Anda di halaman 1dari 8

LATAR BELAKANG

Mikropaleontologi merupakan cabang dari ilmu paleontologi yang mempelajari sisa-sisa


organisme yang telah terawetkan di alam berupa fosil yang berukuran mikro.
Mikropaleontologi juga didefinisikan sebagai studi sistematik yang membahas mikrofosil,
klasifikasi, morfologi, ekologi, dan mengenai kepentingannya terhadap stratigrafi dengan
mengunakan alat mikroskop.

Biostratigrafi dikenal sebagai penerapan studi stratigrafi dengan didasarkan pada aspek
paleontologi, atau menggunakan metode paleontologi. Dalam studi stratigrafi, batuan
dikelompokkan secara bersistem menurut berbagai cara, untuk mempermudah pemerian,
aturan dan hubungan batuan yang satu terhadap lainnya. Penggolongan lapisan – lapisan
batuan secara bersistem menjadi satuan – satuan bernama berdasar kandungan dan
penyebaran fosil dikenal sebagai biostratigrafi.

Dalam banyak kasus mikrofosil, khususnya fosil foraminifera, adalah kelompok organisme
yang membawa kedua informasi mengenai umur relatif dan lingkungan pengendapan di suatu
daerah. . Oleh karena itu pada praktikum ini, akan dibahas tentang biostratigrafi. Praktikum
ini dimaksudkan agar praktikan dapat lebih mengetahui apa yang dimaksud dengan
biostratigrafi.

MAKSUD DAN TUJUAN

Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk menegtahui umur dan lingkungan
pengendapan suatu litologi dengan melihat kandungan fosilnya.

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah

1. Praktikan dapat mengetahui jenis litologi dalam peta


2. Praktikan dapat membuat geologi sejarah dari hasil pembuatan biostratigrafi
TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu Biostratigrafi

Ilmu stratigrafi muncul untuk pertama kalinya di Britania Raya pada abad ke-19. Perintisnya
adalah William Smith. Ketika itu dia mengamati beberapa perlapisan batuan yang tersingkap
yang memiliki urutan perlapisan yang sama (superposisi). Dari hasil pengamatannya,
kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan batuan yang terbawah merupakan lapisan yang
tertua, dengan beberapa pengecualian. Karena banyak lapisan batuan merupakan
kesinambungan yang utuh ke tempat yang berbeda-beda maka dapat dibuat perbandingan
antara satu tempat ke tempat lainnya pada suatu wilayah yang sangat luas. Berdasarkan hasil
pengamatan ini maka kemudian Willian Smith membuat suatu sistem yang berlaku umum
untuk periode-periode geologi tertentu walaupun pada waktu itu belum ada penamaan
waktunya. Berawal dari hasil pengamatan William Smith dan kemudian berkembang menjadi
pengetahuan tentang susunan, hubungan dan genesa batuan yang kemudian dikenal dengan
stratigrafi.

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta distribusi
perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi.
Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih
lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur
relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas
penyebaran lapisan batuan. Berdasarkan dari asal katanya, stratigrafi tersusun dari 2 (dua)
suku kata, yaitu kata “strati“ berasal dari kata “stratos“, yang artinya perlapisan dan kata
“grafi” yang berasal dari kata “graphic/graphos”, yang artinya gambar atau lukisan. Dengan
demikian stratigrafi dalam arti sempit dapat dinyatakan sebagai ilmu pemerian lapisan-
lapisan batuan. Dalam arti yang lebih luas, stratigrafi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang aturan, hubungan, dan pembentukan (genesa) macam-macam batuan di
alam dalam ruang dan waktu. Adapun suatu hubungan dalam Biostratigrafi yaitu :

1. Aturan: Tatanama stratigrafi diatur dalam “Sandi Stratigrafi”. Sandi stratigrafi adalah
aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi ataupun tidak resmi, sehingga
terdapat keseragaman dalam nama maupun pengertian nama-nama tersebut seperti
misalnya: Formasi/formasi, Zona/zona, Sistem dan sebagainya.
2. Hubungan: Pengertian hubungan dalam stratigrafi adalah bahwa setiap lapis batuan
dengan batuan lainnya, baik diatas ataupun dibawah lapisan batuan tersebut. Hubungan
antara satu lapis batuan dengan lapisan lainnya adalah “selaras” (conformity) atau
“tidak selaras” (unconformity).

3. Pembentukan (Genesa): Mempunyai pengertian bahwa setiap lapis batuan memiliki


genesa pembentukan batuan tersendiri. Sebagai contoh, facies sedimen marin, facies
sedimen fluvial, facies sedimen delta.

4. Ruang: Mempunyai pengertian tempat, yaitu setiap batuan terbentuk atau diendapkan
pada lingkungan geologi tertentu. Sebagai contoh, genesa batuan sedimen: Darat
(Fluviatil, Gurun, GlaSial), Transisi (Pasang-surut/Tides, Lagoon, Delta), atau Laut
(Marine: Lithoral, Neritik, Bathyal, atau Hadal)

5. Waktu: Memiliki pengertian tentang umur pembentukan batuan tersebut dan biasanya
berdasarkan Skala Umur Geologi. Contoh: Batugamping formasi Rajamandala
terbentuk pada kala Miosen Awal; Batupasir kuarsa formasi Bayah terbentuk pada kala
Eosen Akhir

Satuan Biostratigraf

Azas Tujuan:
a. Pembagian biostratigrafi dimaksud untuk menggolongkan lapisan-lapisan batuan
di  bumi secara bersistem menjadi satuan satuan bernama berdasar kandungan dan
penyebaran fosil.
b. Satuan biostratigrafi ialah tubuh lapisan batuan yang dipersatukan berdasar kandungan
fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagai sendi pembeda terhadap tubuh batuan sekitarnya.
Satuan Resmi dan Tak Resmi:
Satuan biostratigrafi resmi ialah satuan yang memenuhi persyaratan Sandi sedangkan
satuan biostratigrafi tak resmi adalah satuan yang tidak seluruhnya memenuhi persyaratan
Sandi.Kelanjutan Satuan Kelanjutan satuan biostratigrafi ditentukan oleh penyebaran
kandungan fosil yang mencirikannnya. Tingkat dan Jenis Satuan Biostratigrafi
a. Zona ialah satuan dasar biostratigrafi
b. Zona adalah suatu lapisan atau tubuh batuan yang dicirikan oleh satu takson fosil atau
lebih.
c. Urutan tingkat satuan biostratigrafi resmi, masing-masing dari besar sampai kecil ialah:
Super-Zona, Zona, Sub-Zona, dan Zenula,
d. Berdasarkan ciri paleontologi yang dijadikan sendi  satuan biostratigrafi, dibedakan
menjadi beberapa zona, yaitu:
1. Zona Kumpulan
Zona Kumpulan ialah kesatuan sejumpah lapisan yang terdiri oleh kumpulan
alamiah fosil yang hkas atau kumpulan sesuatu jenis fosil. Kegunaan Zona
Kumpulan, selain sebagai penunjuk lingkungan kehidupan purba dapat juga dipakai
sebagai penciri waktu. Batas dan kelanjutan zona Kumpulan ditentukan oleh batas
terdapat bersamaannya (kemasyarakatan) unsur-unsur utama dalam kesinambungan
yang wajar.Nama Zona Kisaran harus diambil dari satu unsur fosil atau lebih yang
menjadi penciri utama kumpulannya.
2. Zona Kisaran:
 Zona Kisaran ialah tubuh lapisan batuan yang mencakup kisaran stratigrafi untur
terpilih dari kumpulan seluruh fosil yang ada. Kegunaan Zona Kisaran terutama
ialah untuk korelasi tubuh-tubuh lapisan batuan dan sebagai dasar untuk penempatan
batuan batuan dalam skala waktu geologi Batas dan Kelanjutan Zona Kisaran
ditentukan oleh penyebaran tegak dan mendatar takson (takson-takson) yang
mencirikannya. Nama Zona Kisaran diambil dari satu jenis atau lebih yang menjadi
ciri utama Zona.
3. Zona Puncak:
Zona Puncak ialah tubuh lapisan batuan yang menunjukkan perkembangan
maksimum suatu takson tertentu.  Kegunaan Zona Puncak dalam hal tertentu ialah
untuk menunjukkan kedudukan  kronostratigrafi tubuh lapisan batuan dan dapat
dipakai sebagai petunjuk lingkungan pengendapan purba, iklim purba Batas vertikal
dan lateral Zona Puncak sedapat mungkin bersifat obyektif Nama-nama Zona
Puncak diambil dari nama takson yang berkembang secara maksimum dalam Zona
tersebut.
4. Zona Selang:
Zona Selang ialah selang stratigrafi antara pemunculan awal/akhir dari dua takson
penciri. Kegunaan Zona Selang pada umumnya ialah untuk korelasi tubuh-tubuh
lapisan batuan Batas atas atau bawah suatu Zona Selang ditentukan oleh pemunculan
awal atau akhir dari takson-takson penciri. Nama Zona Selang diambil dari nama-
nama takson penciri yang merupakan batas atas dan bawah zona tersebut.
5. Zona Rombakan:
Zona Rombakan adalah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh banyaknya fosil
rombakan, berbeda jauh dari pada tubuh lapisan batuan di atas dan di bawahnya.
6. Zona Padat
Zona Padat ialah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh melimpahnya fosil dengan
kepadatan populasi jauh lebih banyak dari pada tubuh batuan di atas dan dibawahnya

