Anda di halaman 1dari 88

Buku Kecil

Ekonomi
Islam
‫املعامةل ا لقتصادية ا لسالمية‬
 Konsep Dasar Ekonomi Syariah
 Lembaga Keuangan Syariah
 Akad-akad Keuangan Syariah
 Hukum Perniagaan dalam Islam

Disertai Contoh Praktis

D.R. Hamdanny

‫د مهداين‬#‫دانيال روشا‬

0
‫بسم هلال الرمحن الرحمي‬

‫‪Edisi I/Januari 2017‬‬

‫‪1‬‬
Pengantar
Alhamdulillah, shalawat dan salam
senantiasa terlimpah curah kepada
Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Melalui buku kecil ini, penulis mencoba


menguraikan materi yang sangat
kompleks dan lekat dengan keseharian
ummat, yaitu ekonomi syariah dengan
berbagai aspeknya.
Materi yang begitu luas tersebut, penulis
coba suguhkan secara sederhana dalam
bahasa awam. Buku kecil ini terdiri dari
tiga bagian. Pertama, konsep dasar dan
prinsip-prinsip ekonomi syariah. Kedua,
kelembagaan keuangan syariah disertai
produk-produk derivatifnya, kemudian
bagian akhir memuat hukum mu’amalah
perniagaan disertai contoh riil pada setiap
kaidah.
A. Pengertian Ekonomi Syariah
Secara harfiah, ekonomi diambil dari kata
oikos, berati rumah tangga (dalam arti
yang luas), dan nomos berarti peraturan.
Secara konseptual, ekonomi muncul
karena adanya ketimpangan antara
sumber daya yang terbatas dengan
kebutuhan manusia yang cenderung terus
meningkat. Maka diperlukan suatu
aturan-aturan atau rumusan untuk
memenuhi kebutuhan dimaksud dengan
keterbatasan sumber daya guna mencapai
kesejahteraan.
Adapun termin ‘syariah’ dalam frasa
‘ekonomi syariah’ merupakan istilah
populer di tanah air yang merujuk pada
Islam atau islami. Sehingga ekonomi
syariah adalah juga ekonomi Islam atau
ekonomi islami.
Ekonomi syariah sebagaimana penulis
maksud dalam buku kecil ini dibatasi
pada bagaimana “seseorang atau suatu
lembaga
berusaha dan bekerjasama satu sama lain
dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
kesejahteraan, sesuai dengan prinsip-
prinsip Al Qur’an dan sunnah”.

B. Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Syariah

Islam merupakan dien kamil mutakamil,


sebuah agama paripurna yang mengatur
seluruh aspek kehidupan, baik kehidupan
duniawi maupun ukhrawi. Karena
keparipurnaannya, Islam juga dapat
dimaknai sebagai peradaban, budaya dan
sistem yang menawarkan world-view
tersendiri.

Perintah berislam merupakan perintah


berserah diri secara kaffah, tidak parsial.
Dengan memeluk Islam, seseorang telah
masuk ke dalam sistem yang sempurna.
Termasuk masuk ke dalam sistem sosial-
ekonomi yang dikenal dengan ahkam al
mu’amalah.

Jika ditinjau secara komponensial, Islam


memiliki dimensi aqidah, syariah atau
mu’amalah, dan akhlaq. Aqidah adalah
fondasi keyakinan seorang muslim untuk
bertauhid secara benar. Aqidah memuat
aspek pengakuan tentang keesaan Allah
swt. sebagai Rabb Yang Memiliki, Merajai
dan Mengatur alam semesta. Allah swt.
sebagai Ilâh yang kepada-Nya kita
bersandar, berharap dan mintai
pertolongan. Allah swt dengan asma dan
shifât kesempurnaan-Nya yang wajib
diimani.
Syariah mengatur hukum-hukum (ahkam)
dalam keseharian kehidupan manusia
seperti ahkam jinayah,termasuk juga di
dalamnya ahkam mu’amalah yang tercakup
di dalamnya hukum ekonomi syariah.
Dimensi ketiga adalah akhlaq yang
merupakan simpul alasan di balik
kenabian. Akhlaq adalah muara setiap
amal ibadah, sebagaimana shalat untuk
mencegah perbuatan keji dan munkar.
Shaum untuk mencapai derajat ketakwaan.
Zakat untuk membersihkan diri, serta
ibadah Haji yang mengajarkan totalitas
beribadah, sikap persaudaraan dan
pengorbanan yang dicontohkan Nabi
Ibrahim as.

Etos Kerja Ekonomi Syariah

Ekonomi Syariah berdiri di atas prinsip-


prinsip yang telah digariskan di dalam Al-
Quran dan sunnah.
Ekonomi Syariah merupakan sistem yang
terbebas dari unsur-unsur yang
diharamkan oleh Allah swt. di antaranya
maysir, gharar, riba, bathil, zulm, ghisy,
najasy,
dan komoditas non-halal. Sebagaimana
penjelasan pada bab berikutnya.
Pelaku ekonomi syariah selalu
menjadikan sikap & perilaku Nabi sebagai
role model, khususnya etos kerja beliau
sebagai pebisnis yang terpercaya.
Sikap dan Perilaku yang dikenal dengan
istilah shidq (jujur), amanah (terpercaya),
fathonah (cerdas, kreatif, inovatif), dan
tabligh (informatif, menyampaikan
kebenaran).

Karena ekonomi Syariah berorientasi pada


tercapainya kesejahteraan dengan ridho
dan ampunan Allah swt. (baldatun
thayyibah wa rabbun ghafur), maka dalam
praktika bisnis dan keuangan berbasis
syariah selalu memperhatikan nilai-nilai
budaya sebagai berikut:
 Mashlahat
Kemaslahatan dan perbaikan di antara
sesama manusia (QS 08:01) dan
terhadap alam semesta (QS 07:56).
 Hasanah
Kesejahteraan di dunia dan kemuliaan
akhirat (QS 16:122).
 Ukhuwwah
Menjalin persaudaraan atas landasan
iman (QS 49:10)
 Ri’ayah
Bertanggungjawab pada generasi yang
akan datang (QS 04:09) dan Memelihara
alam/lingkungan hidup (QS 07:56)
 Ta’awun
Tolong menolong, saling
memberdayakan dalam kebajikan dan
takwa (QS 05:02).
 Tanmiyah
Terus tumbuh, berkembang, berpacu
dalam kebajikan (QS 02:148)
C. Lembaga Keuangan Islam
Untuk memahami ekonomi syariah secara
praktis, salah satu jalan yang dapat
ditempuh adalah melalui serangkaian
tinjauan praktika bisnis (perniagaan) dan
jasa-jasa yang ditawarkan oleh Lembaga
Keuangan Syariah (LKS).

Praktika bisnis sebagaimana dimaksud


secara jelas diuraikan oleh para ahli
ekonomi Islam, bahkan sejak era klasik,
seperti tergambar jelas dalam Kitab
Perniagaan (Kitab al Buyu’) dalam
Bulughul Maram oleh Ibn Hajar, yang
menjadi salah satu referensi utama dalam
buku kecil ini.
Adapun tinjauan pada jasa dan
operasionalisasi LKS dapat dijadikan
rujukan mengingat kewajiban setiap LKS
untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah
(DPS) sebagai representatif dari Dewan
Syariah Nasional MUI. Keterlibatan DPS
mengharuskan setiap lembaga yang
diawasi, baik secara operasional maupun
jasa yang ditawarkan, wajib comply atau
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Dalam pengawasannya, DPS telah
dibekali dengan berbagai fatwa,
sekurangnya saat ini telah terbit 75 lebih
fatwa yang berkaitan dengan keuangan
syariah.

