barang. Penyimpanan produk berdasarkan :
1. Produk dalam jumlah besar atau dalam dus dapat disimpan di
tempat penyimpanan pada lantai 1. Produk yang sudah
dikeluarkan dari dus dapat disimpan di gudang retail dan
disimpan sesuai dengan tempat penyimpanannya.
29
2. Suhu dari setiap produk (suhu kamar maksimal 25o C dan Cold
Chain Product (CCP) 2-8oC)
3. Golongan obat Psikotropika, Precursor, dan Obat-obat Tertentu
(OOT) disimpan dalam ruangan khusus yang aman dan
terkunci.
4. Jika ada barang retur, kadaluwarsa atau mendekati kadaluwarsa,
recall, diletakkan di ruang terpisah dan terkunci (ruang
karantina)
5. Penyusunan berdasarkan nama principal, secara alfabetis,
bentuk sediaan farmasi, dan sistem FEFO (First Expired Fisrst
Out) dimana produk yang mendekati tanggal kadaluwarsa akan
keluar terlebih dahulu.
6. Untuk sediaan tablet, kapsul, krim, gel diletakkan pada rak atas,
sediaan injeksi diletakkan pada rak bagian tengah dan sediaan
berbentuk cairan diletakkan pada bagiaan bawah.
7. Alur penerimaan dan penyimpanan produk dapat dilihat pada
Lampiran 2 halaman 42 dan Lampiran 3 halaman 43.
3.4.3 Penyaluran atau Pendistribusian
Distribusi barang merupakan proses pengiriman barang dari
gudang kepada pelanggan yang telah memesan produk dari PBF.
Sepanjang proses pendistribusian, mutu produk harus tetap dijaga.
Pengiriman barang CCP dapat memakai cool box dan ice pack, dan
untuk barang regular dapat menggunakan kardus. Sebelum
pendistribusian ke pelanggan, terlebih dahulu menyiapkan produk
pesanan oleh staf gudang disesuaikan dengan faktur pesanan yang
diterima dari admin sales dan memperhatikan kesesuaian nama
barang, nomor bets, tanggal kadaluwarsa serta jumlah pesanan.
Selanjutnya petugas gudang menyerahkan barang melalui loket serah
terima barang kepada driver dan deliveryman. Alur pendistribusian
produk dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 44.
3.5 Penanganan Pengembalian Produk/ Retur
30
Penanganan produk retur harus sesuai dengan kriteria retur yang
ditetapkan oleh PBF, yaitu:
1. Produk tidak sesuai pesanan
2. Mendekati tanggal kadaluwarsa
3. Kemasan tidak sesuai
4. Produk rusak
Alur penanganan pengembalian produk dapat dilihat pada lampiran 5
halaman 45.
3.6 Penarikan Kembali/Recall
Prosedur recall dilakukan apabila barang telah beredar di masyarakat.
Penarikan dapat disebabkan karena adanya permintaan dari principal, temuan
dari Badan POM di lapangan, serta penemuan produk palsu atau karena
keluhan dari konsumen. Alur penarikan kembali dapat dilihat pada lampiran 6
halaman 46.
3.7 Pemusnahan Produk
Pemusnahan produk bertujuan untuk mencegah beredarnya barang ke
tangan yang tidak bertanggung jawab serta mengurangi penumpukan barang
di gudang penyimpanan. PT Penta Valent cabang Medan mengirimkan
barang yang akan dimusnahkan ke PT Penta Valent pusat. Untuk faktur dapat
dimusnahkan di cabang itu sendiri dengan membuat berita acara pemusnahan.
Pemusnahan faktur dilakukan 5 tahun sekali.
3.8 Pelaporan
Pelaporan dapat dibagi menjadi 2 laporan yaitu laporan bulanan dan
laporan triwulan.
3.8.1 Laporan bulanan
Obat golongan psikotropika, prekursor, dan obat-obat tertentu
dilaporkan sekali sebulan. laporan ini ditujukan kepada Badan POM
secara online melalui e-Napza dan e-report yang ditujukan kepada
kementrian kesehatan Republik Indonesia.
3.8.2 Laporan triwulan
Setiap PBF menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga)
bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat
31
dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala
Balai POM (Menkes RI, 2011). Laporan dikirim secara online
menggunakan sistem e-report.
32
BAB IV
PEMBAHASAN
33
dilaksanakan sesuai dengan pedoman CDOB untuk memastikan mutu obat
mulai dari penerimaan produk dari principle hingga sampai ke outlet.
4.1.1 Pengadaan obat
PT. Penta Valent cabang Medan melakukan pengadaan yang
diatur oleh kantor pusat Penta Valent. PT. Penta Valent mendapakan
produk dari beberapa principle yang telah bekerja sama. Terdapat
dua metode jumlah pengadaan, yang pertama pengadaan rutin
dimana jumlah obat disesuaikan berdasarkan rata- rata penjualan 3
bulan sebelumnya ditambah buffer stock dan yang kedua pengadaan
tambahan dimana jumlah ini dilihat dari beberapa aspek
(epidemiologi, permintaan MedRep atau tender). Perhitungan jumlah
pengadaan produk dilakukan agar menjamin kualitas dan kuantitas
barang selama proses penerimaan dan mencegah terjadinya kerugian
akibat penanganan yang tidak tepat saat penerimaan barang.
4.1.2 Penerimaan
PT. Penta Valent cabang Medan melakukan penerimaan
barang yang dikirim dari principle ke PBF melalui gudang PBF dan
penerimaan produk dilakukan oleh pegawai gudang Pada proses
penerimaan, jumlah barang disesuaikan dengan surat pesanan dan
disertai surat jalan yang akan disesuaikan dengan fisik barang yang
akan diterima meliputi nama obat, bentuk dan kekeuatan sediaan,
nomor bets, tanggal kadaluwarsa, dan jumlah obat. Proses
penerimaan produk ditujukan untuk memastikan bahwa kiriman
produk yang diterima yang diterima benar, berasal dari pemasok
yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama
transportasi.
4.1.3 Penyimpanan
Proses penyimpanan hingga penyaluran produk selalu
diperhatikan pemeriksaan mutu yang meliputi nama obat, nomor
bets, tanggal kadaluwarsa dan jumlah obat. Penyimpanan obat dapat
dikategorikan menjadi 3 yakni ruang retail, partai besar dan ruang
karantina. Ruang partai besar dikhususkan untuk obat yang masih
34
dalam dus besar, ruang retail untuk obat yang sudah dikeluarkan dari
dus, disimpan dan disusun sampai obat tersebut dikeluarkan atas
permintaan surat pesanan dari outlet, sedangkan ruang karantina
untuk obat pengembalian, obat penarikan kembali, obat mendekati
atau sudah kadaluwarsa, dan obat rusak.
Susunan penyimpanan berdasarkan principal, sediaan
farmasi, alfabetis, dan sistem FEFO di rak obat. Sediaan padat
diletakaan pada bagian atas, sedangkan untuk injeksi dan sediaan
cair disimpan di rak bagian bawah. Obat pada ruang partai besar
diletakkan diatas pallet untuk menghindari produk besentuhan
langsung dengan lantai. Untuk produk rantai dingin dengan suhu
penyimpanan 2-8˚C dapat disimpan di chiller dengan memantau
suhu pada monitor chiller dan terdapat alarm yang akan berbunyi
bila suhu diluar dari rentang yang ditetapkan. Gudang penyimpanan
obat dilengkapi dengan termohigrometer untuk memantau suhu dan
kelembaban ruangan dan dipantau setiap hari sebanyak tiga kali
yakni pagi, siang dan sore serta data didokumentasikan.
Kebersihan gudang penyimpanan selalu diperhatikan dengan
membuat Standar Prosedur Operasinal (SOP) yang jelas dan jadwal
kebersihan diadakan post control untuk mencegah adanya hama yang
dapat merusak produk. Khusus untuk obat golongan psikotropika,
prekursor dan OOT disimpan diruang khusus dan selalu dikunci.
Obat yang masuk dan keluar selalu dicatat dikartu stok fisik.
Tujuannya untuk memastikan barang-barang digudang disimpan
sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh principal dan
peraturan pemerintah serta terjaga kualitasnya.
4.1.4 Penyaluran/Pendistribusian
PT. Penta Valent cabang medan mendistribusikan obat ke
Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Klinik dan Toko obat. Obat
yang dikeluarkan dari gudang disesuaikan dengan faktur penjualan
dan surat pesanan dari outlet. Khusus obat golongan-golongan
psikotropika, prekursor dan OOT disiapkan dan dikemas oleh
35
apoteker penanggung jawab namun bila apoteker penanggung jawab
berhalangan maka akan diberikan surat kuasa kepada salah satu
petugas untuk mengambil ahli.
Penyaluran obat CCP menggunakan cool box dan ice pack
yang dilengkapi dengan termometer untuk memantau suhu didalam
cool box. Pengemasan obat yang akan dikirimkan baik dalam kota
maupun luar kota diberikan pelabelan yang jelas meliputi nama
outlet yang dituju, alamat tujuan dan kota tujuan disertai dengan
surat jalan atau faktur penjualan.
4.1.5 Dokumentasi
Seluruh kegiatan di PBF harus didokumentasikan.
Dokumentasi surat pesanan yang diterima dengan surat pesanan
yang ditolak pengadaannya oleh PBF pusat harus dipisahkan
dokumentasinya dengan memberikan penjelasan terutama pada surat
pesanan yang ditolak. Setiap bulan PT. Penta Valent cabang Medan
melakukan kecocokan/stok opname antara kartu stok fisik dengan
stok elektronik agar menjaga akurasi persediaan stok di gudang.
Dokumentasi penjualan/surat jalan disusun menurut nomor faktur.
Dokumentasi juga dilakukan pada obat pengembalian, penarikan,
kadaluwarsa dan pemusnahan. Dokumentasi disimpan selama
minimal 3 tahun.
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di peroleh setelah melakukan Praktik Kerja
Profesi Apoteker di PBF PT. Penta Valet cabang Medan adalah sebagai
berikut:
1. Calon Apoteker harus memahami peran dan tanggung jawab Apoteker
sebagai Apoteker penanggung jawab di PBF yaitu terhadap Pelaksanaan
Ketentuan Pengadaan, Penyimpanan dan Penyaluran obat dan/atau
bahan obat sesuai dengan pedoman Cara Distribusi obat yang baik
2. Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Penta Valent cabang
medan memberikan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman tentang pekerjaan kefarmasian di PBF bagi calon Apoteker
3. Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Penta Valent cabang
medan memberikan pengalaman praktis kepada calon Apoteker dalam
melihat dan pempelajari tentang strategi dan kegiatan-kegiatan yang
dapat di lakukan untuk pengembangan praktek farmasi di PBF
4. Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Penta Valent cabang
medan memberikan gambaran dalam kesiapan kepada calon apoteker
untuk memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional di
PBF
5. Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Penta Valent cabang
medan memberikan gambaran tentang permasalahan dan penyelesaian
dalam pekerjaan kefarmasian di PBF bagi calon apoteker.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan
adalah:
1. Disarankan pelaksanaan PKPA di PT. Penta Valent melakukan pelatihan
yang lebih spesifik lagi terhadap calon apoteker untuk menjadi Apoteker
Penanggung Jawab di PBF.
37
2. Disarankan untuk pelaksanaan PKPA selanjutnya di PT. Penta Valent
Mahasiswa/i ikut serta dalam pengadaan stock obat.
38
DAFTAR PUSTAKA
39
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/
MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 5-70.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 Tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
Sektor Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Halaman 7-54.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Standar
Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 587-603.
40
Lampiran 1. Alur Pengadaan Produk
Membuat Administrasi
surat pesananLogistik
barangCabang
yang Sebelumnya
sudah diapproval oleh Kepala Cabang dan Apoteker
Penanggung Jawab
Surat Pesanan/Purchase Request (PR) ditujukan ke
Logistik Pusat dan ditandatangani oleh Adlog Cabang,
Kepala Cabang, dan APJ Cabang disertai dengan
nomor SIKA, nama jelas dan stempel Penanggung
Jawab
41
Lampiran 2. Alur Penerimaan Produk
Barang disimpan di
gudang
42
Lampiran 3. Alur Penyimpanan Produk
Rak Obat
Ruang Karantina
43
Lampiran 4. Alur Distribusi dari Cabang ke Pelayanan kesehatan
Surat Pesanan
44
Lampiran 5. Alur Penanganan Pengembalian Produk/Retur
Outlet
Potongan Tagihan
45
Lampiran 6. Alur Penarikan Kembali/Recall
Principal
46
Lampiran 7. Contoh Faktur Pembelian
47
Lampiran 8. Contoh Kartu Stok Gudang
48
Lampiran 9. Struktur Organisasi
49
Lampiran 10. Sertifikat CDOB CCP
50
Lampiran 12. Daftar Obat Psikotropika
51
Lampiran 12. Daftar Obat-Obat Tertentu
52
Lampiran 12. Daftar Obat Prekursor Farmasi
53
Lampiran 13. Daftar Obat PBF Penta Valent
54
55
Lampiran 14. Surat Pesanan OOT, Prekusor, Psikotropik
56
57