BAB III
METODOLOGI

3.1 Metodologi

Adapun metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah metode analiasa data
yang telah disediakan dan preparasi sampel.

3.2 Tahapan Dalam Praktikum

Adapun tahapan praktikum yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah sebagai
berikut:

3.2.1 Tahapan Pendahuluan

Pada tahapan pendahuluan, praktikan melaksanakan asistensi acara dimana pada


asistensi acara tersebut praktikan diberikan materi dasar sebagai pengenalan awal mengenai
praktikum yang akan dilaksanakan. Pada tahapan ini pula dibahas juga hal-hal yang perlu
dipersiapkan untuk mengikuti praktikum tersebut seperti alat dan bahan yang digunakan serta
pemberian tugas pendahuluan.
3.2.2 Tahapan Praktikum

Pada tahapan ini, praktikan melakukan response tulis dengan diberi soal-soal
sehubungan dengan materi yang akan dilaksanakan pada praktikum tersebut untuk
mengetahui bagaimana pengetahuan yang dimiliki praktikan terhadap praktikum yang akan
dilaksanakan. Setelah melakukan responsi umum, kegiatan praktikum dilakukan dengan
melakukakan pengambilan data melalui pengamatan terhadap sampel fosil yang diberikan
yang dituliskan pada lembar kerja.
3.2.3 Tahapan Analisis Data
Pada tahapan ini, praktikan melakukan analisis data yang telah di ambil pada tahapan
sebelumnya yang kemudian dikembangkan untuk pembuatan laporan sebagai hasil dari
praktikum tersebut.

3.2.4 Tahapan Pembuatan Laporan

Pada tahapan ini kami membuat laporan berdasarkan analisis data yang telah kami
asistensikan sehingga menghasilkan laporan lengkap praktikum. Adapun diagram alur
tahapan praktikum, sebagai berikut :

Tahapan

Pendahuluan

Tahapan

Praktikum

Tahapan

Analisis Data

Tahapan

Pembuatan Laporan

Gambar 3.1 Diagram alur tahapan praktikum

4.2 Satuan

4.2.1 Satuan Napal

Satuan napal ini memiliki umur kala Miosen Tengah dan pada zaman Neogen dengan
tebal sekirat - meter dan terendapkan pada laut dangkal. Pada satuan Napal dijumpai
singkapan dalam keadaan segar berwarna abu-abu dan lapuk berwarna hitam. Batuan
memperlihatkan struktur berlapis, tekstur klastik dengan ukuran butir lempung dengan
komposisi kimia yaitu karbonatan.

4.2.2 Satuan Batulanau

Satuan batulanau ini memiliki umur kala Miosen Bawah dan pada zaman Neogen
dengan tebal sekirat - meter dan terendapkan pada laut dangkal. Pada satuan Batulanau
dijumpai singkapan dalam keadaan segar berwarna putih kekuningan dan lapuk berwarna
coklat kehitaman, berlapis dengan tebal perlapisan (0,5-3 cm), berukuran butir lanau.

4.2.3 Satuan Batugamping

Satuan batugamping ini memilii umur kala Oligosen dan pada zaman Paleogen dengan
tebal sekirat - meter dan terendapkan pada laut dangkal. Pada satuan batugamping dijumpai
singkapan dalam keadaan segar berwarna putih dan lapuk berwarna kecoklatan. Batuan
memperlihatkan struktur berlapis, tekstur klastik dengan ukuran butir lanau, dan komposisi
kimia batuan yaitu karbonatan.

4.2.4 Satuan Batupasir

Satuan batupasir ini memiliki umur pada kala paleosen dan pada zama paleogen,
terendapkan pada laut dangkal. Pada satuan ini dijumpai singkapan batuan sedimen dengan
kenampakan lapangan dalam keadaan segar.  Tuf memiliki ciri warna segar abu-abu, lapuk
kecoklatan, ukuran butir debu halus — kasar, matriks debu halus, getas, porositas buruk.

4.3 Sejarah Geologi

Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dari kala Eosen Bawah dimana material
piroklastik butiran halus terendapkan dalam lingkungan pengendapan laut dangkal, sehingga
membentuk satuan tufa dengan ciri-ciri berwarna segar abu-abu, warna lapuk kecoklatan,
ukuran butir lempung, komposisi batuannya karbonat, struktur laminasi sejajar. Proses ini
berakhir di kala Eosen Bawah. Kemudian pada kala Eosen Tengah terendapkan kembali
material organik yang berasal dari sisa-sisa biotalaut dalam lingkungan pengendapan transisi,
sehingga membentuk satuan batugamping dengan ciri-ciri berwwarna segar abu-abu putih,
bila lapuk berwarna kecoklatan, berlapis, berbutir halus hingga sedang, komposisi teridiri dari
kuarsa, piroksen, hornblende, dan oksida besi. Proses ini berakhir pada kala Eosen Tengah.
Pada kala Miosen Tengah terendapkan material sedimen dengan ukuran butir pasir halus
dalam lingkungan pengendapan laut dangkal, sehingga terbentuk satuan batupasir dengan
ciri-ciri warna segar kuning kecoklatan, warna lapuk kehitaman, berlapis dengan struktur
laminasi sejajar, berbutir halus. Proses ini berakhir pada kala Miosen Tengah. Kemudian
pada kala Miosen Atas terendapkan kembali material sedimen berbutir halus dalam
lingkungan pengendapan transisi, sehingga membentuk satuan napal dengan ciri-ciri
berwarna segar putih kekuningan, warna lapuk coklat kehitaman, berlapis tebal perlapisan,
berbutir halus hingga sedang. Proses ini berakhir pada kala Miosen atas.
DAFTAR PUSTAKA

Cushman J. A. 1928. Foraminifera Their Classification and Economic Use. Sharon,


Massachusetts, USA. Sharon: Marine Biological Laboratory.

Postuma J. A. 1971. Manual of Planktonic For Foraminifera. Amsterdam, London, New


York: Elsevier Publishing Company.

Tim Asisten. 2020. Penuntun Praktikum Mikropaleontologi. Gowa : Laboratorium


Paleontologi, Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai