Anda di halaman 1dari 4

PENGERTIAN SASTRA DAN KEBUDAYAAN

( FOLKLOR & ANTROPOLOGI)

A. KEBUDAYAAN
Berita tentang hasil budaya masa lampau yang terungkap dalam sastra lama yang
berupa data dibaca dalam peninggalan yang berupa tulisan yaitu naskah. Karya sastra
nusantara yang pada saat ini banyak tersimpan dalam naskah lama merupakan peninggalan
pikiran para leluhur (nenek moyang). Mempelajari sastra lama selalu dihadapkan pada
kesukaran-kesukaran yang tidak sedikit karena tidak dijumpai sebagai sumber hidup tempat
berkonsultasi. Sastra lama itulah yangmenjadi satu-satunya sumber informasi yang tidak
terlepas dari kemungkinan berbagai macam tafsiran. Disatu pihak interpretasi dapat benar
tetapi dipihak lain interpretasi dapat salah.
Kebudayaan ialah kelompok adat kebiasaaan, pikiran, kepercayaan dan nilai yang turun
temurun dipunyai oleh masyarakat pada waktu tertentu untuk menghadapi dan menyesuaikan
diri terhadap segala situasi yang sewaktu-waktu timbul.
B. SASTRA
Sastra secara harfiah berarti "huruf-huruf", tidak hanya meliputi karya tulis tetapi juga
karya tidak tertulis yang dihasilkan oleh seseorang atau sekelompok orang yang belum
mengenal system huruf yang kemudian disebut sastra lisan.1
Sastra adalah pengungkapan apa yang telah disaksikan, dialami dan yang paling
menarik minat secara langsung kemudian direnungkan dan dirasakan seseorang mengenai
aspek-aspek kehidupan pada hakekatnya adalah suatu pengungkapan kehidupan lewat bentuk
bahasa2. Pengertian yang lebih sempit diberikan oleh Teeuw yaitu "sastra sebagai gejala
universal yang terdapat dalam setiap masyarakat".
Teeuw lebih lanjut menyatakan bahwa dimana-mana manusia secara konvensional
memakai bahasa tidak hanya untuk berkomunikasi mengenai hal-hal dan peristiwa-peristiwa
sehari-hari tetapi mencoba memberikan jawaban atas masalah eksistensi yang paling
mendasar yang dihadapinya.3
Naskah Nusantara banyak yang mengandung teks sastra yaitu teks yang berisi cerita
rekaan (fiksi). Sebagai contoh ialah teks-teks Melayu yang tergolong cerita pelipur lara, cerita

1
Nabilah Lubis, Naskah, Teks, dan Metode penelitian Filologi (Jakarta; Puslitbang Lektur Keagamaan
Depag: 2007), h. 8
2
Andre Hardjana, Kritik Sastra Sebuah Pengantar, (Jakarta; Gramedia: 1985), h. 10
3
Andries Teeuw, Khasanah Sastra Indonesia Beberapa Masalah Penelitian dan Penyebarluasannya
(Jakarta; PN. Balai Pustaka: 1982), h. 7
jenaka, cerita berbingkai, teks-teks yang berisi cerita panji, cerita wayang, dan cerita
pahlawan Islam.
C. FOLKLOR
Folklor Indonesia adalah sebagian dari kebudayaan Indonesia yang tersebar dan
diwariskan turun temurun secara tradisional, diantara anggota-anggota kolektif apa saja di
Indonesia, dalam versi yang berbeda-beda baik dalam bentuk lisan, maupun contoh yang
disertai dengan perbuatan dan alat-alat pembantu pengingat (mnemonic devices).
Bagian kebudayaan Indonesia yang tergolong folklor ini berbeda dengan unsur-unsur
kebudayaan lainnya, karena mempunyai beberapa ciri khusus yaitu:
a. bersifat lisan
b. bersifat tradisional
c. ada dalam versi yang berbeda-beda
d. biasanya berkecendrungan untuk mempunyai bentuk
berumus (formularized) atau berpola
e. Biasanya sudah tidak diketahui lagi nama penciptanya
(anonymous)
f. Mempunyai fungsi dalam kehidupan kolektif yang
memilikinya
g. Bersifat pra-logis (prelogical)
h. Menjadi milik bersama (collective) dan
i. Bersifat polos atau spontan
Unsur-unsur budaya yang dirangkum oleh folklor secara garis besar dapat dibagi
menjadi dua yaitu, golongan unsur budaya yang materinya bersifat lisan (mitologi, legende,
cerita, asal-usul; dunia, nama tempat, binatang, tanaman, dsb, cerita pelipur lara, dongeng,
mantera, takhayul, teka-teki, peribahasa, drama tradisional dsb) dan upacara-upacara yang
mengiringi kelahiran, perkawinan dan kematian. Dalam kaitannya dengan filologi adalah
golongan yang pertama. Golongan ini mencakup unsure-unsur budaya yang biasa disebut
sastra lisan terutama sastra lisan yang termasuk cerita rakyat.
Pendapat lain tentang pembagian folklore ini dikemukakan oleh James Danandjaya
yang mengutip dari berbagai sumber diantaranya Brunvand. Menurutnya Folklor dapat kita
bagi menjadi tiga kelompok besar yaitu:
a. Folklor lisan (verbal folklor), bentuk-bentuknya yaitu:
1. Bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, gelar, bahasa rahasia dsb
2. Ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah dsb
3. Pertanyaan tradisional seperti teka-teki dsb
4. Puisi rakyat seperti pantun, syair, pemeo dsb
5. cerita prosa rakyat (prose narrative) seperti mite (myth) legenda (legend) dan
dongeng (folktale)
6. Nyanyian rakyat (folksong)
b. Folklor sebagian lisan (partly herbal), yaitu:
1. Kepercayaan dan tahyul (supersition)
2. Permainan dan hiburan rakyat
3. Teater rakyat seperti wayang orang di Jawa Tengah, ludruk Jawa Timur
4. Tari rakyat seperti tari serimpi Jawa tengah, tari tortor batak, tari doger Jakarta
dsb
5. Adat kebiasaan seperti pengkhitanan pada anak-anak yang telah mencapai
masa akil balig, adat bekerjasama gotong royong dsb
6. Upacaraa-upacara seperti yang diadakan dalam rangka lingkaran hidup
seseorang atau dalam rangka keagamaan dsb
7. pesta-pesta rakyat (feasts and festivals) seperti selamatan yang diadakan di
rumah dalam rangka upacara lingkaran hidup (life circle) seseorang atau pesta besar-
besaran yang diadakan oleh seluruh desa dalam rangka perayaan keagamaan seperti
Sekaten di Jawa Tengah.
c. Folklor bukan lisan (non verbal folklore), folklore jenies ini dapat dibagi menjadi:
1. yang material seperti arsitektur rakyat (bentuk rumah asli di Tapanuli, lumbung padi
di Minangkabau dsb), Hasil kerajinan tangan (kain batik, patung, keris dsb), pakaian
serta perhiasan (pakaian adat, perhiasan tubuh/rambut dsb), Obat-obatan rakyat
(jamu-jamu Jawa dsb), makanan dan minuman (rending padang, tuak Jawa Tengah,
ballo Makassar dsb), alat-alat musik (gamelan Jawa Tengah), peralatan dan senjata
(alat-alat rumah tangga, senjata untuk berburu dsb), mainan seperti (boneka, lat
mainan anak-anak-anak dsb)
2. bukan material seperti bahasa isyarat/gesture (seperti menggeleng-gelengkan kepala
berarti tidak, mengangguk berarti ya, mengacungkan ibu jari berarti memuji dsb),
musik (seperti musik daerah, gamelan Jawa Tengah, Sunda, Bali, kecapi Bugis-
Makassar, gambang kromo Jakarta dsb).
Kegunaan folklor ialah sebagai sumber sejarah lokal desa-desa khususnya di Indonesia,
oleh karena dalam kenyataannya jejak-jejak sejarah dalam tulisan dari desa-desa hampir dan
boleh dikatakan tidak ada, jika adapun sangat minim sekali. Di desa-desa pedalaman seperti
Kalimantan Tengah dan Pulau Nias, peninggalan-peninggalan tertulis tidak dapat ditemukan.
Hal ini disebabkan karena baik orang Dayak maupun orang ono Niha (Nias) tidak memiliki
tulisan yang dikembangkan sendiri. Sebaliknya di desa-desa dari daerah pegunungan di Bali
seperti Trunyam, walaupun ada peninggalan tertulis berupa prasasti-prasasti terbuat dari
perunggu namun sebagai sumber sejarah sangat terbatas kegunaannya. Hal ini disebabkan
karena isi suatu prasasti hanya merupakan piagam yang dikeluarkan suatu kerajaan, dan
biasanya tidak mengandung suatu lukisan mengenai suatu kejadian melainkan untuk
memperingati suatu kejadian tertentu.
Sebagai akibatnya untuk menyusun sejarah lokal desa-desa di Indonesia kita mau tidak
mau harus bergantung pada sumber-sumber lisan atau benda, atau dengan perkataan lain
folklore, sebagian lisan dan bukan lisan.
D. ANTROPOLOGI
Antropologi adalah suatu ilmu yang membahas tentang manusia dipandang dari segi
fisiknya, masyarakatnya dan kebudayaannya. Masalah yang erat kaitannya dengan
antropologi misalnya sikap masyarakat terhadap naskah yang sekarang masih hidup, terhadap
naskah yang dimilikinya, apakah naskah itu dipandang sebagai benda keramat atau benda
biasa.
Karya-karya pujangga keraton yang sekarang tersimpan di perpustakaan keraton
Surakarta dan Yogyakarta tampak dikeramatkan seperti benda-benda pusaka. Tradisi caos
dahahar 'memberi sesaji' dan nyirami ;memandikan' yang biasanya dilakukan untuk benda-
benda pusaka dilakukan juga untuk naskah-naskah sastra. Tentu saja nyirami naskah tidak
berarti memandikan naskah tetapi mangin-anginkanny. Selain itu pengeramatan dan
pernghormatan terhadap naskah terlihat dari istilah yang dipakai untuk tindakan penyalinan
naskah, yaitu 'mutrani' makna harfiah istilah ini 'membuat putra'. Selanjutnya hasil 'mutrani'
ini disebut 'putran, yaitu naskah kopi. Ada juga naskah-naskah magis yang pendekatannya
memerlukan informasi antropologis, misalnya naskah-naskah yang mengandung teks-teks
mantra. Adapula naskah yang oleh penyalinnya dikatakan dapat menghapus dosa
pembacanya apabila dibacanya sampai tamat, misalnya Hikayat Nabi Bercukur.

Anda mungkin juga menyukai

  • Kelompok 9
    Kelompok 9
    Dokumen9 halaman
    Kelompok 9
    Siska Yunita Muchtadir
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 8
    Kelompok 8
    Dokumen11 halaman
    Kelompok 8
    Siska Yunita Muchtadir
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 5
    Kelompok 5
    Dokumen24 halaman
    Kelompok 5
    Siska Yunita Muchtadir
    Belum ada peringkat
  • Dinding Sel Mer-WPS Office
    Dinding Sel Mer-WPS Office
    Dokumen7 halaman
    Dinding Sel Mer-WPS Office
    Siska Yunita Muchtadir
    Belum ada peringkat
  • I'jazul Qur'an
    I'jazul Qur'an
    Dokumen10 halaman
    I'jazul Qur'an
    Siska Yunita Muchtadir
    Belum ada peringkat
  • GILBERT RYLE-Kelompok 6
    GILBERT RYLE-Kelompok 6
    Dokumen11 halaman
    GILBERT RYLE-Kelompok 6
    Siska Yunita Muchtadir
    Belum ada peringkat
  • Dokumen
    Dokumen
    Dokumen1 halaman
    Dokumen
    Siska Yunita Muchtadir
    Belum ada peringkat
  • PKN
    PKN
    Dokumen19 halaman
    PKN
    Siska Yunita Muchtadir
    Belum ada peringkat