LKS secara kelembagaan di Indonesia


terbagi ke dalam dua (3) kategori, yaitu
Perbankan Syariah, Lembaga Keuangan
Non Bank (LKNB) Syariah dan Lembaga
Keuangan Nirlaba Syariah.
Adapun LKNB Syariah terdiri dari
berbagai bagian sub-industri atau jasa
keuangan yang ditawarkan seperti
Lembaga Asuransi & Reasuransi,
Penjaminan, Pegadaian, Dana Hari
Tua/Pensiunan, Leasing, Dana Ventura,
Koperasi, Pasar Modal Syariah dan lain-
lain.
Adapun Lembaga Keuangan Nirlaba
Syariah terdiri dari Lembaga Waqf,
Lembaga Zakat, Infak dan Sedekah,
Lembaga Penjaminan Syariah dan lain-
lain.

Syariah Perbankan  ( ‫)المصرف اإللسماي‬

Bank Syariah sebagaimana bank


konvensional merupakan lembaga
intermediary (perantara) antara pemilik
dana (shahibul mal) dan pihak yang
membutuhkan dana (mudharib,‘amil).
Bank Syariah melakukan fungsi
penyimpanan, penghimpunan,
pengelolaan (investasi) dan penyaluran
dana nasabah dalam usaha atau kepada
pelaku usaha (sektor riil) untuk
mendapatkan profit, demi kesejahteraan
bersama (falah).
Perbedaan signifikan Bank Syariah dari
Bank Konvensional terletak pada aspek
legalitas, struktur organisasi, prinsip
bisnis, usaha yang dibiayai dan beragam
jasa yang dimiliki.

Dalam Bank Syariah, payung hukum yang


menjadi pijakan bukan hanya hukum
positif, namun juga hukum syariah.
Sehingga dalam struktur organisasi-nya
diawasi oleh Dewa Pengawas Syariah
(DPS) yang memastikan seluruh aspek
usaha dijalankan sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Usaha Bank Syariah dijalankan
dengan prinsip bagi-hasil, jual-beli atau
sewa. Berbeda dengan Bank Konvensional
yang menggunakan perangkat bunga
(interest).
Bank Syariah tidak memandang uang
sebagai komoditas yang dapat
diperdagangkan, sebagaimana tak dikenal
pula istilah time-value of money. Uang
dipahami sebagai alat tukar, yang
diperoleh dengan adanya iwadl, baik itu
berupa barang atau jasa. Itulah yang
menyebabkan Bank Syariah sangat lekat
dengan sektor riil.

Bank Syariah di Indonesia berbentuk Bank


Umum Syariah (full fledge), Unit Usaha
Syariah (UUS) dari Bank Konvensional,
dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS).

 Produk-produk Perbankan Syariah


Bank Syariah melakukan usaha
penghimpunan, pengelolaan, penyaluran
dana nasabah, serta usaha lainnya, seperti
L/C Export & Import, penyediaan dana
talangan, jual-beli, pembayaran gaji
(payroll), penyimpanan dalam Safe Deposit
Box, dan sebagainya.
Berikut beberapa ragam produk dan akad
yang populer dalam Bank Syariah:
- Tabungan

Tabungan di Bank Syariah dilakukan


tanpa adanya unsur atau perhitungan
bunga. Dan dilakukan berdasarkan
prinsip mudharabah dan wadi’ah.
Jika menggunakan prinsip mudharabah,
maka nasabah menjadi pemilik modal
(shahibul mal), sedangkan Bank menjadi
mudharib yang dapat melakukan berbagai
usaha, termasuk bekerjasama dengan
pihak lain. Keuntungan bagi keduanya
dihitung dengan nisbah atau prosentase
dari profit yang didapatkan.

Sedangkan tabungan dengan dasar


wadiah, uang nasabah merupakan titipan
semata yang boleh diambil kapan saja,
tanpa adanya kewajiban
Dasar hukum untuk produk ini adalah
Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:

‫لْ ي َؤ ِ د ا ذ َت َيت هلا ُه‬#َ‫ْع ًضا ف‬ ‫ ا ْن‬#‫ َف‬..


ُ
.. ‫ أ ذ ِق‬،‫ُه‬ ِ
َِّ
‫َماَن ول ربذ‬
‫ ْع ُض ُ ُْك‬#‫لى ا ْؤتُ ِم َن أ ِم َن َب‬
‫َب‬
“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.

Dan Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:

‫ الْ َب ْي ُع ا‬:‫ الْ َ َبَ ََك ُة‬:‫ ِ ذِب ص و َس ذ َقا َل‬#‫ذن النذ‬
‫َل لاث ف ْ ِْي ذ ِن‬
‫ث‬ ‫ ِِل‬#ِ ‫ذ َّل وأ‬
‫ ْي ِه أ‬#َ‫ل‬#َ‫ل هلال ع‬
‫َض‬
،‫ روا ا ن أ َجل‬#‫ و َُْل اْل ُ َبِ ِعل َرَ ِع ْ ِي ِ ْل َبلْب ل ِ ْل َب ْي ِع‬،‫َ ُة‬
‫والْ ُمقَا َر‬
)‫ماجه عن صهيب‬
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang
mengandung berkah: jual beli tidak secara
tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan jewawut
untuk keperluan rumah tangga, bukan
untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari
Shuhaib).
- Deposito

Deposito, sebagaimana tabungan


umumnya dilakukan dengan prinsip
mudharabah.

Dalam transaksi ini, nasabah bertindak


sebagai shahibul maal atau pemilik dana,
dan bank bertindak sebagai mudharib
atau pengelola dana.
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib,
bank dapat melakukan berbagai macam
usaha yang tidak bertentangan dengan
prinsip syari’ah dan mengembangkannya,
termasuk di dalamnya mudharabah
dengan pihak lain. Modal dinyatakan
dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai
dan bukan piutang.

Pembagian keuntungan harus dinyatakan


dalam bentuk nisbah dan dituangkan
dalam akad pembukaan rekening.
- Jual-beli Murabahah

Jual Beli Murabahah yaitu menjual suatu


barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih
sebagai laba.

Bank membiayai sebagian atau seluruh


harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya. Bank membeli
barang yang diperlukan nasabah atas
nama bank sendiri dan menyampaikan
segala hal terkait pembelian, seperti
membelinya secara hutang dan
sebagainya.

Bank kemudian menjual barang tersebut


kepada nasabah (pemesan) dengan harga
jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini, Bank
memberitahu secara jujur harga pokok
barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
Adapun nasabah membayar harga barang
yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu yang telah disepakati.
Landasan hukum jual-beli murabahah
adalah Firman Allah QS. al-Baqarah [2]:
275:
‫ر‬#ِ ‫… وَأ َحل الْ َب ْي َم ال‬
‫َع لهال َع… و َح‬
‫ذر‬
"…Dan Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba…."

- Giro

Giro adalah simpanan dana yang


penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan penggunaan cek, bilyet giro,
sarana perintah pembayaran lainnya, atau
dengan pemindahbukuan.
Giro dilakukan tanpa perhitungan bunga,
dan dengan prinsip mudharabah dan
wadi’ah, sebagaimana penjelasannya pada
tabungan dan deposito.
- Letter of Credit (L/C) Ekspor

Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah


adalah surat pernyataan akan membayar
kepada Eksportir yang diterbitkan oleh
Bank untuk memfasilitasi perdagangan
ekspor dengan pemenuhan persyaratan
tertentu sesuai dengan prinsip syariah
L/C Ekspor Syariah dalam
pelaksanaannya meng-gunakan akad-
akad: Wakalah bil Ujrah, Qardh,
Mudharabah, Musyarakah dan Al-Bai’.

Akad untuk L/C Ekspor yang sesuai


dengan syariah dapat berupa:

a. Akad Wakalah bil Ujrah dengan


ketentuan:

Bank melakukan pengurusan dokumen-


dokumen ekspor, kemudian melakukan
penagihan (collection) kepada bank
penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya
dibayarkan kepada eksportir setelah
dikurangi ujrah. Adapun besar ujrah
harus disepakati di awal dan dinyatakan
dalam bentuk nominal, bukan dalam
prosentase.

b. Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh


dengan ketentuan:

Bank melakukan pengurusan dokumen-


dokumen ekspor, kemudian melakukan
penagihan (collection) kepada bank
penerbit L/C (issuing bank);
Bank memberikan dana talangan (Qardh)
kepada nasabah eksportir sebesar harga
barang ekspor. Besar ujrah disepakati di
awal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
c. Akad Wakalah Bil Ujrah dan Mudharabah
dengan ketentuan:

Bank memberikan kepada eksportir


seluruh dana yang dibutuhkan dalam
proses produksi barang ekspor yang
dipesan oleh importir. Kemudian, Bank
melakukan pengurusan dokumen-
dokumen ekspor serta melakukan
penagihan (collection) kepada bank
penerbit L/C (issuing bank).

Pembayaran oleh bank penerbit L/C


dapat dilakukan pada saat dokumen
diterima (at sight) atau pada saat jatuh
tempo (usance);

Pembayaran dari bank penerbit L/C


(issuing bank) dapat digunakan untuk
Pembayaran ujrah, Pengembalian dana
mudharabah, Pembayaran bagi hasil.
Besar ujrah harus disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan
dalam bentuk prosentase.
d. Akad Musyarakah dengan ketentuan:

Bank memberikan kepada eksportir


sebagian dana yang dibutuhkan dalam
proses produksi barang ekspor yang
dipesan oleh importir. Kemudian Bank
melakukan pengurusan dokumen-
dokumen ekspor dan melakukan
penagihan (collection) kepada bank
penerbit L/C (issuing bank);
Pembayaran oleh bank penerbit L/C
dapat dilakukan pada saat dokumen
diterima (at sight) atau pada saat jatuh
tempo (usance);

Pembayaran dari bank penerbit L/C


(issuing bank) dapat digunakan untuk:
Pengembalian dana musyarakah, dan
Pembayaran bagi hasil.
e. Akad Al-Bai’ (Jual-beli) dan Wakalah
dengan ketentuan:

Bank membeli barang dari eksportir.


Kemudian Bank menjual barang kepada
importir yang diwakili eksportir;
Bank membayar kepada eksportir setelah
pengiriman barang kepada importir;

 LKNB Syariah

Selain produk-produk Perbankan Syariah,


terdapat juga beberapa produk keuangan
syariah yang dikeluarkan oleh Lembaga
Keuangan Non Bank Syariah, seperti
Lembaga Asuransi Syariah, Lembaga
Reksadana Syariah, Lembaga Pegadaian
Syariah, Lembaga Penjaminan Syariah,
Lembaga Leasing (Ijarah) Syariah, dan
lain sebagainya.
Berikut kilasan produk-produk dimaksud
merujuk pada fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI.
- Asuransi Syariah

Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau


Tadhamun) adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di
antara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan/atau
tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang
sesuai dengan syariah.

Dalam akad tijarah (mudharabah),


perusahaan bertindak sebagai mudharib
(pengelola) dan peserta bertindak sebagai
shahibul mal (pemegang polis);
Sedangkan dalam akad tabarru’ (hibah),
peserta memberikan hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain
yang terkena musibah. Sedangkan
perusahaan bertindak sebagai pengelola
dana hibah.
Dasar hukum asuransi syariah, salah
satunya adalah hadist Nabi saw. sebagai
berikut:
‫ ذر َج ْ م ْن‬#َ‫ ف‬،‫ َيا‬#ْ‫ ذر َج ع ْن م ًة م ِب ا ُّلدن‬#َ‫م ْن ف‬
‫هلال ع نْ ُه ك َر رَب‬ ‫ْس ِ ٍّل ْن ك‬
‫ًة‬ ‫ْرَب‬
‫ك‬
‫ وهلال ِ ِْف ع ْو ِن الْ َع ْب ِد ما َدا َم اْل َع ْب ُد ِ ِْف ع ْو ِن‬،‫ِقَيا َم ِة‬
ْ‫ ْو ِم ال‬#َ‫أ ِخ ْي ِه ك َر ِب ي‬
)‫ روا مسّل‬.
“Barang siapa melepaskan dari seorang
muslim suatu kesulitan di dunia, Allah
akan melepaskan kesulitan darinya pada
hari kiamat; dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka)
menolong saudaranya” (HR. Muslim dari
Abu Hurairah).
- Pegadaian Syariah (Rahn)

Pegadaian Syariah adalah pinjaman


dengan menggadaikan barang sebagai
jaminan hutang dalam bentuk Rahn
dengan ketentuan Murtahin (penerima
barang) mempunyai hak untuk menahan
Marhun (barang) sampai semua hutang
Rahin (yang menyerahkan barang)
dilunasi.

Marhun dan manfaatnya tetap menjadi


milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun
tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin
kecuali seizin Rahin, dengan tidak
mengurangi nilai Marhun dan
pemanfaatannya itu sekedar pengganti
biaya pemeliharaan dan perawatannya.
Dasar hukum pegadaian syariah adalah
Firman Allah, QS. Al-Baqarah [2]: 283:
‫ْن ك ْن ُ ُْت ع‬
ََّ
‫ ِر َها ٌن م ْق ُب ْو َض ٌة‬#‫ ْم َِت ُد ْوا َك ِت ًبا َف‬#َ‫ل س َف ٍر ول‬
‫… وِا‬
“Dan apabila kamu dalam perjalanan
sedang kamu tidak memperoleh seorang
juru tulis maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang ...”.
- Leasing (Ijarah)

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna


(manfaat) atas suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang
itu sendiri. Jika diikuti dengan
pemindahan kepemilikan, maka dinamai
dengan ijarah muntahiyah bit tamlik.
Dasar hukum ijarah, salah satunya adalah
Firman Allah QS. al-Zukhruf [43]: 32:
ِ ‫ ْق ِس م و َن ر ْ َمحب ِرب َبْل َنُ ْم م ِعْل َر َُت ْم ِِف ال ي يا‬#‫َي‬
َ ْ ُ
‫ َس ْمَنا‬#َ‫َنْ ُن ق‬ ‫ أ ُ ْه‬،‫ك‬
‫ ْع ُض ُه ْم ب ِر‬#‫ ْو َق ب َ َذ َب‬#َ‫ ْع َض هُ ْم ف‬،‫ َيا‬#ْ‫ا ُّلدن‬
‫ا‬ ‫ ِخ‬#‫ ْع َنا َب جا ْع ًضا ت ِل َيتذ‬#َ‫ْع ٍض و َرف‬
‫ ُْس‬،‫ي‬ ‫د‬
‫َر‬
‫ُ ٌ َْي َم ُع ْو‬
‫ي َن م ذما‬
ْ
‫ َو َر ْ َمحب ِرب ك‬.
“Apakah mereka yang membagi-bagikan
rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan
mereka dalam kehidupan dunia, dan
Kami telah meninggikan sebagian mereka
atas sebagian yang lain beberapa derajat,
agar
sebagian mereka dapat mempergunakan
sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.”

- Obligasi Syariah

Obligasi Syariah adalah suatu surat


berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten
kepada pemegang Obligasi Syariah yang
mewajibkan Emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang Obligasi
Syariah berupa bagi hasil/margin/fee
serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo.

Akad yang dapat digunakan dalam


penerbitan obligasi syariah antara lain
Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh,
Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna,
dan Ijarah.
Dasar hukum obligasi syariah, salah
satunya adalah Firman Allah SWT, QS.
Al- Isra’ [17]: 34:
‫ ا ذن الْ َع هْ َد َ ْس ُئ‬،‫أ ْوُف ْوا ِعلْ َعْه ِد‬#َ‫و‬
‫ك ْول… م‬ ِ
‫َن‬
“…dan penuhilah janji; sesungguhnya
janji itu pasti diminta pertanggungan
jawabnya.”

Dan Hadist Nabi riwayat Imam al-


Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani,
Nabi s.a.w. bersabda:
ِ ْ
َ َ ْ ‫حالل‬ ‫ذ‬ ‫ ْسجائِل ٌ ِزْم َبي صلْح‬#‫ال ُّصلْ ُح ْ َْي ال ا ُلمذ‬
ِ
‫و حل را‬ ‫ر‬ ‫ا‬
‫أ ًما‬ ‫َم‬
‫ح‬ ‫أ‬ ‫ح‬
َ ً ‫َا‬ ‫أ‬ ‫حالل ْو‬ ‫ذر َم ح‬
‫حح م را‬ ‫أ‬
‫ل‬
‫ًطا‬ ِ ‫ َوالْ ُم ْس ُُشو ذ م ِه‬. ََّ
‫ال‬
‫ُْش‬ ‫ْ ط‬ ِ ‫ل ِ ل ُم و َ ن ع‬
“Perjanjian boleh dilakukan di antara
kaum muslimin kecuali perjanjian yang
mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”

- Penjaminan Syariah (Kafalah)

Kafalah ialah jaminan yang diberikan oleh


penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua
atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu,
ashil);

Kafalah dapat dikeluarkan oleh


perseorangan, lembaga keuangan, atau
bahkan oleh negara.

Dasar hukum kafalah adalah Firman


Allah dalam QS. Yusuf [12]: 72::

‫ ْف ِق ُد ص الْ َم َ ِب ْ ِع ِب ز ِع ْ ٌمي‬#َ‫الُ ْوا ن‬#َ‫ق‬.


‫َوا ِِل ع م ِه م ٍي ِه‬
‫ْن جا ح ل َب َوأ‬
‫َن‬ ‫وِل َء‬
“Penyeru-penyeru itu berseru: ‘Kami
kehilangan piala Raja; dan barang siapa
yang dapat mengembalikannya, akan
memperoleh bahan makanan (seberat)
beban unta, dan aku menjamin
terhadapnya.”
Dan firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:
‫َوُن ْوا ع ُع ْد‬ ‫ َعا َونُ ْوا ع ْق‬#َ‫ َوت‬.
‫َوا ِ ن‬ ََّ ،‫َوى‬ ََّ
ْ‫ل الْ ِ َبِ والتذ ل ْا ل ْ ِْث ول ت وال‬
ِ
‫َعا‬
“Dan tolong-menolonglah dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
janganlah tolong-menolong dalam
(mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”

- Zakat, Infak, Sedekah & Waqf

Selain produk-produk tersebut di atas dan


produk profitable lainnya, terdapat juga
produk keuangan yang bertujuan sosial.
Seperti zakat, infak, sedekah & waqf
(disingkat ziswaf) dalam berbagai
bentuknya. Produk nirlaba seperti ini
merupakan bagian penting dalam
perekonomian syariah. Bahkan zakat
menjadi salah satu pilar atau rukun dalam
agama.
Produk ziswaf sangat dibutuhkan dalam
membantu pemberdayaan dan
pemerataan kesejahteraan di antara
ummat. Secara kelembagaan ziswaf dapat
dikelola baik oleh Pemerintah, seperti
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) &
Badan Waqaf Indonesia (BWI) ataupun
secara swadaya oleh masyarakat.
D. Hukum Perniagaan dalam Islam
Perniagaan atau jual-beli secara harfiah
berarti pertukaran kepemilikan harta-
benda dengan harta-benda lainnya.
Sedangkan secara syariah, pertukaran
dimaksud harus dilandasi dengan suka
rela (at-taradhi).

Terdapat sekurangnya memiliki delapan


jenis perniagaan: jual-beli benda dengan
uang (ain bin naqd) seperti yang lumrah
kita temui setiap hari, jual-beli barter (al-
muqabadhah) seperti pertukaran baju
dengan biji kakao, jual-beli atau
pertukaran mata uang (as sharf), jual-beli
utang dengan barang, pesanan dengan
pembayaran yang ditangguhkan (as
salam), jual-beli yang tidak berpatokan
pada harga sebelumnya (al musawamah),
jual-beli dengan profit yang disepakati
bersama (al murabahah), jual-beli dengan
kesepakatan
harga awal (at tawliyah), jual-beli dengan
tambahan pada modal (al muwadha’ah).
Hukum perniagaan pada dasarnya adalah
halal selama tidak mengandung unsur
riba, maysir (gambling), gharar (spekulatif),
gish (perbuatan curang), kezaliman dan
keharaman produk atau jasa yang
diperjual-belikan. Kaidah dalam
perniagaan secara ushul fiqh, adalah sejalan
dengan hukum mu’amalah, yaitu
diperbolehkan selama tidak ada dalil yang
mengharamkannya. Karena dasarnya
adalah ibahah atau boleh, maka praktisi
bisnis atau niagawan sejatinya diberi
kebebasan untuk berinovasi dan berkreasi
selebar-lebarnya, dengan catatan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip Quran dan
sunnah.
Karena dasarnya boleh, halal dan atau
diperkenankan, penulis dalam buku kecil
ini merasa tidak perlu untuk menguraikan
apa-apa saja yang dapat dilakukan atau
diperjual-belikan. Alih-alih penulis
mencoba menguraikan beberapa larangan
disertai alasan atau reasoning atas larangan
dimaksud.

 Anjuran Bekerja dan Berniaga

Bahkan perniagaan bukan saja halal, tapi


dianjurkan oleh baginda Nabi Muhammad
saw. Sebagaimana diriwayatkan Bazzar ra.,
bahwasanya Nabi saw ditanya: “Pekerjaan
apa yang paling baik?” Nabi bersabda:
“Pekerjaan seseorang dengan kedua
tangannya dan setiap jual beli yang
mabrur” yakni jual beli yang terbebas dari
sumpah palsu dan dari
kecurangan dalam mu’amalah.
Tidaklah sulit bagi ummat Islam untuk
mencari model perniagaan yang ideal,
baik secara konseptual maupun praktis.
Karena ummat dianugerahi seorang rasul
yang jauh sebelum menjadi Nabi Allah
telah
dikenal luas sebagai seorang pebisnis dan
pedagang ulung serta disegani seantero
jazirah karena kejujurannya.

 Perselisihan antara Pedagang & Pembeli

Dalam sebuah riwayat, seorang sahabat


bernama Asyats membeli raqiq kepada Ibn
Mas’ud ra. dengan harga 10.000,
kemudian ia mengutus Abdullah untuk
membayarnya. Ternyata Abdullah
membayar raqiq tersebut 20.000
sebagaimana diminta oleh penjualnya.
Lalu Abdullah berkata: hadirkanlah
seorang saksi untuk menjadi penengah
antara aku dan dirimu. Asy’ats berkata:
kamu saksi antara aku dan dirimu sendiri.
Abdullah pun berkata: sesungguhnya aku
mendengar Rasulullah saw. bersabda:

‫اذا اختلف املتبايعان و لس بلَنام بل نة اف لقول‬#‫إ‬


)‫لعة أو ي تارَكن‬#‫ما يقول رب الس‬
‫ك‬#‫روا امخلسة وحصحه احلام‬
“Jika terjadi perselisihan antara penjual
dan pembeli dan tidak ada bukti di antara
mereka, maka kesaksian (yang dapat
dibenarkan) adalah kesaksian pemilik
barang (penjual), atau keduanya
meninggalkan (transaksi)” yakni
membatalkannya karena tidak tercapai
kesepakatan.”
Perselisihan sebagaimana dimaksud
berlaku tidak saja dalam kesepakatan
harga, namun juga pada kualitas produk,
syarat transaksi dan lain sebagainya.

 Hukum Komersialisasi Air

Air merupakan kebutuhan asasi bagi


kehidupan. Setiap makhluk hidup
membutuhkan air. Oleh karena itu,
ketersediaan, bahkan akses terhadap air
idealnya difasilitasi oleh negara secara
cuma-cuma. Terlebih di Indonesia yang
sejak awal berdiri telah mendeklarasikan
dalam UUD 1145 bahwa bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

Islam mengakui kepemilikan atas suatu


harta-benda, termasuk tanah yang bisa jadi
terkandung di dalamnya air, seperti
sumur.

Namun demikian, Islam tak


memperkenankan pemilik sumur untuk
memungut bayaran atas air yang
digunakan di sumur tersebut oleh
masyarakat. Sebagaimana sabda nabi
berikut
: ‫هنى رسول هلال صَّل هلال عليه عن جا ر ن عبد هلال قال‬
‫وّسل عن بيع فضل املاء) روا مّسل‬
Dari Jabir bin Abdillah
berkata: ”Rasulullah saw. melarang jual-
beli air yang berlebih”.

Maksudnya, setelah kebutuhan akan air


untuk diri dan keluarganya terpenuhi, tak
diperkenankan untuk memberi tarif atau
memungut bayaran atas penggunaan air
yang ‘dimilikinya’. Karena sejatinya air
adalah milik bersama, diciptakan Allah
swt. untuk semua, sebagaimana udara.

 Hukum Jual-Beli ‘Asb al Fahl

‘Ashb al Fahl adalah jasa mengawinkan


ternak, yaitu memperjual-belikan mani
yang keluar dari pejantan.

Jual-beli jasa sebagaimana dimaksud


kerap terjadi di desa-desa atau
diperkampungan. Meski terjadi
perbedaan hukum terkait
transaksi seperti ini, namun mayoritas
ulama menghukuminya dengan haram.
Dengan merujuk pada hadist nabi sebagai
berikut:
: ‫وعن ا ن معر ريض هلال َعنام قال‬
)‫هنى رسول هلال صَّل هلال عليه وسّل عن عسب الفحل‬
‫ر و ا ا ل بخ ا ر ي‬
“Dari Ibn Umar ra., berkata:
Rasulullah saw. melarang ashb’ al
fahl.”
Sebagian ulama yang berpandangan lain
seperti sebagian penganut mazhab Syafi’i
dan Hanbali melihatnya sebagai bentuk
ijarah atau sewa, yakni menyewa ternak
untuk kebutuhan berkembang-biak.
 Hukum Jual-Beli Habalil Habalah

Jual beli habalil habalah adalah jual-beli


kandungan di dalam perut unta sampai
kandungan itu melahirkan kembali unta.
Unta yang dilahirkan itulah yang dijual-
belikan. Jual-beli seperti ini mengandung
gharar, spekulatif atau ketidakpastian.
Karena boleh dikatakan objek yang
diperjualbelikan belum ada atau bahkan
tidak ada sama sekali.
: ‫وعن ا ن معر ريض هلال َعنام قال‬
‫ َكن بيعا‬,‫هنى رسول هلال صَّل هلال عليه وّسل عن حبل احلبةل‬
‫أن تنتج الناقة‬ ‫ َكن الرجل يبتاع اجلزور‬:‫يتاعأههل اجلاهلية‬
‫إاَل ْث تنتج اليت ِف بطَنا‬
‫ وا لفظ لبخاري‬,‫متفق عليه‬

Dari Ibn Umar ra. berkata: “Rasulullah


melarang habalil habalah, yaitu jual-
belinya orang Jahiliyah, yaitu ketika
seseorang membeli jazur (unta) yang akan
melahirkan naqah (unta) dan (akan)
melahirkan apa yang ada di perutnya.

 Hukum Bay’ al Hashat


Secara harfiah, hashat dapat dimaknai
dengan lemparan (batu). Maka, Bay’al
Hashat menjadi jual-beli dengan melempar.
Terdapat beragam pengertian mengenai
bay’ al hashat, di antaranya menjadikan
jarak lemparan batu sebagai patokan objek
(tanah/lahan) yang diperjual-belikan.
Pengertian lain, menjadikan target
lemparan sebagai objek yang diperjual-
belikan. Pelarangan transaksi seperti ini
karena mengandung unsur ketidakpastian.
Sebagaimana sabda nabi saw.:

‫ هنى رسول هلال عن‬:‫وعنريض هلال عنه قال‬


‫بيع احلصا وبيع الغرر) روا مسّل‬
Dari Abu Hurairah ra., berkata:

Rasulullah saw melarang bay’ al hashat


dan jual-beli gharar (HR.Muslim)

Adapun jual-beli gharar adalah jual-beli


yang mengandung spekulasi dan
ketidakpastian seperti:
- Jual beli habalil habalah
- Jual beli al hashat
- Jual beli al malaqih
- Jual beli al madhamin
- Jual beli buah sebelum tumbuh/panen
- Jual beli al mulamasah
- Jual beli al munabadzah
- Jual beli ikan di laut, burung di langit
- Dan jenis lainnya yang tidak pasti
Uraian mengenai masing-masing jual beli
tersebut dibahas secara terpisah dalam
buku kecil ini.

 Hukum Menakar atau Menimbang

Jual-beli suatu komoditas, khususnya


barang konsumsi, membutuhkan takaran.
Takaran diperlukan untuk memastikan
kesamaan kualitas dan kuantitas produk
dengan harga produk tersebut. Tanpa
takaran yang baik, kerap kali konsumen
yang menjadi korban.
Jenis takaran berbeda-beda, sesuai dengan
jenis produk yang diperjual-belikan. Di
antaranya diukur dengan jumlah
(kuantitas), dengan timbangan gram, liter,
ukuran luas, dan lain sebagainya.
Menjadi kewajiban penjual untuk
menyediakan dan menimbang atau
menakar produk yang dijual sebelum
sampai di tangan pembeli, dengan takaran
yang benar. Sebagaimana sabda Nabi saw.,
‫أن رسول هلال صَّل هلال عليه وسّل‬ ‫وعن أيب هرير ريض هلال‬
‫عنه‬
‫قال من اشرتى طعاما فال يبعه حىت يكتِال) روا مسّل‬
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah
saw. bersabda: “Barang siapa membeli
makanan, maka janganlah menjualnya
sampai ia menimbangnya (terlebih
dahulu).” HR. Muslim

 Hukum 2 Shafaqah dalam 1 Shafaqah

Larangan ini memiliki banyak pengertian,


di antaranya, seorang penjual yang
berkata: “Saya jual pada Anda seharga 2
juta secara utang, atau 1 juta secara tunai,
terserah Anda mau ambil yang mana.”
Hal ini tidak diperkenankan dalam Islam
karena mengandung ketidakpastian
(harga), dan atau menjadikan waktu
sebagai alasan penambahan nilai.
Sebagaimana pernyataan penjual, “Saya
jual dengan harga sekian secara utang,
dan dengan harga sekian dan sekian
secara tunai,” sebagaimana diperkuat
dengan hadist riwayat Ahmad mengenai
larangan 2 shafaqah dalam 1 shafaqah.

Yang melandasi tidak sahnya jual beli


seperti ini adalah ketidakjelasan harga
yang sesungguhnya, selain prinsip time
value yang dihitung oleh uang
sebagaimana sistem ribawi.
Kedua, Imam Syafi’i berkata, “Saya jual
budak saya padamu, dengan syarat kamu
menjual pada saya kudamu.”
Ketiga, seseorang berutang satu Dinar
dalam bentuk sejumlah gandum dengan
jangka satu bulan, namun setelah waktu
berakhir peminjam meminta agar gandum
tersebut dijual padanya untuk dua bulan
dengan kesepakatan akan dibayar dengan
dua kali jumlah gandum dimaksud.
Larangan 2 bentuk kesepakatan dalam 1
kesepakatan di atas, merujuk pada sabda
nabi saw.:
:‫وعن أيب هرير ريض هلال عنه قال‬
)‫هنى رسول هلال صَّل هلال عليه وسّل عن بيعْتي ِف بيعة‬
‫روا أمحد والنسايئ وحصحه الرتميذي وا ن حبان‬
‫وليب داود من عع بيعْتي ِف بيعة فهل أوكسها أو‬
)‫م الرع‬
Dari Abu Hurairah ra. berkata:
“Rasulullah saw melarang dua jual-beli
dalam satu jual-beli”
Dan dari Abu Dawud ra.:

“Barang siapa melakukan dua jual-beli


dalam satu jual beli, maka terkandung di
dalamnya riba.”
Meski banyak ahli ilmu melarangnya,
bentuk transaksi seperti ini masih
diperbolehkan oleh sebagian besar ulama,
selama terdapat batasan (hadd) atas
tambahan keuntungan (ribh) yang
disepakati di awal, tanpa spekulasi dan
tidak berlebihan.

 Hukum Jual Beli dengan 2 Syarat


Pada transaksi perniagaan, tak jarang
ditemukan pelanggan yang meminta
syarat pembelian yang berbelit, misalkan:
“Saya beli baju itu, asalkan dijahitkan
seperti begini atau begitu, lalu minta
diberi pernak-pernik seperti ini atau itu,
lalu dibungkus dalam bingkisan seperti
ini atau itu,” atau mungkin juga
ditemukan pelanggan yang berani
membayar mahal asalkan pembayaran
ditangguhkan.
Berikut adalah dasar hukum atas
fenomena tersebut dan uraian singkatnya:
‫ قال‬:‫عن معرو ن شعيب عن أبيه عن جد ريض هلال عَنام قال‬
‫رسول هلال صَّل هلال عليه وسّل ل حيل سلف و بيع ول ُشطان ِف بيع‬
‫) روا امخلسة‬#‫ول رحب ما مل يضمن ول بيع ما لس عندك‬
Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah halal
salaf (sebagai syarat) dalam jual-beli, dua
syarat dalam satu jual-beli, dan tidak
(halal) memperoleh keuntungan atas apa
yang tidak dimiliki, dan jual-beli apa-apa
yang bukan milikmu” (HR Khamsah)

Contoh riil salaf sebagai keringanan atau


syarat jual-beli adalah tatkala seseorang
menawarkan untuk membeli barang
dengan harga yang tinggi supaya dapat
penangguhan pembayaran. Mayoritas
ulama melarang perbuatan demikian.
Contoh kedua, saat seseorang berkata:
“Saya menjual jaket ini kepadamu seharga
100.000 asalkan kamu memberiku
pinjaman 100.000.”
Atau sebaliknya kita meminjamkan uang
pada orang lain, namun sekaligus
mensyaratkan orang tersebut membeli
barang kita untuk dibayar kemudian
dengan utangnya.

Kedua, contoh jual beli dengan dua syarat


atau lebih adalah sebagaimana di-
contohkan di muka. Ketika seorang
konsumen membeli kue dengan syarat
kue tersebut diberi perisa yang sesuai
dengan seleranya lalu diantar ke lokasi
yang diminta. Atau seseorang yang
berkata: “Aku jual hp ini dengan harga 1
juta secara tunai dam 2 juta secara
tangguh,” atau seorang pembeli yang
berkata: “Saya jual produk saya pada
Anda, asalkan Anda dapat menjual
produk fulan kepada saya dengan harga
sekian.”
Pembelian dengan dua syarat atau lebih,
apalagi yang menyulitkan penjual
dilarang dalam Islam. Terkecuali jika
dalam bentuk
jual-beli pesanan yang disepakati oleh
kedua pihak di muka.
Ketiga, jual beli yang tidak diperkenankan
sesuai dengan nash di atas adalah menjual
sesuatu yang belum dalam kepemilikan
penjual secara mutlak.

 Hukum Jual Beli Al Urbun


Misalnya Anda menjual lemari kayu jati
seharga 5 juta, kemudian ada seseorang
datang dan hendak membeli lemari
tersebut. Lalu ia berkata, “Saya mau beli
lemari ini, ini ada uang 500 ribu. Jika saya
kembali saya bayar sisanya, jika tidak
maka uang ini menjadi milik Anda atau
saya tidak akan meminta uang saya
kembali.”
Sekilas bay’ al urbun, mirip dengan Down
Payment (DP). Namun sebenarnya sangat
berbeda. Pembayaran DP umumnya
disyaratkan oleh penjual, dengan
kepastian pembelian dan kepastian
pembayaran sisa atau cicilan berikutnya.
Berbeda dengan al urbun yang sama sekali
tidak mengandung kepastian. Jika
pembeli kembali maka transaksi riil, yaitu
pertukaran antara benda dan uang,
terjadi. Jika tidak, maka telah terjadi
pengambilan uang tanpa adanya
pertukaran (‘iwadh), itu sama sekali tidak
diperkenankan secara syariah.

Sebagaimana sabda nabi yang


diriwayatkan Malik ra.
)‫هنى رسول هلال صَّل هلال عليه وّسل عن بيع العرعن‬
“Rasulullah saw. melarang bay’al urban.”

Meski mayoritas ulama mengharamkan


bay’ al ‘urbun dengan merujuk pada hadist
di atas. Sebagian ulama mengkategorikan
hadist dimaksud ke dalam kategori dho’if.
Umar ra, Abdullah bin Umar ra. dan
Imam Ahmad meng-halalkan praktik jual-
beli tersebut.

 Larangan Menjual di Tempat Pembelian


Apa yang akan Anda rasakan jika ada
seorang pembeli yang baru saja membeli
tas yang Anda jual 50.000, lalu di depan
Anda pula ia menjual tas tersebut kepada
orang lain seharga 250.000. Bukankah itu
akan terasa menyakitkan? Atau
setidaknya Anda menyesal menjualnya
hanya 50.000.

Perbuatan seperti itu, menjual barang


langsung di tempat pembelian tidak
diperkenankan secara syariah. Berikut
riwayat yang melarangnya,
‫ فلام‬،‫ ابتعب زيتا ىف السوق‬: ‫وعن ا ن معر ريض هلال َعنام قال‬
‫ ف أردت أن أرضب‬,‫اس توجبته لقيين رجل ف أعطاين به ر بحا حس نا‬
‫ فالتفب ف إاذا هو زيد‬,‫ فأ ُذ رجل من ُلفي بذراعي‬,‫عَّل يد الرجل‬
‫ ف إان‬،‫ فقال لتبعه حيث ابتعته حىت حتوز إاَل رحِل‬,‫ن اثبب‬
‫رسول هلال صَّل هلال عليه وسّل هنى أن تباع السلع حيث تبتاع‬
‫حىت حيوزها التجار إاَل رحاهلم) روا أمحد و أبو داود‬
Dari Ibn Umar ra. berkata: “Saya membeli
minyak di pasar, setelah terjadi ijab (telah
menjadi miliku), seseorang hendak
membelinya dengan harga yang baik,
sayapun ingin menyentuh tangannya
(sebagai tanda kesepakatan), tiba-tiba
seseorang menarik lenganku dari
belakang, setelah berbalik ternyata ia Zayd
bin Tsabit, ia lalu berkata: “Jangan menjual
di tempat kamu membelinya sampai kamu
kembali ke tempatmu (berjualan), karena
sesungguhnya Rasulullah melarang
melarang untuk menjual benda di tempat
ia dibeli sampai penjual itu membawanya
ke tempat ia kembali (tempat
berjualannya).” HR. Ahmad & Abu
Dawud
 Hukum Pertukaran Valuta
Di saat kebijakan bebas visa telah menjadi
tren global, ditambah zona kawasan bebas
perdagangan, transaksi bisnis lintas valuta
atau penggunaan berbagai mata uang di
satu lokasi menjadi hal yang tak
terhindarkan.

Penggunaan dan pertukaran valuta dalam


perniagan telah terjadi bahkan pada masa
Nabi saw. Sebagaimana diriwayatkan oleh
perawi yang lima dan diperkuat oleh
Hakim sebagai berikut:

Dari Ibnu Umar ra., berkata: Saya berkata,


“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku
menjual unta di Pasar Baqi’, lalu saya
menjualnya seharga beberapa dinar,
namun aku menerima pembayarannya
berupa darahim (jamak dirham), kemudian
saya menjual seharga beberapa dirham,
saya menerima pembayarannya dengan
dinar. Saya terima ini dari ini, saya diberi
ini dari ini, maka Rasulullah saw
bersabda: “Tak masalah engkau
mengambilnya, (asalkan) dengan harga
hari ini, selama tidak berbeda dan tidak
menyisakan sesuatu diantara kalian (tidak
ditangguhkan).”

riwayat lain yang senada dengan riwayat


di atas adalah ketika Abdullah bin Umar
ra. bertanya pada Rasulullah saw. tentang
hukum sharf (money exchange) dan
pertukaran antara emas dan perak, maka
nabi memperbolehkannya dengan syarat
dilakukan dengan harga saat ini, tunai dan
tidak ditangguhkan atau tidak menyisakan
pembayaran di waktu lain dengan nilai
yang berbeda.

 Hukum Perbuatan Najsy


Untuk menarik minat pembeli dan
mendongkrak penjualan, ada kalanya
penjual melakukan berbagai trik. Bahkan
beberapa penjual yang tidak jujur, ada
yang sengaja menaikan harga barang
kepada orang yang tidak minat
membelinya, agar konsumen lain tertarik
untuk membeli. Trik atau tipuan seperti
ini disebut najasy.

Pengertian lain dari najsy atau at tanajusy


adalah seorang penjual, atau pembeli,
atau orang ketiga yang berkomplot baik
dengan penjual, memuji-muji suatu
barang secara berlebihan, berpura-pura
membeli dengan harga tinggi, supaya
barang tersebut kemudian dibeli.
Najsy termasuk afatullisan atau
kemunkaran dalam ucapan. Di saat
telemarketing dan penjualan dengan
iming-iming diskon kerap terjadi, najsy
menjadi penyakit perniagaan yang harus
dihindari dan diwaspadai.
‫هنى رسول هلال صَّل هلال عليه وسّل عن النجش) متفق عليه‬
 Hukum Al Muhaqalah
Al Muhaqalah, menurut Al Laits adalah jual
beli tanaman sebelum panen, atau
sebelum jelas hasilnya. Dikatakan juga, Al
Muhaqalah adalah jual beli kurma yang
masih di atas pohonnya, atau biji padi
yang masih di batangnya atau masih di
sawah dan belum dipanen. Jual beli ini
dilarang dalam syariah.

 Hukum Al Muzabanah
Al Muzabanah adalah jual beli buah-
buahan di atas pohon dengan buah-
buahan serupa yang sudah dipanen.
Misalnya jual beli ratb (korma di pohon)
dengan tamr (korma yang telah diolah
atau diproses), atau anggur yang masih
dipohon dengan kismis yang sudah siap
konsumsi. Perniagaan ini tidak
diperbolehkan secara syariah.

 Hukum Al Mukhabarah
Al Mukhabarah adalah kerjasama
pengelolaan atau penanaman lahan
dengan kesepakatan separuh atau
sebagian hasil dari panen. Mayoritas
ulama menghukuminya dengan haram,
kecuali Imam Ahmad, Ibn Khuzaimah,
Ibn al Munzir dan Al Khataby dalam
riwayat menyatakan kehalalan kerjasama
sebagaimana dimaksud.

 Hukum At Tsunya
At Tsunya diambil dari kata Al Itstisna
yang berati pengecualian, yaitu jual beli
suatu barang dengan pengecualian bagian
dari barang tersebut. Hukum Ats Tsunya
bergantung pada kepastian bagian yang
dikecualikan. Jual beli tidak sah jika
bagian pengecualian tidak jelas dan atau
lebih dari sepertiga bagian yang diperjual
belikan.
Namun menjadi sah jika pengecualian
tersebut jelas, misalnya: “Saya menjual
seluruh box yang ada kecuali ini dan itu.”
 Hukum Al Mulamasah
Al Mulamasah memiliki akar kata lams
artinya sentuhan, jual beli Al Mulamasah
menjadikan sentuhan sebagai syarat
sahnya pembelian. Al Mulamasah memiliki
beberapa pengertian, di antaranya
seseorang yang menyentuh pakaian
dalam kegelapan, atau mata tertutup,
kemudian penjual berkata: “Saya
menjualnya padamu dengan harga sekian,
dengan syarat sentuhanmu itu mengganti
hakmu untuk melihatnya. Tidak boleh
memilih atau membatalkan jika nanti
kamu melihatnya.”. Pengertian lainnya,
menjadikan sentuhan sebagai bukti
sahnya pembelian tanpa shigah tambahan.

Ulama sepakat mengharamkan jual-beli


seperti ini.
 Hukum Al Munabadzah
Al Munabadzah menurut Abu Hurairah ra.
adalah ketika seseorang berkata: “Saya
serahkan apa yang ada dalam karungku
dan kamu serahkan semua isi karungmu,”
lalu keduanya saling berjual-beli tanpa
melihat apa isinya. Jual beli ini tidak sah
dan dilarang oleh syariah.

Dalil atau nash larangan atas muhaqalah,


muzabanah, mukhabarah, ats tsunya, dan
munabadzah, adalah sebagai berikut:
‫ عن‬#‫وعن جا ر ريض هلال عنه أن الِنب صَّل هلال عليه وسّل هنى‬
.‫احملاقةل واملزابنة واخملا ر وعن الثنيا إال أن تّعل‬
‫روا امخلسة إال ا ن ماجه وحصحه الرتميذي‬
“Dari Jabir ra. bahwa nabi saw melarang
al muhaqalah, dan al muzabanah, dan al
mukhabarah, dan at tsunya, kecuali
diketahui (bagian yang dikecualikan).”
‫ هنى رسول هلال صَّل هلال عليه وسّل عن احمالقةل‬:‫وعن قال‬
‫س‬
‫لنابذ واملزابنة) روا البخاري‬#‫واخملارض واملالمسة وام‬
“Dari Anas ra berkata: Rasulullah saw
melarang al muhaqalah, dan al
mukhadarah, dan al mulamasah, dan al
munabadzah, dan al muzabanah”
HR. Bukhari

 Hukum Penetapan Harga


Diriwayatkan oleh Anas ra., bahwa terjadi
kenaikan harga di Madinah pada masa
Rasulullah saw. Masyarakat mengeluh
(pada nabi): “Wahai Rasulullah, harga-
harga naik (menjadi mahal),
kendalikanlah harga untuk kami, maka
nabi saw menjawab:
‫ان هلال هو املسعر القابض‬#‫قال رسول هلال صَّل هلال عليه وّسل إ‬
‫س أحد منُك‬#‫ الرزاق إواين لرجو أن ألق هلال تعاَل و ل‬#ْ‫الباس‬
‫) روا امخلسة‬#‫يطلبين مبظلمة ِف دم ول مال‬
“Sesungguhnya Allah ialah Al Musa’ir
(Yang Menentukan Harga), Yang Maha
Menggenggam, Yang Maha Melapangkan,
Yang Maha Pemberi Rizki, sungguh saya
berharap untuk berjumpa dengan Allah
ta’ala, dan takada diantara kalian yang
memintaku untuk berbuat aniyaya
(dzalim), baik dalam nyawa maupun
harta.”
Harga suatu komoditas tidak mungkin
tetap. Fluktuasi harga di pasar merupakan
sunnatullah. Mengingat banyaknya faktor
yang menentukan tinggi-rendahnya
harga. Misalnya variable cuaca, kondisi
air, hama, harga pupuk, transpotasi dan
logistik adalah sekian faktor penentu
harga komoditas pertanian. Belum lagi
layer atau
rantai penjualan yang acap kali tidak
sederhana.
Demikian syariah melarang penetapan
harga oleh penguasa demi mencegah
terjadinya kezaliman. Dapat dibayangkan
jika terjadi kelangkaan komoditas karena
cuaca, atau karena harga pupuk yang juga
naik, jika pemerintah memonopoli harga
tomat misalnya, bisa dipastikan petani
takkan mendapat apa-apa atas jerih payah
mereka.

Karena itu, yang dapat pemerintah


lakukan sebagai solusi adalah memastikan
infrastruktur tersedia, termasuk irigasi
yang baik, membantu permodalan,
menyediakan pupuk bersubsidi dan
memangkas rantai penjualan menjadi
lebih pendek. Maka dengan sendirinya
harga akan terkendali.
 Hukum Ihtikar (Penimbunan)
Penimbunan tergolong ke dalam
perbuatan bathil yang dilarang oleh
syariah. Penimbun barang adalah mereka
yang menarik komoditas tertentu,
misalnya makanan, barang konsumsi atau
sejenisnya dan menahannya dari
peredaran untuk menyebabkan
kelangkaan demi tercapainya harga
tertinggi. Saat harga meroket, barang
tersebut diedarkan sebanyak mungkin
untuk memperoleh keuntungan yang
besar.
Pelaku ihtikar seperti ini dikategorikan
khati atau ‘atsim atau ashi, yaitu pendosa.
Sebagaimana sabda nabi saw.
‫ ل حيتكر إال اُ طئ) روا‬:‫ل رسول هلال صَّل هلال عليه وّسل‬
‫مسّل‬
Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah
seseorang menimbun barang, kecuali ia
pendosa.”

 Hukum Menunjukkan Cacat Produk


Prinsip syariah di antaranya memberikan
perlindungan pada konsumen. Konsumen
berhak tahu atas kelebihan sekaligus
kekurangan atau cacat pada barang yang
hendak dibelinya.
Sebagaimana kisah masyhur tentang
teguran Rasulullah saw pada pedagang
yang curang.

Diriwayatkan Muslim, bahwa Rasulullah


saw berjalan melewati wadah berisi
makanan, lalu beliau memasukkan tangan
ke dalamnya dan mendapati jemari beliau
basah. Kemudian Nabi bertanya: “Apa ini
wahai pemilik makanan?” Ia berkata:
“Terkena hujan, wahai Rasulullah”. Nabi
bersabda: “Mengapa tidak kau simpan di
atas supaya orang-orang melihatnya?
Barang siapa berbuat curang maka ia
bukan golonganku.” HR Muslim

Sungguh Islam mengutamakan kejujuran


dalam setiap transaksi perniagaan. Begitu
keras ancaman Nabi bagi seorang
pedagang yang berbuat curang, kalimat
yang pendek namun bermakna sangat
mendalam. )‫“ مين ف لس غش من‬Barang siapa
berbuat curang, maka ia bukan bagian
dari ummatku.

 Hukum Supply Komoditas Haram


Wine adalah barang haram. Wine dibuat
dari anggur. Meski demikian jual beli
anggur tidaklah haram. Kecuali jika
anggur tersebut sengaja ditimbun, untuk
kemudian dibuat atau dijual kepada
pembuat wine. Hukum jual beli anggur
kepada pembuat wine adalah haram.
Bahkan, ancaman bagi pelakunya adalah
kepastian api neraka sebagai tempat
kembali. Sebagaimana sabda nabi saw:
‫ من حبس العنب ًأّيم القطاف‬:‫قال رسول هلال صَّل هلال عليه وّسل‬
‫حىت يبيعه ممن يتخذ مخرا فقد تقيم النار عَّل بصي ) روا الطَباين‬
Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa
menimbun anggur pada saat masa panen
untuk kemudian menjualnya pada
pembuat khamr (wine) maka ia telah
memastikan dirinya untuk masuk ke
dalam api neraka” HR. Thabrani

Hadist ini juga memberikan peringatan


pada kita untuk bersikap waspada dalam
transaksi. Apakah komoditas yang kita
jual akan digunakan untuk kemaksiatan
yang menyebabkan murka Allah atau
tidak. Meskipun ketidaktahuan
menyebabkan terbebasnya dari hukum,
namun jika
memungkinkan untuk mencari tahu
sebaiknya hal tersebut dilakukan.

 Hukum Pembatalan Transaksi


Ada kalanya, seorang pembeli merasa
menyesal atau ingin membatalkan
pembeliannya karena satu atau lain hal.
Bisa jadi pembeli merasa barang yang
baru saja dibeli tidak begitu bermanfaat
untuknya. Atau pembeli merasa telah
mengeluarkan uangnya terlalu banyak
sehingga tidak dapat membeli yang
benar- benar dibutuhkan. Mungkin ada
alasan lainnya yang lebih rasional untuk
membatalkan pembelian.
Meski penjual tidak harus menerima
pengembalian barang yang biasanya
tertera pada struk: “barang yang sudah
dibeli tidak dapat dikembalikan.” Namun,
Allah swt akan mengganjar penjual yang
baik hati untuk menerima pengembalian
dengan pahala yang begitu besar,
sebagaimana sabda nabi saw.
‫لام بيعته أقا‬#‫ من أقال مس‬:‫قال رسول هلال صَّل هلال عليه وّسل‬
‫ل‬
‫هلال عرثته) روا أبو داود وا ن ماجه‬
Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa
berkenan membatalkan akad jual-beli
pada seorang muslim, maka Allah akan
mencabut (azab) atas dosanya”atau Allah
akan mengampuni dosanya.
HR. Abu Dawud dan Ibn Majah
Referensi
Al Asqalani, Ibn Hajr. 2002.
Bulughul Maram. Jakarta: Dar el
Kutub

Alausy, Abi Abdillah. 2004.


Ibanatul Ahkam. Beirut: Dar el Fikr

Antonio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah: Dari


Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press

Falih, Abi Abdillah. 1997. Alfadz al Aqidah.


Riyadl: Maktabah el Abikan

Karim, Adimarwan A. 2004.


Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
Jakarta: Rajagrafindo

Sabiq, Sayyid. 2003. Fiqh Sunnah. Kairo:


Dar el Fath

Fatwa DSN MUI


www.alukah.net
www.taimiah.org
Tentang Penulis
Daniel Rusyad Hamdanny, lahir di
Bandung 15 Oktober 1988. Lulus dari PM
Darussalam Gontor pada tahun 2007, dan
meraih strata-1 di bidang ilmu
komunikasi dari Universitas Padjadjaran.

Menjadi praktisi keuangan syariah sejak


2013, saat bergabung di salah satu
lembaga keuangan syariah di Jakarta. Saat
ini bekerja di salah satu BUMN di kota
yang sama.

Karya tulis Penulis yang telah terpublikasi


di antaranya, Islamic Rhetorics: Lessons from
the Farewell Sermon by Prophet Muhammad,
Buku Kecil Tauhid dalam Islam, dan Buku
Kecil Ekonomi Syariah.

Penulis dapat dihubungi pada:

085722396950
danielrusyad@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai